21 Kuntum

Blossoming

.

Pesta di rumah Francis John Russell dilakukan dua hari lagi, tapi Gekko sudah datang lebih dulu untuk bertemu tuan rumah.

Saat itu udara tidak begitu dingin, malah terkesan mulai panas dan kering, sehingga pakaian yang digunakan pun tidak berlapis-lapis. Hanya sebuah kemeja dan vest yang ringan. Para lady yang ingin berjalan-jalan tidak menggunakan parasol, tapi memilih payung yang lebih besar sebagai pelindung sinar matahari. Tentu bukan mereka yang memegang, ada pelayan yang senantiasa memayungi dengan hati-hati.

"Panas-panas begini, masih juga melihatmu memakai baju warna hitam. Apa tidak terbakar kulitmu?" Itu adalah Francis John Russell, yang menyambut kedatangan Gekko di depan rumahnya. Padahal dia orang terhormat di bawah naungan ratu, tapi mau-maunya menyambut sendiri seorang borjuis yang tidak punya gelar.

"Hn."

Mungkin sudah terbiasa dengan tanggapan Gekko yang dingin seperti es batu, Francis malah tertawa. Ia pun merangkul pundak tamunya itu dengan senang hati, menuntun untuk masuk ke rumah.

"Makin lama, kau makin seperti patung berjalan, Gekko. Tapi setidaknya kau masih lucu dan menggemaskan seperti boneka." Francis terkekeh sendiri. Beberapa pelayan di belakangnya ingin juga ikut tertawa, tapi takut sekali dengan gagak Hever yang pemurung itu.

"Gekko!!! Kau datang!!!"

Namun, tiba-tiba dari lantai dua, seorang tuan putri berteriak antusias. Tuan putri dengan rambut pirang dan gaun merah muda itu menuruni tangga seraya berlari kecil menggunakan sepatu berhak lima senti. Ketika sampai di depan Gekko, ia memeluk tamu papanya dengan sangat erat dan senyum lebar di wajah.

"Astaga, astaga, sudah lama tidak bertemu denganmu. Kenapa kau makin lucu begini, Gekko." Nada suara yang dikeluarkan terdengar gemas dan bahagia, cocok sekali dengan wajah ayunya yang seperti peri bunga.

"Berisik. Lepas, Alice." Gekko menghardik datar. Matanya yang tajam diraupi kekesalan.

Sayang sekali, Alice tidak mau mendengarkan. Alih-alih segera melepas pelukannya yang sekuat lilitan boa, ia malah lebih dan lebih mendekap Gekko seolah tidak mau berpisah.

"Alice Russell."

Untung saja suara dalam Gekko berhasil membuat tuan putri keluarga Russell tahu diri. Ia dengan wajah kecewa melepaskan Gekko.

"Padahal sudah lama tidak bertemu, tapi kau selalu sadis padaku. Gekko sama sekali tidak peka."

"Hn. Bukankah kau akan menikah?"

Alice memberi cengiran lebar. "Calon suamiku pun tidak akan cemburu seandainya kau yang meniduriku."

Francis Russell geleng-geleng kepala, putrinya memang sedikit vulgar ketika sudah bertemu teman kesayangannya.

"Jangan ganggu Gekko untuk sementara, Nak. Dia masih harus berurusan dengan Papa," tegur Francis pada akhirnya.

.

.

.

Pesta di kediaman Francis akan dilakukan selama seminggu lebih sehari. Pada dua hari pertama Gekko datang, ia masih menikmati keheningan di rumah Francis. Ia pun lebih fokus mendiskusikan berbagai macam hal bersama pemilik rumah. Walau terkadang ada Alice yang datang menganggu, tapi karena sudah mengenal lama, Gekko tidak terlalu keberatan.

Namun, begitu hari pertama pesta dimulai, para bangsawan kenalan keluarga Russell pun berdatangan satu per satu.

Hal yang paling dikagumi sekaligus menjengkelkan bagi Gekko adalah bahwa Francis Russell punya kenalan yang terlalu banyak.

Bahkan, seratus keluarga yang saat itu diundang, tak ada dari seperempat kenalan Francis. Betapa populer duda beranak satu itu. Pantas saja, ajakan berkecan tidak henti-hentinya datang seperti longsor di musim penghujan, berharap menjadi nyonya rumah baru untuk kediaman Russell yang megah dan bergelimang harta.

Terlebih, Francis Russell adalah seorang pria alpha dengan wajah di atas rata-rata. Rambutnya pirang ikal, matanya seperti batu pirus. Ia juga punya hidung bangir dan tubuh tegap yang cukup tinggi. Apalagi, tiap kali keluar rumah, pakaiannya selalu modis dan disetrika hingga halus.

Inilah mengapa, di hari pertama pesta, Gekko memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan di dalam ruang kerjanya ketimbang bercuit-cuitan dengan tamu yang datang.

Oh, sudahkah Gekko mengatakan bahwa di kediaman Russell yang seperti Istana Buckingham itu, Gekko memiliki ruang tidur dan kerja sendiri? Francis bahkan membuatkan rumah kaca kecil di samping ruang kerjanya.

Betapa mulia Francis Russell. Entah memang dermawan, atau dia hanya senang ada Gekko di dalam rumahnya.

Tok tok.

Pintu ruang kerja Gekko diketuk dari luar. Gekko yang saat itu sedang konsentrasi membaca jurnal pun mengernyitkan dahi sedikit.

Tidak ada wangi feromon yang terhidu, artinya di balik pintu itu adalah seorang beta. Mungkin Alice, atau pelayan.

Gekko pun mengembus napas pelan, agaknya tidak terlalu suka dengan tamu yang datang.

"Masuk."

Pintu pun dibuka dari luar, seorang pria tinggi dengan rambut coklat gelap mulai mendekat. Melihat cengiran di bibir laki-laki itu, membuat Gekko semakin tidak peduli.

"Gekko ... kenapa ekspresimu begitu saat aku yang datang?" Laki-laki itu terdengar merengek.

"Mau apa? Aku sedang bekerja, Vince."

Oh, rupanya Vincent yang datang. Sudah lama Gekko tidak melihat sepupu jauhnya itu, terlebih sejak Vincent menentang hubungannya dengan Silca dan mulai menjodohkannya dengan Julius Turner. Mungkin Vincent marah, merajuk hingga enggan mengirim surat.

"Kau sama sekali tidak merindukanku, ya?" tanya Vincent pelan, raut wajahnya tampak memprihatinkan. "Kau marah padaku, ya?"

Mau tidak mau, Gekko pun meletakkan jurnalnya. Ia beranjak dari kursi kerja dan mulai berjalan menghampiri Vincent di seberang meja.

Vincent pun tersenyum cerah, lalu dengan bersemangat memeluk sepupu tercintanya itu. "Maafkan aku ... aku tidak akan memaksamu lagi. Kau boleh memilih siapa pun itu, termasuk pelayanmu itu. Walau aku agak kesal, dan mungkin tidak akan bisa menyukai pasanganmu, setidaknya aku tidak akan lagi memaksa," ceracaunya panjang.

Gekko hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia pun melepas pelukan Vincent dan kembali ke kursi kerjanya. "Sekarang keluar lah, jangan ganggu aku sedang bekerja."

Vincent menyebikkan bibir. "Apakah suara musik di ballroom tidak menggelitikmu sedikit pun? Dasar alpha pemurung."

"Hn. Cepat keluar, aku akan mengajakmu jalan-jalan besok jika kau mau keluar sekarang."

Mata Vincent membulat, "Benar, ya?! Kau sudah janji, loh."

"Ya."

Kekehan senang pun keluar dari mulut Vincent. Tanpa banyak bicara lagi, pria beta itu segera melangkah ke luar. Ingin menikmati pesta perayaan yang megah dan penuh kerlap-kerlip kandelir cantik.

.

.

.

Lagi-lagi Julius Turner harus datang ke sebuah pesta. Kali itu ia datang bersama kedua orang tua dan adiknya. Ayahnya bilang, Francis Russell adalah seorang duke terpandang di tanah Angles, sudah sepatutnya menerima undangan dari orang bermartabat seperti itu.

Lagi pula, Francis Russell juga mengadakan pasar perjodohan di luar season. Juli yang belum mendapatkan pasangan semenjak season kemarin, harus lah lebih rajin supaya mendapat suami yang pas. Bahkan, jika seandainya Francis Russell mau dengannya, ada baiknya menerima. Bukankah usia mereka juga tidak terpaut jauh? Lagi pula, alpha seperti Francis pasti masih mampu membuat selusin anak, walau sudah punya mantu.

Di balik punggung ayahnya, Juli mendebas cukup jengah. Rasanya lelah. Mengapa ayah dan ibunya menjadi lebih sering memaksa padanya sejak dia jadi omega?

"Papa, aku ke toilet sebentar. Bisakah Alex pergi denganku?" di tengah ballroom yang ramai, Juli berbisik pelan pada Sang Ayah.

Duke of Queensberry yang mengerti, mengangguk kepala sekali.

Setelah itu, Juli pun bergegas pergi dengan menyeret Alex yang tampak asik mengobrol bersama teman-temannya.

Di lorong menuju ruang belakang, langkah kaki Juli semakin cepat. Rasanya, ingin sekali ia pergi ke luar, menghirup udara segar dan menyiram kepalanya dengan sebaskom air dingin. Izin ke toilet hanyalah alasan untuk melarikan diri.

"Juli, kenapa kau cepat sekali, sih!" Bahkan Alex sampai memprotes. Walau tahu jika kakaknya sedang resah, tapi bukan begini cara yang baik untuk mencari kebebasan. Ah, tahu apa dia dengan kebebasan? Sejak menjadi alpha, dia sudah bebas merdeka, berbeda dengan kakaknya yang semakin terpenjara semenjak menjadi omega.

"Aku akan gila jika berada di ballroom lebih lama." Nada bicara Juli terdengar sedikit tinggi, rasa kesalnya sudah di ubun-ubun. Mau bagaimana lagi, omega yang populer memang kadang harus menahan semua aroma feromon keparat para Alpha.

Setiap kali hal itu terjadi, perasaan gelisah dan terlecehkan selalu membayangi dan menghantui.

Di belokan terakhir menuju halaman belakang, tiba-tiba saja sebuah pintu terbuka dari dalam.

Kaki Juli pun otomatis berhenti. Apalagi setelah tahu siapa yang keluar dari pintu tersebut.

Oh, seorang alpha yang wanginya menenangkan jiwa, seperti obat pereda panas, seperti teh ketika penat.

"Nona Hakai?"

Gekko yang tidak sengaja berpapasan pun menganggukkan kepala singkat, memberi hormat. "Selamat malam, My Lord," ucapnya tenang seperti biasa.

Juli bernapas lega, ia tersenyum dengan perasaan yang ringan. "Selamat malam," sapanya. "Senang rasanya melihat Nona Hakai di sini," sambungnya.

Gekko memberi senyum kecil, senyum basa-basi sebagai bentuk ramah tamah kepada orang terhormat. "Begitu pun dengan saya, My Lord. Anda tampak baik hari ini."

Juli terkekeh kecil. "Nona Hakai juga begitu. Apakah Anda mau pergi ke ballroom sekarang?"

Untung saja Gekko menggeleng.

Juli pun tak mau melewatkan kesempatan. "Saya ingin pergi ke taman belakang untuk mencari udara segar. Nona Hakai mau menggandeng tangan saya ke sana?"

Ooh, sungguh permintaan yang berani. Alex yang berada di belakang Juli hanya mengernyitkan dahi. "Karena sudah ada Nona Hakai, apakah boleh saya menitipkan kakak saya pada Anda?"

Gekko menatap Alex sekilas, tahu intensi di sana dengan jelas. "Dengan hormat, My Lord."

Usai mendapat persetujuan, Alex pun berpamitan pergi. Langkahnya cepat seperti ayam yang ingin melarikan diri.

"Mari." Gekko mengulurkan tangannya, dan diraih Juli dengan wajah bahagia.

Di perjalanan menuju taman belakang, Juli dengan sengaja mengirupi wangi feromon Gekko di sebelahnya. Entah feromon Nona Hakai dibuat dari apa, tapi setiap kali Juli aroma itu tercium, hanya perasaan indah dan damai yang menyertai.

Betapa beruntung omega yang bisa bersama Gekko di masa depan. Jika ada kesempatan, bisakah Juli menjadi omega beruntung itu?

.

TBC_

29-06-2023

saingannya Silca berat banget bosque! T^T


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top