15. Kuntum


.

Jenis kelamin ke dua mungkin adalah salah satu faktor penentu harga seseorang di mata masyarakat, alpha lebih diutamakan dengan segala keunggulan. Namun, jauh dari itu, gelar di belakang nama adalah segalanya.

Entah mengapa, dari beragam profesi yang ada, masyarakat hanya membuat tiga klasifikasi status sosial; kalangan atas, menengah, dan bawah. Meskipun ada satu kelas lagi, yaitu kelas rendah, tetapi karena sering diperlakukan seperti binatang, orang-orang pun kerap malas membahasnya.

Gekko bukanlah dari kalangan atas, dia hanya kalangan menengah yang hartanya setinggi gunung, seorang borjuis yang dibenci sebagian besar bangsawan. Terlebih dia seorang wanita, meskipun alpha.

Wanita seharusnya tidak berdaya, tidak menjadi bos besar dan bahkan sampai dipanggil Master oleh orang lain. Wanita tidak boleh banyak membaca, terutama surat kabar dan buku pengetahuan. Wanita tidak juga boleh banyak bicara, yang terlalu cerewet harusnya diberangus.

Namun, Gekko adalah keponakan Elaine Gray. Elaine Gray adalah seorang countess, istri dari Earl of Meopham yang gelarnya tidak banyak ada masalah. Sejak dulu harta Earl of Meopham sudah melimpah, tidak juga pernah dinyatakan bangkrut. Keluarganya rata-rata tidak punya skandal serius, nama mereka bersih, terhormat, disegani. Terlebih, Earl of Meopham adalah sahabat karib Francis John Russell yang bergelar Duke of Bedford. Nama Francis jelas sudah tersohor seantero Inggris Raya.

Dengan alasan sebanyak itu, seharusnya cukup untuk membuat kehadiran Gekko tidak begitu dipermasalahkan.

Namun, meskipun sudah berhasil mendompleng nama baik bibinya, nama baik Gekko bukan berarti selalu aman. Untuk mempertahankan nilainya di kalangan ton, ada banyak sekali pantangan yang Gekko harus waspadai. Terutama ketika ia harus memilih seorang pasangan, ia sama sekali tidak boleh sembarangan.

Jangan sampai memilih dari kalangan bawah, bisa mempermalukan paman dan bibimu.

Jangan membuat skandal dengan bangsawan, nanti namamu tercemar. Apalagi kau seorang warga asing.

Jangan memilih orang yang terlalu pintar, karena bisa memperumit bisnismu. Tapi jangan memilih yang terlalu bodoh, karena akan mengurangi nilaimu.

Dan lain-lain, dan lain-lain.

Tampaknya karena hal tersebut, orang-orang di sekitar Gekko sedikit khawatir dengan hubungan perempuan itu dan pelayannya yang seorang omega.

Elaine Gray sering membahasnya bersama sang suami. Arthur Gray bahkan memanggil Cherry untuk menemukan solusi. Namun, bukannya mendapat penyelesaian yang diingkan, jawaban yang diberikan Cherry malah terdengar begitu egois.

Entah apa alasannya, tapi Cherry sangat menentang tindakan apa saja yang dapat membuat masternya bersusah hati. Termasuk jika ada seseorang yang berusaha mengganggu keinginan Gekko untuk mendekati Silca. Cherry tidak akan pernah membiarkannya.

Cherry adalah satu-satunya orang yang datang bersama Gekko dari Negeri Matahari. Dia sudah dididik untuk mengabdi pada Gekko sedari dini. Sudah disumpah setia dengan darah dan janji di hadapan Tuhan. Pengkhianatan bukan hanya mengantarkan Cherry pada kematian, tetapi juga hukuman dan pemusnahan massal keluarganya. Namun, lebih dari rasa takut akan risikonya bekerja pada Hakai, Cherry memang sudah menganggap Gekko sebagai junjungannya.

Cherry yang paling tahu pahit manis kehidupan Gekko. Paling mengerti kapan harus ikut campur, atau kapan harus membiarkan Gekko mengatasi masalah seorang diri. Cherry hafal tindak-tanduk Gekko dari ujung kaki sampai kepala, tahu benar bagaimana ekspersi Gekko sehari-hari hanya dalam sekelebat pandang.

Itulah mengapa, Gekko yang mulai menunjukkan gelagat sedang tertarik dengan seseorang, dibiarkan Cherry begitu saja. Bukan karena ia setuju jika Gekko memilih orang rendahan sebagai pasangan, tapi ini semua demi penebusan dosa masternya. Dosa badan, dosa nurani, dosa jiwa. Cherry tidak mau lagi melihat Gekko kehilangan akal karena merasa berdosa. Gekko yang seperti pesakitan adalah mimpi buruk.

.

oOo

.

"Hari ini, aku melihatmu lagi, bersama pelayan omega itu."

"Namanya Silca."

"Tidak penting. Yang terpenting adalah seberapa jauh kau sudah berhubungan dengannya. Jika belum sejauh itu, tinggalkan dia segera."

"Hn."

"Gekko! Aku sedang bicara serius denganmu!"

"Vincent! Kita sedang makan!"

Ruang makan utama terasa lebih sesak pagi ini. Bukan karena banyaknya orang yang menempati, tetapi pembahasan yang mengalir di udara terlalu ruwet. Padahal hanya mengobrolkan tentang pasangan hidup, tetapi efeknya bisa secanggung ini. Suara bentakan Arthur mungkin terlalu keras, tapi keegoisan Vincent juga salah satu yang menjadi api.

William dan Sophia bahkan tak lagi mampu menggerakkan pisau atau garpu. Tubuh mereka beku layaknya patung, benar-benar mematung. Elaine Gray sampai turun tangan, memberi usapan lembut pada kepala Sophia, dan memeluk William seraya membisikkan penghiburan. Pada akhirnya, Sang Countess pun membawa pergi kedua anaknya, mencari tempat makan yang lebih tenang.

Hingga yang tersisa hanya empat kepala, Cherry sebagai pelayan utama berdiri tidak jauh dari meja, sedangkan para pelayan menciut di tepian.

Harry memang tidak tampak peduli, caranya makan masih biasa-biasa saja, tapi siapa pun tahu dia juga terpengaruh dengan kemuraman ruang makan.

Arthur tidak lagi berselera dengan daging di pinggan, hanya meneguk air putih sedikit demi sedikit untuk mereda kegelisahan.

Vincent mengeratkan pegangan pada pisau dan garpu di tangan. Tak lagi mampu bersuara.

Gekko mengelap sudut bibirnya dengan serbet, meneguk sedikit air, lalu menatap satu demi satu kerabatnya. "Maafkan aku karena bersikap begini egois. Tapi untuk yang ini, biarkan kuselesaikan sendiri," ucapnya kemudian. Setelah itu, ia berdiri, pergi, Cherry mengikuti.

Usai lenyapnya Gekko dari pandangan, Vincent meneguk air dari gelas berkali-kali. Wajahnya tampak frustasi, mungkin juga patah hati. "Apa Paman akan membiarkan Gekko seperti itu? Dia itu seorang Hakai, keponakanmu, orang terhormat yang tidak sepantasnya bergandengan dengan kaum rendahan."

Namun, Arthur hanya memberikan senyum tipis. "Dia lebih tahu apa yang dibutuhkannya. Selama ini juga begitu, 'kan?"

Vincent mendengkus. "Selama ini juga begitu," beonya. "Jika selama ini seperti itu, bukan berarti kita harus selalu diam. Memangnya Paman tega, membiarkan dia selalu sendirian? Apa-apa diselesaikan sendirian."

Arthur beranjak dari kursi, sebelum pergi, ia menepuk bahu Vincent pelan. "Dia tidak sendirian. Dia punya kau, aku, dan seluruh keluarga kita. Tapi, ada kalanya kau harus bisa membiarkannya ." Kemudian dia benar-benar melangkah ke luar, menyisahkan Vincent dan Harry di dalam ruangan.

"Harry."

"Jangan tanya padaku. Jika boleh jujur, aku pun menaruh minat pada omega itu. Hanya saja, aku tidak mau terlibat masalah rumit seperti itu. Posisiku lebih sulit daripada Gekko."

Vincent mendecih kecil, lalu menyugar rambut gusar. Tampaknya dia harus menyusun rencana lain, yang lebih halus dan tidak menimbulkan banyak riak.

.

oOo

.

"Master." Suara Cherry mengalun panik di tengah langkahnya yang tergesa. Ubin keras yang ditapaki sepatu Gekko terdengar lebih menyeramkan di telinganya. "Master, tolong maafkan saya, tapi feromon Master mempengaruhi beberapa orang di sini. Apa sebaiknya kita ke gereja?"

Gekko pun berhenti, helaan napasnya berat dan dalam. "Maafkan aku. Bisakah kau pergi menyiapkan jadwal latihan untuk Silca? Aku tidak bisa membiarkan semua ini berlalu tanpa solusi."

Cherry mengangguk. "Akan saya lakukan."

"Aku akan mencari Silca."

"Saya mengerti." Cherry menjawab singkat, sedangkan Gekko pergi berlalu begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih.

'Dia sedang marah' batin Cherry sedikit lelah. Akhir-akhir ini, dia memang lebih sering merasa lelah. Entah karena usianya yang semakin bertambah, atau memang pekerjaan hariannya semakin menyulitkan.

'Jika bukan karena Silca, pekerjaanku seharusnya lebih mudah.'

Memang benar, sejak Silca datang, banyak sekali tugas baru yang harus Cherry selesaikan. Bukan berarti Silca adalah masalah baru, omega satu itu adalah masalah lama yang kini menjadi lebih dekat.

Sejak beberapa tahun lalu, Silca sudah menjadi salah satu 'hal penting' yang harus ia urus. Gekko menyuruhnya melindungi Silca dengan cara ini dan itu, mengawasi Silca dari pagi hingga malam, mencatat perilaku hingga kondisi lingkungan omega itu dari hari ke hari.

Bukan Cherry bergerak sendiri , tapi sebagai penanggungjawab, ia tidak bisa lepas tangan dan mengabaikan hal-hal tertentu.

Mengambil napas panjang, Cherry pun beranjak pergi. Ia harus cepat-cepat menuju ruang kerjanya, mengambil pena, dan memikirkan apa yang diperlukan Silca di kemudian hari.

Jika semua ini selesai, ia pikir perlu untuk meminta pada Gekko sebuah liburan nyaman di tempat yang hening.

.

.

.

Dari loteng salah satu ruangan yang menghadap halaman belakang, Gekko dapat melihat Silca yang sedang memandikan kuda bersama seorang pegawai istal. Omeganya yang tidak punya tata krama itu, memang giat bekerja. Di suruh ke sana ke sini, tak pernah membantah. Padahal tubuhnya kurus dan ramping, tapi beban kerja apa pun bisa dilakukan meskipun kadang tertatih-tatih.

Entah mengapa Silca seperti itu. Walau sering menggerutu dan mengomel, Gekko jarang melihatnya bermalas-malasan untuk waktu yang lama.

Jika itu tentang kebiasaan Silca yang suka melamun, Gekko tidak bisa berkomentar panjang. "Sepertinya dia tipe yang suka berpikir seorang diri," gumamnya lembut.

"Sedang mengawasi kekasihmu yang rendahan itu?"

Tanpa berbalik ke belakang, Gekko tahu bahwa ada Vincent di ambang pintu sedang menatapnya penuh cemoohan.

"Kau sangat menyulitkan akhir-akhir ini," ujar Gekko dengan suara rendah. "Apa kau sedang bosan? Sampai punya banyak waktu mengolok-olokku?" Di belakangnya, Vincent terdengar mendecih.

"Kau adalah orang yang paling kuhormati di atas siapa pun, Gekko. Dan hatiku sakit ketika memikirkan masa depanmu bersama omega itu." Pelan-pelan Vincent mendekat, lalu dengan wajah yang sedikit putus asa, ia mendekap Gekko dari belakang. "Aku bahkan memiliki kedudukan lebih tinggi darinya, kita sudah dekat sejak lama. Apakah kau tidak bisa memberiku kesempatan?"

"Jangan main-main denganku, Vince."

Vincent mengambil napas panjang. "Setidaknya, aku lebih rela kau bersama Julius Turner daripada omegamu itu." Ia melepas dekapannya seraya mengangkat sedikit sudut bibirnya.

"Julius Turner layak mendapatkan yang lebih baik."

Suara decihan Vincent lantas terdengar keras. "Oh, apa hanya itu alasanmu? Bicaramu seperti seorang bajingan yang tidak mau menikahi gadis perawan setelah mengajak mereka bermalam di kandang kuda."

Namun Gekko tidak bereaksi.

Pada akhirnya, Vincent pun memilih menyeret sebuah kursi kayu ke dekat jendela. Ia duduk di sana, mendampingin Gekko yang tidak bosan mengawasi omeganya.

"Jika kau menjadikannya selir, aku tidak akan melarang. Tapi tidak dengan suami," tegas Vincent tiba-tiba.

"Aku tidak menduakan pasanganku." Gekko menjawab tidak kalah lugas.

"Apa kau ini 'Anak Tuhan'? kenapa pikiranmu kolot sekali?" Decakan Vincent lebih keras daripada yang lalu-lalu. "Jangan menutup mata, kalian para alpha bukankah tidak akan cukup dengan satu omega?"

"Jika kau berengsek, mungkin memang benar seperti itu."

Vincent tidak bisa menyangkal ucapan Gekko yang baru terlontar, sehingga ia mencoba memutar kata-katanya sekali lagi. "Bukankah kau baru saja bertemu omega itu? Apa kau yakin kau sedang jatuh cinta padanya? Cobalah keluar dulu, dan lihat omega-omega lainnya. Banyak omega bangsawan yang kualitasnya tidak kalah dari Julius Turner. Mereka punya kepribadian yang mungkin membuatmu tertarik."

Namun, sudut bibir Gekko malah tertarik ke atas. Matanya yang legam seperti burung gagak itu melirik Vincent dengan kecepatan yang pas. "Apa aku belum mengatakannya padamu?"

Satu alis Vincent bergerak ke atas.

"Aku bahkan lebih dulu mengenalnya daripada mengenalmu."

Untuk saat ini Vincent benar-benar sulit membuka mulut lebih lama. Ia mematung dengan mata yang terus membulat seperti burung hantu. Bahkan, posisinya tetap sama ketika Gekko meninggalkannya tanpa mengatakan apapun lagi.

Apakah ia sudah kalah? Jika yang dikatakan Gekko benar, memang tidak ada lagi yang bisa Vincent lakukan, 'kan? Bukankah itu artinya perasaan Gekko untuk Silca lebih lama dari yang Vincent perkirakan?

Sekarang ingat lagi, umur berapa Gekko mengenalnya? Dua belas tahun, bukan? Itu sudah delapan tahun yang lalu. Jika Gekko sudah menyukai Silca lebih lama dari pertama kali ia bertemu, entah berapa kuat perasaan yang dimiliki Gekko sebenarnya.

Artinya, lebih dari delapan tahun.

"Ah, aku benar-benar kalah."

.

oOo

.

Sebenarnya, Vincent Keighley tidak pernah bercanda dengan tiap kalimat manis yang ditujukannya untuk Gekko. Dia menyukai sepupunya itu lebih dari yang dipikirkan orang lain. Bukan sebatas rasa kasih antar saudara, atau teman dekat, tetapi lebih kepada seseorang yang ingin dimilikinya seorang diri.

Mau bagaimana lagi, perasaan itu sudah tertanam semenjak dia belum mengetahui bahwa Gekko adalah seorang alpha atau pun sepupunya.

Dimulai dari pesta syukuran karena lahirnya William Gray. Vincent dan keluarganya pun memutuskan untuk menginap demi melihat anggota keluarga baru yang lucu menggemaskan.

Di pesta syukuran itu, terlihat wajah baru yang selama ini tidak pernah diketahui. Arthur Gray hanya mengenalkan orang itu dengan nama Gekko Hakai, keponakan istrinya dari negara di timur sana.

Sayangnya, diperkenalan awal tersebut Vincent tidak ada di sana, sedang asik berkuda sambil membawa senapan. Pikirnya, ia bisa melihat si mungil William kapan-kapan. Lagi pula, saat itu sepupu yang sepantaran sedang berkumpul, dan Vincent tidak ingin melewatkan untuk pamer keahlian menembakki burung di angkasa.

Sial baginya, karena berkuda terlalu jauh Vincent tidak sadar jika malam hampir datang. Perbukitan yang mulai gelap membuatnya sulit melihat ke depan, hingga akhirnya kaki kudanya terperosok ke dalam lubang.

Vincent terjatuh bersama dengan kudanya yang limbung. Ia tertimpa tubuh besar tunggangannya, sedangkan binatang tersebut meringik-ringik berusaha berdiri sekaligus menahan sakit di pergelangan.

Hanya saja, kesialan Vincent tidak sampai di sana. Baru saja berhasil membebaskan diri dari tindihan menyakitkan kudanya, kaki Vincent terpatok seekor ular berbisa yang seenaknya lewat dan menyemprot racun.

Vincent memekik, cepat-cepat ia usir ular itu dengan lemparan sepatunya. Ia tertatih-tatih ke tanah yang lebih datar, lalu dilihatnya paha yang membekas gigitan. Ada darah setitik, tetapi rasa sakitnya luar biasa. Ingin menyedot racun dari bekas gigitan itu, tapi sulit sekali mengingat berada di tempat yang tidak mudah terjangkau mulutnya.

Akhirnya Vincent membuka kravat, lalu menali kencang kakinya, berharap racun tidak menyebar dengan cepat. Hanya saja, ketika ia berusaha berjalan pulang, napasnya menjadi lebih sesak. Keringatnya mulai berjatuhan dan kepala terasa pusing bukan kepalang.

Tidak sanggup lagi, Vincent tidak sanggup untuk menggerakkan kaki. Napas yang sesak mempengaruhi kesadaran dan kerja tubuhnya. Ia terjatuh, lalu berbaring untuk dapat bernapas lebih baik. Seandainya kudanya masih bisa digunakan, mungkin Vincent akan memacunya sekuat tenaga meskipun dengan tubuh yang begini lemas.

Di tengah kesadaran yang mulai menipis, Vincent hanya pasrah menunggu bantuan. Gemintang di atas sana tampak samar, ia ragu seseorang bisa menemukannya dalam keadaan masih bernyawa.

Namun, ada seorang gadis yang datang, berdiri di hadapannya dengan wajah yang tidak terlihat jelas, terselimuti gelapnya malam dan pandangan yang buram. "Kau terluka?" Hanya saja, Vincent bisa mendengar nada tanpa empati dari orang itu.

"Kakiku, kakiku terpatok ular. Sebentar lagi aku mati."

Usai meracau, Vincent hanya tau bahwa gadis yang tampak seperti siluet itu segera menolongnya tanpa banyak bicara. Gadis itu menyuntikkan sesuatu, entah obat, entah penawar. Ketika napasnya mulai terganggu, gadis itu memberikan napas buatan. Saat itu, bisa Vincent rasakan aroma apel segar yang menguar.

Entah bagaimana kelanjutan ceritanya, Vincent hanya tahu ia bangun dalam keadaan baik, di dalam kamar yang hangat ditemani ibu dan sepupu-sepupu yang barwajah khawatir.

.

.

Namun, perasaan Vincent itu semakin tumbuh ketika pamannya menunjuk ke arah di balik jendela yang terbuka. Di sana, di taman mawar yang bunga-bunganya merekah, ada seorang gadis dengan rambut hitam tergerai. Pakaiannya hitam berenda, dan tampak kontras dengan mawar putih yang bermekaran di sekililingnya. Paman Arthur mengatakan bahwa gadis itu yang menolong Vincent. Namanya Gekko Hakai, baru dua belas tahun.

Ketika Gekko menoleh, lalu mata sekelam onyx itu bersitatap dengan coklat amber milik Vincent. Dada pria beta itu pun berdebar tidak keruan.

DEG DEG DEG.


TBC_

15-09-2022

Ini cerita lamaaaa banget nggak update. Jangankan ini, cerita di dreame aja belum kusentuh karena memang ya... banyak hal terjadi. Akhirnya lupa sama cerita yang kutulis, dan kudu baca ulang, lalu mikir ulang supaya bisa nemu jalan buat ngembaliin 'jiwa' di tiap cerita yang kutulis huhuhu menangos.

Oh ya, aku baru bikin akun trakteer. Kali aja ada yang mau ngasih cendol buat penulis macam daku ini hiks

ini akunnya: https://trakteer.id/pepperrujak

Nanti aku tambahin di bio link-nya

Buat yang masih mau baca ini, kuucapkan makasih banyaaaak T-T

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top