1 Kuntum
Api di perapian meletik-letik. Secangkir teh dihidangkan pada masing-masing meja kayu bulat di samping sofa beludru berwarna abu-abu. Seorang wanita paruh baya menggenggam kipas tangan berenda. Di depannya, wanita yang lebih muda sedang khusyuk membaca koran pagi yang masih hangat.
Jelas dua wajah di sana sangat berbeda ekspresi. Satunya tampak ingin marah-marah, yang lainnya setenang danau di musim dingin.
"Kau tahu, mengapa ayahmu mengirimmu ke Angles?" Pertanyaan terlontar dari yang lebih tua. Kipas tangan diketuk-ketukkan ke tangannya sendiri. "Supaya kau, mendapatkan suami seorang bangsawan. Supaya kau, tidak berakhir menjadi perempuan alpha yang hanya sukses dalam karir, tapi juga memiliki gelar kehormatan."
Namun, yang diajak bicara hanya melipat koran paginya, meneguk teh, lalu menggumam 'hn' sebagai tanggapan.
"Keponakan kurang ajar! Beraninya bersikap sedingin ini pada bibimu!" Kipas tangan yang cantik pun dipukul-pukulkan ke atas kepala bersurai kelam, napas kembang kempis dengan rasa jengkel yang menyeruak spontan. Sayangnya korban yang bersangkutan hanya mematung seraya memejam, abai sama sekali. Hingga kejengkelan tersebut surut begitu saja, lebih tepatnya pasrah. "Ya Tuhan, Gekko. Berapa kali harus kukatakan untuk sedikit saja berperilaku manis." Helaan napas berat terdengar setelahnya.
"Tapi perilaku Bibi Eli pun tak menggambarkan sesuatu yang manis."
Pak pak pak!
Kipas tangan dipergunakan sebagai alat pemukul sekali lagi. Suaranya menggaung di ruangan hangat berdinding krem dengan pola mawar Angles. Jendela yang terbuka lebar mengembus angin musim semi, menebar bau embun semalam. Gorden berwarna biru muda menari-nari lembut, tetapi sama sekali tak melembutkan perasaan yang saling bersitegang.
"Sekali-kali dengarkan nasihat bibimu ini." Merengut, Bibi Eli mengambil cangkir teh di mejanya. Bibir semerah mawar itu menempel pada pinggiran cangkir, lalu menyesap hikmat teh manis bercampur madu dengan lakunya yang anggun bertata krama. Untungnya, rasa murkanya sedikit menguap berkat hal itu.
Gekko-wanita yang lebih muda itu, meletakkan cangkir tehnya, lalu menyodorkan koran yang sudah terlebih dulu dibacanya ke depan Bibi Eli. "Bibi tidak perlu ribut dan bersusah hati mencari suami bangsawan untukku. Di Angles ini, tidak akan ada lelaki lajang yang bersedia meminangku secara tulus."
Bibi Eli merengut. Tangannya mengambil koran yang terlipat rapi usai dibaca sang keponakan, lalu membukanya lebar dan membaca judul besar di halaman utama. Bibirnya yang ranum itu tanpa sadar menggumam.
Musim perjodohan dimulai. Akankah sosialita Hever yang kelam itu kembali menampakkan dirinya lagi?
Kita semua tahu, Miss GH, seorang perempuan alpha yang dua tahun lalu membuat gempar karena berhasil mengakibatkan pingsan massal untuk para lady omega, sudah dua tahun pula tidak menunjukkan batang hidungnya di pesta-pesta perjodohan di London. Mungkinkah dia sudah menyerah berusaha menjadi salah satu bagian kaum elit Angles? Ataukah dia sudah memiliki seorang calon suami/istri?
Akankah ada bangsawan yang bersedia menyerahkan anak omega mereka pada Miss GH, mengingat pengusaha tersebut adalah konglomerat paling sukses di Hever.
.
Mendecih, Bibi Eli melempar koran tersebut ke atas meja, sekilas lupa dengan sopan santun yang kerap dilontarkannya dengan adabiah. "Ini bukan berita! Para wartawan itu hanya ingin memancing gosip!"
"Mungkin karena aku sangat diminati, sampai-sampai selalu ada berita tentangku tiap tahun."
Bibi Eli geleng-geleng kepala. "Kau memang sangat diminati. Lebih tepatnya, membuat orang lain penasaran dan ingin segera menggunjingkan." Mata memincing, memindai penampilan keponakannya dari atas sampai bawah. "Lihatlah dirimu. Seorang perempuan alpha, berpakaian hitam sebadan-badan, pemurung. Memangnya, kau sedang berkabung untuk siapa?"
"Hn." Namun Gekko tidak tampak terprovokasi dengan ucapan Bibi Eli yang menyakitkan. Ia menyenderkan punggungnya di sofa, dan memejamkan mata sejenak, menikmati hangatnya perapian.
"Mulailah aktif mencari suami, Gekko. Sampai kapan kau membuatku terbebani permintaan ayahmu?"
Gekko bisa melihat wajah Bibi Eli yang menyendu. Istri dari Earl di Meopham itu pasti sedang bingung memikirkan masa depannya. Namun, sebagai seorang perempuan alpha, banyak sekali pertimbangan yang dipikirkan. "Maafkan aku, Bibi Eli. Tapi Bibi sendiri tahu bahwa aku ini seorang alpha. Tidak bisa melahirkan keturunan. Sulit sekali untuk mendapatkan perhatian pria lajang. Bibi bisa mencarikan pria omega dari kalangan atas untukku?"
Bibi Eli diam, lalu menyahut. "Jika begitu, mungkin kau bisa menikah dengan sesama alpha."
Ah, Bibi Eli yang ngotot. Alpha dan alpha? Mau jadi apa?
"Tidak mungkin. Bibi mau, aku dan suamiku sama-sama memelihara gundik?"
Mendebas kecil, Bibi Eli kembali meraih cangkir tehnya. Selalu berakhir sakit kepala jika sudah membicarakan hal-hal menyangkut pernikahan bersama Gekko. "Ayahmu dan permintaannya yang menyulitkan. Lalu kau dan keabaianmu. Apa tidak bosan setiap hari mengurusi bisnis, investasi, saham. Kau ini perempuan, seharusnya tidak perlu mengurusi yang seperti itu. Laki-laki tidak suka wanita yang terlalu pandai dan mandiri."
"Seperti ada saja laki-laki yang menganggapku perempuan."
"Itu karena sikapmu sendiri! Berhentilah menjadi dominan, dan mulai bersikap penurut. Pakailah pakaian warna cerah! Biru, merah jambu, merah menyala kalau perlu. Tata rambutmu dengan benar, jangan menggerainya seperti pelacur. Dan cobalah untuk sesekali tersenyum."
"Hn."
Plak plak plak!
Entah mengapa, Bibi Eli suka sekali menyerang kepala Gekko dengan kipas tangannya. "Han hen, han hen! Jawab perkataanku dengan benar!"
Kelereng hitam Gekko memandang Bibi Eli tanpa berkedip, wajah pemiliknya pun sedatar papan penggilingan. Meskipun sebelah tangan sedang mengusap puncak kepala yang mulai berdenyut akibat dipukul begitu keras dan terus-menerus, tetapi ekspresinya itu benar-benar menjengkelkan. Datar dan dingin, dua kombinasi yang luar biasa bikin merinding.
Bibi Eli, seorang wanita beta, jelas merasa tertekan dengan nuansa kelam keponakannya itu. Bukan sekali dua kali tubuhnya menggigil karena ulah Gekko, dan beruntung dia hampir terbiasa. Setidaknya, aura dominan keponakannya tidak membuatnya pingsan, seperti yang terjadi pada para lady ketika season dua tahun lalu.
Oh, sudahkah Bibi Eli bercerita bahwa dua tahun lalu, ketika dia menjadi sponsor Gekko untuk mengikuti season di London, dia harus bermuka tebal karena menahan malu luar biasa.
Dua tahun lalu, di musim semi yang sama seperti sekarang, usia Gekko sudah delapan belas tahun, dan saatnya untuk diperkenalkan ke dunia luar. Bibi Eli yang selalu sukses menjadi sponsor untuk keponakan-keponakan perempuannya dalam bursa perjodohan, tentu percaya diri membawa Gekko untuk mengikuti pesta.
Dia mengabaikan betapa pemurungnya keponakannya itu. Pikirnya, karena dia salah satu bangsawan yang dihormati, pastilah mudah menarik banyak perhatian meskipun gadis yang dibawanya adalah seorang alpha. Setidaknya, Gekko akan dikenal oleh para bangsawan, meningkatkan nilai jualnya.
Namun, Gekko yang nakal tidak seperti dugaan.
Dasarnya seorang dominan memang selalu ingin mendominasi. Alih-alih bersaing untuk mendapatkan pria lajang, Gekko malah bersaing dengan para gentleman lajang untuk berebut para lady. Sasarannya? Tentu saja lady berstatus omega.
Karena tidak ingin kalah dari yang lain, Gekko tidak segan menekan semua orang dengan feromonnya yang menundudukkan.
Beberapa lady pingsan, tidak kuat menerima aroma dipenuhi tekanan. Pesta saat itu pun berakhir berantakan.
Setelah itu, tidak lagi Gekko terlihat di pesta-pesta lainnya. Tidak juga muncul di season selanjutnya. Bibi Eli pikir, mungkinkah Gekko trauma?
Namun, sepanjang pengamatan Bibi Eli, Gekko bukan wanita yang mudah trauma. Tampaknya, perempuan alpha itu hanya menghindari gosip yang mungkin akan beredar. Meskipun sepertinya hal tersebut masih kurang efektif, buktinya, tiap tahun nama Gekko selalu ada di halaman utama koran-koran gosip.
Betapa populer keponakan bandelnya yang satu ini.
TBC
Chapter ini telah diperbarui, sebagian part sudah diunpublis dan akan dipublis ulang saat sudah direvisi. Terima kasih.
Visual Gekko? Tetap dong
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top