-05: Curiga-

| happy reading |

.

.

.

.

Sejak kejadian tutor seminggu yang lalu Jiro lebih sering menghabiskan waktunya bersama [Name], selain karena kegiatan belajar mereka [Name] juga sering mengajaknya menyusuri jalanan Ikebukuro sembari menyaksikan sunset.

Jiro tidak menyadari jika ia sudah mengabaikan kakak tertuanya dan adik cabenya, kelakuan abnormal Jiro baru Ichiro sadari saat ia tidak menemukan sosok Jiro di kamarnya pada hari rilisnya manga favoritnya.

Saburo juga menyadari ketidakhadiran Jiro saat ia sudah lama tak mendengar Jiro menonton pertandingan sepak bola di rumah.

Kedua bersaudara itu tengah duduk di sofa, sedikit berpikir apa yang sebenarnya Jiro lakukan hingga terus meninggalkan rumah.

"Ichi-nii, Saburo, aku pergi dulu" pamit Jiro yang sudah berjalan menuju pintu, Ichiro menganggukkan kepalanya mengijinkan sedangkan Saburo terus mengawasi gerak gerik kakaknya yang bodoh.

Merasa Jiro sudah jauh dari rumah Saburo segera menumpahkan kecurigaannya pada Ichiro, si sulung dengan tenang mendengarkan seluruh penuturan si bungsu.

"Apa Ichi-nii tidak merasa aneh?" Ichiro mengangguk, "Jika dilihat dari perilakunya sepertinya dia benar benar sibuk dengan teman barunya"

"Tapi Jiro tidak akan terus meninggalkan rumah dengan buku pelajaran, biasanya si bodoh Jiro pergi hanya dengan ponselnya"

"Dan aku melihat nilai yang melonjak drastis, aku bahkan tidak pernah melihatnya membuka buku pelajaran"

Kedua bersaudara hanya bisa menghela napas saat tidak menemukan tanda tanda yang berguna, Jiro juga tidak pernah menjelaskan alasannya kepergiannya entah apa yang tengah pemuda itu sembunyikan.

Ichiro hanya bisa memikirkan satu jawaban yang tiba tiba melintasi kepalanya, namun pemuda itu sedikit ragu dengan alasan yang ada dipikirannya.

"Ada apa Ichi-nii?" tanya si bungsu dengan nada keheranan, ini pertama kali ia melihat kakak tertuanya tampak ragu dengan opininya.

"Apakah mungkin Jiro punya kekasih?"

Akhirnya Ichiro berani menyuarakan pendapatnya, keheningan merebak sebelum teriakan penuh keterkejutan Saburo memenuhi ruang tamu. Si bungsu tampaknya berhasil mencerna maksud Ichiro setelah beberapa menit terdiam, pemuda itu sedikit syok dengan opini yang Ichiro sampaikan.

"Siapa yang mau berpacaran dengan Jiro? Aku merasa sedikit kasihan padanya"

Jujur saja Saburo tak pernah berpikir kakak ke duanya itu akan memiliki sosok kekasih, ya bayangan kakaknya yang bodoh itu memiliki kekasih adalah hal yang baru.

Pemuda itu ingat betapa cueknya sosok Jiro selain itu pemuda itu juga termasuk satu spesies dengan Ichiro, Saburo juga ingat kalau Jiro belum begitu memikirkan namanya kisah asmara apalagi dia berniat mengikuti turnamen sepak bola.

"Bagaimana kalau kita mengikuti Jiro Ichi-nii? Dengan begitu kita tahu dengan siapa Jiro pergi"

Ichiro mengangguk, ia bergegas menyahut jaketnya yang tergeletak diatas meja.

"Kalau begitu ayo berangkat Saburo"

Dengan penuh semangat Ichiro berjalan menuju pintu meninggalkan Saburo yang masih termenung, "Tunggu aku Ichii-nii"

Saburo segera menyusul Ichiro yang sudah berada diluar pintu, menunggu Saburo yang tengah mengotak atik ponselnya untuk memantau keberadaan Jiro.

"Aneh apa yang Jiro lakukan di perpustakaan"

Saburo menoleh menatap Ichiro sedangkan si sulung juga terdiam, 'Tidak mungkin kan..' pikir keduanya.

.

.

.

.

Pemuda dengan surai hitam berulang kali mengacak acak rambutnya setelah beberapa detik selesai mencoret coret kertas, untaian rumus dan coretan angka yang menghiasi kertas sukses membuat kepala pemuda itu pusing.

Suara dencitan kaki kursi membuatnya menoleh, ia menemukan partner belajarnya meletakkan dua buku sejarah tebal di meja. Gadis itu tersenyum lalu menyodorkan paper bag berisi minuman dan makanan ringan.

"Arigatou [Lastname]-san, kapan kau membelinya?" tanya Jiro sembari menata mejanya yang berantakan.

"Kebetulan Iruma-san sedang kunjungan ke kantor di Ikebukuro jadi aku memintanya untuk mampir membeli camilan di cafe favoritku"

Jiro hanya bisa tertegun mendengar penuturan sang puan, apakah Jyuto diam diam merangkap menjadi kurir karena gaji kotornya tidak cukup untuk mengganti rugi kerusakan yang disebabkan Samatoki? Perlu dipertanyakan.

"Kelihatannya kau sangat dekat dengan teman pamanmu"

"Karena tumbuh bersama Paman Samatoki, aku sering bertemu dengan Iruma-san dan Riou-san"

[Name] yang sudah mendudukan bokongnya pun menoleh menatap hasil kerja Jiro, "Hmm, Yamada-san sudah menyelesaikan setengah rumusnya"

"Lalu bagaimana langkah selanjutnya [Lastname]?"

[Name] yang tengah menyeruput thai thea pun menggerakkan tangannya menulis sebuah kata.

"Subtitusi?"

[Name] mengangguk, "Coba kau masukkan hasil rumus pertama lalu kali dengan rumus kedua, pasti hasilnya positif"

Jiro ikut melirik gerakan tangan [Name], ia mengikuti arahan gerakan tangan [Name].

"Tapi kan hasil awalnya negatif [Lastname], bukankah negatif dibagi negatif hasilnya negatif?" ujar Jiro yang ikut menunjuk hasil akhir subtitusi.

[Name] hanya terkekeh, "Tidak, jika negatif dibagi negatif maka hasilnya positif, kalau yang hasilnya negatif jika negatif dikurangi negatif maka hasilnya negatif. Bagaimana? Apa Yamada-san paham?"

Jiro mengangguk, "Cukup jelas, terimakasih [Lastname]"

Senyum kegirangan Jiro terukir lebar, jelas pemuda itu senang karena bisa mengerjakan satu soal matematika yang biasanya ia adu nasib. Maniknya berbinar dengan percaya diri mulai mengerjakan soal selanjutnya, [Name] hanya mengulas senyum.

Tak ingin berlama lama larut dalam menatap pemuda disampingnya, [Name] memilih membaca dan meringkas buku sejarah yang dibawanya. Membiarkan Jiro belajar dengan tenang dan ia menambah ilmu sejarah diotaknya.

.

.

.

.


Berbanding terbalik dengan keakraban Jiro dan [Name], dua sosok penguntit diam diam mengamati interaksi keduanya. Saburo dan Ichiro yang kini tengah berada di cafe seberang perpustakaan dengan khusyuk mengintip kegiatan belajar keduanya.

"Apa yang [Lastname]-san lakukan dengan Jiro? Apa Jiro memaksa [Lastname]-san membantunya belajar?" gerutu Saburo dengan penuh rasa curiga, bukan tanpa alasan tapi Saburo ingat jarang jarang [Lastname] mau mentutori orang lain.

"Kau kenal gadis itu Saburo?"

Saburo mengangguk, "[Fullname]-san, salah satu murid terpintar di sekolah Jiro. [Lastname]-san berulang kali memenangkan olimpiade matematika dan sejarah, bukan hanya itu [Lastname]-san juga menjuarai lomba menulis"

Ichiro yang mendengarkan penjelasan panjang lebar Saburo tampak terkejut, "Aku tidak tahu gadis seperti itu mau berteman dengan Jiro, dia di level yang berbeda"

Saburo tertawa, "[Lastname] termasuk gadis ramah, tidak heran dia berteman dengan siapapun"

'Oke, sekarang bagaimana caraku membujuk Jiro agar bisa mempertemukanku dengan [Lastname]? Banyak materi yang ingin aku tanyakan'

"Saburo kau terlihat mengagumi [Lastname], dia pasti orang yang baik"

Saburo tersipu malu, "Itu karena [Lastname] sangat hebat"

Ichiro terkekeh, pemuda itu kembali meneliti penampilan gadis yang dekat dengan adiknya. Maniknya menyipit saat melihat kalung yang memeluk leher jenjangnya, ia berusaha memfokuskan pengelihatannya pada kalung [Name].

"Saburo, apa [Lastname]-san berasal dari Yokohama?"

Saburo mengangguk, "Menurut rumor yang beredar paman [Lastname]-san adalah yakuza di Yokohama, kabarnya ia dibesarkan oleh pamannya sejak usianya sepuluh tahun"

"Tapi Yakuza di Yokohama yang paling terkenal adalah si Samatoki"

"Eh"

Saburo.exe has stop working. Please try again later.

"Maksud Ichii-nii [Lastname] adalah keponakan gagster gila itu?"

"50% Iya"

Saburo yang masih tidak percaya hanya bisa memutar otak pintarnya untuk berpikir, "Bagaimana bisa [Lastname] yang cantik, anggun dan pintar adalah keponakan Samatoki yang liar dan galak?"

"Kita akan mengetahuinya jika bertanya langsung pada [Lastname], tapi masalah utamanya apa Jiro dan [Lastname] berpacaran?"

Wajah Saburo memucat, otak pintar sukses berhenti berkerja karena penuturan kakak tertuanya.

"Bagaimana bisa Ichii-nii menyimpulkan seperti itu? Pasti [Lastname] hanya membantu memberi tutor Jiro, pasti"

Saburo yang berusaha memenuhi pikirannya dengan segala kemungkinan baik tampak tak berdaya, Ichiro hanya bisa terkekeh melihat keengganan Saburo.

"Kalau begitu ayo kembali Saburo, Nii-chan akan membuat makan malam"

Dengan enggan Saburo mengikuti langkah Ichiro, sebelum pergi ia sempat mencuri pandangan ke arah Jiro dan [Name] yang sibuk pada materi masing masing.

.

.

.

.

"Tadaima"

Sosok Jiro muncul dari balik pintu dengan senyum dibibirnya, setelah melepas sepatu miliknya dan mengganti dengan sandal rumah. Ia dengan riang berlari menghampiri Ichiro yang fokus memasak makan malam.

"Okaeri Jiro, lapar?"

Jiro mengangguk, "Ichii-nii memang yang terbaik"

Ichiro tertawa, "Pergilah mandi, makan malam akan siap dalam beberapa menit"

"Okey Nii-chan"

Jiro segera berlari menuju kamarnya untuk berberes, tampak tak menyadari Saburo yang menatapnya dengan tatapan menyelidik. Tapi Jiro terlalu bahagia untuk memperhatikan sekitarnya.



.

.

.

.

*To be continue*
-05: Curiga- : End
Publish : 08-04-22 (12.21)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top