15 - Fantastic Dinner

Kalau ditanya kapan aku merasa paling gugup, jawabannya cuma ada dua. Satu, saat proses tanda tangan kontrak serial Double Trouble kemarin dan malam ini. Ya, walaupun konferensi pers Double Trouble cukup membuatku senam jantung, tapi kegugupan itu nggak sebanding yang sedang kurasakan sekarang. Bukan hanya keringat dingin, tapi juga perutku tiba-tiba melilit.

"Ayo, berangkat," kata Naren santai. Berbeda denganku, lelaki itu terlihat tenang.

"Aku nggak usah ikutan, ya?" Aku meringis, memohonnya dengan tampang memelas.

Dia mendecakkan lidah. "Mama udah nungguin kita."

"Iya, mamamu doang. Papa sama omamu kan nggak tahu aku dateng."

"Kalau mereka tahu, namanya bukan kejutan."

Padahal, tiga hari lalu Naren sudah berhasil meyakinkanku untuk ikut makan malam keluarga di rumah orangtuanya. Namun, sepertinya malam ini, nyaliku tiba-tiba menciut. Berbagai skenario mengerikan berputar di kepalaku.

"Mereka nggak akan makan kamu. Tenang aja, ada aku," imbuhnya.

Ya sudah lah, aku bisa apa lagi? Aku juga nggak tega mengecewakan Naren untuk yang ke sekian kali. Dia, harus melawan keluarganya sendiri demi aku. Dan, aku tahu itu pasti hal yang berat.

***

Tante Azela menyambut kami di ruang tamu dengan senyum hangat. Dia membawa kami ke ruang makan. Berbagai macam hidangan sudah tersaji di atas meja. Biasanya aku langsung tergiur melihat menu makanan yang terlihat menggoda. Tapi sekarang, aku saja nggak yakin bisa menelan makan malam dengan tenang.

"Duduk dulu, ya ... Tante mau panggil Om Ale sama Oma," katanya padaku. "Jangan tegang, dulu kan kamu sering makan di sini."

Iya, dulu. Sebelum statusku berubah jadi anak mucikari dan mafia narkoba.

Sesuai dugaan, Om Ale—panggilan akrab Om Sulaiman dan Oma terkejut bukan main saat melihatku duduk bersanding dengan Naren. Bahkan, wajah Oma nampak memucat. Naren, menggenggam tanganku di bawah meja.

"Ayo duduk dulu, Pa, Bu .... " kata Tante Azela, "tanya-tanyanya habis makan."

Om Ale dan Oma pun duduk. Tapi, tatapan mereka nggak beralih sedikit pun dariku. "Sahira, such a surprise meeting you here," sapa Om Ale dengan suara berat.

Aku menanggapinya dengan senyum canggung. "Please to see you again, Om."

"Kayaknya Papa sama Oma nggak bakal bisa makan kalau aku belum ngomong deh, Ma," ujar Naren melirik ibunya. "Jadi, seperti yang aku janjikan, aku bakal bawa calon istriku ke sini, 'kan? Kayaknya nggak perlu kenalan lagi, Papa sama Oma juga udah kenal. Ini Sahira, calon istriku."

"Naren ... " desis Om Ale tak suka, "kamu jangan bertindak sesuka kamu, ya?"

"Kenapa nggak? Ini hidup aku. Yang mau nikah siapa? Aku. Kenapa Papa yang atur siapa calon istriku?" Naren menatap Om Ale tajam. "Apa Papa bisa menjamin aku bahagia sama pilihan Papa? Nggak, 'kan? Tapi, dari awal, Papa juga udah nggak peduli sama kebahagiaanku."

"Kita kan udah sepakat. Tolong, jangan bikin Papa pusing."

"Sepakat? Kapan? Aku diem, bukan berarti aku setuju. Pokoknya, kalau sampai Rabu depan Papa nggak rilis klarifikasi apa pun, aku yang bakal rilis," pungkas Naren.

Kali ini Oma yang bersuara. Dia melirik ke arah Tante Azela yang duduk di sebelahnya. "Zel, kamu tahu kalau mereka balikan?"

Wanita itu mengangguk. "Tahu juga kalau Ibu yang bikin Sahira pergi."

"Maksud kamu apa, Ma?" sahut Om Ale.

"Tanya Ibu sendiri coba. Mumpung ada orangnya. Gimana, Bu?" Tante Azela menimpali sambil membalas lirikan Oma.

Rasanya nggak enak, jadi penyebab keluarga Naren ribut gini. Tapi, memang begitu kejadian aslinya. Aku juga nggak mau disalahkan terus karena meninggalkan Naren empat tahun silam.

"Ibu cuma lakukan yang terbaik buat keluarga. Ibu cari solusi jangka panjang. Nggak kayak kalian yang nggak prepare untuk masa depan keluarga Pradyanto," jelas Oma. "Apa kalian mau tanggung jawab kalau nama Pradyanto jatuh? Ada banyak nyawa yang bergantung sama kita."

"Oma terlalu berlebihan. Itu, ada selebriti yang udah terkenal jadi penipu aja masih bisa cari duit. Konglomerat yang bikin satu desa terendam lumpur aja, masih eksis sampai sekarang keluarganya," tukas Naren sambil mencebikkan bibir. "Kita bakal diomongin, pasti. Tapi, cuma sementara. Masyarakat juga bakal lupa. Mereka juga paham, kalau Sahira bukan aktris kaleng-kaleng. Oma manfaatin situasi di saat Sahira masih down, stres, bingung. Oma dateng dan nyuruh dia pergi dengan alasan menyelamatkan Pradyanto."

"Karena Oma nggak mau nama keluarga yang Oma pertahankan tercemar!"

"Bukan itu masalahnya sekarang," sela Om Ale. "Ibu memang keterlaluan dulu. Tapi, kejadian itu udah lewat. Sekarang, kita udah ada rencana yang akan membuat perusahaan kita grow bigger. Rencana yang udah dibentuk dari dua tahun lalu. Kamu nggak boleh gagalin gitu aja, Ren."

"Aku udah punya rencana sendiri gimana bikin PR Entertainment grow bigger, tanpa merugikan siapa pun. Ada saluran teve yang mau kerjasama bareng PR tanpa melibatkan pernikahan," ujar Naren. "Dan kalau Papa lupa, aku CEO sekaligus pemegang saham terbesar. Pilihan ada di tanganku."

"Naren!"

"Kenapa? Buktinya aku bangun rumah produksi juga sukses-sukses aja. Jadi, orang nggak boleh serakah, Pa. Demi bertumbuhnya perusahaan, sampai harus mengorbankan kebahagiaan anak sendiri." Lelaki itu berdecih.

"Mama setuju sama Naren," celetuk Tante Azela.

"Katakanlah PR Entertainment jadi super besar karena kerjasama bareng SBC TV.  Tapi, Naren nggak bahagia sama sekali. Lama-lama performa Naren juga bakal turun. Kesehatan mental dia juga terganggu. Aku nggak mau Naren kenapa-napa!" pungkas Tante Azela.

"Oma udah panggil Krystal ke sini, bukan untuk batalin rencana ini!" sentak Oma histeris. "Kenapa kamu jadi pembakang?!"

"Wait, Ibu panggil Krystal?" tanya Tante Azela nampak terkejut.

Pertanyaan Tante Azela mewakili rasa penasaranku. Kalau Krystal diundang ke sini, itu artinya, hubunganku sama Naren bakal ketahuan?

"Baguslah kalau Krystal datang. Aku bisa jelasin langsung ke dia, kalau rencana ini resmi berakhir malam ini, so she can stop ruining my day," tutur Naren tenang.

"Are you crazy?!" Aku mendelik padanya.

"Kadang, kalau nggak bersikap gila, kita nggak bisa bertahan hidup, Sayang." Naren lalu mengalihkan perhatiannya pada Om Ale dan oma. "Ini terakhir kalinya Papa sama Oma bisa ngomong seenaknya, seolah-olah Sahira itu nggak ada harganya. I won't forgive you next time."

Sebenarnya aku ingin segera kabur dari rumah ini, sebelum Krystal datang. Aku belum siap bertemu gadis itu. Bukan, karena aku takut dia tahu hubunganku dengan Naren. Tapi, karena aku nggak tahu apa yang bakal dia lakuin setelah tahu hubungan kami. Dua puluh menit setelah aku duduk di sini, Krystal datang bersama kedua orangtuanya. Fucking great! Harusnya aku sadar, jika rencana mereka memang sudah sematang ini. Hanya saja, Naren selalu berhasil menolak mati-matian.

"What are you doing here?" desis Krystal begitu melihatku dan Naren duduk bersebelahan.

"Family dinner, of course," balasku, berusaha setenang mungkin. Aku nggak boleh kelihatan panik di mata gadis itu.

"Family?"

"Sahira udah lama nggak mampir. Jadi, mumpung jadwalnya masih kosong, Tante minta Naren untuk bawa Sahira ke sini. Tante kangen banget sama dia. Kalau dulu mah, hampir tiap malam mampir."

Wow! Aku nggak menyangka Tante Azela mau mengikuti sandiwaraku. Aku tersenyum puas. Setidaknya, dukungan calon ibu mertua sudah di tanganku.

"Kita memang belum resmi menikah, tapi aku selalu anggap keluarga Naren, juga keluargaku," tambahku memanas-manasinya.

"What a bullshit!" See? Inilah Krystal yang asli, tanpa topeng, tanpa kepura-puraan.

"Maksudnya apa? Calon istri apanya? Krystal ini calon istri Naren. Mbak Zela, gimana, sih? Kok rencana kita jadi berantakan!" omel seorang wanita yang kuasumsikan sebagai ibu Krystal.

"Tante Desy, aku nggak pernah setuju dijodohin sama anak Tante," timpal Naren. "No offense, ya ... Krystal cantik, masih muda, berbakat, kaya. Sebenarnya nggak ada alasan laki-laki single untuk nolak Krystal. Tapi, sayangnya dari awal kalian rancang rencana ini, aku nggak single. Aku sama Rara udah pacaran lama. And, in my eyes, Sahira is way better than Krystal. She is the most beautiful dan strongest woman I know. Gimana bisa aku naksir sama cewek lain, di saat aku terus jatuh cinta sama Sahira tiap hari?"

Pipiku bersemu merah. Di waktu seperti ini pun, Naren masih bisa-bisanya gombal.

"Pak Sulaiman, saya nggak terima keluarga saya dilecehkan seperti ini," tandas ayah Krystal. Pria itu terlihat sangat marah.

"Ren, kita omongin lagi, ya? Jangan gegabah ambil keputusan," bujuk Om Ale.

Aku menghela napas, cukup kecewa karena Om Ale masih bersikukuh dengan pendiriannya. Apa dia nggak peduli sama kebahagiaan anaknya?

"Untuk menegaskan saja, saya akan mendukung apapun keputusan Naren," tukas Tante Azela. "Dan emang benar, sedari awal, Naren nggak pernah setuju sama rencana ini. PR Entertainment pun sangat baik-baik saja."

"Berani kurang ajar ya, kamu!" desis Om Haryanto. "Saya bisa cabut serial kamu di SBC TV!"

"Silakan, Pak. Kalau Bapak lupa, yang jadi female lead-nya itu anak Bapak sendiri," sahutku menahan senyum.

Wajah Om Haryanto merah padam. Begitu juga dengan Tante Desy dan Krystal yang terlihat geram.

"Kalau dipikir-pikir, kayaknya aku mau rilis klarifikasi soal hubunganku sama Krystal besok aja, deh. Nunggu kalian kelamaan," tutur Naren menyeringai jail.

"Ide bagus." Aku mengangguki usulnya.

"Makanan udah siap, kapan mulai makannya?" celetuk Tante Azela. "Krystal, masa kamu mau sama om-om begini? Lepasin Naren aja, lah. Banyak kok itu aktor yang muda-muda, walaupun nggak sekaya Naren."

Aku terkikik geli. Maksud perkataan Tante Azela ini pasti menyindir Krystal yang hanya berorientasi dengan keuntungan duniawi saja.

"Yang, kok aku tiba-tiba pengin sate kambing Cak Bari yang di depan apartemen kamu itu, ya?" kataku menoleh ke arah Naren, berharap dia paham kodeku, yang ingin segera keluar dari sini.

"Oke. Kita pamit sekarang aja." Naren berdiri sambil menggenggam tanganku. "Ma, Pa, Oma ... aku sama Sahira pamit dulu. Permisi ... Om, Tante, Krys."

"Jangan pikir kalian bisa seenaknya kabur, ya!" pekik Krystal ketika aku dan Naren sudah berdiri di ambang pintu ruang makan.

"Kita nggak kabur, Krystal ... We are not going anyhwere. Ngapain juga kabur? Kita nggak salah," jawab Naren.

"Lihat aja, gue bakal hancurin kalian." Tatapan sinisnya lalu beralih padaku. "Karier lo, enak banget, mulus, langsung bisa dapet big project, ternyata ... karier instant lo nggak akan bertahan lama. Lihat aja nanti."

TBC
***

Huhu.. Pertandingan pun dimulai...
Siap siap yaa 😏😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top