13 - Let the Dog Go Wonder
Kesuksesan Double Trouble nggak main-main. Padahal baru tayang setengah perjalanan, serialku itu sudah jadi series yang paling sering ditonton di Netflix Indonesia dan punya rating paling tinggi di SBC TV. Akibatnya, banyak jadwal fan meeting di luar kota, yang melibatkan aku dan Devan, serta para aktor yang bermain di Double Trouble.
Setelah ke Bandung, Malang, dan Medan, akhirnya acara fan meeting Double Trouble mendarat di Bali. Tentu saja, aku menunggu-nunggu hari ini. Selain, ingin mencuri waktu untuk liburan, juga karena Naren ikut denganku. Yah, hitung-hitung mencicil honeymoon. Padahal, menikah saja belum. Honeymoon my ass!
Aku melirik ke arah ponsel Naren yang berdering, benda itu tergeletak di atas tempat tidur. Nama 'Papa' tertera di layar. Angkat nggak, ya? Naren masih mandi, kalau dia niat pakai lulur, shaving, keramas, tiga puluh menit nggak akan cukup. Tapi, kalau kuangkat, aku takut calon mertuaku ini kena serangan jantung. Ya udah, aku biarkan sampai deringan ponsel Naren berhenti.
"Yang, tadi papamu nelepon," kataku ketika pacar kesayanganku itu keluar dengan celana pendek, kaus oblong putih, dan handuk di rambut basahnya. "Tuh, nelepon lagi." Aku mengangkat ponselnya yang kembali berdering.
"Angkat, Yang. Loud speaker," jawab Naren, berdiri di depan meja kaca, sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Aku menggeser tombol terima dan menyetel panggilan jadi loud speaker, sesuai permintaan Naren.
"Kamu di mana? Kenapa kata Mbak Arsih udah nggak pulang ke rumah beberapa hari?" Suara berat Om Sulaiman langsung menusuk telingaku.
Mbak Arsih? Siapa lagi Mbak Arsih?
"Siapa?" tanyaku tanpa suara.
"ART di rumah," bisiknya. "Aku sekarang tinggal di apartemen."
"Jangan lupa nanti ada dinner bareng keluarga Krystal."
"Aku nggak akan datang ke dinner nanti malam atau malam-malam selanjutnya."
"Apa maksud kamu?!" Suara Om Sulaiman meninggi. "Kemarin acara makan malam harus di-cancel karena kamu nggak bisa. Sekarang kamu nggak bisa. Jangan buat susah kamu!"
"Yang bikin susah Papa sendiri." Naren menjatuhkan diri di tempat tidur. "Aku kasih Papa waktu seminggu untuk bikin klarifikasi kalau hubunganku sama Krystal itu palsu. Ya, kalau Papa nggak mau, Papa bisa bilang ke Om Harto, dan biarin keluarga Krystal yang kasih klarifikasi. Tapi, kalau seminggu nggak ada klarifikasi dari Papa atau keluarga Krystal, aku bakal gelar pers conference."
"Kamu kenapa sih, Ren? Bukannya kamu udah setuju?"
"Aku diem bukan berarti setuju, Pa. Papa aja yang serakah, dan menghalalkan segela cara buat mengembangkan bisnis keluarga," tukas Naren. "Aku udah punya pacar. Aku bakal nikahin dia. Jadi, sebelum aku ngenalin pacarku ke keluarga, aku mau gosipku sama Krystal clear dulu."
"Pacar? Siapa pacarmu?" Terdapat jeda cukup lama sebelum Om Sulaiman kembali bersuara. "Jangan bilang kalau kamu balikan sama Sahira?"
"Bukan urusan Papa."
"Narendra!"
"Aku tutup dulu ya, Pa. Aku masih liburan. Jangan diganggu." Naren memutuskan sambungan panggilan sepihak.
Aku berbaring miring dengan tangan menyangga kepala, menatap pacarku. "Jadi, nanti kalau udah klarifikasi, kamu mau bawa aku ke keluargamu?"
"Iya. Aku nggak mau lama-lama. Kalau bisa, tahun depan kita nikah."
"Kamu yakin banget bisa semulus itu? Papamu kayaknya nggak setuju kamu balikan sama aku."
"Ya, itu urusan Papa kalau nggak setuju. Aku nggak peduli." Naren menarik tubuhku, membuatku memekik kecil. "Bagus lagi kalau kamu hamil duluan. Kayaknya mereka nggak bakal bisa berkutik lagi."
Reflek aku mencubit bibirnya. "Kalau ngomong jangan sembarangan ya, kamu! Aku nggak mau hamil duluan."
"Ya udah, kita latihan dulu bikin dedeknya. Gimana?" tanya Naren sambil menaik turunkan alisnya. Dasar mesum!
***
Ini cuma perasaanku atau gimana, ya? Dari tadi aku merasa Krystal terus memperhatikanku? Kenapa? Apa ada yang salah dengan bajuku? Make up-ku? Kayaknya nggak ada yang salah sama penampilanku. Ya gimana, kita semua pakai kaus Double Trouble dan celana jeans.
Ketika acara selesai, aku bersama Elok langsung menuju tempat parkir, kasihan Naren udah lumutan di dalam mobil. Tapi, ternyata Krystal mengejarku.
"Kenapa?"
Gadis itu masih bungkam, matanya naik turun seakan menelanjangiku. "Jaket yang Kak Sahira pakai, itu punya Kak Sahira sendiri?"
Aku menunduk, memeriksa jaket keluaran Burberry yang kupakai. Oh, ini jaket Naren, jangan bilang kalau Krystal sadar ini jaket 'pacarnya'?
"Kenapa memang?" Aku nggak berniat langsung menjawab, dikerjain dulu kayaknya seru.
"Ini limited edition, setahuku cuma beberapa orang doang yang punya," katanya. "Bordiran di belakangnya juga, itu sesuai pesanan."
"Terus, menurutmu ini punya siapa?"
"Mirip punya Mas Naren."
"Ya, mungkin aja." Aku mengedikkan bahu.
Mata Krystal menyipit, bibirnya menipis. "Ada hubungan apa lo sama Mas Naren?"
"Lo yakin ini punya Naren?" tantangku.
Dia mencebikkan bibir. "Kalau bukan, emang itu pu—"
Aku mengangkat tangan, meminta dia berhenti bicara, saat ponselku berdering. Pas banget, Naren telepon. "Halo?"
"Lama banget, sih? Aku udah keliling-keliling mall, makan di fast food resto, terus balik ke mobil, kamu belum selesai juga," kata Naren mengomel panjang lebar.
"Bentar, Yang. Ini ada yang nanyain jaket yang aku pakai."
"Jaket aku kali."
"Oke, oke. Udah makan, tapi masih kuat makan lagi, 'kan? Kita ke Seminyak ya, habis ini."
Aku menutup panggilan dan memasukkannya ke dalam tas. Dengan senyum lebar, aku kembali menatap Krystal yang masih berdiri di depanku.
"Sorry, gue nggak bisa lama-lama. Udah ditunggu mas pacar," pamerku. "Btw, jaket ini memang bukan punya gue. Tapi, punya pacar gue."
Raut wajah Krystal semakin muram. "Pacar?"
"Lo takut kalau pacar gue itu Naren?" godaku. "Tenang aja, bukan cuma Naren yang punya jaket begini. Kalau lo nggak percaya, coba telepon Naren, katanya kalian pacaran, 'kan?" Aku menyeringai, nggak sepenuhnya berbohong. Karena memang bukan cuma Naren yang punya jaket begini. Apa aku udah kelewatan, ya?
"Don't play game with me, Kak. Lo bakal menyesal," desis Krystal. "Mas Naren memang bukan pacar gue, tapi bukan berarti gue nggak bisa memiliki dia. Gue nggak tahu apa hubungan lo sama Mas Naren, Bang Kava, Kak Clarine, tapi, gimana pun hubungan kalian, nggak akan abadi. Selamanya lo akan jadi benalu buat mereka. Lo itu nggak setara sama mereka. Nggak ada pertemanan yang murni, pasti you want something from them, karena nggak mungkin mereka yang bakal manfaatin lo."
Aku bertepuk tangan, senyum masih melekat di bibirku. "Pidato yang bagus. Tapi, gue kasihan sama lo, karena anggap nggak ada pertemanan yang murni. Mungkin, lo harus perbaiki sikap lo biar bisa menemukan pertemanan yang murni."
"Coba buktiin, nanti waktu lo jatuh, mereka masih ada di samping lo nggak," tantang Krystal.
Aku tergelak. "Gue ngilang empat tahun, Krys, tanpa kasih kabar ke mereka, dan waktu gue balik lagi ke sini, mereka tetap menerima gue apa adanya. Harusnya kalimat itu buat lo sendiri."
***
"Mama nanya terus siapa pacar aku."
Satu alisku terangkat. "Terus, kamu jawab apa?"
"Aku jawab, nanti bakal aku kenalin kalau urusan sama Krystal selesai."
Aku memasukkan sepotong steik ke dalam mulut. Yum! Aku, Naren, dan Elok memutuskan untuk makan malam di Naughty Nuris Seminyak. Steiknya nggak main-main, thanks to Kava karena udah merekomendasikan tempat ini.
"Kalau ibumu, gimana? Kamu udah kasih tahu ke ibumu, kalau balikan sama aku?" Giliran Naren bertanya.
Aku mengangguk. "Mama nggak mempermasalahkan aku sama siapa, yang penting baik orangnya. Lagian, Mama udah kenal kamu, jadi dia tenang aja."
"Gimana kalau habis ini kita ke rumah ibumu? Di Ungaran, 'kan?"
Aku menoleh ke arah Elok. "Jadwal gue habis ini apa lagi, El? Kalau gue dua hari ke Ungaran, bisa nggak?"
"Sebentar." Elok tampak fokus dengan ponselnya. "Cuma ada sehari kosong. Kalian mau sampai lusa kan di Bali?"
"Sampai besok aja. Besok malam kita ke Semarang. Jadi, aku sama Naren punya waktu dua hari di rumah mamaku. Gimana?"
"Betul. Aku setuju, sih." Naren terlihat antusias.
"El, lo mau ikut kita atau mau stay di sini sampai lusa, terus balik sendiri ke Jakarta?"
"Gue ikut lo aja. Nggak apa-apa, 'kan? Gue nggak ganggu acara kalian di saja, 'kan?"
Aku terkekeh. "Acara apa? Gue sama Naren itu dadakan mau ke sana. Santai aja kali. Tapi, di sana nggak banyak tempat wisata, nggak masalah, ya?"
"Btw, mumpung inget, kapan lo mau syuting bikin video buat channel YouTube lo?" Elok menatapku lekat-lekat.
"Emang mau diisi apa?" tanya Naren.
"Kalau kata tim kreatif, nanti isinya behind the scene proyek-proyek aku. Kayak pas proses syuting, pemotretan, terus sekali-kali bisa daily routine gitu. Tapi, untuk video pertama, kata Mbak Ike, perkenalan dulu dan aku maunya jawab pertanyaan dari netizen gitu," jelasku.
"Yakin mau bikin QnA video? Itu memang kelihatannya simple, tapi sebenarnya rumit. Soalnya pasti banyak pertanyaan pribadi."
"Memang. Tapi, aku gregetan, Ren. Masa kemarin pas aku ke gedung PR pakai baju Alexander Wang sama sepatu Balenciaga, ada yang ambil foto, terus nyebar. Dan mereka heran, aku dapat duit darimana bisa beli barang branded itu?" Aku mendengkus kesal. "Dikiranya aku nggak kerja empat tahun, duit abis. Padahal kan gedungku di mana-mana. Perumahanku, kos-kosanku. Gila, memang netizen."
"Sejak kapan kamu terganggu sama komentar-komentar begituan?" Naren tertawa kecil.
"Aku selalu terganggu. Bedanya, dulu aku berusaha nggak terpengaruh. Berusaha biasa aja. Tapi sekarang, aku nggak mau diem aja. Kata Benita, dunia itu keras, kalau mau bertahan, aku harus lebih keras. Jangan lembek kayak dulu."
Naren mengusap rambutku perlahan. "Do whatever you want. Benita ada benernya juga, biar netizen kapok nggak seenaknya ngomongin kamu. Tapi, yang namanya haters, walaupun udah dijelasin panjang lebar, mereka nggak akan menerima. Mereka bakal cari-cari kesalahanmu. Kalau udah begitu, baiknya kamu abaikan aja. Jangan ditanggapi. Mereka bakal seneng, karena dapat attention dari kamu."
Aku mengangguk, menyetujui saran lelaki itu. Haters itu, meskipun aku kasih sumbangan satu milyar ke panti asuhan, ada aja dicari kesalahannya. Dibilang pamer lah, panjat sosial lah, gimik lah. Pokoknya ada aja bahan untuk hujatan. Makhluk-makhluk begitu, emang enaknya dibiarkan saja, jangan dikasih panggung. Terus, biar mereka kejang-kejang, aku akan bekerja keras biar semakin sukses dan mereka semakin bingung cari celah buat menghujatku.
TBC
***
Sahira udah mulai ngeledekin Krystal nih🤣🤣
Update sekarang sebelum mati listrik soalnya udah angin kencenggg
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top