10 - Prepare Yourself

"Pokoknya lo harus cari staf lagi! Nanti waktu lo ikut konferensi pers Double Trouble, gue jamin yang nawarin kontrak kerjaan ke lo bejibun," kata Benita.

"Kan ada lo, manajer gue," sahutku menggodanya.

"Enak aja! Nggak mau! Gue kan cuma mau jadi manajer yang ikut lo mejeng, jalan-jalan, nggak beneran mau kerja," tukasnya mendengkus. "Nanti lo harus punya sekretaris yang ngurusin kontrak kerja lo, bodyguard buat ngawal lo ke mana-mana, admin yang bantuin sekretaris, manajer beneran yang ngurusin keperluan lo."

Aku menatap Benita lalu mengembuskan napas. "Cari staf yang bisa dipercaya di mana?"

"Kalau lo nggak mau ribet, gabung sama PR Entertainment aja. Terjamin handal stafnya. Kalau mereka ketahuan macem-macem, pasti juga Naren turun tangan," jawab Benita sibuk dengan salad buahnya. "Punya pacar bucin plus tajir itu dimanfaatkan."

"Nepotisme nggak sih begitu?" tanyaku.

"Masa bodo nepotisme. Lagian lo juga emang punya bakat. Nggak cuma mau ndompleng nama di sana."

Aku mengangguk menyetujui perkataan Benita. Tapi, aku juga khawatir. Aku sama Naren nggak akan selamanya sembunyi. Gimana kalau hubunganku sama dia, ketahuan media dengan cara nggak baik? Apalagi, sekarang status Naren di mata publik itu pacar Krystal. Kalau publik tahu itu, dan aku berada di bawah naungan PR Entertainment, aku pasti dihujat publik lagi karena jadi perebut pacar orang. Tapi, kalau aku nggak cari agensi, aku bakal kerepotan sendiri nanti.

"Nanti gue pikir-pikir lagi, deh."

"Apa lagi sih yang lo pikirin?" Benita berdecak.

"Banyak. Eh, tapi ... kata lo, dunia ini keras. Jadi, gue harus lebih keras kalau mau bertahan, 'kan?" Dia mengangguk. "Ya udah, ini jalan gue buat gue kembali ke dunia hiburan. Toh, gue nggak ambil punya orang. Kalau nanti hubungan gue sama Naren ketahuan pun, gue nggak salah. He is mine since like forever."

Senyum lebar tercetak di bibir Benita. "Great! That's my girl!"

***

Aku dan Benita datang ke gedung PR Entertainment untuk bertemu pacarku itu. Hari ini aku akan menandatangani kontrak kerja dengan PR Entertainment. Sebelumnya, aku mau mampir ke ruangan Naren dulu. Kangen, udah dua hari kami nggak ketemu.

Sekretaris Naren, langsung berdiri ketika melihatku dan Benita. Dia tersenyum sopan. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau ketemu Naren," jawabku.

"Maaf, Pak Naren sedang ada tamu di dalam."

"Tamu?" Padahal baru sepuluh menit lalu dia kirim chat, katanya menungguku di kantor.

"Saya sudah buat janji," jawabku tak mau kalah.

"Oh, tapi kenapa nggak ada catatannya?" tanya Mona—nama sang sekretaris, yang tertera di name tag, meringis canggung.

"Janjian pribadi. Kamu pegawai baru? Gue sama Rara itu temennya Naren. Kita ada urusan penting. Kalau lo nggak kasih jalan, Sahira bakal batal tanda tangan kontrak sama PR Entertainment dan Naren pasti marah besar kalau sampai itu kejadian," jelas Benita.

"Ada Mbak Krystal di dalam," cicit Mona kemudian.

Aku mendengkus, nggak bisa menyembunyikan rasa kesalku. Dia bisa sebebas itu menemui Naren? Jujur, aku juga wanita normal, yang takut kalau pacarku akhirnya jatuh cinta sama perempuan lain. Bagaimana pun juga, Krystal cantik.

"Sialan itu laki! Maksudnya apa, sih?" Benita langsung berjalan ke arah pintu ruangan Naren.

"Bu! Saya akan panggil security kalau Ibu memaksa masuk."

"Siapa takut?!" sahutnya garang.

Aku yang masih berdiri di tempat langsung mencekal tangan Mona ketika hendak menelepon petugas keamanan. "Jangan, nanti tambah runyam masalahnya."

Dia memandangku ragu-ragu, tapi akhirnya mengangguk.

"Kamu bisa menambahkan nama saya dan Benita sebagai tamu spesial Naren, seperti Kava, Clarine, dan Rezky. Kalau nggak percaya, kamu boleh tanya langsung ke Naren," tambahku sebelum menyusul Benita ke dalam.

Ini yang pacar Naren siapa, yang cemburu membabi buta siapa?

"Jam sepuluh aku nunggu kamu, tai kucing!" desis Benita begitu masuk ruangan Naren. Aku bisa melihat wajah pacarku dan Krystal membelalak kaget.

"Selamat pagi Naren dan Krystal. What a pleasing surprise seeing you here," kataku dengan senyum palsu sambil melirik Naren.

"Kenapa kalian berdua bisa masuk? Mona nggak bilang sama kalian kalau Mas Naren masih ada tamu?" tanya Krystal tanpa basa-basi.

"Krys!" bentak Naren.

"Gue ada janji sama Naren jam sepuluh pagi. Lo yang ambil waktu gue," jawabku santai.

"Oh, my bad," sahutnya santai. "Kalau boleh tahu, janji apa?"

"Get out from my room, Krys. Lo nggak perlu tahu apa urusan gue."

Krystal mendengkus. "Geez! You're so cranky today. Jangan lupa, nanti malam dinner di rumahku." Dia lalu tersenyum ke arahku dan Benita. "Sorry, ya ... kalian harus lihat pertengkaranku sama Mas Naren. Dia emang kadang gitu, suka ngambek nggak jelas."

Seperginya Krystal, aku dan Benita duduk di sofa yang menghadap dinding kaca. Naren menghampiriku dan duduk di sebelahku. Dia merangkul bahuku.

"Sayang ... ngomong sesuatu dong," pinta Naren.

Aku menoleh menatapnya dan tersenyum. "Aku harus ngomong apa? Kalau aku minta kamu tendang Krystal dari hidup kamu sekarang, kamu bisa?"

"Bisa, lah!"

"Jangan dulu."

"Kenapa?" Naren dan Benita menyahut bersamaan.

"Nanti nggak seru. Biar dia kelar syuting serial aku dulu. Biar dia terpesona sama alur cerita itu, baru kita kasih tahu cewek itu kalau aku, pacar cowok yang selama ini dia incar."

Benita langsung bertepuk tangan. "Gue setuju banget! Lo harus kasih pelajaran ke cewek serakah kayak dia."

"It's up to you. Tapi, jangan ambil langkah yang bakal bahayain kamu," tutur Naren.

"Btw, itu anak, wajahnya tebel banget, ya? Padahal lo udah kasar sama dia. Tapi, masih pede begitu?" tanya Benita.

"Ya, emang gitu si Krystal," gerutu Naren. "Actually, I want to kick her ass, but she is too young. Gue nggak tega."

"Kamu kok kuat ngadepin Krystal empat tahun?" tanyaku penasaran.

"Dua tahun doang. Ya, harus dikuat-kuatin. Kalau mau clean ending."

"Dia suka sama kamu? Apa cuma sekedar ambisi pengin bisnis kalian gabung?"

"Aku nggak tahu dan nggak peduli."

"Bakal lebih seru kalau dia beneran jatuh cinta sama kamu."

"Dia bakal lebih gila, kalau dia beneran suka sama aku." Naren mendengkus. "Aku tahu, dia pasti bakal lakuin hal gila, if she know we are dating."

Aku tertawa pelan. Tapi, sebenarnya cukup deg-degan. Dia pasti pakai segala cara buat ambil simpati publik, dan melawanku. Dan, mungkin dia akan mengarang cerita yang menjadikanku tokoh antagonis super jahat.

Naren melihat arloji di tangannya. "Hampir jam sebelas. Ayo, kita ke ruang Mbak Gia, buat tanda tangan kontrak kamu."

Aku bangkit menggenggam tangannya. "Ayo!" Setelah aku resmi jadi aktris di bawah naungan PR Entertainment, aku bakal pastikan nggak akan ada yang bisa seenaknya menginjakku lagi. Aku akan membuktikan mereka, apa yang mereka lakukan empat tahun lalu ke aku, itu kesalahan besar. Aku nggak pantas dapat semua cacian dan hinaan mereka, karena itu bukan kesalahanku. Aku akan tunjukkan ke mereka, kalau nggak ada seorang pun yang bisa memadamkan api di hatiku. Aku bisa berjalan sejauh ini, bukan karena wajah cantikku saja, tapi bakat yang terus kuasah, kemauan keras yang nggak pernah kulepas. I deserve better.

***

Aku membaca satu per satu pasal yang tertera dalam kontrak. Nggak ada yang mengecewakan, karena sehari sebelumnya aku sama Mbak Gia sudah saling kontak dan bahas apa saja yang kumau dan beberapa pasal pun direvisi. Aku puas. Termasuk, untuk masalah bayaran yang nanti aku dapat.

"Good. Udah sesuai," kataku.

"Kalau gitu Mbak Sahira bisa tanda tangan di sini."

"Masukkin dia ke kelas diamond, Mbak," tutur Naren.

Aku menoleh ke arah lelaki itu bingung. "Kelas diamond?"

"Kelas prioritas," jawab Naren sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Jadi, apa ada platinum, gold, sama silver gitu?'

Mbak Gia menggeleng. "Nggak ada. Kelas diamond itu bahasa kita aja, buat masukkin klien ke top priority agensi. Dan selama ini, yang masuk diamond class baru Kava dan Mbak Sahira."

"Wow!" Aku berdecak kagum. "Bedanya kelas diamond sama yang lain apa?"

"Klien diamond class diprioritaskan di bidang keamanan. Keamanan fisik maupun digital. Kalau misal ada false rumor beredar, klien diamond class harus langsung ditangani. Dapat bodyguard tambahan," jelas Naren. "Intinya kita berusaha buat keep the artist name stay clean. Bayangin ada berita Kava ketahuan ngadain crazy party di apartemennya sampai sewa penari perut segala, tamat dia."

Aku tergelak. Kava memang terlihat sempurna di mata media. Kalau aku kenal Kava lebih dulu, pasti aku bakal pilih dia. Kava lebih kaya dari Naren, lebih ganteng, lebih tinggi, punya suara lebih deep, terus yang pasti punya jambang seksi dan rahang tajam, yang kadang bikin aku melongo menatap wajahnya. Tapi, kayaknya hati nggak bisa bohong. Aku nggak bisa bayangin hidupku tanpa Naren.

"Ren, staf yang kamu percaya di perusahaan ini selain Dony, siapa lagi?" tanyaku, tiba-tiba kepikiran sesuatu.

"Oh, Mbak Gia termasuk staf yang bisa dipercaya."

"Gimana kalau we tell her the secret?" tanyaku.

Naren terlihat tidak yakin. "Are you sure?"

"Mending begitu, jadi lebih gampang kalau ada gosip baru," sahut Benita, yang kuangguki.

"Rahasia apa, nih?" Mbak Gia menatapku, Naren, dan Benita bergantian.

"Mbak, I need you to swear on your life to not tell any soul about this," kata Naren dengan walau serius.

Kening Mbak Gia mengernyit. "Oh-kay. I promise."

"Salah satu alasan kenapa gue minta Sahira di diamond class, bukan karena dia top aktris, bukan juga karena skandal empat tahun lalu. Tapi, karena she's my woman," tukas Naren membuat Mbak Gia membelalak. "So, I need her to be safe every damn time. Biar gue nggak kepikiran yang macem-macem pas gue nggak lihat dia dan tragedi empat tahun lalu nggak keulang lagi."

"Wait! Jadi, kalian ... udah berapa lama?" Mbak Gia tergagap.

"Enam tahun."

"Dua tahun."

Aku dan Naren menjawab bersamaan. "Apaan yang enam tahun? Kita kan pisah empat tahun," protesku.

Naren melirikku tajam. "Terserah, lah."

"Jaga-jaga ya, Mbak Gia ... siapa tahu nanti ada yang lihat mereka lagi liburan berdua, Mbak Gia nggak jantungan," imbuh Benita.

"Tinggal kasih tahu divisi humas aja, Sahira masuk diamond class. Kalau ada staf yang tiba-tiba tahu soal hubungan gue sama Sahira, lo orang pertama yang gue curigai," tukas Naren. "Lo tahu kan, gue nggak pandang bulu buat pecat orang?"

"Nggak usah ngancem-ngancem gitu lah, Ren."

"Jaga-jaga aja." Naren mengedikkan bahu.

"Gue masih sayang gaji gue dan bonus-bonusnya. Tenang aja," sahut Mbak Gia mengedipkan sebelah matanya.

"Lagian lo juga udah tahu, gue sama Krystal nggak ada apa-apa," ujar Naren.

"Oke, Mbak Sahira, selamat datang di PR Entertainment, kami akan melakukan dengan terbaik untuk karir Mbak Sahira ke depan," kata Mbak Gia tiba-tiba terdengar profesional.

Aku terkikik geli. "Kok bisa banget tiba-tiba begitu?"

"Ya, biar kayak kerja beneran. Dilihatin bos, nih." Mbak Gia memelukku. "Kita bakal cariin proyek-proyek asoy buat lo."

"Kayaknya nggak perlu dicari juga, pasti datang sendiri itu," celetuk Benita.

"Betul!" seru Naren dan Mbak Gia bersamaan.

Aku menarik napas perlahan, ketika tiba-tiba jantungku berdegup sedikit lebih kencang. Akhirnya, di ruang ini, dengan dua orang terkasihku, aku akan memulai langkahku kembali. Aku yakin, aku bisa melakukannya sendiri. Tapi, dengan mereka, semuanya jadi lebih mudah. Dan, please, wait for me, the new Sahira.

TBC
***

Meluncur.. Perjalanan sahira masih panjang dan kengerian krystal masih belum seberapaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top