09 - Ambitchious

Setelah penulisan skenario dan break down naskah serial 'Double Trouble' bareng tim kreatif dan produksi rampung, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah audisi pencarian para pemeran di serial. Harusnya aku udah nggak ikut campur lagi, karena posisiku di sini jadi penulis skenario. Tapi, Devan memintaku untuk jadi juri di audisi, karena menurut dia, aku tahu banyak soal dunia akting. Aku pun nggak nolak, karena aku juga pengin cari aktor terbaik buat serial pertamaku.

"Apa alasan kenapa gue harus main di serial Kak Sahira? Bisa-bisa nama gue ikut tercemar."

Langkahku terhenti ketika mendengar namaku disebut. Aku memang nggak tahu itu suara siapa. Tapi, aku paham siapa pemilik suara itu. Krystal Hayes. Satu-satunya aktris yang dapat tawaran jadi pemain di 'Double Trouble' secara eksklusif.

"Udah lewat tahun. Naskahnya juga bagus."

"Is she that relevant? Sampai Bang Dev mau ambil naskah dari Kak Sahira? Gue nggak mau gabung proyek yang merugikan gue nantinya."

"Ya, dia kan Sahira. Siapa yang nggak kenal Sahira?" balas Devan. "Cerita dia bener-bener keren. Terus, tokoh utamanya cocok banget sama lo."

"Memang banyak orang yang kenal dia. Tapi, sekarang masalahnya apa ada yang masih peduli sama dia?"

Aku mendengkus dengar percakapan mereka. Kok kesannya malah Devan kayak mohon-mohon sama Krystal?
Tanpa dia pun, aku yakin serialku bisa berjalan dengan baik. Aku membuka pintu, mendapati Devan dan Krystal berdiri berhadapan. Lelaki itu nampak terkejut, sedangkan Krystal tetap memasang tampang stay cool.

"Kalau lo nggak mau, nggak masalah. Gue yakin masih banyak aktris yang cocok sama peran di serial gue," tukasku tenang.

Jujur, selama aku jadi aktris, aku selalu berusaha untuk down to earth, dan aku memang paling benci dengan aktris yang bersikap sok dewa. Cih! Aktor dan aktris senior yang suksesnya nggak ketulungan aja, tetap rendah hati. Contoh nyatanya, si Kava itu. Walaupun hartanya sampai tujuh turunan nggak habis, lahir dari keluarga konglomerat, tapi nggak pernah protes kalau dipasangin sama aktor pendatang baru, atau masuk ke proyek selebriti senior yang memang namanya udah tenggelam.

Selama ini, aku masih belum mengerti gimana sifat asli Krystal. Walaupun Clarine dan Naren udah cerita ini itu, dan memintaku berhati-hati dengannya. Aku pun udah cari tahu tentang Krystal di berbagai website dan aku nggak nemu satu pun berita jelek soal dia. She's like an angel yang digambarkan sempurna di berbagai sisi. Tapi, hari ini sepertinya aku menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalaku. She is too ambitious. Dia cuma peduli sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri. Itu kesimpulanku saat ini. Dan sebenarnya, Krystal nggak salah punya prinsip begitu. Lagian dunia hiburan itu memang berat, 'kan? Hanya saja, aku nggak pernah paham sama orang-orang yang cuma peduli sama keuntungan dan diri sendiri.

"Ra ... "

"Dev, gue nggak mau lo ngemis-ngemis ke orang lain buat bantu gue di proyek ini."

Devan tersenyum tipis. "Bukan gitu maksudnya."

"Kak, maaf kalau kesannya gue sombong. Tapi, gue mempertimbangkan banyak hal sebelum terima job," jelas Krystal sambil tersenyum. Seolah, beberapa menit yang lalu dia nggak merendahkan aku.

"Gue ngerti dan menghargai keputusan lo. Jujur aja, gue juga belum pernah lihat gimana akting lo. Gue percaya aja sama penilaian Devan. Tapi, gue yakin bisa dapat peran female lead yang keren buat serial ini. Talenta bisa diasah," balasku lalu menoleh ke arah Devan. "Gue dapat beberapa nama aktris dari Kava, yang cocok buat jadi Julia di serial Double Trouble dan I think, I fall in love with Rindu Santoso."

Mata Devan membelalak, lalu melirik ke arah Krystal beberapa saat. Kenapa?

"Ayo, kita ke aula. Peserta udah pada dateng, 'kan?"

Waktu aku memutar tumit untuk meninggalkan meeting room, suara Krystal menghentikan langkahku.

"Gue ikut!" Aku berbalik dan menatap gadis itu bingung. "Gue mau jadi female lead di serial Kak Sahira."

Aku tersenyum miring. Kok tiba-tiba dia berubah pikiran begitu sih?

"Ikut audisi sekarang di aula. Kita mau ke sana," jawabku.

"Gue kan dapet offer langsung dari Bang Devan, harusnya kan nggak perlu ikut audisi," protes Krystal.

"Oh, tiket dari Devan udah hangus karena lo udah nolak tadi. Sekarang, gue kasih lo tiket masuk audisi. Padahal, harusnya lo nggak bisa ikut karena lo nggak daftar."

Aku bisa lihat Krystal siap meledak. Bibirnya menipis, matanya menyipit tajam. Tapi, harus kuakui pengendalian emosinya sangat bagus, karena sedetik kemudian dia tersenyum lebar.

"Oke, we'll see, siapa yang lebih cocok jadi female lead di serial ini," kata Krystal sebelum bergegas melangkah pergi ke arah aula.

"Dev, dia kenapa?" tanyaku waktu gadis itu udah nggak kelihatan.

"Well, dia sama Rindu itu bisa dibilang top aktris muda untuk saat ini," kata Devan.

"Jadi, mereka itu rival?"

Devan mengangguk. "Ya, semacam itulah."

Aku masuk ke dalam aula diikuti Devan. Sudah sebagian kursi terisi penuh ketika aku datang. Ada beberapa wajah yang kukenal dan sebagian terlihat asing. Rindu Santoso duduk di barisan depan. Para aktris dan aktor ini semuanya memiliki wajah oke. Kayaknya zaman sekarang, nggak ada yang punya wajah jelek. Semuanya effortless beautiful.

Mataku melebar saat Kava memasuki ruangan sambil, tersenyum lebar, menebar pesona. Ngapain dia di sini? Dia berjalan ke arah deretan meja juri, menyalami Devan. Lalu, dia berjabat tangan dengan Bang Zumi, direktor serial ini, dan Mbak Raina asisten sutradara. Aku pun ikut berdiri, mau menyalaminya, tapi dia menarikku ke dalam pelukan.

"Pesenan Naren," bisiknya sebelum mengecup pipi kiriku.

Aku mendengkus. Ya ampun, apa aku harus memainkan drama berpura-pura pacaran dengan Kava lagi?

"You look stuning, Babe!" kata Kava terlampau kencang, kayaknya memang sengaja biar satu aula dengar.

"Okay, let's get start it!" kata Devan membuka acara

***

"Kok lemes?" tanya Naren waktu melihatku berbaring di sofa sambil menonton televisi.

Dia baru aja pulang kerja, tepat pukul tujuh. Sejak memutuskan kembali bersama, aku dan Naren berbagi apartemen. Kadang dia tinggal di tempatku, atau sebaliknya.

Aku duduk dan memperhatikan lelaki itu yang sedang melepas kancing kemejanya satu per satu. "Kamu kenal Rindu Santoso?"

Dia mengangguk, lalu menyampirkan kemeja kotornya di punggung sofa. Naren duduk di hadapanku, dengan kaus oblong putih yang jadi dijadikan dalaman. "Kenapa?"

"Tadi audisi pemilihan female lead Double Trouble, serialku. Ada Rindu Santoso, aku suka sama dia. Akting dia bagus. Tapi sayang, Krystal dapet vote lebih banyak. Pacarmu itu, jago juga ternyata aktingnya. Bang Zumi, Devan, sama Mbak Raina pilih dia. Cuma aku sama Kava yang pilih Rindu."

Naren mendengkus. "Jangan sebut Krystal pacarku."

"Tapi, serius deh, Ren ... dia emang charming banget, ya?"

"Jangan tertipu. Dia pinter manipulasi orang."

"Aku tahu. Tadi, aku lihat sendiri gimana dia. Tapi, aku kagum aja, di depan orang banyak dia bisa berubah secepat itu. Nggak capek apa, punya wajah banyak."

Lalu, aku pun menceritakan kejadian saat aku nggak sengaja dengar obrolan Devan sama Krystal. Naren nggak kelihatan kaget. Udah biasa, katanya. Sejujurnya, aku malas banget, gadis itu harus masuk di karya pertamaku sebagai penulis skenario. Tapi, mau gimana lagi? She's good. Dia tahu memiliki talenta di atas rata-rata, dia tahu banyak orang yang mengaguminya and she wore that as her crown everyday. She's so damn proud about herself. Although, it's nothing wrong.

"Soal Rindu, Krystal benci sama dia," tutur Naren, yang membuatku membuka mata lebar-lebar. Seolah tahu kalau aku menunggu penjelasannya, dia pun melanjutkan, "Rindu was nobody. Orangtuanya cuma pegawai negeri, dia nggak punya koneksi di dunia hiburan. But, all hard work are paid off, right? Dan, dia pun mulai main di proyek sutradara besar. Puncaknya, waktu dia main bareng Kava. Krystal was so pissed about that. Dia kalah audisi. Dan karena film itu, nama Rindu semakin melejit."

Aku mengangguk-angguk. Wow! Andai saja tadi Rindu yang menang, pasti bocah itu bakal ngamuk-ngamuk.

"Kok kamu tahu soal itu? Rindu aktris PR Entertainment?"

"Bukan."

"Terus?"

"Aku cari semua hal yang bersangkutan soal Krystal," jawabnya yang membuatku merengut. "Aku harus tahu siapa musuhku, baru aku bisa memenangkan pertandingan ini."

"Jadi, dia nggak suka kalau ada yang di atas dia?"

"Tipe manusia kayak Krystal itu, nggak suka lihat yang lebih dari dia. Nggak suka kalau bukan dia yang jadi pusat perhatian. Nggak suka kalau dia tergantikan."

Mendengar penjelasan Naren, membuat diriku memikirkan ide gila, yang patut dicoba. Aku penasaran, gimana reaksinya kalau posisinya sebagai pusat perhatian dunia seni peran, tergeser aku? Aktris lama yang menurut dia nggak relevan lagi? Pusing nggak tuh kira-kira? Oh, I hate my mind when it play several interesting scenario! Why I became so evil? Ini pasti karena terlalu sering bareng Benita!

TBC
***

Update tiap hari aja kali yaaaa... Hihi

Sudah terlihat ya gimana wajah asli Krystal? 😈

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top