BAB 3: Ernestine Young

Ledakan itu terjadi tiga kali. Setiap ledakan terdengar lebih keras dan lebih dekat daripada sebelumnya. Aula Makan mendadak sunyi, bahkan saat PPP berlari keluar menuju arah ledakan dengan senapan di tangan. Aku memperhatikan ekspresi semua orang. Memindai satu persatu wajah-wajah datar mereka, lalu melirik ke tempat Kelompok Besar berada. Leah berdiri di atas meja, jelas kelihatan penasaran dengan apa yang terjadi.

Ledakan ke empat terjadi persis di ambang pintu tinggi menuju Aula Makan, merobohkan tiang berkarat di dekat sana. Seorang PPP terlempar ke dalam, sebagian tubuhnya hancur karena ledakan.

Lucas bangkit tanpa suara dan mulai berjalan menjauh, dia menepuk bahuku pelan sewaktu melakukan itu. Begitu pun yang lain, kelihatan jelas tidak mau terlibat lebih jauh, tapi juga penasaran bagaimana akhirnya. Dua bulan lalu saat Scott si Tanpa Otak memutuskan berpidato secara terang-terangan tentang penolakan kewajiban semua golongan mengikuti acara Pembarisan, lebih dari tiga puluh orang terbakar di tengah Aula Makan. Bahkan sampai sekarang tulang belulangnya masih digantung di langit-langit yang retak. PPP mengumumkan bahwa itu semua seharusnya cukup mengingatkan betapa bodohnya tindakan itu.

Tapi jelas itu belum cukup.

Aku bangkit berdiri saat teriakan aneh menggema ke dalam Aula. Suaranya panjang dan dalam, terdengar seperti siksaan dan lolongan. Kepala-kepala menoleh ke arah celah sempit di antara tiang yang roboh, tempat kabut asap beterbangan menghalangi pandangan. Sewaktu lolongan itu berhenti, segala sesuatu bergerak amat cepat. Aku melihat dari ujung mataku Caden berlari mendekat. Lucas dan yang lain mencoba pergi ke tempat lebih tinggi, menaiki pipa-pipa besar yang melilit sebagian besar dinding. Aku menunggu Caden menghampiriku, tapi mataku masih tertuju pada kabut asap dan siluet besar yang bergerak di baliknya.

"Ayo Ern, jauh-jauh dari itu," Caden memperingatkan.

Aku baru hendak beranjak ketika kabut asap terangkat, memunculkan sosok besar yang melangkah perlahan memasuki Aula. Kepalanya terdiri dari kepala-kepala manusia yang melebur menjadi gumpalan hitam, berkedut di antara dua bola mata yang menjorok ke dalam, mata itu bergerak-gerak menyisir ruangan. Kedua lengannya berupa capit raksasa, dengan pembuluh darah menonjol yang mengalirkan gumpalan-gumpalan hitam ke seluruh tubuhnya yang sebesar truk. Dua kakinya bergerak patah-patah, tertekuk aneh ketika melompati potongan tiang. Aku menyadari makhluk itu memiliki sayap saat mereka berdengung.

"Traxer," Caden berbisik ngeri. Dia menyentak lenganku dan membawaku lari bersamanya. Ruangan mendadak kacau dalam hitungan detik sewaktu mereka semua sadar makhluk apa itu.

Aku masih tidak percaya. Seharusnya Traxer tidak bisa masuk ke dalam gedung. Pagar-pagar di luar memiliki tegangan listrik yang tinggi ketika matahari mulai terbit. Kami memiliki dinding besi yang kokoh sebagai pintu-pintu masuk. Dan kami punya pelindung tipis tak kasat mata yang dapat menghalau mereka. Tidak ada yang bisa menembusnya. Kecuali ada yang membawa mereka masuk. Dahiku berkerut memikirkan kemungkinan itu.

Caden memanjat pipa lebih dulu, gerakannya amat cepat. Aku menyusul persis di belakangnya, sesekali memperhatikan Traxer itu bergerak semakin dekat ke tengah ruangan. Gerakannya amat pelan, tapi jika dia menggunakan sayapnya dia bisa saja menghabisi kami dalam hitungan detik. Hanya menunggu waktu sampai itu terjadi.
Aku sering mendengar apa yang bisa Traxer lakukan. Mereka memutuskan kepala-kepala manusia dan menyedotnya. Menjadikan kepala-kepala itu menyatu dengan gumpalan hitam di kepala mereka. Gigitan mereka akan membuatmu lumpuh, dan setiap sentuhan rasanya seperti sengatan. Traxer bergerak lambat dengan kaki-kaki mereka, tapi nyaris tak terhentikan jika mereka menggunakan sayapnya. Akan sulit dikalahkan jika itu terjadi. Bahkan jika hanya ada satu.

Begitu lolongan lain terdengar, aku sudah hampir sampai ke celah kecil pembuangan udara. Lucas dan yang lain pasti juga pergi lewat situ, dan sepatu Caden baru saja menghilang dari pandangan. Seluruh tempat bergoncang, membuatku nyaris kehilangan keseimbangan dan tergelincir turun. Pipa-pipa di dinding bergetar janggal, membuat beberapa orang jatuh kembali ke daratan.

Lalu tembakan beruntun terjadi.

Aku kembali memanjat pipa, kali ini lebih cepat, teriakan-teriakan anak kecil semakin lama semakin terdengar tak wajar. Seperti suara tercekik. Aku menyelinap memasuki celah dan meluncur turun. PPP sudah mengambil alih kekacauan. Kami tidak berhak ikut campur. Mereka yang mengatur. Mereka yang menjaga. Yang perlu kami lakukan hanya menjauhi semua itu dan tetap hidup. Setidaknya sampai salah satu dari kami terpilih tetesan darah.

Kutekan kedua kakiku ke masing-masing dinding yang menghimpit untuk memperlambat luncuran begitu cahaya dari bawah mulai terlihat. Caden sudah memasang kain-kain usang tepat di bawah agar kejatuhanku tidak begitu buruk. Begitu tubuhku menyentuh kain-kain itu aku segera berguling menjauh dan bangkit, memandang orang-orang yang balas menatapku dengan wajah keras.

"Para pemberontak itu keterlaluan," Caden berdecak. Dia menatap celah, memastikan apakah masih ada yang akan turun atau tidak. Aku masih bisa mendengar suara tembakan para PPP dari sini, dan beberapa kali bunyi ledakan. "Membawa Traxer masuk, itu tindakan bodoh. Mereka bisa menghancurkan seluruh tempat jika para Traxer itu secerdas yang orang-orang bicarakan."

"Dan barangkali ini baru saja awalnya," Lucas bersuara. Sama sekali tidak terdengar terkejut. "Ada empat ledakan, salah satunya memunculkan Traxer. Artinya ada empat lubang, masing-masing mungkin saja terhubung langsung keluar. Traxer punya pendengaran yang tajam. Ledakan itu akan membawa mereka mendekat."

"Itu akan menghambat Pembarisan untuk beberapa saat," kataku. Caden mengangguk.

Aku menyeringai ke arahnya. "Tapi setidaknya aku bisa melihat wujud Traxer."

Lucas tergelak. Dia memukul bahuku kasar. "Aku sudah menduga kau akan mengatakan itu! Jadi bagaimana pengalaman pertamamu melihatnya?"

"Ini juga pengalaman pertamamu, kan? Jangan bersikap seolah kau sudah lebih ahli," Lucas menanggapiku dengan seringai lebar.

"Aku sering mendengar bagaimana wujud mereka dari Kelompok Besar, kau tahu mereka takkan menceritakan hal-hal seperti itu pada Kelompok Kecil sepertimu."

"Keparat," aku berbalik memandang Caden. "Apa kau masih khawatir?"

"Tunggu saja," Caden berjalan meninggalkan ruangan.

Lucas dan aku berpandangan, lalu mengangkat bahu dan memutuskan untuk kembali bekerja. Aku masih punya dua tugas sebelum waktu tidur, memeriksa gudang penyimpanan dan memastikan semua anak sudah berada di tempat mereka seharusnya berada.

Hanya karena ada pemberontakan, bukan berarti kau dapat bersantai.

Ini sudah begitu biasa sampai-sampai ketika aku memasuki Lorong Pergantian yang penuh dengan pekerja-pekerja yang mendapat lebih banyak tugas, orang-orang tidak berbisik-bisik ribut soal Traxer atau pemberontakan, ayahku dulu sering bercerita bahwa sebelum semua malapetaka ini, manusia mempunyai sifat yang unik. Lebih peduli dan berisik. Membicarakan hal tak penting dengan wajah yang lebih ekspresif. Aku nyaris tak bisa membayangkannya. Orang-orang ini--kami semua--selalu menunjukkan wajah keras, barangkali berusaha menyembunyikan kekesalan mereka akan kebodohan para pemberontak dan seluruh dunia, kecuali beberapa yang terlalu percaya diri dan sinting, juga anak-anak. Yang kami yakini, pemberontakan tidak akan menghasilkan apa pun kecuali kerusakan dan lebih banyak pekerjaan. Pembarisan tetap akan dilaksanakan, meskipun terlambat beberapa menit.

Kunaiki tangga dua-dua, sepatuku membuat bunyi berdengung pada tangga besi sewaktu mereka bergetar. Petugas penjaga gudang barang menatapku sinis dari balik meja. Tangan-tangan keriputnya bergerak lincah membersihkan cerutu rokok. Aku mengambil dua senter dari rak tinggi, memasukkan salah satunya ke saku belakang celana lalu membuka pintu besi. Suara berderitnya membuat getaran di sekitarku. Sambil menghela napas, kulangkahkan kakiku memasuki ruangan berbau besi berkarat dan panas matahari, dan berdoa aku tidak perlu repot-repot menghitung dua kali. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top