BAB 1: Ernestine Young


Ketika aku mengangkut semua besi berkarat dari Tempat Pembuangan pagi itu, Jack baru saja terjatuh dari tumpukan sampah. Kepalanya terbentur sesuatu yang keras dan seketika itu juga--tanpa aba-aba sama sekali, meledak menjadi serpihan kecil. Inilah yang terjadi ketika kau berkerja di Tempat Pembuangan, memungut segala macam barang yang terlihat masih bisa digunakan di pagi buta sebelum matahari mulai bersinar terik dan menghanguskan kulitmu. Menyaksikan sahabatmu mati dengan menggenaskan bukanlah sesuatu yang baru. Walaupun aku cukup yakin sepertinya aku sedikit terlonjak ketika melihatnya. Bukan hanya karena Jack adalah satu-satunya temanku, tapi karena saat itu aku berpikir; malam ini Jack berjanji untuk menggantikan posisinya denganku pada acara Pembarisan.

Bukan salahku karena berpikir begitu. Masalahnya adalah sudah hampir dua bulan aku berada di posisi yang sama, dan Darah Penentuan sering kali mengarah ke tempat di mana orang-orangnya tidak berganti tempat. Ini sudah menjadi seperti tradisi. Semua orang tahu cara mainnya. Tapi tidak di Kelompok Kecil kami, yang ditempatkan di Deret Teratas. Setidaknya kami baru boleh berganti posisi setelah empat bulan, kecuali kau punya orang-orang terdekat yang berani mengambil risiko untuk melanggar peraturan. Dan satu-satunya orang yang kutahu sangat berani mengambil risiko sekarang sudah meledakkan kepalanya.

"Bawa tubuhnya!" Leah berlari membelah kerumunan, meneriakkan perintah begini dan begitu pada Kelompok Besar. Aku memutuskan untuk mempercepat pekerjaanku, matahari akan terbit sebentar lagi dan kami harus segera kembali ke Gedung Putih dengan sebanyak mungkin barang.

"Kau tahu kau tidak perlu bertampang menyebalkan seperti itu, Ernestine," seseorang menepuk pundakku. Ketika aku berbalik, senyum menjengkelkan Grabe menyambutku, seolah aku butuh saja senyum seperti itu di saat-saat seperti ini.

Ketika menatapnya, aku berusaha sebaik mungkin menunjukkan ekpresi ceria. "Oh hai Grabe, kudengar Leah tidak mengizinkanmu pergi ke Deret Tengah malam ini. Sayang sekali, padahal setahuku kau sudah mencapai limit," aku berkacak pinggang, memutar rokok di mulutku dengan gaya menantang. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan melihat wajah Grabe yang memucat karena kesal. Sudah lebih dari dua minggu dia telah mencapai limit; sebuah ukuran yang hanya para PPP berikan agar kau bisa berpindah tempat tinggal. Grabe sudah mencapai angka seribu kali bekerja di luar gedung, dan lima puluh kali membantu Leah menghancurkan sarang hidup Traxer. Dia seharusnya sudah lebih layak dari siapapun untuk pindah. Kenyataan bahwa PPP tidak segera memanggilnya pasti membuatnya kesal.

"Bukan urusanmu," Grabe menyipitkan matanya padaku. "Dengar, aku mau saja bertukar tempat denganmu malam ini. Leah akan berpatroli di Deret Tengah, jadi kemungkinan besar selama Pembarisan berlangsung dia tidak akan memperhatikan."

"Dan membuatku berhutang padamu? Tidak terima kasih, aku cukup yakin keberuntunganku sedang bagus," aku memindahkan besi berkarat ke bahuku dan tersenyum minta maaf--setidaknya aku mencoba. "Maaf saja, Grabe. Tapi aku tidak bodoh, aku masih ingat kejadian bulan lalu. Timy dari Barat, jangan bilang kau sudah lupa," lalu aku melenggang pergi, mengabaikan usaha Grabe membujukku untuk kesekian kalinya.

Beberapa saat kemudian, aku sudah menumpuk besi berkarat di atas truk tua, siap mendaur ulangnya menjadi sesuatu yang baru. Tidak banyak yang bisa kau lakukan di keadaan seperti ini, di mana sudah banyak tempat yang ditinggalkan dan populasi manusia menurun drastis. Padang tandus dan sarang-sarang besar tempat para monster berkembang biak mendominasi hampir semua tempat, menyudutkan kami ke satu titik yang paling aman. Pantai.

Setidaknya itulah yang kami tahu selama ini.

"Ern, kau sudah selesai di atas sana?" suara Leah terdengar. Aku menegakkan tubuh dan memandangnya dari atas truk. "Yeah, sempurna."

Dia mengangguk. Bekas luka memanjang di pipinya berubah bentuk. Dari atas sini, tubuh kekarnya terlihat kecil. Aku mengenal Leah sejak kami masih berada di bangsal anak nomor dua puluh, sewaktu bangsal itu masih ada. Sekarang, karena alasan yang tidak jelas, bangsal itu ditutup. Dan aku hampir tidak ingat kapan aku bisa tidak canggung padanya. "Bagus. Kalau begitu kau bisa kembali, dan panggilkan beberapa anggota Kelompok Sedang dari Deret Teratas. Mereka harus tahu bagaimana rasanya sengatan matahari."

Aku mengangguk kaku, melompat dari atas truk dan segera masuk ke kursi pengemudi. Setelah tersenyum singkat pada Leah, aku pergi. Meninggalkan suara berdecit mobil dan kepulan asap mengerikan di udara.

Butuh setengah jam untuk sampai di Gedung Putih. Dengan jalanan berlubang bekas ledakan bom dan sarang-sarang para Traxer, serta reruntuhan gedung tua yang terlihat mengancam, semuanya tidaklah semudah yang kau bayangkan. Waktu setengah jam sebenarnya tidaklah cukup. Tapi peraturannya memang begitu. Katakan saja semua peraturan terdengar menyebalkan dan berguna di saat yang bersamaan.

Angin menerbangkan kuncir kudaku, bau apak dan sesuatu yang busuk tercium begitu aku melewati bekas sarang Traxer. Gundukan segilima besar yang bertumpukan membentuk kerucut aneh atau bintang dengan sisi yang sama sekali tidak simetris, berpendar dengan warnah kecoklatan. Beberapa runtuh dan mengeluarkan lendir semerah darah, menetes perlahan dan membuat cekukangan berasap pada tanah. Jaring-jaring lengket berterbangan dari setiap celah, seperti tirai yang terkoyak. Aku melirik semua pemandangan itu selama beberapa saat, menebak bagaimana cara mereka membangunnya. Seumur hidupku aku tidak pernah melihat apa yang banyak orang sebut sebagai Traxer. Kami tidak boleh menjelajah. Atau keluar di siang hari, waktu di mana Traxer berkeliaran secara bebas.

Begitu menuruni jalan berbatu dan jembatan runtuh, aku sampai di Gedung Putih. Sebuah bangunan besar berdinding baja dengan celah-celah sempit di beberapa tempat. Di balik pagar pembatas berkawat dan berduri tajam. Aku berhenti sejenak di depan pagar bertuliskan: HUMAN AREA, mendengarkan suara interkom berkeresak dan suara klik yang meninggalkan jejak dengungan aneh.

"Nama dan bagian?" suara serak seorang pria terdengar dari spiker kecil yang tergantung miring di bagian atas pagar.

"Ernestine Young. Deret Teratas Kelompok Kecil."

"Deteksi suara diterima. Pintu terbuka dalam beberapa detik." Dengungan lagi. Derak katrol yang berputar. Kemudian pagar itu terangkat membuka, bersamaan dengan pintu bercorak paling gelap di sudut, yang setiap sisinya sudah berkarat. Aku menjalankan truk tepat ke sana.

Aku bisa melihat cahaya remang-remang dan beberapa orang yang menyingkir dari jalan di dalam gedung. PPP sedang berpatroli, lagi. Ini adalah yang ketiga kalinya. Pengetesan darah dan keahlian sedang diperiksa kembali. Aku mendengar dua malam lalu, kekacauan terjadi di Deret Tengah. Menyebabkan seorang pria besar tewas. Seseorang yang cukup penting sampai PPP membutuhkan pengganti.

Aku melihat Caden berlari mendekat sewaktu dia melihatku. "Yo, Ern. Kau kembali lebih awal, kali ini apa yang Leah minta?" aku mematikan mesin setelah memarkirkannya di sudut, tempat beberapa truk cadangan tak terpakai teronggok bagai rongsokan. Caden membantuku turun.

"Beberapa anak dari Kelompok Sedang. Terdengar seperti Leah ingin menghukum mereka," aku menepuk lututku, menatap sekitar dan memanggil beberapa Kelompok Besar untuk mengangkut barang ke gudang pendauran. Mereka membuat kekacauan ketika menyeberang dari sisi lain, menyebabkan beberapa anak terjatuh. Suara tawa mereka begitu keras, dan sejenak aku berharap, PPP merasa terganggu dan menembak mereka.

Aku kembali menatap Caden ketika dia bicara. "Aku dengar ada keributan kemarin malam. Masalah Pembarisan, Scott Si Tanpa Otak mulai mendeklarasikan ketidaksetujuan ritual. Dia mati di tempat," Caden tersenyum geli, dia mengangkat bahu dengan gaya tidak peduli. "yeah, tapi memang itulah masalahnya. Tidak ada yang suka teror mematikan, benarkan?"

Aku tertawa tanpa humor. "Aye. Kau bisa menyuarakan protesmu pada PPP jika kau mau cepat mati. Sampai jumpa nanti siang Caden. Aku akan datang ke tempatmu."

Caden mengangguk. "Jangan terlalu memaksakan diri, gadis muda. Kau sudah hampir mencapai limit."

"Butuh tiga ratus hari sampai aku benar-benar mencapai limit, sok pintar."

Caden tertawa, dia menepuk kepalaku dan melambai pergi.

Aku menatap ke seberang ruangan, di mana PPP berbaris dengan seragam biru tua yang norak. Wajah mereka tertutup kaca helm hitam yang memantulkan cahaya lampu penerangan. Barisan panjang anak-anak berusia tidak lebih dari sepuluh tahun mengantre menunggu giliran pengecekan. Pakaian mereka seperti kebanyakan anak dari Kelompok Kecil di Deret Teratas, lusuh dan berlubang. Seorang gadis kecil melambai padaku dan tersenyum dari dalam barisan. Aku mengangguk kepadanya, meniupkan asap rokok ke udara dan berjalan melintasi deretan rak berisi barang setengah jadi. Aku harus menyampaikan pesan untuk Kelompok Sedang sebelum matahari terbit.

Bukan karena alasan khusus kami semua dibagi menjadi beberapa kelompok. Menurut PPP akan lebih mudah mengatur Pembarisan jika kami disesuaikan menurut umur. Kelompok Kecil hanya untuk mereka yang berumur di bawah tujuh belas tahun. Kelompok Sedang adalah mereka yang berusia tidak lebih dari 25 tahun. Dan kelompok Besar adalah sisanya. Kecuali kau memiliki kelebihan khusus dalam bidang apa pun. PPP akan menempatkanmu dijajaran atas, membantu melakukan tugas-tugas penuh tanggung jawab dan berdisiplin tegas. Dua kata dariku; omong kosong. Sistem bergerak tanpa pendisiplinan. Hanya mereka yang pintar berbicara dan pandai mengintimidasilah yang mendapat keberuntungan. Atau mungkin, mereka yang cinta kekuasaan.

Begitulah keadaannya.

Aku berbelok di sudut, memasuki area luas tempat kami biasanya berlatih. Bela diri, kebugaran, atau apa pun. Tidak ada yang spesifik. Jika kau tinggal di Deret Terbawah, kau mungkin lebih beruntung. Aku pernah dengar ada fasilitas khusus untuk latihan kemiliteran di sana. Aku hanya tidak tahu mengapa kami berbeda. Mungkin karena tingkat kematian kami setiap bulannya lebih besar dibandingkan mereka yang berada di Deret Terbawah sehingga PPP tidak repot-repot memberikan fasilitas mewah bertenaga canggih untuk kami. Atau karena orang-orang di Deret Terbawah seperti yang banyak orang ceritakan, mereka berotak cerdas, bermata biru seperti kristal es musim dingin, dan mereka terlalu berharga untuk mati. Apa pun itu aku sudah tidak peduli sejak lama. Kau sudah beruntung jika kau hidup. Jangan berharap terlalu berlebihan. Tidak akan membuatmu lebih baik.

Semua orang sedang sibuk bermain kartu ketika aku tiba. Bahkan tidak ada yang menyadari kehadiranku. Dengan santai aku berjalan ke sudut ruangan, dan menendang tong sampah kosong di sana. Efek suara yang dihasilkan tidak cukup buruk, gemanya memantul selama beberapa detik dan membuat mereka semua menatapku dengan salah satu alis terangkat.

"Hai Ern, aku tahu kau lelah, tapi bukankah itu terlalu berlebihan?" Lucas melempar kartunya ke tengah meja. Tertawa sambil meneriakkan umpatan bahagia. "Aku menang lagi, kawan-kawan! Sudah kubilang, akulah rajanya."

"Yeah, kau rajanya," aku mematikan rokok. "Sampai kau mendengar ini tentunya. Leah menginginkan kalian ke Tempat Pembuangan."

Erangan kecewa mereka membuatku tersenyum. Senyum lebar Lucas perlahan menghilang. "Ayo, tunggu apalagi? Aku yakin sekali kalian tidak ingin terbakar matahari lebih dari lima menit," aku tertawa, membaringkan tubuhku di atas sofa rusak sambil mendengarkan gerutuan Lucas saat dia beranjak pergi.

"Kau akan lihat balasannya, Sayang."

"Aku akan menunggumu sampai kau kembali," aku melambai ke arah Lucas, yang terus menggerutu dan membuat gerakan mengancam khusus padaku sambil merangkul pria botak yang tidak beruntung. Ketika mereka semua sudah lenyap dari pandangan, dan setelah aku memastikan tidak ada seorang pun di ruangan itu, aku bangkit berdiri. Berlari-lari kecil ke arah lubang sempit tempat kami membuang limbah pabrik. Lubang itu nyaris penuh dengan lendir hitam, dan baunya tidak lebih buruk dari karet mentah. Kerak lumut menjijikkan berkumpul di tempat-tempat paling basah.

Aku melongo ke bawah, menatap pada kegelapan tak berujung. Lalu, dengan hati-hati, aku masuk ke lubang itu, dan mulai merayap naik. Aku sudah melakukan ini cukup sering, sehingga tidak butuh waktu lama untuk menyusuri pipa itu naik ke atas. Melewati pabrik mesin yang selalu berdengung seperti kumpulan lebah, kamar mandi bersama dengan tetesan air sebesar jari kelingking, dan area makan. Pada waktu-waktu seperti ini, tempat itu selalu ramai. Beberapa kali tanganku tergelincir, atau kaki-kakiku tidak cukup kuat menempel pada sisi pipa sehingga aku meluncur turun kembali. Tapi itu sudah biasa. Caden yang ahli memanjat pun terkadang begitu. Lendir hitam mempersulit segalanya.

Ketika suara debur ombak mulai terdengar samar, aku tersenyum, mempercepat pergerakanku seperti kadal. Dan beberapa menit kemudian, aku bisa melihat laut lepas kemerahan, terbentang tanpa ujung dengan kilauannya. Angin membawa aroma laut dan amis darah ke hidungku, menerbangkan helaian rambut merah dari pipiku dan masuk melalui pipa. Aku menatap langit sedetik lebih lama, memperhatikan bagaimana warna mulai bergradasi dengan cepat. Warna hitam mencekam berubah menjadi putih terang menyakitkan. Dan udara panas perlahan membakar besi-besi tua yang terlalu berkarat dan tidak berguna menjadi abu kering di bibir pantai.

Semua orang tahu cahaya matahari adalah musuh. Tapi terkadang aku membayangkan, berapa lama kami bisa bertahan di bawah terik matahari jika gedung ini hancur akibat ombak.

Aku masih berpegangan pada sisi luar pipa sewaktu cahaya matahari pertama menyentuh kulitku, meninggalkan rasa panas membakar di sana. Kemudian aku memejamkan mata, dan menjulurkan kepalaku ke luar.

Di tengah suara debur ombak yang semakin menggila, serta hembusan angin kencang yang menderu, aku berbisik, dengan senyum lebar di wajahku.

"Aku berhasil hidup satu hari lagi."

[A/N; idk if should doing this, u know, some explanations? Kupakai teknis menulis perlahan, tbh. Jelasin perlahan, or some shits like that. So pasti bingung sama Deret Teratas, Tengah dan Bawah. Bayangin aja distrik ya sayang-sayangku, pembagian wilayah. Selebihnya ada di chapter2 selanjutnya X))]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top