Bab Sembilan

Rabu

"Kemarin gue sempat menggenggam loncengnya!" ucap Jenna.

"Elu melakukannya?" tanya Raul.

Jenna mengangguk. "Gue melihat sesuatu yang jatuh dari lonceng itu. Lalu gue segera berlari dan pulang."

Dea hanya diam mendengar cerita Jenna. Sedangkan, Raul terus bertanya-tanya.

Gue tahu elo bohong, Jen, batin Dea.

***

"Joy!" panggil Rama.

"Kenapa?" tanya Joy.

"Yang rapat ming--" Rama terkejut melihat tangan Joy. "Apaan tuh?"

"Ini gelang," Joy mengangkat tangan kanannya.

"Terlihat mahal. Emas?" tanya Rama.

Joy tertawa. "Kau peka banget ya soal bahan."

"Itu sangat mencolok, Joy. Lebih baik disimpan," ucap Rama.

"Enggak lah. Ini plastik. Aku mana bisa beli emas. Keluargaku saja terlilit hutang," jawab Joy.

***

"Kak Kate!" teriak Dea ketika melihat Kate.

Kate menoleh. "Hm?"

"Ada yang ingin aku beritahu. Semoga saja aku tidak memberitahu ke orang yang salah," ucap Dea.

"Tentang?"

"Kak Joy."

Ekspresi Kate langsung menjadi serius. "Ayo bicara di ruang MOS."

***

"Ah, begitu. Rapat minggu depan akan membahas apa?" tanya Rama kembali ke topik.

"Sudah tidak ada rapat lagi untuk beberapa bulan ke depan," jawab Joy. "Kita akan rapat lagi untuk menentukan anggota OSIS yang baru."

"Oh, baiklah."

"Ehm, Ram."

"Kenapa?"

"Bisa tolong gantikan aku besok? Aku harus pergi," ucap Joy.

"Maksudnya menggantikanmu memimpin Pertemuan Kamis?" tanya Rama memastikan.

"Iya," Joy mengangguk. "Aku mempercayaimu."

Rama hanya mengangguk. Kemudian, ia segera keluar dari ruang OSIS.

Joy hanya duduk di depan salah satu komputer. Ia menyeringai.

***

"Sebenarnya aku nakal," ucap Dea memulai pembicaraan.

Kate hanya bisa mengerutkan dahi. "Kenapa?"

"Aku menaruh perekam suara di ruang OSIS kemarin," ucap Dea yang membuat Kate terkejut. "Sudah kuduga kau akan terkejut."

"Pembicaraan OSIS itu sangat privasi!" bentak Kate.

"Tidak. Aku tidak merekam saat kalian membahas sesuatu. Tetapi, aku merekamnya ketika pulang sekolah," jawab Dea.

"Biasanya hanya Joy yang betah di sekolah ketika sudah pulang," kata Kate.

Dea mengambil sesuatu di saku roknya. "Kau membawa ponsel?"

"Bawa." Kate menyerahkan ponselnya kepada Dea.

Dea membuka tutup ponsel Kate. Ia memasukkan kartu SD ke ponsel milik Kate. Setelah itu, Kate langsung menyalakan ponselnya. Ia membuka file yang terdapat di kartu SD itu. Mereka berdua duduk, mendengar rekaman suara itu bersama.

"Hanya kau dan aku yang tau tentang isi komputer ini. Kamu bisa dipercaya, kan?"

"Aku akan merahasiakannya."

"Aku melihat kau berada di ruang musik. Sebenarnya ruang musik itu belum dibuat lubang udara. Yang diperintahkan Cornelly itu sama sekali belum dilakukan oleh pihak sekolah. Mereka menganggapnya sebagai lelucon. Aku pun begitu."

"Pantas saja kau bisa tau saat aku menghampiri lonceng kemarin."

"Itu beda hal."

Terdengar suara tertawa yang singkat.

"Salah satu keramik di depan ruang BK itu kupasang kamera khusus. Kamera yang hanya bisa merekam kaki seseorang yang ingin menyentuh lonceng. Kamera itu terhubung dengan aplikasi di ponselku."

"Apa kau berada di sekolah seharian? Mengapa kau belum pulang jam segini?"

"Untuk berjaga-jaga jika ada orang sepertimu."

"Apa kau berada di ruang OSIS dari tadi?"

"Iya, dan membaca ulang buku ini setiap hari. Untuk menghapalnya."

"Apa kakak tidak mencoba untuk menyelidiki kasusnya?"

"Aku juga selalu berusaha, kan?"

"Aku penasaran dengan lonceng."

"Kau ingin mencoba menyentuh lonceng? Ayo ikut aku."

Kate mengerjapkan matanya berkali-kali. Dea juga terlihat sangat terkejut.

"Kau belum mendengar rekaman ini sebelumnya? Mengapa kau terkejut seperti itu?" tanya Kate.

"Belum. Aku hanya memotongnya. Kau tau, akan ada grafik nada yang ditunjukkan oleh file itu. Aku membuang grafik yang hanya seperti garis. Aslinya, durasi rekaman ini mencapai sepuluh jam lebih," jelas Dea.

"Jadi kemarin mereka mencoba menyentuhnya?" Kate berdiri.

"Tetapi mereka baik-baik saja," ucap Dea. "Tadi juga Jenna bercerita jika ia kemarin menggenggam lonceng itu. Lalu ada sesuatu yang jatuh. Ia langsung berlari setelahnya."

"Siswa yang dulu hilang—Vera—ia juga melihat ada sesuatu yang keluar dari lonceng itu," jawab Kate.

"Tapi kita gak bisa percaya Jenna begitu aja kan?" tanya Dea. "Aku yang sahabatnya saja tidak percaya sama sekali."

"Tunggu sebentar." Suara Kate menjadi serius. Sepertinya ia sadar akan sesuatu.

"Kenapa?"

Kate langsung menarik tangan Dea dan membawanya keluar dari ruangan MOS. Kate juga tidak lupa untuk menguncinya.

"Bicarakan ini di toilet saja," bisik Kate lalu membawa Dea menuju toilet.

Setelah sampai di toilet, Kate dan Dea masuk ke bagian ruang ganti.

"Kenapa harus di sini?" tanya Dea.

"Dari tadi kau gak sadar? Di ruang MOS juga terdapat CCTV!" ucap Kate.

"Lalu kenapa?"

"Tentu saja Joy bisa melihat dan mendengar pembicaraan kita! Ia biasanya berada di ruang OSIS saat istirahat," jawab Kate.

Dea hanya diam. Ia tidak tahu harus berkata apa.

"Jika ia mengetahui bahwa kau memasang perekam suara di sana, bisa-bisa kita tidak bisa mendapat informasi lagi," lanjut Kate.

"Memangnya CCTV terhubung dengan komputer di ruang OSIS?" tanya Dea.

"Kau sangat lama mengambil kesimpulan ya? Coba kau dengar ulang perkataan Joy. Ia bisa mengetahui bahwa Jenna ada di ruang musik. Mereka juga membicarakan komputer yang selalu dikunci oleh Joy," ucap Kate.

"Apa itu artinya CCTV?" tanya Dea.

"Sudahlah. Pokoknya kita sudah melakukan kesalahan fatal. Joy pasti sudah mengetahui bahwa kita membicarakannya." Kate membuka kenop pintu ruang ganti lalu kembali ke kelasnya.

Dea memang sulit untuk mencerna kata-kata. Ia sulit diandalkan. Beberapa detik kemudian, Dea berjalan kembali ke kelasnya.

***

"Ya, kau memang menerima beasiswa. Tetapi tidak full. Mengerti?"

"Apa?!"

"Kau harus tetap membayar uang bulanan. Seperti murid lainnya. Yah, hanya saja lebih sedikit."

"Saya lulusan terbaik di sekolah!" ucap Joy sedikit berteriak.

"Mengapa tidak menerimanya sih? Uang bulananmu dipotong lima puluh persen. Bukankah itu banyak?"

"Bagaimana bisa? Saya hidup di keluarga miskin. Terlilit hutang di mana-mana. Kau pikir untuk apa aku mengambil beasiswa ini?"

Pria itu melipat tangannya di depan dada. "Bisa sih, beasiswa full... tentu saja ada syaratnya."

"Apa?"

"Kau harus jadi ketua OSIS di tahun pelajaran berikutnya." Pria itu menatap mata Joy. "Dan harus bisa memikul beban yang berat."

======

14-07-2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top