Bab Dua Puluh Tujuh

Jumat

Anggota OSIS berkumpul di Ruang OSIS sepulang sekolah tanpa sepengetahuan Jenna. Mereka juga menyuruh Kate untuk ikut berkumpul. Mereka sepakat untuk berjalan bersama menuju cafe.

Setelah Kate memberitahu bahwa di Ruang OSIS terdapat CCTV, sekarang para anggota menghindari ruangan itu.

Di Ruang OSIS hanya terdapat Rick dan Rama. Jadwal pulang kelas X dan XII memang tidak tentu saat hari Jumat. Kelas XI memang merupakan tingkat paling nyaman di mana tidak ada tugas yang berlebihan.

"Rama~ main yuk~"

"Serem, bego, Rick," jawab Rama.

"Apaan? Kok lu tiba-tiba ngatain gue?" tanya Rick yang baru menoleh ke arah Rama.

"Hah?!" tanya Rama terkejut. "Bukan lu yang ngomong?"

"Ngomong apaan? Gue aja lagi asik baca komik," jawab Rick lalu kembali membaca komiknya.

"Terus tadi yang ngomong siapa?" gumam Rama.

"Canda, Ram!" tawa Rick meledak. "Ketakutan amat lo! Kan ada gue di sini."

Rama segera menjitak kening Rick. "Jantung gue hampir copot tau gak!"

"Kalo gue cek X-ray terus tulang tengkorak gue melesek, tanggung jawab lo!"

Beberapa menit kemudian, Dion dan Shena masuk ke Ruang OSIS disusul dengan Kate. Sekarang semuanya sudah berkumpul. Mereka sengaja tidak memberitahu Jenna. Lagipula, Jenna juga akan tahu melalui CCTV.

Tok ... tok ... tok ...

Seisi Ruang OSIS membeku dan saling bertukar pandang.

"Sudah datang semua, kan?" tanya Kate.

"Tidak ada yang memberitahu Jenna tentang ini, kan?" tanya Rick.

"Sudah lengkap. Tidak ada," Rama menjawab semua pertanyaan.

"Apa ada legenda tentang ketukan pintu?" tanya Shena.

"Setau gue gak ada," jawab Rick.

"Siapa tau legenda baru," tebak Rama.

Tok ... tok ...

"Yang berani buka pintu, gue traktir di cafe ntar!" ucap Rick.

Sebelum ada yang menerima tawaran Rick, pintu itu sudah terbuka sendiri. Beberapa detik kemudian, terlihat sosok laki-laki dan perempuan.

"Permisi, aku Dea dan dia Raul," ucap Dea lalu menunjuk laki-laki yang di sebelahnya. "Jenna tidak masuk sekolah hari ini."

"Dea dan Raul? Kalian bukan OSIS, kan? Ah, gue pernah dengar kalo kalian berdua adalah teman baik Jenna," ucap Rama.

Dea dan Kate yang sudah pernah bekerja sama itu pun saling melempar senyum.

"Iya, Kak Rama. Kami memang teman baik Jenna. Tetapi, itu dulu. Tingkah Jenna aneh setelah bertemu dengan Kak Joy. Dia pun mengabaikan kami berdua," jelas Dea. "Aku dengar hari ini para anggota OSIS berkumpul. Melihat kesempatan ini pun aku segera mengajak Raul ke sini. Bolehkah kami ikut rapat?"

"Sebenarnya kami tidak rapat. Hanya berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu," jawab Rick.

"Yah, apapun itu. Kami boleh ikut? Kurasa, kami bisa membantu kalian. Tentang Jenna, kan?" tebak Dea. "Kami tau banyak tentang Jenna."

"Woah! Pengkhianat, ya?" tanya Rama.

Dea mengangguk. "Ia sudah lebih dulu berkhianat."

***

*Drrrrt* *Drrrrt*

Ponsel Jenna bergetar tanda ada panggilan masuk. Ia pun segera meraih ponselnya dan menerima panggilan tersebut.

"Halo, Joy."

[Apa kau mengikuti apa kataku kemarin?]

"Iya, aku tidak masuk sekolah hari ini."

[Bagus. Mungkin sekarang mereka sedang membicarakanmu di suatu tempat. Aku rasa, di tempat yang sama seperti kemarin.]

"Aku rasa juga begitu. Sekarang, apa yang harus kulakukan?"

[Ah! Aku melihat Kate berjalan ke Ruang OSIS.]

"Kau ada di mana sekarang?"

[Di dalam kelas, sedang piket. Kau tau, kelasku berada tidak jauh dari Ruang OSIS. Aku baru saja melihat Kate melewati kelasku. Ke mana lagi Kate berjalan selain ke sana?]

"Kenapa Kate harus ikut campur, sih? Menyusahkan."

[Di mana ada kesalahan, pasti ada yang ingin membenarkannya. Tetapi, bukan berarti yang salah selalu salah, kan? Kita bisa membalikkan keadaan. Ayo pertahankan sampai tahun depan.]

"Tapi ini satu melawan lima orang. Aku tidak bisa."

[Aku ingin membantumu. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya.]

"Kenapa terdengar seperti kau tidak ingin membantuku?"

[Hahaha bicara apa, sih? Tentu saja aku ingin membantumu. Tetapi, aku tidak tahu caranya. Jika aku datang bersamamu seperti Kate yang datang ke mereka, maka kau akan langsung dicurigai.]

"Bukankah Kate dulu pernah dicurigai juga? Tetapi sekarang, semuanya berpihak padanya."

[Itu karena dia cerdas.]

"Maksudmu, aku tidak cerdas?"

[Ya? Hahahaha, mungkin?]

"Kau bercanda, kan?"

[Apakah terdengar seperti candaan?]

"Iya."

[Bagimu itu candaan. Bagiku, itu kenyataan. Aku tidak salah memilih orang tahun ini.]

"Hah?! Apa maksudmu? Kenyataan? Kenyataan bahwa aku tidak cerdas? Apa maksudnya tidak salah memilih orang? Bukankah seharusnya kau salah memilihnya? Kau harus mencari yang cerdas, kan?"

[Hahaha. Jenna! Aku bercanda sedari tadi. Janganlah berburuk sangka padaku, oke? Kau lebih cerdas daripada Kate. Masuk sekolah pada hari Senin. Sepertinya mereka akan menyelidikimu. Aku akan membantumu, tenang saja.]

"Ahaha. Terima kasih, Joy."

[Ingatlah bahwa aku satu-satunya murid yang menerima beasiswa.]

"Iya, iya. Aku sudah tau itu."

Call has ended.

Aneh, aku tidak mengerti perkataannya sama sekali. Ah, biarlah. Yang terpenting adalah aku sudah tenang saat masuk sekolah hari Senin. Joy akan membantuku, batin Jenna.

***

"Bagaimana jika kita sampaikan pada Jenna jika hari Senin ada rapat?" tanya Rick.

"Hei, baru kemarin kita rapat. Lagipula, dia sepertinya belum berani masuk sekolah," kata Dion.

"Gue rasa, dia masuk sekolah hari Senin," ucap Kate.

"Gue sampaikan dulu ya," ucap Rick lalu mengambil ponselnya.

Rick: Jen, senin ada rapat plg skolah jgn lupa

Jenna: oke

"Dia sudah bilang oke," lanjut Rick.

"Aku selalu berpikir, mengapa Jenna mengabaikan kita berdua," ucap Dea.

"Iya. Dia selalu saja pergi saat kita menghampirinya," tambah Raul.

"Awalnya, maaf, aku menyalahkan OSIS seperti kalian. Tetapi, lama-kelamaan, aku sadar jika penyebabnya adalah si Iblis Joy itu," ucap Dea.

"Wow! Kalian membenci Joy juga?" tanya Kate. "Pasti kalian anak didik gue!"

Raul tertawa. "Hei, Dea, lu masih nyimpen rekaman suaranya?"

Kate mengerutkan dahinya. "Rekaman suara? Yang waktu itu lu kasih ke gue?"

Dea mengangguk lalu memutar rekaman suara itu—rekaman yang membongkar semua tentang Joy dan Jenna.

"Sudah gue bilang, kan, waktu itu? Jenna tidak mau mengakui bahwa dia telah menyentuh loncengnya. Dia benar-benar seorang pembohong," ucap Shena.

"Lu udah mikirin rencananya, Kate?" tanya Rick.

Kate mengangguk. "Tolong simak baik-baik rencananya."

Seluruh anggota mendengarkan pengarahan dari Kate. Otak Kate memang sangat cerdas. Ia bisa mengemas seluruhnya dengan baik.

"Pertama, kita tidak usah cari topik. Kita langsung mulai saja dengan menuduh bahwa pelakunya ada di sekolah. Mungkin kita bisa meng-kambing-hitam-kan para guru.

"Kedua, salah satu dari kalian, buatlah ekspresi tertarik dengan guru. Seperti berpikir juga bahwa guru adalah pelakunya. Bicaralah seakan-akan kalian berpihak pada Jenna. Ikutilah apa yang Jenna katakan.

"Ketiga, perlahan-lahan, kita tuduh Jenna. Melalui satu per satu kalimat, buatlah ia merasa tersindir. Jangan langsung mengumpat. Kalian bisa membicarakannya dengan halus.

"Keempat, jika tiga langkah sebelumnya berhasil, Jenna mungkin akan merasa jika dirinya difitnah oleh kalian. Dengan ini, kalian bisa memojokkannya. Segera berikan dia kalimat tuduhan yang bertubi-tubi. Ia akan tidak berdaya. Dengan itu, dia akan mengakui segalanya."

======

25-12-2017

Merry Christmas semuaa!!🎅🎅🎅

Ini christmas gift dari aku ya wehehe. Kali ini aku gak omdo loh. Ini beneran update wkwk.

Btw, Bloody Bell akan tamat satu bab lagi hahaha.

Siap untuk plot-twist?

-Ines

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top