Bab Dua Puluh Empat

Kamis (Hari Rabu dilewati karena tidak ada kejadian penting)

Rick masih teringat kejadian kemarin lusa. Semakin ia berpikir, semakin ia mendapatkan kesimpulan. Mungkin legenda itu hanyalah fiktif. Legenda hanya sebatas legenda, bukan?

"Rick?" panggil Jenna saat bertemu di kantin.

"Ah? Halo, Jen," balas Rick.

"Ada apa?" tanya Jenna setelah melihat wajah murung Rick.

"Sejak kemarin, pikiran gue kacau," jawab Rick.

Jenna memberikan segelas teh manis yang ia beli kepada Rick. "Minumlah."

"Terima kasih." Rick menerima teh pemberian Jenna.

"Kalo udah selesai minum, tolong ke gudang ya. Gue butuh bantuan," ucap Jenna lalu pergi meninggalkan Rick.

Rick mengangguk lalu menghabiskan teh manisnya.

***

Rick berjalan menuju gudang sesuai permintaan Jenna. Ia langsung membuka pintu gudang tanpa mengetuk terlebih dahulu. Lagipula, siapa yang mau berada di dalam gudang?

Lampu gudang menyala. Mungkin ada orang di sini. Rick melihat sekeliling ruangan dan mendapati Jenna sedang memindahkan beberapa barang.

"Jenna, gue bantu apa?" tanya Rick langsung.

"Tolong bawa kardus yang ini ke Ruang OSIS, ya," ucap Jenna. "Jangan dibuka, jangan dibanting, jangan ditendang."

"Oke."

Rick pun menjalani perintah Jenna. Awalnya, ia merasa biasa saja. Tidak ada yang aneh. Tetapi lama-kelamaan, ia curiga karena berat kardus itu seakan bertambah. Rick mengabaikan kata-kata Jenna. Tangannya sudah tidak kuat untuk membawa. Ia pun menendang kardus  itu.

Astaga, ini berat sekali. Padahal aku sudah menendangnya. Kakiku seakan mati rasa, batin Rick.

Tiba-tiba, Rick merasa ada yang berbeda. Kardus itu seakan terkena air. Warnanya makin gelap dan teksturnya lunak. Rick berhenti sebentar lalu berlutut untuk memeriksa kardus tersebut. Ia memiringkan kardus itu dengan susah payah.

Yang bisa dilakukan Rick setelahnya hanyalah diam mematung, menatap bagian bawah kardus yang mengeluarkan cairan berwarna merah—darah.

Rick refleks melepaskan genggaman tangannya dari kardus tersebut. Mana mungkin bisa darah keluar dari kardus? Apa itu karena ia mengabaikan perintah Jenna?

Rick menoleh ke jalanan di belakangnya. Penuh dengan bercak merah. Jika ada kasus pembunuhan yang sedang terjadi, Rick bisa saja dituduh sebagai pelakunya.

Jadi ... Jenna sedang menjebakku? tanya Rick pada dirinya sendiri.

Rick pun menganggap segala yang ia lihat tadi sebagai angin lewat. Dengan langkah besar, ia mengangkat kardus itu menuju Ruang OSIS—berharap ada anggota OSIS yang lain di sana. Ia tidak peduli seberapa berat kardus itu sekarang. Mau sampai tangannya patah pun, ia sudah tidak peduli.

Sesampainya di Ruang OSIS, Rick langsung membanting kardus itu ke lantai. Oke. Rick sudah mengabaikan dua perintah Jenna. Pertama, ia menendang kardus itu. Kedua, ia membanting kardus itu.

"Rick? Kenapa lu tiba-tiba banting barang?" tanya Shena yang terkejut dengan kedatangan Rick.

"Tisu ... air ..."

"Sebentar, Rick. Astaga. Lu kayak abis liat penampakan tau, gak?" Shena segera mengambil tisu dan segelas air untuk Rick.

Rama yang sedang sibuk mencatat itu pun ikut menoleh ke arah Rick. "Gue kira banting apaan. Kardus, toh."

"Diam, Ram. Gue capek banget." Rick berusaha menyandarkan punggungnya di salah satu sisi dinding lalu meminum air.

Beberapa saat kemudian, Jenna datang dengan membawa tumpukan kardus. Ia langsung panik saat melihat keadaan Rick.

"Rick? Lu gak apa-apa?" tanya Jenna setelah meletakkan barang bawaannya di lantai.

"Dasar gila!" teriak Rick tepat di depan wajah Jenna.

Jenna terkejut bukan main saat mendapat hinaan itu dari Rick. Shena dan Rama pun hanya bisa saling tatap.

"Apa-apaan? Gue nanyain keadaan lu tapi lo malah bi--"

"Kenapa lu nyuruh gue membawa kardus itu? Kenapa lu pindahin kardusnya ke sini? Kenapa harus gue yang bawa? Kenapa lu ngejebak gue? Kenapa lu tiba-tiba datang ke sini? Lu hantu, ya?!" teriak Rick yang membuat Jenna membeku.

"Rick ... itu hanya kardus kosong," ucap Jenna pelan. "Tentu saja gue bukan hantu. Memangnya sekolah mana yang mau menerima murid hantu?"

"Lu bilang kosong? Lu gak tau seberapa beratnya kardus itu? Lu gak tau seberapa paniknya gue pas tau kardusnya mengeluarkan darah? Lu mau ngejebak gue, kan?!"

"Darah? Haid kali kardusnya," sahut Rama yang langsung diberi cubitan oleh Shena.

"Rick, buat apa gue ngejebak elu? Gue udah bilang, kardus itu kosong. Tidak ada isinya sama sekali," kata Jenna.

Rick pun membuka paksa bagian atas kardus itu. Sekarang ia sudah mengabaikan seluruh perintah Jenna. Ia tidak peduli lagi.

Apa yang berada di dalam kardus itu hampir saja membuat jantung Rick berhenti berdetak. Bukan karena ada monster atau apapun yang membuat orang takut. Melainkan kardus itu benar-benar kosong. Tidak ada apapun di dalamnya.

Rick pun melihat sisi bawah kardus. Bersih. Tidak ada noda darah sedikit pun. Rick mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia mungkin bisa gila hanya karena sebuah kardus.

Shena dan Rama yang melihat apa isi kardus tersebut pun mengernyit heran. Perkataan Jenna benar bahwa kardus itu kosong. Tetapi, mengapa Rick bisa berteriak seperti tadi?

Rick membuka pintu perlahan lalu menoleh ke jalanan. Benar-benar bersih. Tidak ada bercak darah. Tetapi untuk bercak darah itu sendiri, Rick sudah tidak heran. Bisa saja Jenna membersihkannya sebelum masuk ke dalam Ruang OSIS.

"Benar, kan? Kardus itu kosong," ucap Jenna.

Rick membanting kardus itu ke sembarang arah lalu tatapan matanya berpindah ke Shena dan Rama. "Kalian percaya gue, kan?"

Jenna angkat bicara. "Percaya apanya, Rick? Lu bilang pikiranlu kacau, kan, akhir-akhir ini? Mungkin karena itulah lu bisa berhalusinasi. Jujur ya, lu itu over-acting banget. Gue sampe kaget."

"Gue gak mungkin berhalusinasi hanya karena itu," jawab Rick.

Jenna pun pergi keluar Ruang OSIS setelah mendengar jawaban Rick—seakan tidak terjadi apapun.

"Gue tanya lagi," ucap Rick. "Lu berdua percaya sama gue, kan?"

"Itu pertanyaan berat, Rick," jawab Rama. "Gue udah kenal lu dari dulu. Tetapi, ucapanlu tadi benar-benar tidak masuk akal."

"Gue gak bisa jawab," ucap Shena.

"Ngomong-ngomong, hari ini rapat, kan?" tanya Rama mengganti topik pembicaraan.

"Iya. Pukul tiga, sepulang sekolah," jawab Shena.

"Bukankah kelas Jenna mendapat jadwal tambahan hari ini?" tanya Rick.

"Hari ini hari apa?" tanya Shena.

"Kamis," jawab Rick. "Jenna pulang pukul setengah empat, kan?"

"Ah! Iya, benar! Jenna pernah bilang jika tiap hari Kamis ada jadwal tambahan tiga puluh menit," kata Rama.

***

Sepulang sekolah, para anggota OSIS berkumpul untuk rapat. Jenna belum datang, tentunya.

Dion datang pertama ke Ruang OSIS. Ia sedikit terkejut karena ada kardus yang terbalik di tengah ruangan. Ia pun segera menyingkirkan kardus itu.

Apa yang sudah aku lewatkan? batin Dion.

Dion pun duduk di salah satu kursi. Sembari menunggu, ia mengerjakan PR dan tugas lainnya. Memang anak yang rajin.

Beberapa menit kemudian, datanglah tiga anggota yang lain. Shena, Rama, dan Rick. Dion merasa kecewa karena mereka bertiga datang bersama sedangkan ia hanya sendiri.

Tiga orang yang baru datang itu langsung duduk di kursi. Mereka berbisik-bisik lalu merapat ke Dion.

Rama melirik jam dinding. "Masih ada dua puluh menit. Ayo kita diskusikan saja."

"Dion, gue bakal ceritain kejadian tadi siang. Gue harap lu bisa ambil kesimpulan logisnya," ucap Rick memulai pembicaraan.

"Tadi siang?" tanya Dion lalu ber-oh-ria. "Baru aja gue mau nanya kenapa ada kardus di tengah ruangan."

Rick mengangguk. "Iya. Itu akibat dari kejadian tadi siang."

"Jujur, gue gak bisa nentuin siapa yang harus dicurigai. Tapi, dari dulu gue udah curiga sama Jenna. Jadinya gue berpihak ke Rick," ucap Shena.

"Gue siap dengerin," ucap Dion. "Tolong ceritakan dengan lengkap. Dialog per dialog. Jangan lupakan satu kata pun."

Rick pun menceritakan segalanya kepada Dion. Segalanya. Dion mengangguk tiap mendapat kesimpulan.
"Pertama, lu ke gudang dan bawa kardus itu. Di tengah jalan, lu ngeliat kardus itu bertambah berat dan mengeluarkan darah. Ada bercak merah juga di jalanan," gumam Dion lalu mengangguk.

"Kedua, Jenna datang dan bilang kalo kardus itu kosong. Saat dibuka, benar-benar kosong. Lu dan Jenna sempat adu mulut. Meski Jenna membalasnya dengan santai," lanjut Dion lalu mengangguk lagi.

"Ketiga, Jenna bilang jika pikiranlu lagi kacau dan berhalusinasi. Ia kemudian bilang kalo elu over-acting. Lalu dia pergi begitu saja."

"Jadi?" tanya Rick.

"Dua poin pertama, gue ngerti," ucap Dion. "Titik masalahnya ada di poin ketiga."

"Kenapa?" tanya Shena penasaran.

"Bagaimana Jenna tahu jika Rick berhalusinasi?"

=====

16-12-2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top