1. Takdir yang mengekang
--▪️--
Dor!!
Suara tembakan itu menggema di udara luas, mengenai dan menjatuhkan sesosok monster setinggi dua meter yang dengan segera tidak bergerak di tempatnya. Namun keheningan pun seketika memenuhi tempat itu, ketika monster itu adalah sosok terakhir yang akhirnya jatuh terkapar tidak bergerak dari puluhan monster serupa lainnya yang juga telah bergelimpangan di berbagai area tempat itu.
"All clear!!"
Suara lantang seorang pria seketika menyusul setelah beberapa detik monster terakhir pun terjatuh, dan beberapa orang yang bersembunyi di balik bebatuan atau reruntuhan bangunan pun perlahan keluar.
"Wah, wah, tidak kusangka tugas ini bisa selesai dengan cepat!" seru seorang wanita berambut merah pendek, meregangkan tangannya yang memegang senapan laras panjang itu ke samping.
Langkahnya pun pelan, menopang senapan laras panjangnya di bahu kiri dan berjalan mendekat ke arah salah satu monster yang sudah tidak bernyawa itu. Sang wanita pun menumpukan sebelah kakinya di kepala monster yang serupa dengan kadal berduri tersebut, namun lebih besar. Sedangkan dia kemudian mendengar seorang pria lain yang berdiri tidak jauh darinya tertawa kecil melihat tingkahnya.
"Oh, kau pikir kita akan menyelesaikannya seharian? Dengan kemampuanmu yang segila itu menembaki mereka semua di awal pertemuan kita, aku rasa sudah bisa menebak hasilnya, Riel," ujar sang pria berambut hitam yang berjalan keluar dari balik dinding tinggi bekas reruntuhan bangunan lama. Sang pria terlihat menyampirkan senapan panjangnya juga yang terlihat lebih besar dari milik Riel.
Matanya pun memandang sekeliling, melihat sebuah area yang dulunya dikenal sebagai bagian dari salah satu kota terbesar di benua Vir, dunia Vigarden ini. Sangat disayangkan setelah dimakan umur, kota ini menjadi kota mati setelah ditinggalkan penghuninya dan telah menjadi sarang bagi Greensleft.
Ya, Greensleft, makhluk menjijikkan yang terdiri dari mutasi beberapa hewan atau bahkan organisme lain di muka bumi ini. Awalnya semua orang mengira kalau Greensleft, makhluk yang dulunya sempat menyebabkan kekacauan besar di awal kehancuran dunia Vigarden itu hanya punya satu jenis, yang telah lama terkubur di bawah gunung berapi yang meledak itu.
Namun siapa sangka bahwa virus yang menempel pada makhluk menjijikkan itu justru bisa mengkontaminasi beberapa jenis organisme tertentu lainnya dan memutasikan mereka menjadi sosok menjijikkan yang juga masuk dalam golongan Greensleft tipe lainnya.
Sekarang, rasanya sudah jarang sekali melihat sosok Greensleft asli tipe awal yang dulunya meneror Vigarden dengan kejamnya. Apa yang tersisa dari dunia yang hancur karena sebuah virus bernama Cruor vitaliticum, adalah dunia yang dipenuhi keegoisan manusia yang berusaha bertahan hidup. Mencoba menghadapi perubahan di dunia yang dipenuhi dengan makhluk Greensleft itu.
"Huh, kalau dipikir-pikir, mereka pun tidak akan ada habisnya, kan! Palingan ujungnya mati satu akan tumbuh seribu!" balas Riel, berkacak pinggang dan mundur untuk menjaga jarak dari monster di bawah kakinya itu. Sekali lagi matanya berkeliling area yang bisa dijangkaunya, memastikan tidak ada makhluk aneh yang berkeliaran lagi. Namun dengan segera tangannya pun bergerak naik, menekan sebuah earphone wireless yang terpasang disana, berkedip-kedip merah pada satu sisinya.
["Bagaimana keadaan di tempat kalian?"]
Sebuah suara seorang wanita yang penuh wibawa namun tegas pun terdengar dari seberang sana, dan Riel tidak buru-buru bicara ketika matanya memandang ke arah sang pria satunya dan menggendikkan bahunya. Membuat sang pria pun menekan earphone wireless-nya dan menyalakannya juga. "Semua terkendali, Madam. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat ini. Sisi selatan area perbatasan aman dari Avorts telah dibersihkan."
"Walaupun saat ini tempat ini tidak bisa lagi disebut sebagai tempat aman," tambah Riel berkomentar dengan santainya, sehingga dia pun mendapatkan tatapan tajam dari sang pria yang sekarang mendekatinya, seolah mengancam Riel untuk diam di tempatnya. Namun sang wanita berambut merah hanya tertawa saja merasa lucu. Karena kenyataannya memang begitu.
Avorts.
Mendengar sang pria mengucapkan kata itu saja sudah membuat Riel muak. Namun untuk saat ini pun dia tidak bisa berkomentar apa-apa, kan.
["Hahaha, kau benar. Namun ya, ini adalah tugas kita membasmi pada Greensleft. Terima kasih laporannya, Yeremia."]
Suara sang wanita dari earphone pun menjeda sesaat setelah ucapan terima kasih itu. Namun tidak lama kemudian kembali terdengar. "Bagaimana dengan yang disebelah satunya lagi?"
Baik Riel dan Yeremia sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu. Keduanya pun sekarang hanya memandangi para Greensleft yang telah mati itu, namun dengan menjijikkannya seketika meleleh menjadi gumpalan cairan berwarna hijau setelah lama dibiarkan di bawah matahari.
Tidak butuh waktu lama sebelum akhirnya sebuah suara lain terdengar di dalam frekuensi pembicaraan di earphone itu. Suara tenang dari seorang wanita terdengar menjawab.
["Sisi utara area perbatasan Avorts pun aman. Semuanya telah hancur. Aku dan R melenyapkan mereka tanpa sisa,"] sahut suara wanita lainnya dari seberang sana. Membuat Riel pun menengok ke belakang, memandang jauh melewati gerbang besar yang berada puluhan meter di belakang mereka, sesuatu yang mereka lindungi, yang tepat berada di belakang tembok besar itu.
'Negara Besar' Avorst, sebuah salah satu tempat perlindungan aman yang diciptakan manusia untuk pertahanan akhir dalam melawan Greensleft. Dindingnya melingkari negara tersebut, tinggi mencapai 50 meter yang awalnya Riel pikir bodoh sekali kalau mereka harus sampai mempertaruhkan nyawa di luar sini untuk melindunginya.
Namun di sisi utara gerbang masuk perbatasan Avorts, seorang wanita berambut cokelat gelap sepinggang dengan bagian poni yang sedikit bercampur hijau itu terlihat berdiri beberapa meter di depan gerbang besi putih dinding tersebut, memandang datar ke arah tumpukan mayat Greensleft yang tergeletak sembarangan di jalanan depan dinding tersebut.
Tangan kanannya masih memegang senapan laras panjangnya yang berwarna perak, sedikit kotor dengan darah berwarna hijau, namun sama sekali tidak mengganggu wanita itu. Sedangkan sosok lain seorang wanita berhoodie terlihat berdiri tidak jauh di sisinya, memeriksa bagian dinding yang sama sekali tidak terusak, karena ketika sang wanita berhoodie itu melemparkan batu, sebuah sengatan listrik yang secepat cahaya muncul dan apa yang terjadi pada batu itu seketika hanya berubah menjadi serbuk hitam yang menciptakan bau gosong.
"Siapapun juga tahu hanya orang bodoh yang berpikir Greensleft bisa melewati pertahanan dinding pertama perbatasan luar Avorts ini," ujar sang wanita berhoodie tersebut, melirik sang wanita berambut cokelat lagi. Namun lagi-lagi sebuah tawa renyah terdengar di earphonenya setelah sang wanita berambut hitam tadinya melapor pada atasan mereka yang berbicara melalui earphone itu.
["Benar, R. Tapi sekali lagi, kita tidak bisa menentang perintah atasan kita, kan,"] lanjut sang Madam dari seberang sana, sama sekali tidak memarahi bawahannya yang berucap seperti itu. Namun tidak lama kemudian suara Riel terdengar menimpali di dalam earphone itu, membuat R terpaksa melepas earphonenya karena seruan dari kedua sosok yang berada di sisi lain mereka.
["Siapa bilang mereka atasan kita, mereka itu--!"]
["Tutup mulutmu, Riel!! Atau daging Greensleft ini akan kumasukkan ke dalam mulutmu!"]
Suara Yeremia terdengar dari seberang sana.
["Hahaha, kalian bersemangat sekali! Mungkin kau bisa membawa pulang sepotong untuk kau masak, Yeremia."]
["!!-S-Saya tidak mau!!"]
Tidak sampai sedetik dan akhirnya frekuensi itu ramai dengan suara dari ketiga sosok yang saling berinteraksi di sisi lain. Sedangkan sang wanita berambut hitam yang terurai panjang tadinya itu pun berjalan mendekati R lagi, menatapnya dalam diam. Tangannya bergerak naik menyentuh earphonenya sendiri, lalu segera mematikan sambungan tersebut.
Di sisinya, R pun melakukan hal yang sama, mematikan earhphonenya dan melepasnya untuk disimpan ke dalam saku celananya.
"Oi, Shea. Apa sudah selesai? Kita harus kembali, kan."
Pertanyaan R dijawab dengan anggukan dari sang wanita berambut cokelat yang mendekatinya, melirik ke sisi kirinya kemudian dan melihat bahwa mobil Hummer tipe militer milik mereka masih terparkir rapi di pojokan, sepertinya tidak terkena sekarang dari monster gila Greensleft yang mungkin hanya bertujuan memanjat dinding tersebut atau memakannya dan R.
"Ya, ayo." Ajak Shea kemudian, mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya ke arah mobil tersebut. Sesaat, dia mengeluarkan sesuatu dari celana kulitnya yang dia kenakan, dan melemparkan kunci mobil tersebut pada R yang menangkapnya dengan sigap.
"Aku akan mengecek keadaan sekeliling. Kau yang bawa mobil kali ini, R," ujar Shea, lalu berjalan ke arah mobil tersebut dan masuk. Tidak lama kemudian, bagian atap tengah mobil tersebut pun terbuka di bagian tengah dan sosok Shea pun terlihat mencuatkan kepalanya dari sana, sembari mengatur senapannya lagi.
"Baiklah, baiklah. Hanya pastikan pijakanmu benar. Aku tidak mau menggendongmu kalau kau terantuk dan akhirnya jatuh pingsan saat perjalanan nanti," gurau R yang segera masuk ke bagian depan kursi pengemudi, dan menghidupkan mobil itu. Di satu sisi, Shea hanya tersenyum tipis, namun tidak tertawa.
Setelah memastikan senapan khususnya itu telah terisi peluru, mata cokelat amber Shea pun mengedar memperhatikan kembali diantara tumpukan mayat Greensleft yang perlahan-lahan mulai berubah menjadi gumpalan cairan hijau di bawah sinar matahari. Begitu mobil tersebut berjalan, mata Shea terpaku pada pintu besi dinding tinggi itu, lalu perlahan mulai naik seraya mengedar ke sana kemari.
Begitu mobil itu sudah melaju cukup jauh, Shea bisa melihatnya. Salah satu dari beberapa pertahanan terkuat umat manusia yang tersisa setelah Vigarden hancur. Di tengah dinding yang melingkar itu, sebuah gunung raksasa terlihat menjulang tinggi. Namun bukan hanya gunung biasa, karena jikalau dilihat dari dekat, ada permukiman manusia disana, bangunan-bangunan megah yang ditata hingga ke puncak, dan pada bagian atasnya yang cukup datar dan luas, sebuah dinding tinggi lainnya menutupi sebuah kota utama di Avorts.
Di Avorts, hidup salah satu tipe umat manusia yang paling egois di dunia ini.
Dan Shea bersama temannya, tidak bertujuan untuk pergi ke sana setelah mati-matian melindungi dinding tersebut. Karena pintu itu bahkan tidak akan terbuka bagi mereka.
--▫️--
Mobil yang dibawa R pun memasuki sebuah area pemukiman datar yang sejujurnya cukup kumuh. Tempat itu hanya dilindungi dengan pilar yang mengelilinginya, mencuatkan aliran cahaya listrik yang mengenai satu sama lain bagaikan pagar listrik.
Begitu R menekan sebuah tombol dari remote khusus yang dimilikinya, salah satu pilar mati membuat satu sisi aliran listrik berbentuk pagar itu menghilang dan dia pun melajukan mobilnya masuk melalui jalur utama menuju tempat tinggal mereka.
Tangan R kembali menekan tombol yang kembali mengaktifkan aliran listrik di pilar dan melaju menuju pintu dari dinding yang melingkupi sebuah area permukiman khusus tempat mereka tinggal.
Setelah melajukan mobil beberapa saat, R pun menghentikan mobilnya setelah melewati pintu dari dinding yang bahkan tingginya tidak sampai lima meter itu, memandang sebuah pos penjagaan yang diisi dengan salah seorang petugas berbadan tinggi kurus yang sudah cukup tua.
Di depan mobil R, terdapat sebuah parit yang cukup besar dan lebar, melindungi sebuah area kota kumuh yang berada di depan sana, tepat di tengah parit yang sengaja dibuat melingkar dengan beberapa jembatan yang diangkat tinggi agar tidak ada yang bisa langsung menyusup masuk.
"Oh, kalian sudah kembali. Masuklah, Madam Nevishet sudah menunggu kalian," ujar sang pria tua itu kemudian, bergerak ke belakang bangunan pos penjagaan itu dan menekan sebuah tombol. Dimana salah satu jembatan di tempat mobil R berada pun turun dengan metode katrol yang bergerak menurunkannya.
"Selamat datang kembali di Cruoris Slum."
Sapaan sang pria terdengar ramah, dan tangannya pun bergerak ke samping seolah mengarahkan mobil itu untuk melaju. Sehingga setelahnya R hanya tersenyum dari balik hoodienya dan melajukan mobilnya kembali melewati jembatan yang cukup panjang itu.
Tidak butuh waktu lama hingga mobil tersebut pun kembali melaju di jalanan becek yang menghitam, melewati beberapa bangunan batu yang terlihat kumuh namun masih digunakan, bahkan semakin masuk mobil itu ke dalam area kota yang cukup besar itu, semakin jelas terlihat bahwa tempat itu seperti permukiman kumuh pada bagian luarnya.
Tempat itu memang tidak terlalu bagus, karena setelah melewati beberapa bangunan batu berlumut di bagian luar, mereka pun tiba di area bangunan semi permanen dari seng dan juga kayu yang bertingkat-tingkat, walaupun ada begitu banyak orang yang juga terlihat keluar masuk dan juga berlalu-lalang di jalanan.
Shea yang merasa bahwa dia tidak perlu melakukan apapun di daerah ini segera menarik kembali senapannya masuk, dan menutup bagian atas mobil tersebut. Dari sini, dengan jendela mobil yang terbuka, dia bisa mendengar suara keramaian kota kumuh tersebut, dimana para penduduknya melakukan kegiatan mereka dengan lancar dan baik. Setidaknya itulah yang terdengar, namun tidak tahu apakah itu yang sebenarnya dirasakan.
Area Kota Cruoris itu memang terlihat kumuh di bagian depan, namun begitu mereka memasuki area bagian tengah, bangunan yang ada pun kembali menjadi beberapa bangunan batu sederhana yang berjejer berdempetan, namun juga ada yang meningkat.
Meskipun lebih baik daripada bangunan semi permanen di depan, tempat ini pun cukup menyesakkan juga. Hingga mobil R pun berhenti di depan sebuah bangunan lain yang terlihat cukup besar, bagaikan gedung bangunan perusahaan kecil.
"Kita sampai, Shea. Jangan melamun," tegur R ketika dia memandang ke kursi tengah, melihat Shea yang terlihat duduk sambil melamunkan sesuatu, memeluk senapannya. R tahu hari masih pagi, bahkan ketika dia melirik jam tangannya yang sudah retak namun masih berfungsi itu, jam menunjukkan pukul 8 pagi. Sekarang yang perlu mereka lakukan adalah melaporkan hasil pekerjaan mereka, kan.
"Oh, iya." Shea mengerjap beberapa kali mendengar ucapan itu. Dia segera mengangguk, beranjak dari posisinya. Membuka pintu mobil tersebut dan keluar dari dalam seraya membawa senjatanya sendiri. Shea pun menghela nafas panjang, meregangkan sedikit badannya.
Matanya sesaat memandang tempat yang sudah menjadi bagian dari kesehariannya hampir tiap pagi, dan tanpa berpikir panjang mengikuti R menuju pintu masuk bangunan pertemuan itu.
Bagian dalam bangunan itu dihias dengan berbagai lorong yang entah bisa membawa mereka kemana. Namun baik R dan Shea, mereka seolah sudah mengetahui lorong mana yang harus mereka lewati.
"Apa Riel dan Yeremia sudah kembali?" tanya Shea, memandang R sejenak yang kemudian dijawab dengan gelengan dari sang wanita berhoodie. Dia rasa kalau tidak melihat mobil yang digunakan oleh Riel dan Yeremia menuju Avorts tadinya.
"Sepertinya belum. Lagipula setelah frekuensi dimatikan, aku tidak bertanya apa-apa lagi pada mereka," ungkap R. Namun begitu dia menyadari area mereka berada sekarang, langkahnya pun berhenti di depan sebuah pintu ganda yang tertutup. Tidak berpikir panjang, R pun mendekatinya dan mengetuknya.
"Masuk."
Sebuah suara yang mirip dengan suara seorang wanita dewasa dalam frekuensi pembicaraan tadi pun terdengar. Dan baik R bersama Shea pun hanya saling pandang awalnya lalu berjalan mendekat ke arah pintu tersebut dan membukanya.
"Selamat datang, Shea, R. Terima kasih atas kerja keras kalian hari ini."
Tanpa disangka, suara sambutan ramah pun terdengar dari dalam. Dan sosok wanita berambut hitam sebahu pun terlihat duduk di kursi kerja yang ada di dalam ruangan itu. Senyuman ceria menghiasi wajah sang wanita yang sepertinya berada di usia pertengahan 30-an. Sosoknya yang terlihat santai, namun penuh wibawa itu terlihat bersahabat.
"Terima kasih sambutannya, Ketua. Tapi Anda tahu kami tidak punya basa-basi untuk berbincang terlalu lama pada Anda setelah melaporkan tugas kami. Aku masih punya banyak tugas yang perlu kuurus setelah pulang nanti," ungkap R tanpa pikir panjang, menatap sang sosok wanita yang dia panggil ketua itu dengan pandangan datar.
Sedangkan Shea hanya terdiam di sisinya, memasang raut wajah tenangnya sambil mendengarkan interaksi antara kedua sosok yang ada di dalam ruangan itu. Tangannya perlahan mengecek senapannya lagi, baru menyadari bahwa cairan hijau yang tadinya mengenai senjatanya itu pun membekas. Oh, saat pulang dia perlu membersihkan itu.
"Hahaha, kau terlalu serius seperti biasa, R. Hmm, tapi ya karena tugas kali ini terkesan cukup mendadak untuk kalian, tentu aku tahu kalian pasti punya hal lain yang diurus," sahut sang wanita yang lebih tua itu kemudian.
"Madam Nevishet."
Suara Shea kali ini terdengar, membuat perhatian kedua sosok yang saling berdebat satu sama lain pun segera menoleh ke arah Shea, sehingga akhirnya wanita yang dipanggil Nevishet itu pun akhirnya mengangguk pelan dan mengangkat kedua tangannya tanda bahwa dia menyerah.
"Baiklah, baiklah. Segera laporkan apa yang kalian dapatkan dari panggilan kewajiban kalian kali ini. Apakah ada kerusakan pada dinding luar Avorts? Apa kalian memastikan bahwa semua Greensleft yang berkeliaran dekat dinding luar itu telah mati tanpa tersisa?"
Kali ini Nevishet pun melipat kedua tangan di atas meja, menatap bawahannya itu dengan serius, ingin mendengarkan apa yang didapatkan kedua anggotanya yang paling cepat datang melapor ini. Karena dia sama sekali tidak melihat dua anggota lainnya yang tadi sempat berdebat di dalam frekuensi.
"Selain Greensleft yang membabi buta namun dengan bodohnya menyerang dinding itu tanpa pikir panjang? Tidak ada hal khusus." Sahut R segera memberikan penjelasan.
"Padahal kupikir sudah seharusnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari penjaga dinding itu ketika mendapatkan serangan Greensleft. Yang ada saat kami tiba, sudah ada beberapa Greensleft yang hangus tersetrum dan sisanya justru berkeliaran dan mencari-cari cara untuk masuk."
R tanpa pikir panjang pun melontarkan apa yang dilihatnya saat tiba di lokasi kejadian. Baginya, sekelompok monster yang tidak punya otak itu tidak perlu ditakuti, kalau orang-orang tahu caranya mengatasi mereka dengan benar.
Namun di satu sisi, Nevishet tidak punya masalah dengan bagaimana cara anggotanya menyampaikan laporan tugas itu, dan hanya diam mendengarkan semua penjelasan itu hingga selesai. Matanya sesaat memandang Shea di sisi R yang terlihat sedikit menghela nafas panjang, mengerjapkan mata beberapa kali karena merasa mengantuk.
"Lalu?"
"Semuanya mati, Madam. Apa hal itu masih perlu dipertanyakan lagi?"
Dengan senyuman miring khasnya, R menjawab dengan jujur. Lagipula tidak ada gunanya berbohong dan mencoba menakuti pada penduduk Avorts tentang hal itu. Tempat itu adalah salah satu dari beberapa tempat perlindungan paling aman yang tersisa di Vigarden. Rasanya bodoh sekali kalau penduduknya sampai takut sekelompok Greensleft tingkat biasa yang menyerang dari kedua sisi bisa menjebol pertahanan itu.
Apalagi mengingat setelah musibah yang menyerang Vigarden dulunya, perubahan sendiri pun terjadi pada manusia. R tidak akan berbohong jikalau mengatakan bahwa para penduduk Avorts bisa melindungi diri mereka sendiri jikalau tahu bagaimana cara terbaiknya.
"Lagipula mereka punya kekuatan yang lebih hebat daripada kita, namun dengan bodohnya tidak menggunakan itu dengan baik," ujar R kembali, kali ini menahan emosi di dalam nada suaranya. Hingga tangannya pun mencengkram ujung jaket hitam yang dia kenakan itu. "Sekian laporannya, Madam."
Senyuman tipis menghiasi wajah Nevishet saat laporan itu selesai, dan kembali posisi duduknya yang bertumpu pada meja pun berubah bersandar di sandaran kursinya. Matanya sesaat memandang kedua anggota yang masih berdiri di depan mejanya.
"Terima kasih, R. Dan ya, sekali lagi kau benar, Avorts adalah salah satu benteng pertahanan umat manusia yang paling aman," ungkap Nevishet lagi, tidak akan memungkiri bahwa sesungguhnya tempat itu pun tidak perlu perlindungan mereka.
"Tapi aturan tetap saja aturan. Aku rasa kau sendiri pun sudah mengerti itu dan juga kondisi kita sebagai seorang Nain, golongan paling rendah di Vigarden saat ini."
Ungkapan Nevishet terdengar tenang, namun senyuman masih menghiasi wajahnya. Siapa pun juga tahu dengan hal itu, mengingat Nain telah menjadi golongan paling rendah diantara empat golongan manusia yang bisa bertahan hidup di dunia yang telah berubah ini.
"Golongan Caerus, Argres, dan Chryseum. Mereka jauh diatas kita, R. Mereka memang punya kekuatan, namun tidak banyak dari mereka yang bisa menggunakannya dengan baik, bahkan mengaktifkan potensi mereka sampai maksimal, kan. Kau tahu musibah yang menimpa Vigarden bukan sesuatu yang bisa dipandang sepele."
Namun suara pukulan keras seketika memenuhi ruangan itu, karena R segera menghantamkan tangannya di atas meja kerja Nevishet dengan keras, menatap tajam wanita itu walau tidak ada tanpa permusuhan disana.
Ada sebuah rasa kekecewaan besar yang terpancar di netra hitam yang tampak di balik hoodie itu, dengan urat-urat berwarna hitam pucat yang terlihat jelas di wajah R.
"Persetan dengan golongan mereka yang merasa paling hebat itu! Aku tidak bisa hidup terus sebagai anjing peliharaan mereka yang seolah minta diberi makan, Madam. Mereka menjanjikan tidak akan mengusik para Nain yang mereka takuti, asalkan kita mengikuti perintah mereka untuk--!!"
"R, tenanglah."
Suara Shea pun terdengar memotong ucapan R, dan segera saja wanita berambut cokelat itu mendekat dan menyentuh bahu R lembut. Seketika itu menghentikan ucapan R dan membuat sang wanita menoleh, beberapa saat memandang Shea dan akhirnya menghela nafas panjang.
Tanpa mengatakan apa-apa, R pun berbalik, menarik tangannya dari meja Nevishet dan segera berjalan keluar dari dalam ruangan, membanting pintu ruang kerja Nevishet dengan keras. Wanita muda itu bahkan tidak segan-segan memberikan salam pada atasannya itu dan langsung meninggalkan Nevishet dengan Shea yang tidak mengatakan apa-apa di dalam ruangan.
"Ahh, hari ini sepertinya R lebih sensitif dari biasanya," gumam Nevishet pada akhirnya, menghela nafas panjang dan segera membaringkan wajahnya di atas meja dengan tangan terulur ke depan. Oh, dia tidak mempermasalahkan tingkah anggotanya yang bisa berubah-ubah seperti itu, karena dia tahu alasan mereka seperti itu.
"Mungkin karena besok adalah hari Pemeriksaan," gumam Shea yang membuat kepala Nevishet pun kembali mendongak, menatap Shea walaupun dagunya masih bertumpu pada meja.
Oh, ya, dia tentu ingat hari apa besok. Pemeriksaan bagi semua orang di Slum ini, untuk memastikan sesuatu, setidaknya dua bulan sekali.
Kewajiban yang sekali lagi harus dilakukan oleh golongan Nain, mengingat mereka adalah golongan pertama umat manusia. Karena sejak munculnya virus bertahun-tahun lalu di dunia Vigarden, manusia seketika terbagi menjadi empat golongan utama dengan lima kondisi yang berbeda.
"Ah, kau benar, Shea. Ngomong-ngomong bagaimana kondisi darah R?" tanya Nevishet, menatap Shea yang hanya terdiam di tempat sejenak, kembali menyampirkan senapan miliknya di bahunya.
"Masih sama, Nain Ater tahap 4. Setidaknya kondisinya jauh lebih baik dari sebelumnya, Madam. Dia tidak akan dibawa ke tempat karantina," ujar Shea, mengingat betapa mengerikannya seorang manusia dengan kondisi darah Ater harus menghadapi kehidupan di dunia ini.
Ya, darah.
Dunia baru ini telah digolongkan berdasarkan darah makhluk yang hidup di dunia ini. Baik itu manusia maupun binatang, mereka tergolong menjadi lima golongan utama yang membagikan darah mereka dalam beberapa kelompok.
Emas, perak, biru, merah dan paling terakhir adalah hitam.
Baik manusia atau binatang akan mengalami satu dari dua kondisi akhir saat mereka terkontaminasi virus Cruor vitaliticum, dimana yang pertama adalah sang makhluk hidup akan mengalami gejala umum demam tinggi dan perubahan paling jelas adalah warna darah mereka yang berubah menjadi warna tertentu ke dalam tiga golongan utama yaitu perak, emas dan biru.
Sedangkan kondisi kedua adalah sebuah kecacatan yang menjadikan mereka golongan salah satu dari dua tipe manusia Nain, yaitu Nain Ater, manusia berdarah hitam yang telah menjadi seorang pembawa virus dengan kondisi mempertaruhkan nyawanya.
Dimana jikalau mereka yang tidak berhasil bertahan melawan virus Cruor vitaliticum itu, hanya punya dua kemungkinan lain. Menjadi seorang Ater yang tidak kuat menahan darah mereka yang menghitam hingga akhirnya mati atau mengalami mutasi setelah terkontaminasi Cruor vitaliticum dan akhirnya menjadi salah satu dari golongan Greensleft.
Di sisi lain, Nain memiliki satu tipe lainnya yaitu Nain Rufus, dimana manusia tersebut hidup dengan golongan darah merah dan tidak mengalami perubahan serta kuat dan tidak terkontaminasi oleh virus itu.
Mereka disebut sosok manusia paling normal di dunia ini, golongan original, namun juga ditakuti karena bisa saja sewaktu-waktu akan terkontaminasi dan hasilnya tidak bisa ditentukan begitu saja.
"Dunia memang sudah gila dengan golongan pembagiannya, tapi aku tidak menyangka kalau itu akan sampai mempengaruhi R seperti itu. Mungkin aku akan menyerahkannya padamu lagi, Shea. Pastikan dia tidak stress menghadapi pemeriksaannya nanti," pinta Nevishet yang segera dijawab dengan anggukan mengerti dari Shea. Mulut Shea pun membuka sedikit, ingin menanyakan sesuatu pada Nevishet namun tindakan Nevishet yang mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya, membuat sang wanita terdiam.
"Ngomong-ngomong, ini untukmu, kiriman dari Avorts pagi ini."
Ucapan itu terdengar tenang, namun tatapan Nevishet sama sekali tidak teralihkan dari Shea ketika menyadari netra cokelat amber Shea menatap bungkusan berwarna emas itu. Salah satu dari beberapa warna yang paling tidak disukainya di dunia ini. Sampai-sampai Shea sendiri tidak bergerak maju untuk mengambilnya.
Kiriman dari Avorst, salah satu tempat aman dimana tiga golongan teratas hidup.
Satu ucapan itu saja sudah membuat Shea pun tahu siapa yang dimaksudkan. Namun dia menggeleng dan berjalan mendekat ke arah Nevishet yang kembali bersandar pada sandaran kursinya itu, menggeser bingkisan itu pada sang wanita kembali.
"Saya tidak butuh ini, Madam. Lagipula bagi kita yang bekerja untuk mereka agar bisa bertahan hidup, saya lebih menghargai kalau mereka membiarkan golongan Nain hidup lebih tenang," jelas Shea dengan pelan, merasa bahwa dia tidak bisa menerima bingkisan tersebut.
Oh, jelas dia tahu, karena ada suatu alasan mengapa golongan Nain masih bisa bertahan dengan damai di dunia ini walaupun mereka merupakan golongan yang paling ditakuti oleh tiga golongan diatas mereka.
"Karena sebagai 'peliharaan' mereka, kita tidak bisa melawan permintaan mereka untuk melakukan apa saja yang mereka perintahkan agar kita bisa bertahan hidup disini."
Lirihan Shea terdengar begitu tenang, namun juga mengandung makna yang dalam. Mengetahui alasan golongan Nain masih diberikan pengampunan walaupun harus bertahan hidup dengan keras di dunia ini.
Dimana ketika yang telah melewati fase sakit lebih baik dibandingkan yang telah bertahan untuk tetap sehat, dan dimana golongan yang sekarat dan berusaha bertahan hidup dianggap sampah oleh mereka yang telah mengalami perubahan ke jalan yang lebih baik.
Shea tidak bisa menerima itu, namun dia harus mengakuinya. Bahwa di dunia ini, ada yang lebih mengerikan dari semua monster Greensleft tersebut.
Karena manusia adalah makhluk yang sesungguhnya paling menakutkan di dunia ini.
Di mana ketiga golongan atas yang telah berubah menjadi lebih baik, menganggap sosok yang bergolongan Nain tidak ada bedanya dengan Para Anjing Penjaga yang menjilat kaki 'Majikan' mereka demi bertahan hidup.
--▪️--
05 November 2022,
- Levyethe Amoris
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top