Chapter 1 : Perkenalan

Untuk pertama kalinya saya mengikuti event NHDD padahal saya sudah tahu event ini sejak lama. Karya pertama untuk NHDD. Dan maaf mungkin ini tidak akan tamat sesuai jadwal event tanggal 31 Oktober. Tapi saya mencoba yang terbaik.

Blood For My Love

Chapter 1 : Perkenalan

Special Event NaruHina Dark Day 2016

Disclaimer: Maasashi Kishimoto

Warning: OOC, Typoo, AU dll.

Main Pairing: NaruHina

Story by Cicikun

Desa Konoha, desa yang tersembunyi di balik hutan yang lebat. Desa yang dekat dengan kediaman para lycan. Lycan, mereka adalah manusia setengah serigala. Setiap malam, mereka akan mencari mangsa manusia. Legenda mengatakan, kekuatan lycan akan bertambah saat memakan manusia. Terlebih jika meminum darah orang suci, kekuatan mereka akan bertambah dua kali lipat. Bagi manusia, lycan adalah makhluk terkutuk, keberadaan mereka bagaikan benalu.

"Aku adalah makhluk terkutuk, bahkan tak pantas bersanding bersamamu. Aku menyadari hal itu. Sesuai tertulis dalam kitab. Kita tidak bisa bersatu. Tetapi karena mu, biarlah aku menjadi pendosa, my wife."

"Kau selalu baik terhadapku, disaat semua orang menjauhi ku. Kamu datang sebagai obat kesepianku. Aku tidak peduli, bukankah kita semua sama di mata Pencipta? Demi cinta dan buah dari kasih kita, aku akan berjuang, my husband."

OoO

"Kau tidak apa-apa, tuan?" tanya Hinata pada laki-laki saat ini meringkuk di balik pepohonan Hutan Selatan.

Hinata yang memang tinggal di dekat perbatasan antara dunia lycan dan manusia, tanpa sengaja melihat laki-laki berambut pirang panjang. Tubuhnya yang tak terawat penuh dengan kotoran, tidak lupa luka yang banyak di sekujur tubuh dan wajahnya, membuat hatinya yang seputih salju menjadi iba. Dia tahu jika dia dilarang masuk ke wilayah Hutan Selatan, karena di sanalah tempat parah lycan tinggal. Sejak jaman dahulu, tetua desa melarang penduduknya untuk masuk wilayah Hutan Selatan. Jika kau masuk ke sana, tak ada kemungkinan kau kembali dalam keadaan utuh.

Tetapi, di saat seperti ini, peraturan tinggallah hambar dan tak ada gunanya, Hinata yang memang sudah diasingkan tidak mempedulikan keselamatannya. Dia menghampiri laki-laki itu, menurutnya dia perlu pertolongan, dengan luka parah yang dibiarkan begitu bisa dipastikan laki-laki pirang itu akan mati. Mungkin dia adalah pengembara, korban perang, atau manusia yang selamat dari serangan lycan.

"..." Si Pirang tidak membalas perkataan gadis indigo. Dia malah kembali mundur perlahan ke dalam kegelapan hutan. Wajahnya yang dipenuhi peluh karena menahan sakit dan juga tenaga yang kian menipis hanya bisa membuat dia tertitah-titah mundur ke belakang.

"Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Aku bukan lycan, aku manusia. Rumahku yang ada di sana tidak jauh dari sini," Hinata menunjuki keberadaan rumahnya untuk meyakinkan laki-laki itu. Rumahnya tidak jauh memang dari tempat dia berada sekarang, cuma berjarak beberapa meter saja.

Laki-laki itu menatap ragu gadis di depannya. 'Benarkah gadis itu orang baik? Benarkah dia akan menolongku?' pikirannya mulai berkecamuk.

Hinata yang mengetahui keraguan itu, mengulurkan tangannya. "Ayo, kau pasti lapar juga kan. Berbahaya jika kamu berada di Hutan Selatan, istirahatlah di rumahku sampai kau sembuh tuan."

Dengan ragu laki-laki pirang mengulurkan tangan kanannya, menggapai tangan gadis yang terlihat kontras perbedaannya dengan tangan miliknya.

Di sinilah takdir merekapun di mulai.

OoO

Hinata POV

Sejak saat itu aku merawatnya seperti keluarga ku sendiri. Ku beri dia makanan yang hangat, awalnya dia ragu untuk memakannya. Tetapi setelah kucoba agak memaksa, dia mau memakan masakanku. Begitu suapan pertama masuk ke mulutnya, wajah sumringahnya terlihat. Deretan giginya yang rapi terlihat, dia langsung melahap habis makanan yang kuberikan. Mungkin baginya masakan buatanku enak, diapun menambah sampai 4 piring. Kupikir dia kelaparan selama tersesat di Hutan Selatan.

Setelah itu kusiapkan air hangat untuk dia mandi, awalnya dia ragu dan agak takut. Dengan sabar ku raih tangan tannya masuk ke kamar mandi. Dan memberikan dia sabun serta handuk. Ku bilang padanya, "Mandilah. Tubuhmu sudah sangat kotor. Dan tidak baik juga untuk lukamu. Mandilah sampai bersih."

Kutinggalkan dia di kamar mandi sendiri, dapat ku dengar suara gemericik air yang sedang dipakai. Aku tersenyum simpul, rasanya seperti mempunyai keluarga yang baru. Aku hampir lupa menaruh baju gantinya, untuk mengganti baju kotornya yang sudah robek dan tak layak pakai. "Tuan, aku taruh pakaian gantinya di dekat kamar mandi. Sementara pakailah baju ini dulu."

Beberapa menit kemudian dia keluar dari kamar mandi. Kulihat dia agak kesulitan menggunakan pakaian yang kuberikan. Dapat terlihat dari kaos yang ia kenakan agak berantakan. Tersenyum melihat tingkahnya yang memperhatikan pakaiannya, tak lupa rambutnya yang masih sangat basah. Aku menghampirinya, "Bolehkah aku membantu mengeringkan rambutmu? Jika dibiarkan, tuan bisa masuk angin."

Ku ambil alih handuk yang bertenggar di lehernya. Ku usap kan handuk di helai rambutnya yang pirang. Laki-laki itu, terlihat menyukai apa yang aku lakukan dia tersenyum. Senyuman yang sangat tulus. Setelah rambutnya sudah kering, aku jauhkan tangan ku dari kepalanya. Entah kenapa, dia memandangku aneh dan bingung.

"Hm ada apa? Apa belum kering?"

"..." dia tidak menjawab. Dia hanya menundukan kepalanya saja. Tangannya yang kekar terangkat dan menggapai tangan kanan ku. Setelah itu hal yang membuat aku terdiam, dia menaruh telapak tangan ku ke atas kepalanya.

"Ehm, t-tuan a-ada apa?"

Dia masih terdiam, dia hanya menggerakan tangan ku. Sepertinya dia menyuruhku untuk mengusap kepalanya. Saat aku mengerti, aku mengusap kepalanya dengan lembut. Hatiku seolah berkata betapa kasihan dia. Mungkin dia rindu orang tuanya melakukan hal ini.

Di desa ini banyak warga yang diculik dan dimakan oleh para lycan. Tidak sedikit yang menjadi yatim piatu. Mungkin pria ini salah satunya.

Tanpa sadar aku lupa untuk mengobati lukanya, padahal aku sudah menyiapkan obat luka untuknya. "Tuan, maaf aku harus menghentikan usapan ini. Karena, luka mu belum diberi obat."

OoO

Aku merasa mukaku memerah sekarang. Aku yang belum pernah melihat seorang pria bertelanjang dada secara dekat, membuat aku merasa malu. Aku sadar, aku yang telah meminta dia untuk membuka atasannya, tetapi aku tidak berpikir akan seperti ini akibatnya.

Laki-laki di hadapanku memiliki tubuh yang proposional, walau banyak luka di tubuhnya tidak membuat wajah dan tubuh atletisnya menjadi berkurang keindahannya. Dengan malu-malu kuoleskan salep luka yang aku buat sendiri ke setiap luka tubuhnya.

"Ugh," kudengar dia menggeram menahan sakit. Pertama kali kudengar suaranya. Walau sedikit, bagiku suaranya begitu maskulin.

Bagaimana ini? Aku berpikiran yang tidak-tidak. Kugelengkan kepalaku untuk menjauhkan pikiran aneh dalam otakku. Kulanjutkan untuk mengoleskan salep lukanya di bagian punggung laki-laki itu. Aku menatap nanar luka di punggungnya. Luka yang besar seperti bekas cakaran dan gigitan bintang buas. Hati-hati kuoleskan salep ke bekas gigitan itu, 'Dia pasti mengalami hal buruk selama di hutan. Lukanya sangat parah beruntung, dia bisa selamat.'

"Tuan?" kuberanikan diri untuk membuka pembicaraan.

"Maaf awalnya aku kurang sopan tetapi, bolehkah aku tahu nama tuan?"

Diam. Tak ada suara dari dia. "M-maaf. Seharusnya aku memberitahu namaku. Namaku Hyuuga Hinata, salam kenal"

Masih diam. Dia begitu tertutup. Atau apakah dia ini bisu?

Setelah selesai mengobati bagian belakang tubuhnya. Kulanjutkan dengan mengobati wajah dan juga bagian depan tubuhnya. Kutatap dia yang menatapku heran. Wajahnya begitu polos dan penuh tanda tanya.

"Tuan bisa memanggilku Hinata. Dan tak perlu sungkan anggap ini rumah sendiri, sekarang kita kasih obat dulu di luka pelipismu."

"Hi-hinata?" kudengar dia memanggil namaku. Tangan kanannya yang besar menyentuh dadaku. Lalu, dia menyentuh dadanya dengan tangan kanannya seolah menunjuk pada dirinya.

"Naruto," dia berucap. Mungkinkah namanya Naruto?

"Namamu Naruto-kun?" tanya ku memastikan.

Dia mengangguk pasti. Dia melakukan hal tadi, menunjukan diriku lalu dirinya "Hinata, Naruto, Hinata, Naruto...," begitu seterusnya sampai membuatku tertawa.

Lucu menurutku padahal perawakannya yang bisa dibilang seperti pemuda 20 tahun. Tetapi, sifatnya seperti bocah pada umumnya. "Um, salam kenal Naruto-kun. Tinggallah di sini sampai luka mu sembuh. Dan jangan memaksakan diri."

Akhirnya setelah sekian lama, ada seseorang yang menjadi teman dan orang yang bisa berbagi luka bersama ku. Tuhan apakah ini jawaban dari tiap doa malamku?

Hinata POV End

OoO

Sudah 3 bulan pemuda yang bernama Naruto, tinggal bersama Hinata. Tak banyak hal yang bisa diucapkan pemuda itu. Selama tinggal bersama, Naruto lebih banyak diam. Dia akan bersuara jika memanggil nama Hinata. Atau kosa kata yang pendek. Entah rasanya pemuda ini memiliki kekurangan tidak bisa berbicara lancar. Atau memang dia tidak bisa berbicara dengan bahasa yang Hinata gunakan.

Setiap Hinata mencoba menanyakan masa lalu Naruto. Selalu dibalas olehnya geraman dan berakhir dengan menarik rambut kepalanya. Membuat Hinata tidak berani banyak bertanya pada Naruto. Satu hal yang bisa disimpulkan, bahwa Naruto mengidap amnesia. Dan hanya mengingat namanya saja. Selebihnya dia tidak ingat.

Hidup bersama Naruto, membuat nuansa baru bagi Hinata. Gadis yang dikucilkan di desanya ini merasa sangat senang. Mungkinkah ini jawaban dari doanya pada Tuhan? Untuk memiliki teman, yang bisa menghibur hatinya. Dirinya yang sudah sengaja dibuang oleh penduduk desa, sudah tidak terlalu berharap banyak penduduk desa mau berteman dengannya. Sejak kejadian di mana ayahnya, Hyuuga Hiashi yang dituduh sebagai pengguna ilmu gelap oleh penduduk desa saat ia berusia 8 tahun. Membuat Hiashi terpaksa menjalani hukuman mati. Padahal Hinata tahu, ayahnya tidak pernah melakukan ilmu hitam. Selama ini ayahnya hanya seorang tabib biasa, tak ada hal spesial seperti apa yang dituduhkan pada ayahnya.

Sebenarnya karena hal itu juga, Hinata hampir dihukum mati. Jika bukan karena kepala desa, Sarutobi Hiruzen yang mengatakan tidak perlu menghukum anak kecil yang tidak berdosa. Sudah dipastikan dirinya juga akan mati di tiang gantungan.

Tetapi karna banyak warga yang tak menerima, mereka meminta kepala desa untuk mengasingkan Hinata di dekat perbatasan Hutan Selatan. Memang terlihat sengaja, mungkin di benak para penduduk perlahan tapi pasti gadis itu akan mati di dalam mulut lycan yang terkenal kebuasaanya. Karena jarak rumah yang dekat dengan rumah para lycan. Tapi lihatlah, bahkan saat gadis itu sudah menjadi gadis 17 tahun yang paling cantik di desa. Hinata tidak pernah di terkam seperti perkiraan warga. Mungkin inilah yang disebut mukjizat dari Maha Pencipta.

OoO

Setiap hari Senin sampai Jum'at, Hinata akan pergi bekerja ke kebun anggur milik kepala desa. Hinata sangat bersyukur walau penduduk semua membencinya. Setidaknya Hiruzen berbeda dengan mereka, dia masih memberikan perhatian pada gadis sepertinya. Memberikan makan dan minuman saat dia masih kecil karena statusnya yang sudah yatim piatu sepeninggal ayahnya. Dan saat dia beranjak remaja, di mana setiap orang bisa bekerja dengan bebas di tempat manapun. Tetapi, berbeda dengan Hinata yang tidak bisa bekerja. Karena penduduk desa yang masih membenci dan mengharapkan kematiannya. Hiruzen dengan berbaik hati datang kerumahnya. Bagai bertemu oasis di padang gurun. Kakek tua itu menawarkan pekerjaan sebagai buruh tani di kebun anggur miliknya. Hinata tidak menyianyiakan hal itu, baginya itu adalah berkat dari Tuhan yang sudah mengabulkan doanya.

Pagi-pagi sekali dia akan bangun, dan menyiapkan susu dan roti untuk sarapan dia dan Naruto. Baginya Naruto seperti adiknya sendiri, tingkahnya yang masih polos dan perlu bimbingan membuat hati keibuan Hinata tergerak untuk merawat dia dan memberi dia kasih sayang. Menurut Hinata, Naruto sama sepertinya. Anak yang kurang perhatian dan memiliki masa lalu yang buruk. Setidaknya ada teman hidup yang senasib dan bisa berbagi cerita dengannya, walau sebenarnya Hinata lah yang lebih banyak bercerita daripada Naruto yang hanya menjawab dengan anggukan dan gumaman.

"Nah sarapannya sudah siap, saatnya membangunkan Naruto-kun," Hinata yang sudah selesai menata piring dan sarapan ke atas meja. Langsung pergi ke kamar Naruto. Tentu saja mereka tidak tidur sekamar, Hinata juga malu jika harus berbagi kamar apalagi dengan seorang laki-laki.

Tok...Tok...Tok....

Bunyi ketokan pintu kamar Naruto berbunyi, "Naruto-kun sarapannya sudah siap. Ayo kita makan!"

Tak perlu menunggu lama si pirang pun keluar dari kamarnya dengan wajah yang masih mengantuk dan tidak lupa piyamanya yang sudah tak beraturan. Hinata hanya tersenyum melihat tingkah Naruto yang seperti bocah saja. "Naruto pergilah ke kamar mandi dulu dan cuci muka yah."

Naruto yang mendapat perintah dari Hinata mengangguk paham dan segera pergi ke kamar mandi dan membasuh mukanya. Jujur saja bagi Hinata, Naruto adalah tipe laki-laki penurut yang mudah diperintahkan dan tidak perlu sampai membentaknya. Tapi yang tersulit sebenarnya baru akan dimulai.

OoO

"Naruto-kun sudah yah usapan kepalanya. Aku harus secepatnya ke kebun. Jika tidak aku akan terlambat," melas Hinata pada Naruto.

Inilah hal yang sulit sebenarnya. Berpisah dengan Naruto. Bagai anak anjing yang akan berpisah dengan majikannya pasti akan menggong-gong seolah memanggil majikannya supaya tidak pergi. Begitupun Naruto, setiap kali Hinata akan pergi. Naruto akan memanggil namanya terus dan mulai sesengukan seolah menangis. Kalau begini, Hinata harus mengusap kepala pirang Naruto dan mengucapkan kata meneduhkan agar Naruto tidak sedih.

"Naruto-kun tenang saja. Aku pasti pulang kok. Kamu tunggu di rumah saja. Bukan kah aku akan selalu pulang kerumah? Kenapa harus menangis?"

Dirasa usapan pada kepala Naruto sudah cukup, dia pun beranjak ke pintu keluar. "Saat pulang akan kubawa daging yang banyak dan akan kubuat steak kesukaanmu. Jangan lupa, jangan biarkan orang asing masuk dan tutup pintu rapat. Aku akan pulang sebelum matahari terbenam. Janne Naruto-kun"

Blam

Pintu itupun tertutup, hanya menyisakan Naruto yang sendirian di dalam rumah.

"Hinata..."

OoO

Bulan sudah menggantikan mentari, semua rumah di desa Konoha sudah menyalakan pelita di tiap rumahnya agar memberikan cahaya di dalam gelap. Tetapi, rumah yang terpencil dan berada di selatan itu terlihat tidak bercahaya. Di dalam rumah itu, meringkuk seorang laki-laki yang terus menunggu dan menggumam nama yang selalu dia sebut selama beberapa bulan belakangan ini.

"Hinata..."

Kepalanya masih tertunduk lesu. Berharap Hinatanya cepat pulang. Padahal dia tahu Hinata berjanji akan pulang sebelum matahari tenggelam. Tapi, sampai tenggelam pun Hinata masih belum pulang.

Selama beberapa bulan ini kehadiran Hinata membawa nuansa baru pada hatinya. Dia yang tidak bisa berbicara lancar, dan tidak mengingat apa-apa. Bertemu dengan Hinata, gadis desa yang cantik jelita dan baik hatinya.

Kegusaran melingkupi hati Naruto, ini sudah sangat lama dan Hinata tidak pernah selama ini.

"Hinata...," dengan wajah gusar dia menatap pintu tempat Hinata keluar pagi tadi.

Naruto menggertakan giginya, kuku-kuku jarinya mencengkram bahunya kuat. Kekhawatiran melingkupinya. Ketakutan karna Hinata dalam bahaya atau apapun itu membuat dia takut.

Bagi Naruto ini sudah terlalu lama, tak bisa lagi menunggu. Untuk pertama kalinya Naruto tidak mempedulikan perintah Hinata.

"Gomene Hinata."

OoO

"Ini sudah terlalu malam, kasihan Naruto-kun yang menunggu lama," gumam Hinata.

Dia tidak menyangka hari ini dia bisa pulang lama. Ini semua karena Hiruzen menanyakan Hinata tentang Naruto. Semua penduduk desa tahu, jika Hinata sekarang hidup bersama pria dari luar desa. Kebanyakan penduduk merasa takut jika Naruto adalah orang yang jahat. Mau tidak mau, Hiruzen harus bertanya dan mengintrogasi Hinata. Walau jujur saja, dia tidak bisa menjawab secara akurat pertanyaan dari kepala desa. Tetapi, satu hal yang dia tahu dan bisa jamin bahwa Naruto tidak akan menyerang atau berbuat anarkis pada warga desa.

Setelah sesi tanya jawab itu selesai, Hinata pergi berbelanja ke toko langganannya. Dan hal lain yang patut disyukuri bahwa masih ada toko makanan yang mau melayaninya. Walau pemilik toko biasanya menyuruh Hinata mengambil bahan makanan dari belakang tokonya. Dan lihatlah sekarang dia berjalan pulang dengan membawa kantung belanjaan yang banyak.

"Tapi aku sudah membawa daging. Ku harap masih sempat untuk membuat steak untuknya."

"Grrrr....."

Suara geraman terdengar dari dalam semak-semak. 'Suara apa itu?'

Hinata menoleh kebelakang tapi tidak ada seorang pun. Hanya jalanan kosong. Kanan dan kirinya hanyalah hutan lebat. Rumah Hinata yang memang terpencil dan berjarak jauh. Mengharuskannya melewati jalan yang sangat sepi, dikelilingi hutan yang lebat.

"Mungkin hanya perasaanku saja," cepat Hinata berlari agar segera sampai ke rumahnya.

"Grrrr...," tiba-tiba di depan Hinata muncul 2 ekor serigala. Melihat dari ukuran tubuhnya, mereka bukanlah lycan. Lycan yang berubah menjadi serigala mempunya postur tubuh yang lebih besar dari serigala biasa.

Hinata yang melihat serigala-serigala itu, sangatlah takut. 'Aku tidak boleh mati di sini, Naruto-kun sudah menunggu lama.'

"Siapapun ku mohon tolong aku. Tolong, tolong, tolong!"

Reflek Hinata berlari, dia berlari tak tentu arah. Dia berteriak meminta tolong, tapi tak satupun yang datang menolongnya. Padahal tak jauh dari sana ada beberapa warga yang memang bertugas berjaga malam. Tapi sayang, mereka menulikan telinganya. Dipikiran mereka malah berharap kematian gadis itu.

Hinata berlari memasuki wilayah hutan. Berharap bersembunyi di dalam hutan bisa membuat serigala itu tidak mengejarnya. Tetapi salah, suara serigala itu yang berlari mengejar mangsa membuat Hinata tidak berani menengok kebelakang. Dia terus berlari, hingga hanya jalan buntuh yang menghalanginya. Di depannya terdapat tebing yang menjulang tinggi. Hinata sudah berkeringat dingin. Tidak peduli dengan keadaan dirinya, dia berusaha memanjat tebing itu. Sayangnya tebing yang begitu terjal dan Hinata yang memang tak pandai memanjat hanya membuat dia merosot jatuh ke bawa.

"Grrrr...," kedua serigala itu sudah berada di dekat Hinata hanya tinggal jarak beberapa meter.

'Apa aku akan mati di sini? Tuhan tolong aku.'

Dengan gesit kedua serigala itu akan menerkam Hinata bersamaan tetapi...

Bruk...

Suara seperti badan yang terpental terdengar jelas, di telinga Hinata. Memberanikan diri Hinata membuka kedua matanya. Bola matanya melebar saat melihat apa yang terjadi di di depannya.

Di depannya kini sudah berdiri seekor serigala yang ukurannya lebih tinggi. Kira-kira tingginya seperti orang dewasa. Dengan postur yang lebih besar dari serigala normal, serta geraman yang lebih kuat dari serigala biasa. Sudah dipastikan bahwa yang sekarang serigala raksasa yang berada didepannya adalah seekor lycan. Lutut Hinata yang sudah berusaha menopang tubuhnya pun, goyah tidak kuat. Rasa takut yang besar bagi dia, melihat lycan itu bagai malaikat kematiannya. Dengan kesadaran yang menipis serta jantungnya sudah berdetak cepat, membuat Hinata terjatuh ke tanah. Apa doa para penduduk desa yang berharap Hinata mati dimakan lycan akan terwujud? Ketakutannya yang sangat besar membuat dia sulit bernafas, badannya terasa lemas tak berdaya. Sebelum kesadarannya hilang, dia bisa melihat lycan itu menghalau para serigala dan menggeram. Sepintas dia melihat lengan lycan itu digigit oleh serigala, tapi dengan mudah sang lycan menghalau serigala itu dengan mengigit kepalanya hingga mati. Kesadaran Hinata kian menipis, pandangannya menggelap. Sang lycan yang sudah membunuh 2 ekor serigala itu, mendekati Hinata. Mata merah yang menyala memandang tajam Hinata. Air mata keluar dari pelupuk mata Hinata, 'Apa ini akhirku? Naruto-kun maaf.'

"Naruto-kun," pandangan mata gelap. Lycan itu sudah berada di dekatnya. Terakhir, Hinata rasa dingin dari lidah lycan yang menjilati pipinya.

BERSAMBUNG

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top