8 - He Remember Me

"Kau pernah kemari?" Tom bertanya pada Jenny. Ia mengajak Jenny ke sebuah danau di pinggiran kota New York.

"Aku tidak tahu ada danau seindah ini di New York." Kata Jenny.

Tom tersneyum senang. "Aku tahu, kau pasti belum pernah kesini. Akan lebih indah kalau kita lebih dekat ke danau." Ajaknya.

Mereka berjalan beriringan. Begitu berada di tepi danau banyak sekali burung merpati yang terbang bebas.

Di beberapa bangku taman terlihat beberapa pasangan muda mudi yang sedang berkencan.

"Ini danau buatan. Di akhir pekan seperti ini, tempat ini akan ramai oleh keluarga yang ingin bersantai." Kata Tom menjelaskan.

"Dan juga orang berkencan." Tambahnya.

"Sepertinya kau sering kemari?" Kata Jenny.

Tom terkekeh pelan, "Ya...kalau tiga kali dalam seminggu bisa dikatakan sering, berarti aku memang sering kemari." Ujarnya.

"Hei, itu berarti sering." Kata Jenny meninju lengan Tom pelan, dan kulihat dia menatapku heran.

"Kenapa?"

Tom kembali tersenyum, "Aku tidak pernah melihatmu sesantai ini, kau semakin cantik." Pujinya.

"Benarkah?" Jenny tersipu malu. Ia juga tidak tahu kenapa ia bisa sesantai ini bersama Tom.

" Ayo kita duduk di sana." ajak Tom.

"Kau suka?" tanyanya.

"Tempatnya asik." Jawab Jeny.

"Oh ya, apa aku boleh bertanya?" Kata Tom menatap serius pada Jenny yang kini juga tengah menatapnya.

"Tentu saja." Jawab Jenny. Ia penasaran dengan apa yang akan di tanyakan Tom.

"Kenapa kau mau ikut denganku? Apa karena Jhonathan?" Tanya Tom

Beberapa saat Jenny nampak terdiam.

"Tidak. Aku hanya sedang bosan jadi aku ikut denganmu. Kenapa kau berpikiran seperti itu?" Kata Jenny.

"Entahlah, kalian terlihat...tidak akur." Katanya. Jenny mengedikkan bahu kemudian melempar tatapan ke tengah danau.

Drrttt drrrt drrrttt.

"Sebentar," Kata Tom mengangkat ponselnya, Dia berjalan menjauh dan Jenny hanya mendengar suaranya samar.

"Maaf ada yang harus kulakukan, aku akan mengantarmu pulang dulu tidak apa-apa?" Kata Tom dengan wajah bersalah.

"Tidak apa-apa. Aku masih ingin disini, tempatnya sangat asik. Kalau kau mau pergi, pergi saja dahulu." Kata Jenny.

"Maafkan aku," Ucapnya lagi.

"I'm fine." Jenny meyakinkan Tom bahwa ia memang masih ingin berada di danau itu.

"Baiklah, aku akan mengganti hari ini di lain waktu." Janji Tom.

"I'm waiting." Kata Jenny.

Tom berbalik, berjalan meninggalkan Jenny. Tanpa sepengetahuan Tom Jenny mengikutinya dari belakang.

Jenny menyetop sebuah taksi, beruntung taksi itu sedang kosong. "Pak ikuti mobil di depan, jangan sampai dia menyadari kita mengikutinya." Kata Jenny pada sopir taksi itu.

"Baik nona." Jawab sopir taksi itu, kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, agar mobil yang di ikuti tidak menyadarinya.

Hampir setengah jam perjalanan, terlihat mobil Tom berhenti di depan sebuah kafe.

"Terima kasih." Kata Jenny pada sopir taksi setelah membayar sesuai argo yang tertera.

Jenny berjalan pelan kedepan kafe. Dari balik jendela Tom berjalan ke sebuah meja yang berada di pojok Kafe.

Seorang pria berjas hitam dengan gaya seorang eksekutif sudah menunggunya.

Suasana kafe yang agak ramai memudahkan Jenny untuk masuk. Jenny mengenakan kaca mata hitamnya. Rambutnya di kuncir asal. Jenny juga mengeluarkan sweater dari dalam ranselnya dan memakainya.

Jenny mengambil duduk tepat di belakang Tom. Jenny mengangkat buku menu, ia berusaha menajamkan pendengarannya.

"Bagaimana?" Tanya pria berjas hitam.

"Masih abu - abu." itu suara Tom.

Masih abu - abu? Apa maksudnya?

"Bos ingin semua berjalan lancar dan cepat, bukankah keberadaanmu dikampus itu untuk tugas itu?" Kata pria berjas hitam itu lagi.

Perhatian Jenny pada pembicaraan Tom teralihkan ketika seorang pria muda duduk tepat disampingnya.

"Keberatan?" Tanya pria dengan suara yang lembut dan senyum manis diwajahnya. Jenny menyesal melepaskan kacamatanya dimeja. Untuk apa dia meminta ijin jika ia sendiri sudah duduk.

"Aku Jack." Ucapnya memperkenalkan diri.

"Hai," Ucap Jenny berusaha bersikap ramah. Kembali Jenny menajamkan pendengarannya.

"Maafkan kami, kami akan menyelesaikannya sesuai rencana, kami akan mengurusnya." ucap Tom.

"Bagus, good luck." kata pria berjas hitam itu, terdengar suara kursi terdorong kebelakang dan laki laki itu melangkah pergi.

Kami ? siapa yang di maksud oleh Tom? Ketika Jenny berusaha memikirkan siapa kami yang dimaksud oleh Tom.
Tom sudah melangkah keluar namun, baru beberapa langkah berjalan Tom berhenti.

Oh shit maki Jenny.

Jenny memalingkan wajah ke arah Jack. Jenny menempelkan bibirnya di bibir Jack. Jenny memegang kedua pipi Jack agar wajahnya tidak terlihat oleh Tom.

Jack membelalak kaget, tapi Jenny makin menekan bibirnya padanya.

Setelah Tom benar-benar pergi Jenny melepaskan ciumannya. Tanpa sadar ia menghela napas lega.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Jack pada Jenny setelah ia pulih dari keterkejutannya.

"Ah...ma.maafkan aku Jack." Kata Jenny terbata. Pandangannya berlaih keluar jendela dan sekarang ia yang terkejut.

Seorang lak - laki sedang bersandar di pintu mobil dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Matanya menatap tajam pada Jenny. Laki - laki itu terlihat sangat tampan.

Ah, sial kenapa aku malah memujinya dan apa yang dilakukannya disini? Batin Jenny.

"Jack, aku benar - benar minta maaf, Dan terima kasih." Kata Jenny pada Jack,

"Hei," Jack meneriaki Jenny begitu Jenny berlari ke luar kafe.

Jenny hendak membuka pintu taksi namu, sebuah tangan kekar mencekal tangannya. Jenny menoleh. Ia terkejut melihat laki-laki itulah yang mencekal tangannya.

"Kau," seru Jenny.

"Ikut aku." Katanya dengan suara dingin. Jenny yang masih terkejut membiarkan Jhonathan menyeretnya ke mobilnya.

"Masuk." Perintahnya kasar.

"Kau mau apa?" Kata Jenny marahthan. Jhona duduk di depan kemudi mobil,

mengabaikan pertanyaan Jenny dia melajukan mobilnya kencang.

"Kau mau membawaku ke mana?" Tanya Jenny gusar.

Apa haknya melakukan ini padaku, aku bukan siapa - siapanya.

"Jhonathan jawab aku," Teriak Jenny. Tentu saja laki - laki itu tidak mengeluarkan sepatah katapun. Jenny melihat ke luar jendela. Ini bukan jalan menuju pusat kota, ini...ke arah pinggiran kota.

Jenny malas berdebat lagi. Ia ingin melihat apa yang akan di lakukan laki - laki angkuh ini padanya. Jenny memejamkan mata, ia ingin istirahat sebentar, agar ia cukup tenaga untuk melawan jika laki - laki ini berbuat hal jahat padanya.

***

Jhonathan melirik ke arah Jenny yang sedang tertidur pulas. "Tidurlah, sebentar lagi kita sampai." Ucapnya pelan.

Entah apa yang di pikirkan Jhonatahn, melihat Jenny mencium seorang pria muda membuatnya sangat marah.

Jhonathan membawa Jenny ke rumahnya yang terletak di pinggiran kota New York.

"Hei, bangun," Kata Jhonathan menepuk pipi Jenny pelan.

"Nggghhhhh, kita dimana?" Tanya Jenny mengerjapkan mata.

"Rumahku." Kata Jhonathan.

"Apa?" pekik Jenny kaget. Jenny melihat ke sekeliling kamar.

"Aku mau pulang." Kata Jenny hendak beranjak dari ranjang.

"Kau tidak akan kemana - mana."Kata Jenny datar.

"Kenapa kau membawaku kesini?" Tanya Jenny waspada.

"Siapa pria yang kau cium tadi?" Jhonathan menanyakan hal itu tanpa menjawab pertanyaan Jenny.

"A.apa?" Ucap Jenny terbata.

"Aku tidak perlu mengulang pertanyaanku bukan?" Katanya tepat di depan wajah Jenny.

"Dan kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?" balas Jenny.

"Kau hanya harus menjawab, apa susahnya?" Jhonathan menggeram kesal.

"Bukan urusanmu, minggir." Jenny mendorong tubuh Jhonathan dan ia beranjak turun.

Jhonathan menahan tangan Jenny yang berusaha turun dari ranjang. Jhonathan menatapnya tajam.

Deg deg deg.

Jantung Jenny berdebar kencang, tubuhnya serasa tersengat aliran listrik begitu tangannya bersentuhan dengan tangan Jhonathan.

"Kau menciumnya duluan heh," Jhonathan mengangkat dagu Jenny dan mencium bibirnya. Jenny sangat terkejut tentu saja, ia berusaha melepaskan ciuman Jhonathan.

Jhonathan menahan tengkuk Jenny agar ia bisa memperdalam ciumannya. Jenny lelah melawan akhirnya ia membalas ciuman Jhonathan.

Setelah merasa kehabisan oksigen, Jhonathan melepaskan ciuman mereka.

Jhonathan menempelkan keningnya di kening Jeny, "Jangan berciuman dengan siapapun. Kau mengerti?" Kata Jhonathan.

"Kenapa?" tanya Jenny heran.

"Pokoknya jangan." Ulang Jhonathan.

Apa laki – laki ini memiliki kepribadian ganda? Aneh, sangat aneh batin Jenny.

***

Jenny tidak tahu apa maksud Jhonathan. Ia bahkan semakin tidak mengerti dirinya, kenapa ia membalas ciumannya. Dan sekarang Jenny menenggelamkan kepalanya didada bidang Jhonathan, menghirup aroma tubuhnya yang sangat maskulin.

Katakan saja ia juga memanfaatkan ketidakwarasan Jhonathan kali ini.

Deg deg deg.

Jantung Jenny terus berdetak. Ia juga bisa merasakan detak jantung Jhonathan sama seperti dirinya.

Apakah?

"Kita makan dulu, kau pasti lapar." Kata Jhonathan mengurai pelukan mereka.

Jenny mengangguk, membiarkan Jhonathan menggandeng tangannya keluar dari kamar. Apa sekarang sedang terjadi hujan meteror? Ini pasti mimpi batin Jenny.

Mereka tiba di ruang makan yang sangat luas untuk ukuran seseorang yang belum berkeluarga. Belum lagi, hidangan yang tersaji di meja itu sangatlah banyak.

"Kenapa makanannya banyak sekali?" Tanya Jenny.

"Kau harus makan yang makan banyak." Kata Jhonathan.

Seorang pelayan masuk ke ruang makan membawa sepiring salad buah yang terlihat sangat segar dan lezat, dan itu sangat menarik perhatian Jenny.

"Selamat menikmati hidangannya nona." Ucap si pelayan pada Jenny.

"Terima kasih." Kata Jenny.

"Terima kasih Mery." Kata Jhonathan pada Mery kepala pelayannya.

"Sama - sama tuan." Ucap Mery. Ia sedikit membungkuk pada Jhonathan sebelum meninggalkan ruang makan.

"Kau makan dulu baru mengambil saladnya." Kata Jhonathan.

"Iya." Ucap Jenny. Bagaimana dia tahu kalau aku menginginkan salad itu? Batin Jenny. Mereka makan dalam keheningan, Jenny benar-benar menikmati hidangan yang tersaji.

"Apa aku boleh mengambil saladnya?" Tanya Jenny pada Jhonathan setelah menghabiskan makanan utamanya.

Jhonathan mengangguk, tersenyum begitu manisnya pada Jenny.

Ada apa dengan laki-laki ini? Apa dia sudah mulai gila? Batin Jenny sembari memasukkan salad ke dalam mulutnya.

"Ini sangat lezat." Kata Jenny. Jenny mengambil satu sendok salad lagi dan memasukkannya ke dalam mulut.

Jhonathan kembali tersenyum. "Pelan-pelan Stace."

Jenny menghentikan gerakan tangannya. Ia menatap Jhonatahn yang sepertinya tengah terkejut dengan ucapannya sendiri.

"Apa yang kau katakan? " 

***

Wah bang jho inget gak ya😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top