3 - Just A Little Accident

Jenny memeriksa rekaman yang di dapatkannya di malam pesta itu.

Hanya ini data yang dimiliki, karena Ayahnya tidak mau memberi informasi lainnya.

Ah ya ingat Mike, Jenny mengambil ponselnya dan segera menghubungi Mike. Jenny yakin Mike akan membantunya.

"Hallo Mike," seru Jenny setelah panggilannya tersambung.

"Hallo Cantik, apa kabarmu?" tanyanya.

"Baik. Apa kau tahu tentang penyerangan yang terjadi pada pesta perayaan ulang tahun Brown Tech Company beberapa waktu yang lalu?"

"Ya..aku mendengar beritanya, sekarang kasus itu sedang di selidiki kepolisian New York." Katanya.

"Apa ada informasi tentang motif penyerangannya?"

"Aku kurang paham karena aku tidak menangani kasusnya, apa kau tahu sesuatu?" tanyanya balik.

"Ini menyangkut keselamatan sahabatku, jadi aku ingin tahu beberapa informasi yang bisa dijadikan petunjuk."

"Aku akan mencarikannya untukmu."

"Terima kasih Mike."

"Everything for you girl."

Jenny tersenyum, Mike selalu bisa diandalkan. Sungguh, ia merasa tidak menemukan apapun pada rekaman ini.

***

"Uncle, apa kau tidak ada pekerjaan lain selain menguntitku?" kata Sarah.

"Aku hanya ingin menjagamu Sarah, aku khawatir ada yang mengincar keselamatanmu." kata Jhonathan pada keponakan kesayangannya.

"Antarkan aku ke apartemen Jenny." kata Sarah kemudian.

"Kenapa harus kesana? aku bisa mengantarmu ke mall atau taman mungkin." tawar Jhon.

"Tidak, aku mau kesana, kalau uncle tidak mau aku bisa pergi sendiri." kata Sarah sambil berlalu menuju garasi.

"Baiklah, akan uncle antar." Kata Jhon menyerah.

"Thanks uncle." kata Sarah memeluk unclenya yang masih muda dan tampan itu.

Ting Tong Ting Tong.

"Jenny," Sarah langsung menghambur ke pelukan Jenny begitu Jenny membukakannya pintu.

"Apa - apaan Sarah." Kata jenny memekik kaget mendapati pelukan tiba - tiba dari Sarah.

"Aku bosan, kemana - mana selalu diikutin uncle Jhonathan." keluh Sarah sambil melirik ke samping ketempat Jhon berdiri.

"Apa aku hanya akan berdiri di pintu saja?" kata Jhon sinis.

"Masuklah." Kata Jenny singkat.

"Kau sedang apa? apa kami mengganggumu?" tanya Sarah.

"Aku sedang membaca saja dan ya...kalian mengganggu hari liburku." Kata Jenny berdecak kesal.

"Kau lanjutkan saja apa yang kau kerjakan, aku akan menonton, uncle kau mau menonton bersamaku?" tanya Sarah pada Jhon.

"Apa ada hal lain yang bisa kulakukan?" tanya Jhonathan balik.

"Tidak ada." jawab Sarah singkat, karena ia langsung menyalakan televisi.

"Anggap rumah sendiri." Kata Jenny. Tanpa Jenny katakan juga sudah dilakukan Sarah.

Jenny kembali ke kamar, mematikan laptop dan merapikan meja kecilnya, ia tidak mau Sarah ataupun orang itu melihat rekamannya.

Dada Jenny masih berdebar. semenjak kedatangan Sarah dan Jonathan yang tiba - tiba.

Kenapa ia bisa jatuh cinta padanya, laki - laki dingin dan tak berperasaan seperti dia, bahkan dia tidak menyukai gadis pirang.

Jenny bahkan tidak tahu alasannya membenci gadis pirang, apakah itu artinya ia tidak akan pernah ada dihatinya? seperti yang dikatakannya.

Huh! Jenny menarik napas pelan, berusaha menetralkan debaran jantungnya sebelum ia keluar dari kamar.

Jenny berhenti diruang tengah dan bertanya pada mereka.

"Kalian mau minum apa?" tanyanya.

"Nanti aku bikin sendiri, bisa kau buatkan secangkir kopi untuk uncle Jhon?" tanya Sarah.

"Tentu saja." Kata Jenny melangkah menuju dapur.

Jeny menyiapkan kopi dan gula di dalam gelas. Jenny sedang mengaduk kopi ketika terdengar suara kaki melangkah ke dapur.

"Kau punya sesuatu untuk di makan?" tanya Jhon. Ia langsung membuka lemari es, memilih - milih makanan ringan yang diinginkannya tanpa menunggu jawaban. Paman dan keponakan sama saja.

Dia duduk di kursi dan mulai membuka potato chips yang ia ambil.

"Ini kopimu. Ada apa Sarah mengajakmu kemari?" tanya Jenny.

Setelah menelan potato chips yang dikunyahnya, ia meminum kopinya.

" Ternyata gadis pirang sepertimu bisa membuat kopi yang enak." katanya.

"Aku anggap itu pujian." Kata Jenny datar.

Jhonathan menyeringai dan Jenny tidak suka melihatnya. "Aku tidak tahu. kau bisa menanyakannya padanya, karena tadi aku juga menolak ajakannya." katanya santai.

Jenny memutar bola matanya malas.

"Bagaimana perkembangan tentang kejadian kemarin?" tanya Jenny.

Jhonathan mengernyitkan alisnya, bingung kenapa Jenny menanyakan hal itu.

"Belum ada perkembangan selanjutnya, polisi masih menyelidiki." Ucapnya datar.

"Kenapa kau tertarik dengan perkembangan kasus ini?" tanya Jhonathan lagi.

"Setahuku gadis pirang sepertimu hanya bisa menghabiskan waktu untuk berbelanja dan menggoda laki - laki." katanya dengan nada mengejek.

"Kenapa kau selalu menambahkan kata gadis pirang padaku?" tanya Jenny tajam.

"Kenyataan." katanya datar.

Jenny berusaha menahan diri agar tidak berteriak padanya saat ini juga.

"Well, aku ada di sana dan aku tahu mereka hendak mencelakai Sarah malam itu." Kata Jenny berusaha mengabaikan kata-kata provokatif dari Jhonathan.

"Analisa yang bagus, tapi sebaiknya jangan menanyakannya, karena ini bukan urusanmu." Katanya datar.

Jenny mengedikkan bahu, "Aku yang menentukan apa yang menjadi urusanku atau tidak." Katanya tegas.

Jhonathan menatap Jenny tajam, rahangnya mengeras seketika, ia bangun dari duduknya dan menghampiri Jenny yang masih berdiri didepan minibar.

Jenny yang bersandar di minibar menegakkan tubuhnya. Jhonathan menutup jarak diantara mereka, membuat jantung Jenny berdebar sepuluh kali lipat.

"Kenapa kau keras kepala sekali?" tanya Jhonathan dengan suaranya yang terdengar parau.

Jenny tidak akan bisa menjawab pertanyaannya kalau posisi mereka sedekat ini.

Jenny menempelkan kedua tangannya di dada bidang Jhonathan, berniat mendorongnya agar segera menjauh.

Tapi, Jhonathan justru menekan kedua tangan Jenny didadanya. Sentuhan tangan Jhonathan seperti mengirim aliran listrik yang menyengat ke sekujur tubuh Jenny, hingga tubuhnya menjadi lemas. Begitu juga yang di rasakan Jhonathan.

Jantung Jenny semakin memompa begitu cepat, aroma tubuh Jhonathan yang sangat maskulin semakin membuatnya tidak bisa berpikir.

Tidak menunggu lama, Jhonathan melumat bibir Jenny, memagutnya lembut, mencecapnya penuh gairah, Jenny membelalak kaget. Ia hendak mendorong Jhontahan namun lagi - lagi tangannya di tahan Jhonathan. Ciuman menuntut dari Jhonathan membuat Jenny tidak sadar melenguh. Ia tidak kuasa menolak sensasi yang di berikan Jhonathan dibibirnya. Jonathan menautkan lidahnya dilidah Jenny dengan irama yang cepat, tangannya menekan tengkuk Jenny agar ciumannya makin dalam.

Jhonathan melepaskan ciumannya saat mereka benar - benar kehabisan napas.

Mereka saling memandang cukup lama, napas mereka masih tersengal - sengal.

Jhonathan menatap Jenny lama kemudian meninggalkannya tanpa mengatakan apapun.

Jenny masih mengatur napas serta debaran jantungnya yang masih berdetak kencang.

Jenny tidak tahu apakah ia harus marah padanya atau tidak, karena kenyataannya ia bahagia, merasakan ciuman dari pria itu adalah mimpinya sejak dulu.

"Jenny...." Sarah memanggil Sarah.

Jenny yang telah berhasil mengendalikan dirinya melangkah ke ruang tengah setelah mendengar panggilan Sarah. "Ada apa?" tanya Jenny setelah sampai diruang tengah.

"Malam ini kita club ya." kata Sarah.

"Tidak, aku tidak bisa." Tolak Jenny langsung.

"Kenapa?" tanyanya.

"Aku ada janji bertemu seseorang." Jawab Jenny.

"Siapa? apa kau sedang berkencan dengan seseorang?" tanya Sarah penasaran.

"Tentu saja berkencan, apalagi yang di lakukan gadis pirang seperti dia." kata Jhonathan dengan nada mengejek.

"Uncle.....berhenti mengatakan Jenny gadis pirang, dan menuduhnya yang bukan -bukan, aku benci padamu." kata Sarah bangun dari tempat duduknya dan mendekati Jenny.

"Maafkan uncle yang bodoh ini Jenny, kami pulang dulu, maaf." Sarah memeluk Jenny sebentar sebelum keluar dari apartemen Jenny.

Jenny tidak mengatakan apa - apa untuk membalas perkataan kasar Jhonathan. Ia hanya menatapnya tajam, hati Jenny sakit mendengarnya.

Langkah Jhonathan berhenti tepat didepan Jenny.

"Lupakan kejadian tadi, it just a little accident." katanya dingin, kemudian menutup pintu apartemen.

Apa?

***

"James akan mengadakan party di penthousenya, kita harus tampil cantik." Sarah mengatakan hal itu dengan wajah sumringah.

"Kapan?" tanya Jenny acuh.

"Sabtu malam. Kita harus ke salon Mom dulu setelah berbelanja." Ucap Sarah penuh semangat.

"Bukannya gaun yang kau beli kemarin masih belum di gunakan?" Jenny heran begitu mendengar keinginan Sarah yang akan berbelanja gaun lagi. Belum lama ini, Jenny menemaninya seharian berburu gaun.

"Iya, tapi itu tidak cocok untuk acara party." Keluh Sarah.

"Terserah kau saja." Kata Jenny akhirnya.

"Aku dan uncle Jhon akan menjemputmu."

Ucapan Sarah membuat Jenny terdiam beberapa saat. "Tidak perlu, aku bisa datang sendiri ." kata Jenny.

"Kau masih marah dengan sikapnya? maafkan dia Jenny dia kadang memang menyebalkan." Kata Sarah dengan wajah menyesal.

Jenny berusaha tersenyum kemudian berkata. "Aku hanya akan mengurangi perdebatan yang akan terjadi dengan mengurangi pertemuanku dengannya."

Sarah menghela napas berat. "Kau benar." Ucapnya lemah.

"Jangan seperti itu, i'm fine." Ucap Jenny meyakinkan. Dan tentu saja, tidak ada hal baik apapun jika ia bertemu dengan pria itu.

***

Dentuman suara musik terdengar keras dari halaman penthouse.

"Ayo," Tom memeluk pinggang Jenny. Mereka melangkah menuju sumber suara yang saling menyahut antara dentuman musik dengan tawa dari undangan.

"Kalian datang bersama?" tanya Sarah heran melihat kedatangan Jenny bersama Tom.

"Tentu saja, aku menjemput Jenny di apartemennya." Kata Tom menjawab pertanyaan Sarah.

Siapapun akan heran melihat kedekatan Jenny dan Tom malam ini. Acara pesta yang terlalu ramai membuat mereka tidak ada waktu untuk memperhatikan yang lainnya, mereka sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

"Bukankah itu bagus sayang, Tom sudah menyukai Jenny dari dulu." bisik James menyadarkan Sarah dari lamunannya.

"Enjoy the party guys." ucap James, ia meminum winenya sebelum mengajak Sarah ke lantai dansa.

"Mau berdansa?" ajak Tom.

"Nanti saja, aku mau minum dulu." Kata Jenny.

"Kita sama - sama." Tom menggandeng Jenny ke minibar yang telah disediakan.

Mereka duduk menikmati minuman dan beberapa makanan ringan.

"Boleh aku bertanya?" kata Tom.

"Apa?" jawab Jenny sambil mengunyah keripik kentang yang di ambilnya tadi.

"Kenapa kau menerima ajakanku malam ini?" sungguh Tom merasa senang sekaligus penasaran. Bagaimana Jenny bisa menerima ajkannya tanpa menolak kali ini.

" Apa ada hal yang salah dengan hal itu?" Ucap Jenny santai.

Tom berdehem. "Aku hanya ingin tahu saja." Kata Tom semabri menenggak minumannya.

"Baiklah, mungkin lain kali aku akan menolak ajakanmu, jangan khawatir." Kata Jenny sambil meminum winenya.

"Bukan itu maksudku," kata Tom cepat dengan wajah panik membuat Jenny ingin tertawa namun, tentu saja itu tidak di lakukan oleh Jenny.

"Aku hanya tidak menyangka kau menerima ajakanku kali ini." lanjutnya. "Mau berdansa?" ajak Tom sekali lagi.

"Tentu."

Tom tersenyum bahagia, mereka turun ke lantai dansa. Karena kejadian seperti ini tidak mungkin terulang untuk kedua kalinya maka, Tom memeluk pinggang Jenny posesif.

Jenny merasa risih dengan posisi mereka yang terlalu dekat tapi ia juga tidak mau merusak kebahagiaan yang terlihat di wajah Tom. Apa benar pria ini menyukainya?

"Aku mau ke toilet, lewat mana?" tanya Jenny pada Tom.

"Ku antar." katanya.

"Tidak usah, aku sendiri saja." Jenny menolak tawaran Tom. Kalau hanya ke toilet anak kecil juga bisa batin Jenny.

"Keluar pintu ini, belok kiri, kau terus saja." kata Tom akhirnya.

"Terima kasih." Ucap Jenny bergegas keluar ke arah yang ditunjuk Tom.

Setelah dari dalam toilet Jenny mencuci tangan terlebih dahulu. Disana, ada seorang wanita cantik sedang memoles bibirnya dengan lipstick merah menyala.

Rambutnya berwarna merah, matanya berwarna biru, tubuhnya yang tinggi dengan bagian yang berisi di tempat-tempat tertentu membuatnya terlihat sempurna.

"Hi," sapanya.

Dan ramah.

"Hi," kata Jenny sambil mencuci kedua belah tangannya.

"Aku Kate." katanya memperkenalkan dirinya. "Dan kau?" tanyanya lagi.

"Jenny." Jawab Jenny singkat

"Pestanya menyenangkan, walaupun tidak seperti pesta orang dewasa di club." celotehnya lagi.

Sambil mengelap tangan dengan tisu, Jenny bertanya padanya. "Kau bukannya temannya James?" tanya Jenny santai.

"James?" katanya sambil berpikir sebentar.

"Maksudmu orang yang punya acara ini?" tanyanya lagi.

Jenny mengangguk.

"Oh bukan, aku bahkan tidak mengenal siapa James." katanya sambil menggelengkan kepala.

"Aku menemani kekasihku kemari, baiklah aku duluan saja, aku terlalu lama pergi rasanya." sambil berjalan keluar dari toilet.

Lima menit kemudian Jenny kembali.

"Kau lama sekali." Tom tiba - tiba menarik pinggangnya dan membawanya ke lantai dansa.

"Tom, aku mau duduk saja." Ucap Jenny meninggalkannya begitu saja, Jenny sama sekali tidak menyukai pesta.

Dan kali ini Tom membiarkannya, mungkin dia lelah karena penolakan Jenny sejak tadi.

"Boleh kami bergabung?" kata seseorang yang kini sudah duduk didepan Jenny.

Jenny mengernyit heran, wanita berambut merah yang ditemuinya di toilet tadi duduk bersama Jhonathan.

"Maaf aku langsung duduk ya Jenny, kami sedang tidak ingin bergoyang dulu." ucapnya ramah.

Dengan memaksakan senyum di bibir Jenny menganggukkan kepala.

Tangan Jhonathan melingkar sempurna di pinggang ramping Kate.

"Sayang, perkenalkan, Jenny, satu - satunya temanku disini. Kami berkenalan di toilet. Dan Jenny, ini Jhonathan, kekasihku." Kate memperkenalkan mereka.

"Kami sudah saling mengenal Kate." Kata Jenny.

"Benarkah?" tanya Kate heran.

"Iya sayang, dia sahabatnya Sarah." bisik Jhonathan di telinga Kate.

Tanpa memperdulikan Jenny di sana, Jhonathan dengan santainya mencium bibir Kate, melumatnya dan memagutnya penuh gairah.

Darah Jenny tiba - tiba serasa mendidih, hatinya perih seakan ditusuk ribuan jarum.

Menyakitkan, sangat. Jenny ingin segera pergi dari sana, tak sanggup melihat apa yang tersuguh didepannya saat ini.

Tapi matanya terpaku pada mereka. Jenny menggenggam gelas ditangannya dengan sangat keras. Seluruh amarah dan sakit hati seakann terkumpul di tangannya.

Kraakk.

Gelas ditangannya pecah, tak di hiraukan rasa sakitnya meski darah sudah menetes dari sela - sela jarinuya.

Kate terlonjak kaget mendengar suara gelas yang pecah. Matanya melihat ke arah tangan Jenny.

"Jenny tanganmu berdarah." Seru Kate panik, wajah kaget juga terlihat di wajah Jhonathan yang kini ikut melihat kearah tangannya.

"Tidak apa - apa." kata Jenny dingin, kemudian berdiri dan meninggalkan mereka.

Air mata mengalir begitu saja di wajah Jenny.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top