2 - Suspicios

"Di mana kau tinggal?" tanya Jhon.

"Avenue Fifth." Jawab Jenny singkat.

Kenapa juga dia mau mengantarku, bukannya dia benci gadis pirang, tadi saja sudah menghinaku, tanpa tahu apa - apa tentangku. Brengsek. Jenny menggerutu dalam hati. Tidak ada yang berbicara selama mereka berada didalam mobil, Jenny memandang keluar jendela, menatap jalanan kota New York yang tidak ada habisnya.

Jenny memikirkan tentang kejadian di hotel, kenapa mereka ingin menyakiti Sarah?

Jenny harus bicara dengan Ayahnya setelah ini, ia harus segera melihat hasil kameranya semoga ada sedikit petunjuk disana.

"Ehemm,"

Jenny menoleh kearah Jhonathan yang sedang mengemudi tanpa mengatakan apapun.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanyanya. Jenny mengedikkan bahu, ia pikir tadi dia berdehem karena ingin berkata sesuatu padanya, tapi ternyata tidak Jenny memalingkan wajah kembali menatap ke jalan.

"Terima kasih." ucapnya.

Jenny menoleh lagi kearahnya.

"Kau sudah menyelamatkan Sarah malam ini." katanya lagi.

"Tidak perlu berterima kasih, Sarah sahabatku, aku akan melindunginya sebisaku." Kata Jenny datar.

Mereka sudah sampai diapartemen, Jenny melepaskan seatlebetnya, siap membuka pintu mobil.

"Terima kasih sudah mengantarku." Ucap Jenny sebelum keluar.

"Kenapa kau mengejarku di restoran waktu itu?" tanyanya lagi.

Deg.

Dia mengingatku, tidak...dia tidak boleh tahu siapa aku, apalagi setelah apa yang dikatakannya tentangku pikir Jenny.

"Maaf aku salah orang." Kata Jenny cepat. Jenny langsung keluar dari dalam mobil, berjalan tanpa terburu-buru.

Jenny tidak mau dia berpikir kalau ia kabur dari pertanyaannya, dia pasti tidak puas dengan apapun jawabannya.

Jenny berrnapas lega ketika suara mobilnya mulai menjauh.

"Tunggu."

Seseorang masuk kedalam lift dengan tergesa - gesa, Jenny menggeser tubuhnya ke samping, ia harus tetap waspada.

"Maaf ." katanya sambil merapikan jasnya kembali.

Jenny mengangguk dan melihat kedepan, tak ada yang bicara karena kami tidak saling mengenal

"Kenalkan aku Robin Heins." katanya mengulurkan tangannya.

Jenny melihat kearahnya, usianya mungkin terpaut dua atau tiga tahun diatasnya.

Rambutnya ala -ala mohawk, ia memiliki mata biru terang, ada bulu-bulu halus disekitar rahangnya dan dia memiliki bibir yang lumayan sexy walaupun tidak sesexy Nathan, oh God kenapa aku jadi membandingkan keduanya.

"Jenny." Kata Jenny seraya menjabat tangannya.

"Kau mau kelantai berapa?" tanyanya lagi

"Empat puluh." Jawab Jenny singkat

"Kita dilantai yang sama, aku dikamar 4024." katanya bersemangat.

Jenny mengangguk, karena ia sedang malas berbincang, dan sepertinya dia mengerti karena Jenny tidak mendengarnya berbicara lagi.

Ting.

Jenny melangkah keluar dari lift, diikuti oleh laki - laki tadi, bagaimana bisa kamarnya berada tepat disebelahku.

Ya...apartemen nomer 4025, Jenny memutar kode apartemennya, sebelum masuk ia sempat mendengarnya berteriak. "Senang berkenalan denganmu neighbour."

Jenny menggelengkan kepala, dan segera mengunci pintu. Jenny mengambil kotak obat kemudian mengobati sudut bibirnya yang terluka. Setelah itu membersihkan lukanya Jenny langsung mengambil laptopnya.

Enny melepas kamera pengintainya, mengeluarkan memorinya, syukurlah tidak ada kerusakan akibat perkelahian singkat tadi.

Matanya terus melihat setiap kejadian yang terekam.

Lagu la la la la la milik Sam Smith terdengar cukup nyaring dari ponsel.

"Hallo Dad."

"Hallo my princess blonde"

"Dad please,"

Jenny memutar bola matanya malas.

"Apa yang kau dapatkan sayang?"

"Aku baru membuka rekamannya Dad, akan kukirimkan pada Daddy segera."

"Baiklah."

"Dad, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Jenny penasaran

Tangannya sibuk mengcopy hasil rekaman untuk dikirimkan ke email Ayahnya.

"Belum terlalu jelas motif dan targetnya, kami sedang berusaha mengungkapnya sayang" kata Adam.

"Apapun motif dan target yang sebenarnya, tapi aku merasa mereka mengincar Sarah Dad." Kata Jenny dengan suara yang lumayan tinggi.

"Kalau begitu kau awasi Sarah, aku juga akan meminta Brown untuk mengetatkan pengawasannya."

"Iya Dad, thanks."

"Aku sudah mengirimkannya padamu." Kata Jenny setelah menekan send.

"Sayang...jangan terlalu bekerja keras, biarkan kami yang menyelesaikannya." kata Adam.

"Dad...ini menyangkut keselamatan Sarah."

"Aku tahu sayang, kau jaga dia semampumu, jangan bertindak gegabah, kau dengar apa yang Daddy katakan." katanya dengan suara baritonnya yang tegas.

"Baiklah." Jawab Jenny.

"Good, jaga dirimu my princess blonde." kata Adam sebelum menutup telponnya.

"Dasar." aku mengerucutkan bibirku kesal.

Jenny kembali memusatkan perhatiannya pada video didepannya.

Hoooaaammmm. Jenny menguap.

Jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi, Jenny memutar tanda stop pada rekamannya dan mematikan laptop.

Tanpa membersihkan tubuhnya Jenny langsung merangkak naik ke atas ranjang dan tidak lama kemudian ia terlelap.

Srek.Srek.Srek.

Jenny terbangun, ia melihat bayangan hitamaberkelebat di jendelanya. Ia turun dari ranjang dan segera berlari ke arah jendela. Jenny mengintip ke luar namun tidak ada siapa – siapa di sana.

Jenny menutup jendelanya dan menguncinya. "Siapa di luar sana?" gumamnya.

***

Jhonathan tahu gadis itu berbohong saat mengatakan kalau dia salah mengenali orang.

Tapi untuk apa dia berbohong? dan kenapa dia mengejarku di restoran waktu itu?

Pikiran Jhonathan melayang ke gadis pirang yang di antarnya tadi, meski benci gadis pirang Jhonathan tahu dia sahabat Sarah dan dia yang menyelamatkan Sarah.

Jhonathan tidak kembali ke hotel, ia langsung menuju Brown Tech Company.

"Bagaimana hasil penyelidikan sementara?" tanya Jhonathan pada Brown.

"Orang - orang kita masih menyelidikinya, begitu juga dari kepolisian." terang Brown.

"Apa ada orang atau kelompok yang harus kita curigai?" tanya Jhonathan.

"Semua masih belum jelas, karena semua pesaing bisnis kita bisa dijadikan sebagai orang yang dicurigai." kata Brown.

"Yang bisa kita lakukan adalah menunggu, apa yang mereka lakukan kemarin hanyalah sebuah peringatan untuk kita." Lanjut Brown.

"Jhon...apa kau bisa mengawasi Sarah untuk sementara waktu?"

"Aku?" tanya Jhonathan menunjuk dirinya sendiri."Kenapa tidak bodyguard saja?"

"Aku tidak mau gegabah memilih orang, aku mempercayakannya padamu."

"Baiklah, apa menurutmu ada yang mengincar Sarah?"

"Seorang rekanku agen CIA mengatakan, mereka akan menggunakan Sarah untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya dari kita."

"Shit."

"Kau ikuti perkembangan hasil penyelidikan kepolisian dan orang - orang kita, dan kerahkan beberapa orang untuk mengawasi Sarah.

***

Jenny melangkahkan kaki menuju kampus, terlihat Sarah sedang bersama James, Tom dan Ronald.

"Pagi semua." Sapa Jenny ramah.

"Pagi." kata mereka bersamaan.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Jenny pada Sarah.

"Aku baik - baik saja, berkat kau, terima kasih." kata Sarah memeluk Jenny erat.

"Hei...sudahlah yang penting kau tidak apa - apa." kata Jenny cepat.

"Terima kasih Jenny." kata James pada Jenny.

"James...kenapa Sarah bisa sendirian ke toilet? bukankah aku sudah memintamu menjaganya, kemana kau setelah kejadian itu? aku tidak melihatmu." Tanya Jenny pada James.

"Wow wow slowly girl, aku merasa seperti seorang tersangka dengan pertanyaan -pertanyaanmu itu." seru James.

Jenny menatapnya tajam, sedikit mengintimidasi.

"Aku sudah bilang akan menemaninya ke toilet tapi dia bersikeras tak mau ditemani, selebihnya aku bersama Tom dan Ronald, sama seperti yang lainnya menyelamatkan diri."

"Kau tahu Sarah di toilet seorang diri, kenapa kau tidak menyusulnya?" selidik Jenny.

"I.itu aku." James gugup.

Jenny semakin menatapnya tajam, lebih intens dari sebelumnya. Kenapa harus gugup kalau tidak ada yang salah?

"Jenny, sudahlah kenapa kau bertanya seperti itu, aku yakin James tidak bermaksud meninggalkanku." ucap Sarah manja pada James.

"I.iya maafkan aku, aku terlalu panik malam itu, jadi aku lupa kalau Sarah masih di toilet, sayang maafkan aku ya." kata James pada Sarah.

"Tentu sayang, aku tidak marah padamu. Jenny," kata Sarah menatap Jenny dengan wajah memohon.

"Hai semua,"

"Uncle, ada apa kemari?" tanya Sarah kaget melihat kedatangan Jhonathan.

"Aku kebetulan lewat, kalian belum masuk?" tanya Jhon.

"Aku duluan." Kata Jenny langsung berdiri dan melangkah menuju kelas.

"Jenny tunggu aku," Tom mengejar Jenny, diikuti Ronald di belakangnya.

Jhon menatap kepergian Jenny sambil mengerutkan dahinya, kenapa gadis itu menghindarinya?

"Oh ya...uncle mau kemana memangnya, kebetulan ke kampusku?" tanya Sarah

"Kamu lupa ya, dulu uncle sempat mengajar disini." kata Jhon.

"Sebaiknya kamu masuk, nanti pulangnya uncle jemput."

"Dan kau?" tanya Jhonathan. .

"Aku James, kekasih Sarah." James mengulurkan tangan.

"Jhonathan."

"Baiklah uncle kami ke kelas dulu, sampai jumpa nanti." Ucap Sarah.

"Sampai jumpa."

***

"Selesai juga kuliah hari, Jen kau mau kemana setelah ini?" tanya Sarah pada Jenny.

"Aku akan mengerjakan sesuatu, dan sebaiknya kau langsung pulang jangan kemana -mana." Kata Jenny.

"Jenny kau seperti Mom saja, cerewet." kata Sarah.

Jenny melihat Ronald keluar kelas terlebih dahulu, biasanya dia bersama Tom, tapi Tom terlihat masih mencatat sesuatu, dan Ronald terlihat sedang tergesa-gesa.

"Aku duluan, ingat jangan kemana - mana, minta James mengantarmu pulang." Kata Jenny cepat.

"Uncle akan menjemputku." seru Sarah.

Setengah berlari Jenny keluar dari kelas, entah kenapa ia merasa harus mengikuti Ronald. Jenny melihat punggung Ronald yang sedang berjalan ke area parkiran.

"Dia akan keluar kampus, aku tidak bisa mengikutinya kalau dia sudah membawa mobil.

Sial." umpat Jenny.

Jenny mempercepat langkah, setidaknya ia bisa menempelkan alat pelacak dimobilnya.

Tapi karena tidak memperhatikan jalan, Jenny menabrak seseorang.

"Ma.af ma.af." ucap Jenny tanpa menghentikan larinya.

"Berhenti," kata orang yang di tabrak Jenny. Dia mencekal tangan Jenny hingga larinya terhenti.

"Apa yang kau lakukan?" Jenny setengah berteriak, marah pada pria yang di tabraknya dan juga yang mencekal lengannya.

"Seharusnya pertanyaan itu untuk dirimu sendiri."

Oh tidak, Jenny menutup matanya sebentar, kenapa laki - laki ini tiba - tiba ada disini?

"Kau menabrakku dan mau kabur hah," katanya tidak kalah nyaring dari suara Jenny.

"Sial," umpat Jenny lagi, ketika mobil Ronald keluar dari area parkir.

Jhonathan melihat Jenny mengumpat dengan pandangan ke arah gerbang.

"Aku sudah meminta maaf, lalu kenapa kau menghentikanku?" geram Jenny.

"Kau harus meminta maaf dengan cara yang benar."

"Uncle, Jenny, ada apa?" tanya Sarah yang datang ke arah mereka.

"Kurasa temanmu ini perlu belajar cara meminta maaf, Sarah." kata Jhon.

"Aku sudah minta maaf dan kau mau menerima atau tidak itu adalah urusanmu tuan, permisi." Jenny meninggalkan mereka begitu saja.

"Jenny...Jenny." Sarah memanggil Jenny tapi Jenny terus saja berjalan.

Jenny mengabaikan Sarah. Di pikiran Jenny hanya ingin tahu kemana Ronald, dan kemana James?

Hanya Tom yang terlihat masih ada di kelas, dan kenapa juga ia curiga pada mereka.

Arrrggghhh Jenny menarik pelan rambutnya.

Ini semua karena laki - laki bermata hazel itu, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi batin Jenny.

Jenny akan menyelidiki James dan Ronald, ia tidak boleh melewatkan setiap kemungkinan yang bisa dijadikan petunjuk.

"Hei neighbour,"

Jenny menoleh, ia mengernyit melihat laki - laki yang menyapanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jenny heran.

Laki- laki itu tersenyum. "Aku ada urusan dengan pihak kampus. Kau kuliah di sini?" tanyanya. Jenny mengangguk.

"Apa sekarang jam kuliahmu sudah usai?" tanyanya lagi.

Laki - laki itu berdehem kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maksudku, apa kau ada waktu menemaniku minum kopi?"

"Aku," Jenny hendak menolak ajakan tetangga barunya itu, namun melihat Jhonathan yang sedang menatapnya tajam ia akhirnya mengangguk.

"Tentu saja."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top