멀어 7

Jay tak menghiraukan teriakan Ningning di sebelahnya. Tangan perempuan itu masih diborgol, setidaknya Ningning tidak akan mengayunkan pisau daging seperti tadi pada lehernya. Dia fokus pada layar ponsel selama beberapa saat, ada satu notifikasi yang masuk dan membuat Jay mengambil nafas panjang. Tatapannya beralih pada Ningning yang sedang berusaha melepaskan borgol.

“Kita hanya punya waktu satu jam dari sekarang untuk melangsungkan pernikahan sebelum kerusuhan di pusat kota.”

Ningning melongo. “Hah? Kau bercanda? Kau mabuk, atau jangan-jangan sakaw?”

Tahu-tahu mobil yang ditumpangi mereka berhenti. Ningning menoleh ke luar, sebuah gereja tua terbentang luas sejauh mata memandang. Catnya putih tulang, dengan ornamen khas kegiatan peribadatan. Di sekeliling halaman gereja hanya diisi oleh beberapa tanaman yang bergoyang terbawa angin. Suasananya hening dan sepi, ditambah awan kelabu menggantung rendah di langit.

“Jay,” panggilnya pelan. Dia menahan langkah kaki agar tidak terbawa masuk ke dalam bangunan sakral tersebut. Sudah lama sekali ia ingkar.

“Kenapa? Waktu kita tidak banyak. Cepatlah masuk sebelum aku menggeret tubuhmu ke dalam.” Jay menggertaknya.

“Kalau aku tidak mau, bagaimana? Hanya orang sinting yang tiba-tiba datang lalu memaksa seseorang untuk menikah dengannya!”

Ningning mulai berteriak. Suaranya menggema dan memantul. Beberapa orang dengan penampilannya yang tegap terlihat keluar dari dalam gereja menyusul suara perdebatan antara Jay dan Ningning.

Jay menahan emosi dengan mengeratkan kepalan tangan. Tanpa membalas teriakkan perempuan itu, Jay lebih memilih untuk berlalu begitu saja masuk ke dalam gereja setelah sebelumnya menyuruh para anak buahnya mengurus Ningning yang keras kepala.

“Dandani dia seperti pernikahan pada umumnya. Aku menunggu di altar, selesaikan semuanya dalam tiga puluh menit.”

Ningning dengan tangannya yang masih terborgol rapih lantas tidak terima dengan pernyataan tersebut. “Bangsat! Dasar orang sinting! Mati saja kau bajingan sialan!”

CTAKK!
SHEZT!

Ningning berlutut di lantai, kesadarannya di ambang batas. Sebelum ia tumbang, satu pengawal yang menyetru mnya barusan berkata hal singkat, “jangan khawatir. Kau hanya akan dibuat pingsan selama beberapa menit, bukan mati.”

Dia berkata seperti itu lalu mulai membopong tubuh Ning masuk ke dalam gereja.

•••

Apa sudah terlambat?”

Sayup-sayup terdengar suara pembicaraan dua orang lelaki dari sudut ruangan. Ningning membuka matanya dengan perlahan, mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina. Ruangan ini terasa ramai oleh dekorasi dan orang-orang yang ada di dalam. Seketika Ningning tersadar dan secara reflek meloncat dari sofa sampai langsung memasang kuda-kuda siaga.

“Tolong jangan banyak bergerak. Kami sudah menata rambut Anda.”

Ningning menoleh dan menatap tajam si pembicara yang berani-beraninya menyuruh seorang Vivian. Dia mendekat ke salah satu orang yang tadi sedang mengobrol, kemudian menarik kalung rantai yang pria itu pakai. “Kau! Mau cari mati denganku, hah?!” Tarikannya berubah menjadi cekikan.

Pria itu terkekeh. “Masih pakai cara kuno begitu, Vivian?” Dia melepas cekikan Ningning dengan mudah. “Kalau saja ini bukan hari pernikahanmu, aku tak akan segan untuk membuat mulutmu mengunyah sepatuku.”

Suara pintu yang terbuka membuat seluruh orang yang ada dalam tuangan tersebut, termasuk Ningning menoleh. Ternyata itu bukan siapa-siapa, pakaiannya sama seperti pria yang ada di depannya. Mungkin mereka para anak buah Jay.

“Bawa dia ke altar sekarang.”

Perintah itu mutlak. Dua orang pria berbadan tambun berdiri di tiap sisinya. Tangannya diborgol dengan kencang. Satu orang lelaki yang lebih muda di belakangnya terus mendorong sampai dirinya hampir tersungkur. Dia menoleh sekilas pada cermin yang dipasang di dekat pintu. Sebuah gaun putih terpasang apik pada tubuh rampingnya. Keseluruhan penampilannya ditata agar ‘layak’ bersanding dengan seorang pemimpin perusahaan global.

“Tunggu.” Anak muda tadi memberhentikan langkah mereka semua. Dia berjalan ke arah meja, dan kembali dengan sebuah flower crown di tangannya.

“Pakai ini, kau sangat cantik.” Dia memakaikan flower crown tadi pada rambut Ningning.

Ningning menatapnya sinis. “Jauhkan tangan kotormu dari tubuhku, brengsek!” Dia menatap bagian badge nama pemuda itu. Nakoto Riki. Nama itu kelihatan tidak asing. Mereka pasti pernah bertemu secara tidak sengaja di suatu tempat saat dia menjalankan misi.

Niki tiba-tiba menjulurkan tangannya lagi. Kali ini bukan untuk menyentuh rambut, melainkan mencengkeram erat dagu Ningning dengan jemarinya yang panjang. “Jangan main-main. Aku dan Jay sudah merencanakan ini matang-matang. Kau hanya tinggal menurut dengan mengucapkan janji suci, kemudian diam!”

Ningning menendang tulang kering Niki, meski berhasil ditepis pemuda itu. “Kau pikir aku bocah yang akan takut saat digertak begitu?”

Niki mendekatkan wajahnya pada pada Ningning. “Mari kita lihat, sampai kapan keberanianmu itu bertahan.”

Belum selesai masalah dengan Niki, saat di altar tiba-tiba Jay memberikannya sebuah kertas berstempel dan bermaterai resmi. Tertera tulisan ‘Marriage Contract’ di paling atas kertas sebagai judul sekaligus awal dari segala sandiwara yang akan mereka perankan.

Ningning membacanya dengan cepat dan teliti, tak melewati satupun baitnya. Lelaki ini gila, pikirnya ketika sampai pada akhir tulisan dimana sudah tergores tanda tangan dan cap jari Jay. Kolom sebelah untuk nama ‘Jeo Ningning’ masih kosong.

“Cepat tanda tangani.”

“Bukannya royalti 20% itu terlalu sedikit, Jay?” Ningning bertanya meremehkan.

Pelacur itu,” geram Niki dari bangku tamu.

Jay menghembuskan asap rokoknya dengan perlahan. “Jika kau mampu melakukan pernikahan ini selama enam bulan ke depan, maka kau mendapatkan hal-hal yang aku janjikan. Sedangkan jika kau secara tiba-tiba mengakhiri kontrak, maka kau akan tetap dapat 20%. Itu sangat menguntungkan di pihakmu, kan?”

Ningning membuang kertas itu ke lantai, menginjak-injaknya dengan kesal. “Kau pikir aku kekurangan uang, hah? Simpan saja seluruh kekayaanmu di neraka! Aku tak butuh!”

“Sayang sekali. Padahal aku sudah berbaik hati sejak tadi, tapi tak masalah. Kita akan tetap melangsungkan pernikahan.” Jay tersenyum lembut.

“Bisa kita mulai sekarang, Pak?” Jay bertanya pada pendeta gereja tersebut.

“Apa maksudmu ....” Ningning meremas tangannya yang terasa kebas. Keseluruhan tubuhnya mati rasa karena terus mendapat serangan pengejut listrik. Mereka tahu kelemahannya.

“Kertas tadi hanya duplikat, aslinya sudah resmi dicap jari dan ditandatangani olehmu, Jeo Ningning.” Jay membetulkan letak flower crown di kepala Ningning.

“Nah, sekarang kau bisa jadi kucing baik yang menurut.”

Ningning meneguk ludah dengan susah payah. “Bagaimana bisa?” lirihnya dalam hati.

•••

catatan:

Bentangan merah dalam bahtera rumah tangga Jay dan Ning ... resmi dimulai sejak detik ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top