멀어 36
Ningning dapat merasakan datangnya bahaya. Udara jadi berubah dan setiap syaraf di tubuhnya langsung waspada. Biasanya itu adalah respon naluriah ketika berada dalam situasi terdesak. Ningning melirik spion sekali lagi, benar saja, dua sedan hitam mengikutinya secara terang-terangan.
Dorrr!
Ningning memutar kemudi. Baginya, menghindari peluru nyaris sama alamiahnya seperti bernafas. Sebenarnya bisa saja Ning membuka kaca jendela dan balas melayangkan tembakan beruntun, tapi karena sedang hamil dan dokter menekankan kalau kandungnya lemah, Ningning jadi enggan membahayakan keselamatan si janin.
Dorrr!
Bukan kali pertama, dan juga tak akan menjadi tembakan terakhir yang mengudara.
Ningning membuka sedikit kaca jendela dan membidik sewaktu ia melihat kilauan dari lapisan pistol lawan. Jebakan. Rahangnya terasa sakit. Suara tembakan yang terdengar lagi memberitahu Ningning bahwa ini bukan soal melarikan diri dari mansion Jay. Ini soal nyawa anaknya.
Dorr!
Saat itulah dunia meledak di sekitarnya. Mereka sudah menyusun rencana dengan seksama, mengenakan rompi anti peluru, menyuruh anak buah kelas bawah menyerbu kediaman Jay, dan bahkan menaruh bom di mobilnya.
Ningning tak memperhitungkan akan ada bom. Kekuatan ledakan mengempas tubuh Ning yang sebelumnya lebih dulu sadar dan meloncat keluar menghantamkan diri pada tanah. Setelahnya hanya terlihat kobaran api tinggi yang menyebar cepat menghabisi puing.
•••
Puluhan mayat berserakan di kediaman Jay. Bukannya kental akan suasana berkabung, senyapnya pagi malah dilalui dengan hinaan dan bentakan dari tuan rumah yang merasa kecewa. Anak buahnya menunduk segan, tak berani membantah apalagi melawan.
“Seharusnya kau melindunginya!” hardik Jay. Ludahnya sampai memercik. Mereka masih ada di lokasi. Aroma abu dan darah kental memenuhi udara.
Nicholas sudah menduga kemarahan Jay. Amarah yang sama, dibarengi dengan rasa takut begitu kencang bergelung di dalam dirinya. Di mana Ningning?
“Suruh Niki menyalakan alat pelacak.” Itulah rencananya, bukan? Nicholas memelototi Taki. “Aku curiga. Jangan-jangan kau yang selama ini berkhianat.”
Taki berbalik menjauhi Nicholas sebelum dirinya takluk pada dorongan meninju wajah lelaki itu. Sewaktu berbalik, ia melihat Niki yang begitu sibuk dengan laptop dan ponsel sekaligus.
“Pelacaknya menyala,” ujar Niki lirih.
Deg! Jantung Taki serasa dihempaskan dalam palung terdalam. Bagaimana mungkin ia lupa jika semua mobil Jay memiliki pelacak? Sekarang ia harus bagaimana? Pasti ada satu cara!
“Posisi Ningning 15 kilometer dari sini, mengarah ke selatan.”
Bagus.
“Kita terhubung dengannya dan ....” Niki terdiam, mengerutkan kening ke monitor kecil yang dipegangnya. Ia mendongak pada tiap-tiap orang di sana dengan wajah bingung. “Sinyalnya hilang.”
“Kalau begitu cari lagi!” gertak Jay muak.
Niki mulai mengetik cepat. Pemuda itu mengetuk transmiter, berbicara dengan mantan anggota timnya di markas besar. Semua orang mulai berkeringat dingin. Niki menggeleng sebelum memberikan penjelasan.
“Alat pelacaknya mati.”
Rasa takut mengarahkan amarahnya, mematahkan kendali diri. Taki seharusnya tak kembali ke sini. Jay sudah memberi tahu Niki dan Nicholas kalau rencana mereka payah. “Kenapa bisa alatnya tidak bekerja?!”
JREBB!!
Suara khas satu benda tajam yang berhasil mengoyak daging sukses menjadi irama tambahan dalam ketegangan argumentasi dua kubu.
•••
Ningning menjerit sewaktu pisau menusuk lekuk bahunya. Tangan kasar seorang pria memeganginya, menyeretnya menuju dalam van hitam besar yang sudah menunggunya setelah ledakan. Taki! Pasti pemuda itu yang berkhianat dan ada dibalik semua penyerangan ini!
“Coba kita lihat bagaimana mereka menemukanmu sekarang,” gumam orang itu. “kami tahu rahasia terbesarmu, Wen Ningning. Jay sudah mati di tangan paman,” lanjut pria tadi sewaktu menyusurkan ujung pisau berdarah ke pipinya.
“Dan sebentar lagi kami juga akan membunuhmu.”
Itu kebohongan terkonyol yang pernah Ningning dengar. Mustahil! Jay si biliuner panas di televisi, Jay si arogan yang menikahinya tak akan kalah secepat ini. Fakta barusan hanya perspektif semu belaka untuk menggiring kecemasan agar dirinya lengah. Ya, Ningning akan teguh pada prinsip itu sampai beberapa waktu.
Van terguncang dan tersentak, membuat Ningning reflek memejamkan mata serta meremat perutnya. Ini mengingatkan saat ia mengantarkan Catharina ke bandara, waktu itu ia masih bisa menyembunyikan kehamilannya dari sang Ibu mertua. Pada Jay pun Ningning tak mengatakan apa-apa perihal anak.
“Apa yang akan pria itu lakukan demi mendapat istrinya kembali?”
Waktu dulu, saat Ibunya membantah perintah sang paman, Ibunya mati-matian berusaha melindungi Ningning. Ibunya melawan, dan mati di tangan Kei, suaminya sendiri.
“Di mana berkas-berkasnya?” tanya salah seorang di antara mereka yang ternyata merupakan sepupu— partner kriminal Ningning.
Ningning mendecih kemudian mengumpulkan ludah di ujung bibirnya sebelum tepat meludahi wajah saudaranya. “Kau menginginkan bisnis suamiku? Berjuanglah untuk itu sendiri, bangsat!”
“Dia tidak berhasil selamat dari pertemuan kecil denganmu.” Terdengar tawa mencemooh dari pria itu, dari pria yang masih tak dapat dilihatnya. “Tapi jangan khawatir, Taki-mu melakukan tugasnya dengan baik. Dia membawamu kepada kami.”
Jay sudah mati? Rasanya seolah pria itu baru saja menghunjamkan pisau berdarah tadi tepat ke dadanya. Tidak, Jay seharusnya aman. Ada Niki, Nicholas, dan banyak anak buahnya yang lain. Tadi itu misi penyelamatan. Van terguncang lagi. Darah Ningning membasahi kaus. Semakin banyak darah yang mengalir keluar. Sebelumnya ia tak pernah takut melihat darah, tapi kali ini kenapa rasanya begitu sakit dan terluka?
Bahunya gemetaran. Serasa terbakar.
“Kau akan menceritakan segalanya kepada kami,” perintah pria itu dengan suara yang rendah dan sinis. “Segala yang kau ketahui tentang suamimu. Kami tahu pernikahan kalian sudah melanggar kontrak. Kau akan membantu kami mengambil alih bisnisnya.”
Lalu setelahnya Ningning akan tetap mati. Itulah yang selalu terjadi dalam hidupnya, selalu diremehkan. Kesalahan bodoh di pihak mereka, karena mengira Ningning atau pihak Jay betulan selemah itu dibuat tunduk.
Ningning duduk dengan kaki ditekuk ke arah tubuh. Kali ini ia tidak menyiapkan pisau di sarung pergelangan kakinya. Tangan kanannya menyusup turun, jemarinya menggenggam pistol.
“Jauh-jauh dariku.”
Pria itu tertawa.
“Lepaskan aku!”
“Tidak. Aku akan membuatmu menjerit-jerit.”
Seperti ibunya menjerit waktu itu? Menjerit supaya Ningning bersembunyi. Menjerit dan berteriak, “tutup matamu, tutup matamu!” Hanya saja Ningning tidak menutup mata.
Sekarang pun ia tidak menutup mata. Ia mencabut pistol lalu menembak semua orang yang mengancamnya. Tanpa suara, tak terlihat. Persis seperti sang Ayah. Bakat turun temurun. Kei begitu mahir menggunakan pistol, tapi pamannya melarang Kei berkecimpung dalam senjata api.
Peluru menembus pria itu dan melesat ke bagian depan kendaraan. Ningning terhuyung mundur, meraung kaget. Lalu terdengar teriakan lain yang juga dipenuhi rasa sakit dari bagian depan kendaraan. Kemudian van tergelincir, berbelok.
Ningning melompat berdiri. Ia membuka pintu belakang van. Angin melecuti tubuhnya. Ini kesempatannya, dan ia akan memanfaatkannya. Aspal tampak kabur di depan matanya. Pasti akan menyakitkan. Ia menarik napas tajam. Ningning sekali lagi melompat ke jalan. Ia mendarat dengan keras, dan merasa daging tangan serta lengannya terkoyak karena tidak membiarkan jalanan menghantam perutnya.
Van direm mendadak dan bau karet terbakar memenuhi hidungnya. Ningning tahu dirinya harus berdiri, harus lari, jadi ia pun bangkit terhuyung. Ningning melangkah maju dan terjatuh lagi. Pergelangan kakinya berdenyut-denyut sakit. Setidaknya ia masih bisa bersyukur karena perutnya tidak terbentur aspal.
Kemudian ia mendengar sirene. Sirene yang manis dan indah itu terdengar semakin dekat dan Ningning mendongak, melihat kelebatan lampu merah ke arahnya.
Roda van berdecit sewaktu kendaraan itu kabur dengan cepat. Masih ada di antara orang-orang jahat itu yang hidup dan berusaha membunuhnya!
Ningning terus berjalan menuju lampu-lampu itu, berusaha meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja. Ningning tahu dengan jelas orang suruhan pamannya meninggalkan banyak informasi salah yang menjerumuskan namanya dalam permainan kotor ini. Dirinya, Jay, bayi mereka. Mereka sudah saling berjanji. Jay pasti tak terpengaruh dan tetap percaya padanya, kan?
Dorrr!
Dorrr!
“VIVIAN!!”
•••
catatan:
Jay-nya belum mati, ya~
Itu cuma taktik musuh aja. Masa matinya cepet banget, kan harus pake bawang 😾
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top