멀어 32
Berkat rumor soal latar belakang Ningning terkuak pada media, orang-orang bahkan mulai bersimpati pada Jay karena menambatkan hatinya pada orang yang salah. Ningning juga dianggap sebagai “benalu hitam” dalam jalur karir suaminya.
Apa pun sebutan mereka yang penting Ningning belum mengetahuinya, tadinya Jay berpikir begitu karena seharusnya Ningning belum sempat membuka jejaring sosial atau pun program televisi yang menayangkan isu-isu negatif soal dirinya sendiri, tapi ternyata dugaannya salah.
Perempuan itu tengah duduk manis bersandar pada kepala ranjang sembari menatap kosong pada layar televisi yang dibiarkan menyala dengan salah satu chanel berita ternama. Di tangannya terdapat remote hitam yang dibiarkan tergeletak tanpa tenaga berarti.
Jay mengunci pintu dari dalam karena ia menduga akan ada banyak hinaan serta bentakan karena satu kasus ini. Ada banyak wartawan di depan rumah sakit, mereka dihadang beberapa anak buahnya agar tak menyelinap masuk untuk meliput kabar dari Jay serta Ningning. Entah darimana rekaman cctv saat Ningning mengambil alih kemudi mobil malah tersebar pula. Membuat publik bertanya-tanya siapakah gerangan sosok yang dinikahi oleh pengusaha kaya raya itu?
Jay menghampiri Ning, duduk di pinggiran ranjang dan berupaya merebut paksa remote dari genggaman tangan istrinya. Namun, Ningning memilih menyembunyikannya. Tatapannya terarah lurus pada manik elang suaminya. Jay sendiri bisa merasakan banyak keraguan dan ketakutan dari netra istrinya. Tangannya terulur memegangi pipi Ningning yang ternyata basah, Jay mengusapnya sekali. Ningning ikut menggenggam tangan Jay yang bersemayam pada pipinya.
“Maaf.” Sebuah kata yang menjadi kunci dari segala rasa bergejolak di dada pun keluar dengan leluasa.
“Aku sendiri juga tidak mengerti kenapa mereka bisa tahu, padahal aku sudah berusaha keras untuk menyembunyikan masa lalumu,” sambung Jay yang kini menyatukan jemari tangan mereka di atas paha Ningning.
“Ada banyak orang yang menanti kehancuranku, kehancuranmu, kehancuran kita. Seharusnya kau lebih waspada, Jay.” Ningning menyampaikan kegelisahan dan rasa kecewa begitu sadarnya malah disambut dengan berita buruk.
“Pasti ada yang berkhianat.” Ningning berujar yakin. “Musuh kita ada di dalam lingkup anak buahmu juga.”
“Jangan menangis.” Tiba-tiba Jay beralih fokus pada genangan air di ujung mata Ningning.
“Emosiku tidak stabil akhir-akhir ini. Aku bukan menangis karena berita masa laluku.”
“Kau hamil?”
“Ah, brengsek.”
Jay memilih mendekatkan wajah mereka. Ia mengambil dagu Ningning yang cantik. Betul juga. Ningning berhenti mencericit dan matanya yang bulat itu membesar. Jay membaca gairah di sana. Akhirnya, dia menyatukan bibir keduanya. Mereka berbagi perasaan memalui ciuman yang tak henti-hentinya. Ningning berkata membenci Jay, tapi ia menikmati saat-saat intim mereka seperti sekarang. Mulutnya yang semula pahit kini menjadi sedikit terasa manis dan dingin. Pasti Jay sehabis memakan permen mint. Ningning bisa merasakannya.
“Bicaramu terlalu kasar. Itu tidak sesuai dengan bibirmu yang indah,” bisik Jay pelan di samping telinga Ningning.
Ningning memilih beringsut pada dada bidang suaminya, menggesekkan wajahnya di sana dan memeluk tubuh Jay seerat yang ia bisa. Jay balas mendekap tubuh Ningning, ia mencium dan sesekali menghirup aroma tubuh istrinya. Dimulai dari pucuk kepala, leher, dan wajah. Keringat membasahi leher jenjang Ningning yang malah membuat Jay gelisah.
Ningning menahan kepala Jay yang terbenam jauh semakin turun. “Sebelum kau, ada orang lain yang masuk ke sini.”
“Siapa?” tanya Jay tanpa bertele-tele. Ia mengangkat wajahnya.
“Sepupuku ... dia bicara hal yang lumayan membuatku ingin mati. Sebelum pergi dia memberiku dua bir, katanya aku harus mencobanya bersamamu. Kau tak perlu khawatir, birnya masih tersegel pabrik. Tak ada racun.”
Ningning berujar dan dia mengambil bir yang dimaksud dalam sebuah lemari seukuran pinggang yang terletak di samping kanan ranjang. Ia memberikan salah satunya pada Jay yang terlihat bingung. Tidakkah Ningning berpikir kalau kondisi tubuhnya masih buruk?
Berani benar dia menenggak bir seperti tak ada hari esok.
Bir yang mengalir ke dalam kerongkongannya dan sebagian tumpah ke leher. Tetesan bir yang ikut bercampur dengan keringat itu malah membuat Jay berpikiran kurang ajar. Ningning menyadari itu. Dia berhenti minum dan menatap Jay sembari tersenyum mengganggu.
“Lagi dan lagi aku memergokimu menatapku dengan tatapan memuja. Sebenarnya apa yang kau sukai dari tubuhku? Aku buruk di ranjang, kebanyakan justru kau yang memimpin.”
Jay terdiam. Ningning kembali menenggak bir dalam botol tetapi tidak menelannya. Dia duduk di atas pengakuan Jay dan mencium lelaki itu hingga bir yang disimpan dalam mulutnya mengalir ke mulut suaminya. Aliran bir itu membuat seluruh butir darah Jay berpesta-pora di dalam tubuh. Ia panik, tapi ia sungguh menikmatinya.
Di matanya yang sudah tak mempunyai sopan santun, seluruh tubuh Ningning seolah menyambutnya dibalik seragam pasien biru polos dengan banyak ikatan di belakang punggung. Baju ini terlihat sangat kebesaran di tubuhnya sehingga suka sekali memperlihatkan lekuk leher dan dada Ningning. Kurang ajar.
Bukankah Jay harus berkonsentrasi membujuk Ningning berhenti menggunakan obat? Segala sesuatu tentang Ningning sungguh sialan.
Saat tangan Jay ingin melepas ikatan baju pasien Ningning, perempuan itu malah melepas ciuman mereka dan menjauhkan wajahnya. Mereka saling menatap dalam diam, Jay menanti ada apakah gerangan Ningning menolak sentuhannya barusan.
“Memang sakit. Aku munafik. Aku pikir bisa menahan sekali lagi sebelum mengakhiri hidupku, tapi kali ini benar-benar menyakitkan. Sangat, Jay.”
Ia terisak, tertawa kecil sembari menutupi wajahnya kemudian kembali menangis.
“Kenapa kau mencintaiku? Untuk merendahkanku?” Nada suaranya terdengar parau namun juga dipenuhi kemarahan.
“Apa untungnya bagiku merendahkanmu? Aku harus melakukan apa agar kau percaya?” Jay membalas dengan raut wajah kecewa. Perasaannya tak pernah dianggap serius.
“Omong kosong! Sejak awal pernikahan kita hanya kontrak, semuanya akan berakhir! Apa gunanya cintamu, hah?! Kau memanfaatkanku hanya agar seluruh bisnis ayahmu bisa kau kuasai, karena itulah isi wasiatnya. Itu yang kau inginkan dariku!” Ningning mengeluarkan seluruh kekesalan yang selama ini membumbung tinggi sampai kepala.
“Aku akan menjadi apa saja yang kau inginkan, Ningning.” Jay berusaha menenangkan sekaligus membujuk Ningning yang terlihat kacau.
“Jangan coba-coba bersikap baik padaku jika kau pikir itu bagian dari kontrak kerja kita, brengsek!” Ningning ingin menampar pipi Jay, tapi lelaki itu terlalu sigap mengurung kedua tangannya.
“Kau tidak pernah khawatir atau peduli padaku.” Ningning mengguncang bahu Jay menuntut penjelasan singkat. “Kenapa semua orang melakukan ini padaku? Apa salahku, sialan!”
“AKU TANYA APA SALAHKU?!”
Lepas sudah. Ningning berteriak keras sekali di depan wajah Jay. Matanya merah, hidungnya sembab. Ningning sungguhan merasa hancur. Keluarga pamannya terus saja mengancam dan mengusik hidupnya yang belum tertata. Mengirimkan sinyal seolah mereka akan membunuhnya besok. Tak akan ada kebahagiaan. Memangnya siapa yang mau hidup jika seperti ini?
Ningning memelankan suaranya sebentar, “katakan padaku, kenapa tak ada yang menginginkan aku hidup?” Begitu tak mendapat jawaban dari Jay, ia kembali emosi.
PRANGGG!!
Ia memegang ujung botol birnya erat-erat dan melemparnya meski masih terisi sebagian. Kepingan kaca berhamburan di lantai dekat ranjang, sedangkan bagian ujungnya masih tetap tercengkeram kuat di telapak tangan Ningning. Jay menahan pergerakan Ningning dengan memeluknya dari belakang, tapi perempuan itu urung melepas pecahan kaca tajam di tangannya. Tetesan darah mulai menjadi aliran yang terus berjatuhan ke lantai.
“Pergi! Pulang sana, bangsat! Aku tak butuh cinta dari orang sepertimu!” Ningning berujar marah saat Jay berhasil merebut pecahan itu lalu membuangnya ke sudut ruangan yang jauh.
“Jay, pergi!” Ia berontak kuat, tangannya tak bisa diam melayangkan pukulan-pukulan kasar di dada dan bahu Jay untuk menunjukkan kekecewaan pada suaminya. Darah di telapak tangannya meninggalkan bekas cukup banyak di kemeja yang Jay pakai.
“Jay, lepaskan aku! Aku bilang pergi kau!”
“JAY!!”
Jay menahan tangan Ningning. Sebelumnya ia telah merelakan diri terkena pukulan istrinya. Tak apa, setidaknya mungkin dengan itu Ningning bisa meluapkan emosinya sesaat. Jay tahu kalau perempuan ini tak punya cara untuk mengekspresikan perasaan sakitnya. Seseorang yang kesepian memang selalu hilang kendali saat merasa kecewa.
Sejujurnya Ningning merasa pening. Tubuhnya sungguh lemas saat ini, apalagi ketika ia memaksakan diri berteriak dan melawan tenaga Jay. “Kenapa ini terjadi padaku?! Aku sudah membuka diri padamu dan menginginkan kehidupan baru yang bahagia. Kenapa aku mendapat balasan seperti ini?!”
“AKU DIBERI PERINTAH MEMBUNUHMU!”
“Apa harus selalu kematian yang hadir di tanganku ketika aku mulai melihat dunia seperti manusia kebanyakan?!” Saat bicara, ia kehilangan keseimbangan terhadap tubuhnya sendiri. Ningning terjatuh berlutut ke lantai namun urung meminta bantuan.
Tanpa diduga, Jay ikut berlutut di hadapannya. Lelaki itu tersenyum tipis namun Ningning dapat melihat keputusasaan dan penderitaan di balik matanya yang tajam. Jay memeluk Ningning erat sekali, seolah hari esok mereka akan berpisah.
“AH, BANGSAT! LEPAS!”
“TINGGALKAN AKU SENDIRI!”
Bukannya menurut, Jay semakin mempererat pelukannya pada tubuh ramping Ningning. Satu tangannya mengelus lembut punggung istrinya, dan yang lain mengusap rambut Ningning sayang. Dibalik pelukan mereka, Jay juga ingin menangis, tapi ia lebih pandai menyembunyikan tangisan itu dengan kata-kata penenang. Ia membebaskan Ningning menangis deras dalam dekapannya, isakan kali ini Jay dengar tanpa ada keraguan.
Ningning menghancurkan benteng yang membentang luas pada pernikahan mereka. Ia sebenarnya tak suka sosoknya dianggap lemah sehingga lebih sering berpura-pura, tapi kali ini, di hadapan Jay, Ningning yakin lelaki ini tak akan menganggapnya begitu.
“Aku mencintaimu. Jangan takut, aku akan menjagamu dengan seluruh hidupku.”
•••
Info penting!
Karena cerita ‘Blind’ lagi ikut event nulis selama 45 hari, dan udah tamat di draft, aku disuruh sisain 10 bab terakhir buat babak semifinal dan grand final di tanggal 06-15 Januari. Jadi, besok adalah bab terakhir yang aku publikasi sebelum ambil jeda 6 hari :(
Jangan lupa vote dan komen banyak-banyak, boleh share juga ke shipper Jayning lain supaya cerita ini bisa rame yang baca 🔥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top