멀어 15
Ningning hanya duduk dengan tatapan jenuh begitu selesai membersihkan diri dan berganti pakaian dengan yang baru. Ya, baru. Seluruh barang yang mereka pakai selama di sini tak pernah dipakai lebih dari dua kali. Semalam mereka meminum wine dan mengobrol. Jay mencumbu bibirnya dengan tegas dan menuntut, membuka kancing piyamanya kasar ... lalu menggendong Ning ke kamar dengan tergesa.
Begitu membuka mata, Ningning merasa seluruh tulangnya remuk. Perutnya mual bukan main. Ditambah dengung ngilu di kepalanya karena pening yang mendera tiba-tiba. Sial, pasti ini ulah Jay. Dugaan Ning diperkuat karena bentuk ranjang mereka begitu buruk.
“Ning,” panggil Jay. Ningning menoleh pada Jay yang keluar dengan lilitan handuk putih pada pinggangnya. “Ke sini, ayo bantu aku memasang pakaian.”
Ningning memutar bola mata malas. “Hei, perkataanmu sudah seperti drama televisi kehidupan rumah tangga. Apa setelah ini kau akan memanggilku ‘sayangku, ayo kita sarapan berdua’ dan mencium kedua pipiku sebelum berangkat bekerja?” sahutnya sinis.
Jay tak menjawab, ia beralih pada meja rias dan mengambil satu set pakaian formal yang telah ia sisihkan untuknya dan sebuah paper bag merah untuk Ningning. Ia melempar barang-barang tersebut pada Ningning dari jarak yang sudah cukup dekat, membuat perempuan itu terkejut dan reflek menangkap pemberian Jay.
“Reflek tubuhmu bagus seperti semalam,” puji Jay.
“Aku tak bisa melupakan bagaimana caramu memanggil namaku dan memohon supaya aku lebih dalam,” sambungnya.
“Berisik,” timpal Ningning seraya membantu Jay mengancingkan kemeja dengan serius.
“Setelah mengurusku, segera ganti pakaianmu dengan yang aku berikan.” Perintah Jay bersifat mutlak.
“Apa aku harus memakainya?” tanya Ningning saat melihat isi tas yang merupakan gaun sewarna indigo lembut. Mungkin akan kebesaran pada tubuhnya.
Jay mendekap tubuh Ningning lebih dekat dengan tangannya yang singgah pada pinggang istrinya. “Tentu saja. Itu senada dengan yang kupakai. Kita harus tampil seperti pasangan yang sedang kasmaran.”
“Menjijikkan.”
“Ya, aku tahu kalau wajahku ini tampan. Kau tak perlu memandanginya terus-terusan begitu, cepatlah ganti pakaianmu. Kita akan segera pergi.” Jay mendorong tubuh Ningning pada bilik kamar mandi dengan segala penolakan dari mulut perempuan itu karena merasa jam tidurnya diganggu.
“Ingat, jangan-” Jay hendak memberitahu larangan yang biasa ia katakan ketika mereka berdua akan pergi bersama. Namun, Ningning sudah kelewat hafal dan paham maksud dari tiap kata yang diucapkan Jay sehingga lebih dulu menyela.
“Jangan macam-macam, apalagi sampai berniat kabur. Jangan jauh-jauh dariku. Radius maksimal satu meter. Jika terlalu dekat dengan laki-laki, aku pastikan akan menghabisimu malam nanti.” Ningning menirunya dengan sangat baik, sampai Jay hanya bisa membalas ejekan istrinya menggunakan deheman canggung.
Sekarang mereka dalam perjalanan menuju cabang perusahaan Jay. Ningning terus-terusan melihat keluar jendela dan memejamkan mata karena letih dan mengantuk. Sungguh sialan Jay malah mengajaknya keluar di pagi hari, padahal Ningning ingin tidur sampai sore lalu keluar mencari makanan untuk makan malam.
“Bukannya kau adalah bosnya. Kenapa harus berangkat sepagi ini, Jay?” sungut Ningning kesal.
“Aku hanya anak yang lahir tanpa keberuntungan.”
Ningning masih memejamkan mata, ia benar-benar akan tertidur selama perjalanan. “Lantas, jika manusia sepertimu yang dibekali harta dan kekuasaan mengatakan lahir tanpa keberuntungan ... berarti aku adalah pembawa takdir buruk serta kutukan.”
•••
Mari kita lupakan tentang tidak menarik perhatian. Nyatanya saat mobil mereka baru berhenti pun sudah menjadi momok bulan-bulanan sebagian orang di sana. Tentu mereka semua tak ketinggalan berita terbaru soal direktur utama yang akan datang berkunjung selama beberapa hari ke depan. Ini bisa dijadikan ajang mencari perhatian dari sang atasan.
Halaman dan koridor dibersihkan, tanaman dipangkas serapih mungkin. Lantai-lantai berkilauan ketika diterpa cahaya matahari. Pintu utama dibuka lebar-lebar dengan penjagaan dua orang anak buah kepercayaan Jay.
Beberapa karyawan yang tengah berlalu-lalang mengentikan langkah. Menatap mobil yang sebenarnya tak terlalu mencolok dari segi warna dan ukuran. Jay sengaja menggunakan mobil biasa aja saat berangkat tadi, niatnya ingin menghindari perhatian karena sedang bersama dengan Ningning. Namun, dewi keberuntungan tak berpihak pada mereka berdua.
Jay keluar dari mobil, lalu merangkul pinggang Ningning erat sambil berjalan pasti memasuki gedung kantornya yang menjulang tinggi. Banyak penjaga yang tersebar di tiap-tiap sudut kantor dan menyamar seperti karyawan umum.
“Selamat datang di cabang perusahaan Yokohama, Tuan,” sambut seorang perempuan yang selama ini bertugas menggantikan Jay mengawasi kinerja perusahaan.
Jay balas mengangguk singkat, dia lanjut melangkah setelah sebelumnya berhenti sebentar untuk menanggapi. Semua orang tahu siapa Jay. Bahkan hanya dengan sekali lihat pun mereka akan langsung mengetahui dengan siapa mereka berhadapan. Namun, yang menjadi pusat permasalahan sekarang adalah hadirnya sosok lain dalam balutan gaun senada dengan sang atasan.
“Berjalanlah di sampingku dan jangan pernah berani menundukkan kepalamu,” ujar Jay sedikit pelan ketika mereka melewati koridor. Ningning mendengarnya secara jelas, Jay pasti telah memiliki berbagai skenario untuk membuatnya lebih sengsara.
“Apa yang dilakukan sampah itu?” ujar seorang wanita berbisik pada teman sebelahnya.
“Jaga bicaramu, mungkin saja dia kekasih Tuan Jay.” Temannya menanggapi dengan enggan, tersenyum kikuk ketika Ningning menatap ke arah mereka berdua dari jarak yang tak begitu jauh.
“Orang seperti itu berjalan berdampingan dengan bos besar kita? Apa kau yakin kasta mereka sama?”
“Lalu, kau pikir Tuan Jay mau denganmu?” Dia merasa terusik.
“Pasti ada alasan kenapa hari ini Tuan Jay merangkul seorang wanita asing ke kantornya,” lanjutnya. Ucapan temannya mulai kelewat batas, padahal kalau ditelisik lebih jauh lagi sosok di samping Jay tidaklah seburuk itu. Wajahnya manis, juga sangat cantik. Tubuhnya juga mungil, rambutnya sehat, kulitnya putih terawat.
“Apa pun alasannya, sangat tidak mungkin jika Tuan Jay serius dengan dia, kan? Perempuan-perempuan cantik sebelumnya juga dibuang setelah bosan.”
“Hei-” Jay baru teringin menegur mereka. Walau berbisik, tapi Jay tahu kalau keduanya sedang membacirakan hal-hal buruk soal Ningning karena tatapan salah satunya benar-benar menganggu.
“Tak apa. Aku bisa mengatasinya nanti,” ucap Ningning dengan nada dingin dan setengah berbisik pada Jay. Tangannya menahan pergelangan sang suami sedikit kasar.
Jay akhirnya batal menegur. “Baiklah, kita lihat apa yang bisa kau lakukan.” Ia semakin mempererat rengkuhan pada pinggang Ningning seraya tersenyum manis. “Aku akan mengenalkanmu pada kehidupanku, kuharap kau cepat terbiasa.”
•••
catatan:
Ningning bakal dikenalin ke publik sebagai "istri" Jay Wen. Berita pernikahannya menyebar secepat kilat. Belum lagi Jay yang dari awal gemar dirty talk gak tau tempat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top