멀어 12
Jay tetap mengacungkan pistol. Kekacauan hebat terjadi di sekelilingnya. Meski sebagian besar orang menghambur ke pintu keluar mana saja yang dapat mereka temukan, tidak satu senti pun Ningning bergerak dari belakang pria berbaju hitam itu. Jay berusaha meyakinkan diri jika Ning tak betul-betul pingsan karena kehilangan banyak darah. Tembakan barusan sungguhan. Di depan matanya Jay melihat Ningning tertembak di bagian dada.
“Kami belasan,” geram pria yang memegang senjata. “Kau hanya sendirian. Ini malam yang buruk untuk sok jadi pahlawan.”
Lagi pula, seharusnya Ningning tidak perlu menawarkan diri menjadi korban. Ia akan bahas soal itu dengan istrinya nanti, setelah menyingkirkan belasan pria bersenjata ini.
“Apa yang membuatmu yakin kalau aku sendirian?” tanya Jay.
Ruang pesta ini, dengan semua jendela yang menghadap ke sepenjuru kota. Ya, pastinya memudahkan orang untuk mengintip.
“Jatuhkan senjata kalian,” perintahnya. “Semuanya jatuhkan senjata kalian selagi masih punya kesempatan.”
Tawa. Jay sudah menduga akan mendengar suara tawa. Dengan bodohnya mereka menyangka dirinya hanya menggertak. Nanti, saat sudah terlambat, mereka akan sadar ia tidak sekadar menggertak. Tawa itu berhenti. Jari pria di dekatnya mulai mengencang di sekitar pelatuk sambil membidik Jay.
“Kau sudah mati, Mister.”
Tidak, Jay tak akan mati. Tidak sebelum ia berhasil membawa Ningning pulang. Jay menembakkan pistolnya sendiri tepat ke pria berpakaian hitam tersebut. Tiga tembakan nyaris meletus berbarengan. Tak ada celah untuk menghindari tembakan peluru dari Jay.
Lebih banyak jeritan. Lebih banyak teriakan.
Situasi jadi lebih kacau. Jay menyambar Ningning dengan berlari lalu bergegas menuju pintu keluar, pintu belakang yang sempat ditunjukkan Ningning padanya. Peluru pria itu menyerempet pinggang Jay, nyaris tepat sasaran, sementara peluru Jay sendiri tepat mengenai bahunya. Sekarang si penyerang tak dapat membidik dengan mudah.
“Wajahmu lucu sekali jika sedang khawatir.” Ningning berkata pelan dari dalam dekapan Jay. Lelaki itu menggendong tubuh Ningning ala bridal sembari berlarian cepat. Darah menetes di sepanjang jalan yang mereka lalui, aliran yang perlahan mengalir turun dari dada sampai ke perut Ningning.
“Jangan banyak bicara ....” Jay berusaha tenang.
“Aku tidak akan mati secepat itu. Nicholas memberiku rompi anti peluru saat berangkat.” Tangan Ningning terangkat untuk melepas satu kancing gaunnya dari atas kemudian memegang bagian yang terkena peluru.
Astaga? Sialan, istrinya pasti cari mati. Jay ingin menahan tangan Ning, tapi sekarang kedua tangannya sedang sibuk menggendong. “Apa yang kau lakukan? Keluarkan tanganmu ... kumohon, Ningning. Jangan macam-macam.”
“Ini tidak terlalu dalam.”
Ningning memejamkan matanya sembari menahan ringisan. Ia berhasil mengeluarkan satu peluru dari dalam sana, sebuah timah panas yang telah dipenuhi aliran darah kental. Seharusnya peluru itu tak bisa sampai pada kulit putihnya. Namun, serangan tadi diarahkan dari jarak yang begitu dekat sehingga berhasil menembus rompi.
Dorr!
Dorr!
Terdengar suara tembakan. Ah, suara yang sangat dikenalnya ... hanya saja sekarang mereka tidak berada di hutan, dan para warga sipil tidak berada di tempat aman. Ningning tak bisa ikut dalam aksi tembak-tembakan karena dihalangi oleh Jay.
“Aku perlu bantuan,” gumam Jay pelan.
Niki dan Nicholas sebentar lagi tiba di sini. Mereka akan membantunya, mereka akan membawa Ningning pulang dan merawatnya.
Saat meragu di pintu staf, pandangan Jay menyapu ruangan. Pria bertopeng satu lagi membidikkan senjata ke wanita berambut merah yang sempat mengobrol dengan Ningning. Pria itu terlihat seperti akan membunuh si rambut merah, tapi peluru mengenai pria itu lebih dulu. Peluru yang tidak berasal dari dalam ruang pesta. Pelurunya menembus jendela di sebelah kiri memecahkan kaca. Jay tahu persis siapa yang menembak.
Niki. Killer gunner. Anak muda penembak jitu mantan agen intelijen yang tak pernah meleset bidikannya. Bala bantuannya sudah datang. Sekarang waktunya membawa pergi istrinya.
Jay menendang pintu keluar hingga terbuka. Orang lain sudah mulai menuruni tangga yang sempit tersebut. Ningning berusaha mengambil napas dengan benar saat pasokan oksigen terasa semakin berat. Sungguh cara yang hebat untuk menunjukkan apresiasi.
Di belakang mereka sudah seperti neraka. Ia hanya tinggal mengantar Ningning ke tempat aman. Setelah itu ia bisa kembali untuk membantu Niki serta Nicholas untuk mengamankan lokasi. Jay sampai ke pintu pertama, lalu dengan mudah memegangi Ningning yang lemas.
Begitu ia keluar dari tangga, Jay melihat sejumlah petugas keamanan bergegas ke arah mereka. Jay menyerahkan Ningning ke salah seorang di antaranya. “Jaga dia!”
“Aku tidak butuh dijaga!” Dengan pipi memerah, mata berkaca-kaca, dan rambut acak-acakan, Ningning tidak terlihat seperti si pembunuh bayaran yang sempurna lagi.
Menjengkelkan memang ... penjaga yang hanya memegangi Ningning selama tiga detik tadi mulai tergagap. Jay mengabaikan pria itu lalu mencondongkan tubuh ke Ningning. “Kalau kau masih ingin hidup, tetap diam di sini. Tetaplah bersama para penjaga sementara aku mengurus orang-orang di atas.”
Apakah yang datang dari atas itu adalah asap? Sial. Ternyata benar. Sewaktu ia berusaha melihat dengan lebih jelas, dirinya dapat mendengar retihan api. Arus menuju pintu utama menjadi lebih kacau karena semua orang mencium bau asap. Para petugas keamanan tidak tinggal untuk membantu Ningning. Mereka kabur.
Semuanya, kecuali Ningning dan Jay.
Sebenarnya, perempuan sinting itu berusaha kembali ke atas dengan menaiki tangga. Jay menangkap lengan Ningning dan menariknya. Sudah bosan hidup rupanya. Jay mengeluarkan transmiter kecil yang akan menghubungkannya dengan anak buah Jay yang lain.
“Apa yang terjadi di atas sana?” tanya Ningning.
“Tinggalkan tempat ini,” suara Nicholas langsung membalasnya. “Tujuh penyerang sudah mati. Lima orang mundur, tapi sisanya malah menyalakan api.”
Jay dapat mendengar bunyi sirene. Bala bantuan datang secepat yang mereka bisa.
“Ruang pestanya aman,” seru Nicholas. “Keluarkan target.”
Sewaktu ketua tim memberi perintah, anggotanya tidak akan mempertanyakan sang pimpinan. Jay mengangkat Ningning, lalu membopong perempuan itu pergi.
“Dia aman!” Mereka sudah di luar. Udara segar menghantamnya. Jay menoleh. Ia melihat lidah api di jendela-jendela lantai atas, juga tiga sosok yang menuruni bagian samping gedung. Apakah penyerang tadi kabur dengan menggunakan metode yang sama?
Lalu, kenapa mereka menyasar ....
“Ningning!” teriak Niki dari lantai atas. “Mereka hanya mengincar Ningning!”
Itu gurauan jenaka, karena Jay tak akan membiarkan kematian mendekati istri kecilnya.
Semakin banyak polisi setempat yang datang, tergopoh-gopoh melakukan upaya penyelamatan. Petugas medis sibuk memeriksa para tamu yang terguncang. Karnaval sedang berlangsung. Peristiwa ini merupakan hal terakhir yang diharapkan oleh para musuhnya. Serangan terhadap petinggi Washington? Tak mungkin mereka ingin kejadian ini bocor ke media.
Nicholas ada di kegelapan, mengamati area. Jay melihat Nicholas tapi ia ragu ada orang lain yang menyadari kehadiran fighter tersebut. Mereka semua terlalu sibuk mengurusi rasa takut mereka dan api yang ada. Api masih menyebar. Masih menghancurkan gedung bersejarah itu perlahan-lahan.
Kawanan bersenjata tadi sepertinya sudah menghilang. Mereka mengincar Ningning ... akankah mereka berusaha lagi?
Tangannya terkepal sewaktu mengingat Ningning malah menghampiri pria bertopeng tadi. Ya, batinnya. Mereka pasti mendatangi Ningning lagi, tapi Jay akan memastikan dirinya menghadang mereka.
Saat itu Ningning mendongak, tatapan mereka beradu. Di mata perempuan itu terdapat begitu banyak emosi, sejelas dan seterang api yang berkobar. Amarah, bukan, lebih dari sekadar amarah ... dan rasa takut.
Jay memaksa kepalan tangannya membuka sewaktu menatap Ningning. Ia akan mencari tahu semua rahasia perempuan ini. Ia akan membongkar alasan kawanan bersenjata tadi datang ke pesta dan mencari istrinya. Jay juga akan mencari tahu kenapa perempuan ini tahu segala hal tentang kelompok agen paling rahasia yang sekarang bekerja untuk pemerintah.
Jay menyadari Ningning tidaklah sedangkal dugaan awalnya. Jauh lebih daripada itu. Ningning terbukti bisa menjadi amat sangat berbahaya, sampai maut pun enggan menjemputnya lebih dulu.
•••
catatan:
Menurut kalian peran siapa yang lebih punya 'cerita' kelam?
Jay si biliuner eksotis, atau Ningning ... si gadis pecandu yang belum jelas asal-usulnya?? 🤔
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top