1 : Lies on your face

Berantem mulu sebenarnya bikin muak anjing. Lo bayangin aja, lo udh janji ke diri lo sendiri buat berhenti berantem dan lanjut perbaikin hidup biar lo bisa bersekolah dan belajar dengan tenang. Tapi, bajingan caper sialan dari sekolah malah sengaja mau ngajak lo adu jotos.

Di sekolah sana, berantem. Sekolah situ, berantem. Sekolah sini? Ya berantem juga lah, apalagi? Sekalian semua sekolah yang dimasukin jadi ring tinju aja lah kontol.

Budi mendecih seraya mengusap mulutnya yang berdarah menggunakan punggung tangannya. Kaki kanan ia ayunkan dengan kuat, menendang punggung seseorang yang sedang terbaring kesakitan untuk meluapkan amarahnya.

"Bilangin sama Riccontol, kalau mau berantem sama gua, ya datengin gua, bangsat!!! Jangan malah pentolannya yang datang, ketua lo jadi kelihatan cemen di mata gua tau gak?!" Kemudian ia mengangkat jari tengahnya yang tertuju kearah 5 lelaki yang sedang meringis kesakitan dan bergegas beranjak pergi dari tempat kejadian.

Baru saja beberapa hari yang lalu, Budi pindah ke SMK Cipta Wiyaka dan berharap bahwa kehidupannya bisa berubah. Namun nyatanya, ia tetap harus menerima kenyataan bahwa tidak semua sekolah yang ia masuki akan terhindar dari tempat dimana adanya perkelahian antar siswa dengan dirinya.

Perkelahian yang baru saja ia menangi telah terjadi selama 2 jam. Ia digiring oleh antek-anek kontol itu ke belakang sekolah. Semua energinya telah terkuras, tubuh dipenuhi dengan babak belur dan oh Tuhan, rasanya Budi ingin mati saja.

Hidup itu kejam? Memang. Hidup itu tidak adil? Itu urusan Tuhan dah, suer. Tapi terkadang, hidup juga mengajarkan kita agar kita dapat bertahan hidup di dunia yang keras ini.

Langkah demi langkah ia lalui, kedua kaki bergerak cepat menuju sebuah toilet pria.

Kaki lemahnya sudah tidak kuat untuk menopang berat badannya sebelum ia terjatuh berlutut ke lantai, memegang erat ke wastafel dengan nafas yang tidak teratur.

Remaja itu menghela nafas kasar. Ia memalingkan wajahnya menghadap cermin, darah dari kedua hidungnya tidak berhenti mengalir sejak salah satu dari pentolan Ricco memukul wajahnya menggunakan kayu.

Cemen banget sumpah.

Kedua tangan penuh dengan lebam akibat menahan semua pukulan dari mereka. Pergelangan kiri sampai siku luka parah. Sementara pergelangan kanan menerima banyak luka sayatan dari berbagai serangan yang diterima.

Saat itu, pipi kiri juga menerima sebuah pukulan keras sehingga menyebabkan warna ungu tertempel lekat disana.

Disentuhnya bagian lebam tersebut, membuat Budi meringis menahan sakit yang setiap hari ia dapatkan dari sekolah ini. 

"Fuck.." lirihnya. "Gua harus bilang apa sama nyokap nanti, bangsat…."

Air mengalir dari keran membasuh tangan kirinya, menyeka semua darah pekat yang mengalir di tangannya. Bau besi menempel lekat di hidung remaja itu, membuat Budi hampir memuntahkan seluruh isi perutnya akibat bau tersebut.

"Tsk… anjing.. anjing…"

Ia sedikit merintih kesakitan saat berusaha untuk membersihkan tangan kirinya. Budi yang masih bisa selamat dari cara curang pentolan Ricco saat berkelahi adalah bonus kesekian yang Tuhan berikan padanya.

Tapi..

"Sampai kapan gua harus begini.." Bisiknya dengan lelah. Ketika air mata perlahan mulai mengenang, bayangan cermin di depan membuatnya tampak seperti seorang pecundang cengeng yang takut akan dunia luar.

"Sampai kapanー" Isaknya. "ーKenapa setiap gua menginjakkan kaki di suatu tempat, ada aja kejadiannya, bangsat?! Dosa apa yang udah gua perbuat sehingga gua pantas menerima ini semua?!!"

Benar. Lagipula selama Budi berkelahi, ia hanya membela diri dan melindungi teman-temannya.

Ia tidak pernah sama sekali memulai perkelahian-

"Mulai hari ini, gua nyatakan perang ke elo, bangsat!!"

..ah ya, kecuali itu.

"Budi?"

Budi sontak kaget dengan suara yang tiba-tiba muncul dari belakangnya. Sedetik setelah ia familiar dengan suara tersebut, dengan kasar Budi mengusap air mata di wajahnya menggunakan bahu kemudian berdehem pelan untuk menghilangkan suara isak tangis sebelumnya.

"Oh." Budi berdehem, membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan pemilik suara.

"Halo chad, ngapain lo disini?" Tanyanya.

Richard namanya. Seorang Reseller yang Boby kenalkan kepadanya saat pertama kali ia menginjakkan kaki di sekolah ini. Menjual cukup banyak semua kebutuhan serta barang penting untuk membantunya dalam berkelahi.

Gausah tanya barang apa saja yang ia jual. Gausah tanya dan penasaran. Dimulai dari makanan hingga minuman pun semua ada di Richard.

"Hm? Oh! Gua disini buat cuci tangan doang." Jelas Richard yang mengulurkan kedua tangannya yang sudah bersih.

"..sejak kapan lo disini?"

Richard tidak menjawab pertanyaan remaja di depannya. Namun anehnya, ia hanya menatap dari ujung kepala sampai bawah mata kaki.

Orang aneh.

Karena merasa tidak nyaman dengan perilaku Richard, Budi berdehem yang alhasil berdampak kepada Richard yang sekarang mengalihkan perhatiannya tertuju kearah mata Budi.

"Kenapa liatin gua?"

Richard menggeleng kemudian bergerak menuju meja wastafel untuk meletakkan tas dan membukanya.

"Lo berantem sama siapa lagi?" Ucap Richard yang hendak meringankan keadaan.

"..Tau ah."

"Luka lo sampe separah itu pasti karena Ricco ya?"

Budi menghela nafas.

"Pentolannya Ricco. Mereka bawa macam-macam barang yang mereka bawa diam-diam pas berantem." Jelasnya marah.

Richard mengangguk. Ia lalu mengeluarkan sebuah kotak P3K kemudian membuka kotak tersebut.

"Tangan." Kata Richard.

"Hah?"

"Mana tangan lo? Sini gua obatin."

"Woi. Lo masih aja cari kesempatan buat dapat duit ya? Gua lagi ga ada apa-apa anjir. Dahlah, awas lo. Gua mau berishin luka-"

Sebelum Budi menyelesaikan kalimatnya, tangan kiri Budi ditarik sehingga membuatnya meringis kesakitan.

"WOI?!! SAKIT GOBLOK!!-"

"Lo kaga usah bayar." Ucap Richard seraya membersihkan luka tangan Budi dengan kapas yang telah basah.

"Untuk saat ini gratis. Toh kotak P3K-nya juga jarang gua pakai." Lanjutnya.

"Chad sumpah. Mau lo ngelakuin apapun ke gua, gua tetap gasuka ngutang,,ADUDUDUHーWOI!!-"

Richard tertawa saat Budi menepis tangan yang sengaja menekan luka ditangannya. Orang gila mana coba yang mau sok baik tapi ujung-ujungnya sengaja nyakitin luka lo coba?

"Mending lo diem aja daripada luka lo gua bikin parah." Gelak Richard.

"Bapak lo gua smack down anjing."

"Hahaha.. kalau masalah bokap gua, gua ga peduli anjirr..!"

"Bangsat lo."

"Kalem."

Yah, untuk saat ini Budi hanya bisa terdiam sambil menunggu bocah tengil satu itu mengobati dirinya. Semua sentuhan Richard lakukan dengan cukup hati-hati. Padahal sudah setiap hati ia terluka dan baru kali ini Richard memberikan pengobatan gratis untuknya? Apa-apaan.

"Minimal lo ngelakuin ini tiap hari napa." Richard sengaja membisu sambil membiarkan kedua tangannya bergerak membalut tangan kiri Budi dengan perban.

"Dih ogah." Jawabnya. "Gua yang rugi coy."

"Lah si dodol???"

"Sesekali laaah, soalnya lawan lo ga becus mainnya. Masa iya, lo udah fair fight ga bawa apa-apa, tapi mereka malah bawa senjata???"

Mulut Budi kini tertutup rapat.

"Kalo kita berantem pake tangan kosong, hand to hand combat, berarti kita berdua punya kesempatan sama untuk saling memukul, dan sama-sama berpeluang menang atau kalah kan."

Budi mengangguk.

"Sedangkan kalo pake senjata, berarti yang pake senjata punya kesempatan lebih untuk menang daripada yang gak bawa, misalnya; bawa sajam, kayu, tongkat besi, dan lain lain, bakal jadi bekal agar bisa memenangkan perkelahian dengan cara cepat." Richard lanjut membersihkan luka di pipinya.

"Mereka takut sama lo karena dari dulu ngelawan lo ga pernah menang. Kalah telak mulu." Richard menutup alkohol dan lanjut mengompres pipi lebam Budi.

"Tapi, lo tetap menang kan lawan mereka tadi?"

"Ya.."

Sejujurnya, Budi cukup panik setengah mati saat mengetahui mereka membawa barang dalam perkelahian. Mati-matian ia menghindari semua serangan walaupun ada beberapa yang mengenai tubuhnya.

Untung saja ia berhasil menghindari serangan tersebut dan membalikkan keadaan secepat mungkin.

"Bagus." Richard akhirnya selesai mengobati semua luka Budi. "Nah selesai!"

Mata Budi mengarah ke arah kedua tangannya yang telah diperban dengan rapi. Rasa luka disana masih terasa cenat-cenut, tapi ia cukup bersyukur karena hari ini ia tidak perlu ribet-ribet untuk membersihkan luka di tubuhnya.

"Gila… cepet amat Chad.." Puji Budi dengan mata terbelalak.

"Ga sih.. lo nya aja yang melamun natap lantai daritadi." Kemudian, ia tersenyum jahil.

Tiba-tiba, firasat Budi menjadi tidak enak.

"...apa?"

"Lo nyari kecoa?"

"Bangsat Chad."

"Hahaha..! Bercanda bro..! Lagian, lo ngeliatin lantai serius amat etdah.!!"

"Ngomong sekali lagi, gua tendang kepala lo. Ga bohong gua."

"Whoops!!" Richard kini mengatup kedua tangan di depan wajahnya. "Bercanda mazzehhh..!"

Budi lanjut menatap figurenya di cermin dengan tatapan… lelah.

"..Makasih. akhirnya gua bisa istirahat cepat malam ini.."

Ia dapat merasakan sebuah tangan yang mengacak rambut hitam pekat itu dengan hati-hati.

"Sama-sama. Kalau ada apa-apa bilang gua aja."

Budi menganggap kalimat tersebut adalah sebuah candaan, namun entah mengapa ada sebuah janji tertekan di kalimat tersebut.

"Aman. Gua ga akan biarin musuh gua menang."

Dengan senyum lebar, ia berlari keluar toilet sambil melambai ke arah Richard.

"Jumpa besok lagi Chad!! Hitung aja berapa totalnya biar gua ganti!!"

"Hah-" mulut Richard terbuka lebar. "GUA GAADA NYURUH LO GANTI BUD-"

"MASA BODO!!"

"BUDI..!!!"

-

Author's note: Halo semuaa, gimana kabarnya hari ini? Semoga semuanya baik-baik aja yaaa. Ini adalah fic Indo Troublemakers pertama Kina di wattpad.

Mohon maaf kalau kata-katanya masih ada yang kurang pas untuk kalian yaa, karena aku ga biasa nulis cerita, jadi mohon dimengertii.

Untuk komentar, tolong berikan komentar dengan kalimat yang sopan yaa. Sebenarnya Kina juga bakal jarang balas komentar karena gatau mau balas apa, tapi yang pasti bakal aku baca semua kok wkwkwk..

Semoga pada sukaa~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top