Tamu VVIP

Tissa berjalan setengah berlari ke gedung Grand City melalui jembatan penghubung. Dia harus tiba di kamar yang dimaksud Alison sebelum tamu, memastikan kembali kamar dalam kondisi siap dan kondusif, tidak ada yang terlewat, termasuk debu setitik di kusen jendela. Posisi keset pun tidak boleh miring.

Tipe tamu berbeda-beda. Pihak hotel harus antisipasi dengan segala jenis karakter mereka. Apalagi tamu VIP dan VVIP, persiapan harus sempurna, tidak boleh ada cela. Sekarang, kesempatan pertama Tissa melayani tamu VVIP dan langsung sebagai Butler.

Meski ini pertama kali bagi Tissa sebagai butler, dia telah menguasai segala hal terkait profesi ini. Kecuali aspek yang berhubungan dengan kelemahannya. Dia pernah mengambil short course perhotelan dan bisnis. Sekarang, dia melengkapi pendidikannya dengan menjalani perkuliahan di bidang yang sama, termasuk pendidikan profesi butler. Semua atas saran bernuansa ancaman teman akrabnya, Joana dan Dave.

Awalnya Tissa tidak mau. Ketakutan terbesar yang selalu menghantuinya jadi alasan utama. Akan tetapi,  dorongan tanpa jeda dari Joana dan Dave membuatnya nekat mengambil langkah. Matt, kakak laki-lakinya yang tinggal di Christchurch pun tidak pernah tahu akan keputusannya.

Kemampuan dan pengetahuan Tissa membuat Alison selalu mempertanyakan alasannya menolak menjadi butler. Bagi Tissa, selain beberapa orang yang terlanjur tahu alasan sebenarnya, tidak perlu ada orang lain lagi. Mereka hanya akan menghakiminya. Menyimpannya sendiri adalah pilihan terbaik.

Keadaan kamar telah siap. Kamar yang akan ditempati terdiri dari satu kamar tidur dengan tempat tidur king size, ruang kerja, ruang tamu dan pantry yang dilengkapi mini bar. Tamu VVIP yang ditempatkan di kamar ini bukan tamu sembarangan. Seperti yang Alison ingatkan, tamu kali ini adalah sosok penting Galaxy City. Tiba-tiba kekhawatiran menyelusup dalam hati Tissa. Perutnya bereaksi tidak enak. Dia menarik napas dalam sambil memejamkan mata. Tenang, kamu bisa, Tissa!

Tissa mengecek ponsel dan membaca singkat pesan Alison tadi pagi. Data tamu VVIP dikirim Alison dalam format pdf. Begitu fail terbuka, mata Tissa langsung terpaku pada nama yang tertulis.

"Tidak mungkin," gumamnya dengan mata yang membulat.

Tissa segera menelepon Alison.

"Siapa nama tamu yang akan aku layani?"

"Mr. Baskara, Andre Baskara."

"Kenapa kamu tidak memberitahuku dari awal?" pekik Tissa tertahan. Suaranya yang sempat meninggi segera dia kontrol.

"Aku sudah mengirim datanya sejak semalam, jauh sebelum aku membangunkan kamu. Jangan katakan kamu baru membacanya sekarang?"

"Terima kasih sudah menjerumuskan aku hari ini, Alison. You don't have to say sorry. Bye!" Tissa langsung memutus sambungan telepon secara sepihak. Membiarkan Alison bingung dengan sikapnya. Anggap saja sebagai balasan mengganggu paginya yang nyaman.

Tissa mendapat bocoran dari resepsionis melalui telepon, tamu sudah menuju kamar. Ukuran waktu dalam menit yang disampaikan resepsionis menggambarkan waktu sebentar. Tissa tidak perlu melihat jam. Dia hanya butuh memprediksi proses perjalanan yang ditempuh. Sambil menunggu, Tissa memastikan penampilannya tidak ada yang berantakan. Ponsel sudah dimasukkan dalam saku rok. Smart watch yang terhubung dengan ponsel beroperasi dengan tepat, melingkar rapi di tangan.

Dia mematut di depan cermin. Semua sudah pas, tidak ada yang miring atau berlebihan. Akan tetapi, Tissa masih merasa ada yang kurang. Dia tidak tahu apa.

Mengenyahkan perasaan ganjil, Tissa berdiri di depan pintu kamar, siap menyambut. Denting bel eskalator berbunyi. Berurutan sosok dari dalam eskalator muncul, operator eskalator yang mengarahkan jalan, disusul sosok pria yang menjadi tamu VVIP, pria lain yang kemungkinan besar dari penampilannya adalah orang yang datang bersama sang tamu, sesuai informasi dalam fail, dia adalah asisten. Terakhir, seorang bell boy yang menarik travel bag eksekutif, milik sang tamu.

Tissa berusaha keras bersikap normal, menetralkan perasaan menggebu dalam hatinya. Dia harus profesional.

Begitu tamu berada tepat di hadapannya, Tissa langsung menyambut. "Welcome to Galaxy City. Welcome to The Grand. Good morning, Mr. Baskara. I'm Tissa Gregory. I'll be your butler. Silakan komunikasikan semua yang dibutuhkan melalui saya."

Tangan Tissa yang awalnya saling terkait di depan perut, setelah membungkuk singkat memberi hormat, langsung membuka pintu kamar.

"This's your room, Sir. Silakan masuk—" Gerakan dan suara Tissa terhenti. Andre Baskara belum beranjak dari tempatnya berdiri. Dia menatap Tissa datar dalam diam.

"Exercuse me—" Tissa berusaha mengonfirmasi. Bisa jadi tamunya ada masalah. Namun, isyarat mata, kepala dan ekspresi muka bell boy di belakang Andre Baskara membuatnya menyadari, masalah itu ada pada diri Tissa. Arah tangan bell boy yang memegang telinga membuatnya sadar. Anting. Anting biru langit masih terpasang di telinganya. Tissa segera melepas dan memasukkannya dalam saku vest.

"Maaf."

Mata Andre Baskara masih menatapnya. Kali ini ke arah bagian bawah tubuh Tissa yang membuat Tissa sedikit risi.

"Sejak kapan Galaxy City tidak memperhatikan keamanan dan mengambil resiko besar mempekerjakan butler seperti kamu?" Kalimat Andre Baskara meluncur lancar dalam Bahasa Indonesia. Bisa dipastikan yang mengerti hanya Andre Baskara dan Tissa.

Perhatian Tissa langsung mengarah pada bentuk ponsel yang tercetak jelas dari saku roknya.

Bodoh! Tissa memejam menahan malu dan merutuki keteledorannya sendiri. Dia segera mengeluarkan ponsel dan menyerahkannya kepada bell boy.

"Tidak usah. Kamu saja yang pegang. Antingmu yang diserahkan ke dia."

"What—? Sorry— pardon me." Anting itu sangat berharga, kesayangan Tissa dari barang-barangnya yang lain. Lebih baik ponselnya yang dititipkan ke bell boy.

"Anting ada unsur jarumnya. Kamu bisa saja membahayakan keselamatanku, menusukku diam-diam dengan anting itu saat aku lengah."

"Astaga, Kak— Sorry, I mean. Sir, your safety is in our hand."

"Jika tidak, ganti dengan butler lain."

Tissa tercenung. Seharusnya diganti dengan butler lain adalah yang diinginkannya. Akan tetapi, karena tamunya adalah Andre Baskara, dia berubah pikiran. Keinginan mundur itu hilang dalam sekejap. Dia tidak ingin diganti.

"Silakan masuk dan istirahat dulu, Sir. Saya pastikan dulu Anda menempati kamar dan bisa istirahat dengan tenang. Tidak kurang satu apa pun. Setelah itu, baru urusan anting."

Andre Baskara pun tampak tidak ingin melanjutkan. Dia mengikuti saran Tissa.

Tissa menjelaskan keadaan kamar yang akan ditempati oleh Andre Baskara, baik dari fasilitas umum sampai detailnya, termasuk daftar nomor-nomor yang tertera di dekat pesawat telepon yang bisa dihubungi jika ada apa-apa. Tissa menyodorkan kartu namanya kepada Andre.

"Hai, Pak. Perkenalkan saya Tissa. Butlernya Pak Andre. Namanya siapa, Pak?"

"Cukup Robbin. Jangan membuatku terasa tua. Aku lebih muda dua tahun dari Mr. Baskara."

Tissa tercenung. Wajah Robbin, wajah Eropa. Ternyata sangat lancar berbahasa Indonesia. Berarti keteledorannya tadi di depan pintu dipahami dengan jelas oleh Robbin.

"Tampaknya kamu mengenal dekat Mr. Baskara." Robbin menyipitkan mata dan tersenyum tipis, sambil melirik sekilas pada Andre yang duduk di sofa.

"Oh, tidak juga. Tadi aku keceplosan. Maafkan ketidaknyamanan tadi. Ini pertama kali saya menjadi butler."

Setelah berbasa-basi singkat, Robbin pamit ke kamarnya setelah memastikan Andre tidak membutuhkannya sementara waktu. Tissa menyusul Robbin, mastikan pintu tertutup rapat begitu Robbin keluar.

Tissa menghampiri Andre dengan antusias. Dia tidak menyangka bertemu Andre di New Zealand.

"Kak Andre!" pekiknya tertahan. "Ini aku mimpi, kan? Aku melakukan apa sampai Tuhan berbaik hati memberiku kejutan hari ini?"

"Bisa jadi benar kamu sedang mimpi. Jadi, sekarang kembali ke tempat tidurmu, lalu bangun dalam kondisi sadar."

"Ini benar, Kak Andre, kan?"

"Berhenti di situ!" gerakan Tissa yang ingin duduk di samping Andre terhenti. "Kamu butler. Aku tamu, VVIP. Tetap jaga sikap. Be professional."

Tissa mendengkus dan cemberut. Bahunya turun. "Tapi, kan pintu tertutup. Enggak ada yang lihat. Kalau ketahuan aku tidak bersikap layaknya butler, yang bocorin Kak Andre sendiri."

"Tepat sekali. Aku bisa saja melaporkanmu kapan saja."

"Astaga. Kenapa Kak Andre berubah jadi dingin dan tegaan? Aku di sini hidup sendiri. Tanpa keluarga. Kalau aku dipecat, aku makan pakai apa?"

"Pakai daun, kan bisa. Kamu juga di sini sama Matt. Memangnya dia di mana?"

"Enggak usah mengungkit dia. Dia akan selalu jadi anak laki-laki manisnya keluarga. Semua orang menyayanginya. Yang perlu dikhawatirkan itu aku."

"Memangnya kamu kenapa? Kamu sehat bugar begini. Tidak terlihat melarat sama sekali."

"Thank God, aku sehat-sehat saja. Sayangnya hanya dari luar. Hatiku melarat. Jauh dari Kak Andre." Tissa akhirnya duduk, tidak memedulikan larangan Andre sebelumnya. Kakinya mulai capek berdiri. Dia memilih ujung lain dari sofa sehingga sangat berjarak dari Andre.

Andre menggeleng dengan raut muka tidak habis pikir. Dia melempar bantal sofa tepat ke arah pangkuan Tissa. Tissa yang sempat kaget pun tertawa kecil memahami maksud Andre.

"Terim kasih," ucap Tissa tulus. "By the way, Kak Andre ke NZ dalam rangka apa?"

"Bisnis," jawab Andre singkat. Dia membolak-balik berkas yang ada dalam map hitam di hadapannya.

"Ya, tahu bisnis, detailnya apa? Melebarkan usaha? Bertemu klien? Bangun cabang baru? Mencoba bidang baru? Ada tender yang harus dimenangkan? Pameran atau seminar yang harus dihadiri?"

"Kamu butler, tidak bisa aku percaya."

"Tapi, kan kita sudah kenal lama? Kak Andre tahu orang tuaku. Kak Andre temannya Matt dan Kak Juna. Mantannya Kak Rere juga. Oh ya, enggak ada titipan dari Kak Rere buat aku gitu?"

Wajah Andre membeku seketika. Dia bangkit. "Silakan keluar sekarang. Aku harus istirahat," pintanya tanpa memandang ke arah Tissa yang menatapnya.

Tissa menyadari penuh perubahan itu. "Kak Andre ngusir aku? Masih banyak yang perlu aku jelaskan tentang hotel ini."

"Jika tugas butler mengusik kehidupan pribadi tamu, aku tidak butuh."

"Tentang Kak Rere? Kan Kak Rere—"

Andre menuju pintu dan membukanya. "Go out, now. Tidak seharusnya Galaxy City mempekerjakan butler yang tidak becus."

===

First published : Minggu, 16 Agustus 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top