Di Hatiku Cuma Kamu

Tissa mengekor Andre, keluar dari Grand City menuju mobil yang sudah terparkir menunggu di depan lobby.

Andre berjalan lurus tanpa melirik kiri-kanan minimal melihat front officer yang melayani dan memberi hormat padanya. Tissa hanya bersungut.

Kenapa manusia satu ini berubah begitu drastis?  Tissa hanya bisa membatin sambil ikut masuk ke mobil.

Tujuan pertama adalah kedai kopi Indonesia. Nama pemiliknya Hans Anderson, warga Australia. Dia berhasil membangun kedai khas kopi Indonesia sejak berkunjung ke beberapa propinsi 6 tahun lalu. Mengingat di New Zealand ada peluang selain Hans sendiri juga lulusan kampus New Zealand, dia pun memutuskan memulainya.

Hans ternyata pribadi yang menyenangkan. Meski Tissa belum terlalu mengenal Hans dan tidak terlalu memahami dunia kopi, Tissa menikmati mendengarkan percakapan dua orang di ruangan tersebut.

"Thank you, Tissa. Pasti membosankan mengikuti perbincangan bisnis, kan?"

"It's okay. Aku menikmatinya. Ternyata Indonesia sangat kaya akan kopi. Aku baru tahu sekarang. Terima kasih, Hans sudah memberikan hal keren hari ini."

"Tidak perlu kamu pikirkan, Hans. Itu sudah jadi risiko pekerjaannya. Kalau tidak suka, dia akan mengundurkan diri." Andre menimpali dengan tegas yang membuat Tissa mendelik sebal ke arahnya.

Hans tertawa. "Ternyata kalian sangat akrab."

Dua pertemuan selanjutnya adalah dengan pengusaha peternakan domba dan pertanian buah. Tissa tidak bisa mengikuti pembicaraan mereka dengan baik karena mulai lelah.

Yang bisa dia tangkap dan memang sudah umum, dua pengusaha tersebut mengagung-agungkan kemajuan teknologi ternaknya. Begitu juga dengan pemilik pertanian buah. Wajar jika New Zealand unggul dan mampu mengekspor daging dan buah dengan kualitas premium ke seluruh dunia.

Pertemuan dengan pengusaha peternakan domba berikutnya, Tissa memilih tidak gabung. Dia menunggu di kafe. Jika dia bertahan untuk ikut, dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri dan Andre akan menjadikannya alasan untuk mengganti dengan Butler lain.

Setelah menunggu sekian lama, pengingat di jam pintar berbunyi. waktu pertemuan berikutnya sudah tiba, pertemuan dengan pemilik kebun zaitun di tempat yang sama. Akan tetapi, belum ada tanda-tanda kemunculan Andre dari dalam ruangan VIP kafe.

Tissa mengirim pesan ke ponsel Andre, tetapi tidak ada respon. Pesan hanya centang dua abu-abu.

Dia pun beralih menandai agenda yang sudah terlewat.

“Meeting selanjutnya jam berapa, ya?” gumamnya. Sejenak Tissa mengurut kening.

Dia pun memutar kembali rekaman suara agenda yang dibuat semalam berbekal google assistant, mengingatnya.

"Senang berbisnis dengan Anda, Mr. Baskara."

"Semoga semuanya lancar. Jangan lupa mengunjungi Indonesia sesegera mungkin."

Mendengar perbincangan itu, Tissa menoleh dan berdiri. Dua orang pria keluar dari ruangan VIP kafe, berjalan ke arahnya dengan raut wajah semringah.

Your lover looks so georgeous, Mr. Baskara.

Tissa mengulum senyum. Ibarat taman, hatinya sekarang berbunga-bunga. Rasa panas menyerang pipinya.

"Bukan. Dia bukan kekasih saya. dia butler hotel yang bertugas membantu saya."

Senyum Tissa langsung pudar. Panas di pipi karena tersipu berubah jadi jengkel.

"Oh, maaf. Dia sangat cantik. Sangat cocok dengan Anda. *Wait*, kalau begitu, bisakah kita keluar kapan-kapan?"

"With pleasure, as long as I'm not in charge."

"Senang bertemu denganmu, Tissa. Aku akan langsung ke Galaxy City jika aku sudah free juga. Janji untuk menemaniku jalan-jalan, okay?"

"Sure, Charles" jawab Tissa santai tidak kalah semringah.

Charles meninggalkan tempat, tersisa Tissa yang ditatap Andre penuh selidik.

"Apa kamu semurah itu?"

"Why? Apanya?" tanya Tissa santai dan kembali duduk menikmati potongan kiwi yang dipesannya tadi.

"Menerima semua ajakan pria asing dengan mudah."

"Salahnya di mana berinterksi dengan orang baru?"

"Sudah. Selanjutnya apa?" Andre mengibas tangan di muka.

Tissa tersenyum. Dia tahu Andre hanya ingin mengalihkan pembicaraan. "Masih di sini."

"Jam berapa?"

"Sudah lewat." Tissa menjawab sambil tetap menatap wajah Andre

"Aku tanya jam berapa seharusnya?"

Tissa menyodorkan ponselnya yang menampilkan jadwal.  "Bisa baca sendiri, kan?"

"Kamu datang menggantikan Robin. Itu salah satu tugas Robin. As a butler, kamu juga bertanggung jawab."

"Tapi ini sudah malam. Kapan kita selesainya?" Tissa merengut.

"Sampai agenda terakhir selesai."

"Mr. Baskara? I'm Steven. Sorry, I'm late."

"Aku tidak menolerir keterlambatan. Karena pertemuan dengan Anda, aku menyingkirkan semua itu."

"Sarkasme yang keren," sambutnya. Pria bernama Steven tersebut menoleh ke arah Tissa dan sedikit tersentak. "Tissa?"

"Yup. This is me. Ada masalah?"

"Hah? Lama tidak ketemu. Aku sudah mencari kamu. You know, saat itu salah paham."

"Ya, salah paham. Kamu salah, aku paham. Selesai!" Tissa tersenyum santai.

"Tissa!"

"Cukup dramanya. Bisa kita mulai meeting kita, Steven?" Suara Andre menghentikan semuanya.

Pertemuan-pertemuan berikutnya, Tissa sudah tidak peduli. badannya sangat lelah, pertemuan dengan Steven memperburuk emosinya. Tissa hanya mengikuti ke mana Andre pergi. Andre juga sudah tidak menyanyakan lagi detail agenda selanjutnya pada Tissa.

"Tadi itu mantanmu?"

"Yang mana?"

"Steven."

"Mungkin."

"Kayaknya dia belum bisa lepas dari kamu."

"Kak, yang ada di hati aku selama ini hanya Kak Andre. Enggak ada yang lain. Kalau ada yang mengaku pacaran denganku, mereka hanya halu. Kepedean.

Oh, iya. Tidak perlu menyinggung yang lalu. Buanglah mantan pada tempatnya, jika layak disebut mantan. Apalagi kalau orang yang sekadar lewat."

Tidak ada balasan dari Andre. Andre memandangnya dari samping. Tissa tidak menghiraukan. Kesalnya sudah sampai ke ubun-ubun. Perjalanan balik ke hotel masih lama. Tidur adalah pilihan terbaik sekarang.

***

Hai-hai! Mates, what's up? Senang jumpa lagi dengan kalian. Dukung terus Bless and Curse ya. Tissa lagi bad mood.

First published: Selasa, 10 Nopember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top