Butler

Suara alarm ponsel menghantam syaraf kesadaran Tissa. Matanya masih ingin memejam. Kepalanya terasa sangat berat, efek kurang tidur dan mabuk semalam. Alya Wijaya, mamanya, menelepon. Katanya Nyonya Sarah Pantjaratna Wijaya yang terhormat ingin bicara dengan Tissa. Bicara dengan Sarah adalah pilihan terakhir di muka bumi ini. Sarah memang neneknya, tetapi isi pembicaraannya tidak akan jauh-jauh dari nada penghakiman dan perbandingan.

Gaya gravitasi terasa semakin kuat, membuat badan Tissa enggan diajak bangkit. Menarik kembali selimut yang hangat, bergelung dan tenggelam di dalamnya sangat nyaman dan lebih menggoda. Hilang dalam nyenyak akan menghentikan otaknya memikirkan hal yang dia benci dalam hidup.

Belum sempurna posisi bergelungnya, bahkan kesadarannya, ponsel di atas nakas bergetar. Dengan malas Tissa meraih, menempelkannya ke telinga secara asal.

"Hello," sapanya dengan suara serak dalam logat British. Tidak ada sahutan balasan.

Tissa menyapa sekali lagi, dua kali, hingga berkali-kali. Bukan suara orang yang terdengar, malah getaran ponsel yang masih berlanjut.

Dengan mata yang masih memejam, Tissa terdiam, berusaha menelaah perlahan. Matanya pun berkedip pelan beberapa kali, lalu menatap ponsel.

"Kepiting!" umpatnya begitu melihat layar ponsel masih menampilkan tulisan "incoming call".

Sampai hari raya lumba-lumba pun, tidak akan ada yang menyahut dari seberang. Belum terangkat. Nama di layar membuat Tissa segera menekan tombol hijau di layar sentuh.

"Ya, Alison?"

"Wake up, bersiap, dan segera meluncur ke Galaxy City. Sekarang."

"Alarmku baru berbunyi sekali. Untuk apa aku buru-buru?" keluh Tissa keberatan mendapat perintah yang mengganggu pagi butanya.

"Read my message!"

"Malas. Just tell me."

"Akan ada tamu VVIP. Dia orang penting bagi Galaxy City. Dia butuh special butler. Kamu yang ditunjuk."

"What? Why me? Joana saja. Dia lebih terampil." Kantuk langsung kabur dari kelopak mata Tissa. Menjadi Butler khusus adalah pilihan terakhir yang terpikir dalam karirnya sebagai food service di Galaxy City, hotel tempatnya bekerja.

"Tamu itu berasal dari Indonesia. Pengusaha penting."

"No way! Itu malah jadi alasan kuat aku menolak. Kamu jadikan aku sebagai special butler sama saja menghancurkan Galaxy City secara keseluruhan. Cukup jadikan aku sebagai food service selamanya. Aku akan berterima kasih padamu dunia-akhirat."

"Kamu selalu menolak, tapi kamu tidak pernah mau memberi alasan yang jelas.

Aku tidak mau tahu. Pakai seragam butlermu. Jam 7.30 sudah ada di ruanganku. No excuse!"

"Alison-" Panggilan telepon terputus. Tissa mengutuk Alison dengan segala jenis burung-burung aneh yang menghuni New Zealand.

Tissa memandang jam dinding. Mengamati bentuknya yang bundar, warna bingkainya yang hijau toska, dasarnya yang berwarna putih. Jarum detiknya berwarna merah, bergerak perlahan dengan suara yang memecah hening lagi. Tissa beralih mengamati angka-angka pada jam, bergerak ke sana dan kemarin, kadang berputar. Tidak ada yang diam di tempat. Angka-angka itu bahkan bisa membesar dan mengecil dan berubah bentuk.

Bayangan ekspresi omanya, guru-gurunya dulu, teman-teman dan juga mamanya terpampang bergantian.

Tissa memejam sejenak, menenangkan pikirannya. Tidak ada gunanya. Lupakan.

Tissa meraih ponsel, mengaktifkan tombol Google Assistant. "What time now?"

Suara Google menjawab dengan angka dan suara, pukul enam lebih lima belas.

"Remind me at seven."

Layar ponsel Tissa pun menunjukkan pengaturan alarm sesuai yang dia minta. Google mengonfirmasi jika pengingat telah dipasang sesuai permintaan.

"Set reminder at seven thirty."

Hal yang sama dengan sebelumnya terjadi lagi begitu Tissa selesai mengucap perintahnya.

Keberadaan asisten daring mempermudah Tissa dalam segala hal. Jika bisa bertemu langsung dengan pembuatnya, Tissa ingin berterima kasih, bahkan bersujud di kaki si pembuat. Orang itu telah membantu kehidupan orang bodoh seperti dirinya.

Tissa sudah berada di bus umum, meluncur ke Galaxy City yang berada di pusat aktivitas kota Auckland. Tidak butuh waktu lama baginya dari apartemen untuk tiba di sana.

Ponsel dalam saku bergetar. Nama Joana terpampang.

"Ya."

"Kamu sudah di mana?"

"Sebentar lagi tiba." Posisi bus yang ditumpanginya sedang berhenti di traffic light terakhir, sebelum Galaxy City.

"Thank God!" Nada Joana terdengar sangat lega.

"Kenapa?"

"Semalam kamu mabuk berat. Aku khawatir kamu tidak bisa bangun dalam kondisi yang baik. Aku juga dikabari Alison, kamu mulai hari ini jadi special butler untuk tamu VVIP. Are you okay?"

"Dia mengacaukan pagiku," rutuk Tissa. Tissa merasakan kekhawatiran Joana, satu-satunya teman perempuan yang bisa akrab dengannya.

Tissa menatap sebuah tas kertas yang dibawa. Isinya seragam butler. Dia akan mengenakannya saat tiba. Mengenakannya sejak dari apartemen hanya akan membuatnya terlihat bodoh di mata orang-orang.

Tissa menatap jam pintar yang melingkar di pergelangannya. Pengingat pukul tujuh belum bersuara. Dia tiba di Galaxy City lebih awal. Masih ada waktu untuk menenangkan diri dan mempersiapkan mental.

Di depan lobby hotel, beberapa mobil ada yang keluar masuk. Tissa tidak ingin mengamati detail, karena hanya akan semakin merusak mood-nya. Akan tetapi, matanya selalu tergoda untuk melihat ke arah plat-plat mobil yang keluar masuk halaman Galaxy City. Sebagian besar plat lokal Auckland. Beberapa di antaranya dari kota lain. Huruf-huruf menempel manis, sedangkan angka-angkanya terus menari, membesar, mengecil bahkan berputar.

Tissa mendesah. Sampai kapan kalian akan seperti itu? Kalian mengejekku?

Dia buru-buru masuk hotel dan menempelkan ibu jari pada mesin finger print. Sembari menyapa dan membalas sapaan dari rekan kerjanya, termasuk resepsionis, Tissa langsung menuju ruang ganti. Mengganti pakaian dengan seragam butler.

Tissa menatap bayangan dirinya di cermin. Baju putih, rok pendek di atas lutut, dasi, vest dan sepatu hitam sudah membalut dirinya rapi. Tidak ada sisi kusut sedikit pun. Rambutnya digelung erat hingga tidak ada helai yang terlepas.

"Apa yang akan terjadi ke depannya, Tissa Gregory? Apakah ini saatnya bagimu menghancurkan reputasi dan mengacaukan semua orang?" Tissa menggumam pada dirinya sendiri. Kalimat Sarah Pantjaratna Wijaya yang memastikan masa depannya terngiang kembali.

Whatever will be will be, batin Tissa. Telapak tangannya terkepal kuat. Berusaha menyalurkan kekuatan untuk diri sendiri. Bayangan kekacauan bahkan telah jelas tergambar dalam benaknya.

Tamu VVIP menginap di gedung Grand City, bagian dari Galaxy City yang biasa ditempati oleh para pebisnis. Galaxy City terbagi menjadi tiga bagian; Hotel Galaxy City merupakan hotel yang umum di-booking oleh para pelancong lokal maupun mancanegara, Grand City umumnya dipesan oleh para pengusaha besar karena secara fasilitas lebih lengkap dan suasananya lebih kondusif.

Yang terakhir adalah Galaxy City Tower, menara Galaxy City yang sangat terkenal, bahkan menjadi ikon kota Auckland. Di menara ini dilengkapi toko pernak-pernik, oleh-oleh dan kebutuhan lain. Yang sangat digemari adalah merasakan sensasi zipline dan bungee jumping dari ketinggian menara di tengah kota.

Tissa meraih ponselnya, memasukkannya dalam saku rok. Dia harus menghadap Alison terlebih dahulu. Alison adalah kepala pelayan, khusus untuk Grand City dan membawahi kepala pelayan divisi Galaxy City lain. Selanjutnya, dia akan komunikasi sebentar dengan bagian food service, laundry, bell-boy dan tata graha (housing) sebelum beranjak ke Grand City.

Panggilan dari Alison mengalihkannya.

"Tissa, langsung ke Grand City. Tamu tiba lebih awal. Langsung sambut dia di presidential suite." Begitu saja. Sambungan dari Alison terputus.

Astaga! Tamu ini akan mengacaukan suasana santai New Zealand yang nyaman.

###

Hai, hai! Mates! Akhirnya chapter 1 meluncur. Yeay!

Dengan jumlah kata 1111, first published Saturday, July 25th, 2020, chapter ini dibuka oleh sosok Tissa Gregory. Happy reading, Mates. Semoga kalian bisa menikmatinya.

Silakan komentar dan berikan pendapat kalian tentang cerita ini. Aku sangat senang dan aku anggap sebagai apresiasi dari kalian, apa pun bentuknya. Asal bukan plagiarisme.

Happy weekend, Mates. Stay safe and healthy. Pandemi belum berakhir. Tetap waspada dan jangan lupa pakai masker. Luv you!

Salam

Melati Kecil
@melatikecil2303

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top