-4-
"Menurutmu aku harus melakukan gerakan itu?"
"Iya! Triple pirouette dengan pendaratan pointé akan jadi klimaks yang luar biasa dalam konsermu nanti!"
"Aku baru tahu inovasi gerakan seperti itu ... kamu yakin?"
"Sangat! Audiens pasti semakin bertepuk keras untukmu Renjun! Kamu akan bersinar di panggung dengan gerakan itu!"
"Baiklah, akan kucoba, tapi apa benar-benar belum ada yang bisa melakukannya?"
"Sejauh ini hanya kamu, Renjun ... pebalet mumpuni yang mungkin bisa,"
Mumpuni?
Tidak. Latihan keras setiap waktu yang sedari Renjun kecil menempatkan ia pada posisi di mana semua orang mengatakannya mampu dan profesional. Sudah banyak jenis gerakan balet yang Renjun pelajari dan ia berhasil menguasainya, tetapi gerakan itu ....
Renjun tidak pernah tahu, sama sekali tidak terbesit dipikirannya. Hal baru yang membuatnya terus menerus mencoba dan berlatih sepanjang sisa waktunya menuju konser.
Biasanya Renjun akan menguasai suatu gerakan dengan cepat, berbekal pengalamannya dari kecil, tetapi kali ini rasa frustrasi menderanya dua bulan sebelum konser. Di mana tinggal gerakan tersebut yang belum sempurna sampai-sampai Renjun mengorbankan waktu istirahatnya demi gerakan itu dan berakhir dengan cedera.
Tidak ada yang bisa Renjun perbuat selain meratapi pembatalan konser perdananya. Konser hanya untuk dirinya yang menjadi bintang utama, yang selalu ia tunggu-tunggu sedari dulu. Kini harus dibatalkan dan diganti dengan pertunjukkan lainnya.
Konser pengganti yang akan diisi oleh rekan-rekannya di sanggar.
Renjun bersandar pada sofa dan memejamkan mata. Ia berulang kali menarik napas dalam-dalam. Kata konser pengganti bagai racun yang melemahkannya sedikit demi sedikit. Tiap kali tanggal berlangsungnya konser semakin dekat, perasaannya tidak kuat untuk mendengar bahkan menonton konser pengganti itu.
Ding dong~
Bunyi bel mengusiknya yang tengah merenung. Dengan gerutuan kecil Renjun membuka pintu apartemen tanpa melihat terlebih dahulu pada interkom. Raut wajahnya masih memasang tampang malas dan kian bertambah malas menatap cengiran lebar yang menunggunya di balik pintu.
"Pergi!"
Renjun hampir menutup pintunya sebelum sebuah kaki menahan.
"Re—Renjun! Tunggu sebentar, maafkan aku ya ... aku janji tidak akan seperti itu lagi."
"Janji?"
"Aku janji!"
Renjun sedikit menimang kembali ucapan pria di hadapannya. Bisa saja bukan janjinya hanya berakhir di ujung lidah dan berubah kembali saat fajar baru menjemput. Akan tetapi, Renjun yakin, pria yang sudah ia kenal sejak kecil tidak akan seperti itu.
Tangan Renjun bersedekap, ia mengeluarkan sedikit dehaman mengiakan perkataan sebelumnya. Pintu apartemen Renjun pun terbuka lebar membiarkan tamunya masuk menjelajah bebas area yang sering dia kunjungi. Dia langsung mengambil tempat di sofa Renjun merenung tadi, sedangkan Renjun sendiri sudah duduk manis di sebelahnya.
Renjun mengubah arah duduknya menghadap sang tamu. "Lagi pula aku tidak bisa marah terlalu lama padamu, Jaem."
"Aku juga tidak ingin kamu marah-marah nanti cepat tua lho," ujar jahil Jaemin serta cengiran kecil.
"Ih Jaemin!"
Tangan kecil Renjun refleks memukul Jaemin, membuat pemuda bersurai karamel sedikit mengaduh akan pukulan yang lumayan keras dari Renjun. Akan tetapi, Jaemin membiarkan Renjun melakukannya, sudah lama sekali mereka tidak bersenda gurau. Sejak Renjun cedera, ia lebih sering merenung dan kehilangan senyuman manisnya.
"Ampun Renjunie ... ampun!" Jaemin menyilangkan kedua tangannya menghalangi pukulan Renjun yang terus membabi buta padanya.
"Tidak! Kamu harus rasakan pembalasanku ini! Hya!"
Renjun mengubah pukulannya menjadi gelitikan di perut dan pinggang Jaemin, membuat empunya tertawa menangis menerima serangan lelaki mungil yang semakin mendesaknya. Tubuh Jaemin semakin terdorong hingga terbaring membuat Renjun ikut terjatuh juga di atasnya.
Renjun masih menertawainya berbeda dengan Jaemin yang diam-diam menahan debaran jantung yang berpacu cepat. Sedikit banyak takut pemuda di atasnya merasakan seberapa cepat debaran itu.
Menikmati raut bahagia Renjun yang tertawa lepas dari dekat merupakan sebuah anugerah. Wajah Renjun berkali-kali lipat terlihat lebih indah dan hanya Jaemin yang dapat melihatnya.
Senyum serta tawa yang begitu lepas, suara tawa Renjun bagaikan petikan harpa membuainya dalam kedamaian batin dengan matanya yang melengkung membentuk bulan sabit. Jangan lupakan poin paling penting bagaimana Renjun terlihat indah yaitu posisinya yang dekat dan di atas Jaemin, dalam diam pemuda dengan surai karamel ini melingkarkan lengannya di pinggang Renjun dan kembali tertawa bersama.
"Renjunie ...?"
Renjun masih menyisakan kekehannya tertawa. "Iya Jaemin?"
Pemuda di atasnya tampak tidak terganggu dengan posisi mereka, tetapi Jaemin tidak ingin kehilangan kendali dan membuat Renjun kembali marah padanya. Dia membenarkan posisi mereka seperti semula—saling duduk berhadapan, tetapi masih dengan tangan Jaemin merangkul manis pinggang Renjun.
"Kemarin, setelah kamu pergi dari studio, kamu kemana?" Suara lembut Jaemin disambut senyum manis Renjun. Setidaknya pemuda di hadapannya tidak lagi menatapnya muram. Pemuda bermarga Na ini mengucap syukur hubungan mereka telah membaik. "Aku mencarimu ke sini, tapi kamu tidak ada."
"Ah aku ... menemui temanku."
"Teman? Di mana?" tanya Jaemin agak selidik.
"Em iya, aku menemuinya di tempatnya bekerja, ada apa?" Mata Renjun bergulir ke kiri dan kanan, nada suaranya terdengar tidak begitu yakin.
"Aku hanya khawatir, tapi kalau kamu bersama temanmu aku lega."
Aku harap dia benar hanya temanmu, Renjunie.
Jaemin tidak ingin mengacaukan hubungan mereka yang baru saja membaik. Biar waktu yang membantu Renjun menceritakan siapa 'teman'nya itu pada Jaemin. Karena baginya, siapa pun yang berada di lingkup pertemanan Renjun maka Jaemin juga harus mengetahuinya.
Ingat mereka selalu bersama sejak kecil.
"Aku ingin mengunjunginya."
"Eh apa Jaemin?" Renjun menjadi tidak fokus kala Jaemin menanyakan perihal 'teman'. Tentunya Jaemin tidak ingin menaruh rasa curiga, tetapi akhir-akhir ini sikap Renjun jadi berbeda dari biasanya.
Jaemin menghela napas. "Aku ingin pergi ke makam, kamu mau ikut?"
"Oh ... aku harus ke sanggar Jaem, maaf aku tidak bisa menemanimu."
Sekali lagi Jaemin tidak ingin berprasangka lain, tetapi gelagat dan wajah Renjun menunjukkan sebaliknya. Kegelisahan di mata Renjun serta rematan tangannya sendiri sudah menunjukkan. Membuat kemungkinan yang dia lihat kemarin berpotensi besar menjadi alasan Renjun berbohong.
Ya Jaemin tahu pemuda mungil di hadapannya berbohong. Mudah saja, dia sudah terlalu mengenal Renjun dan jangan katakan Jaemin posesif, dia juga memiliki salinan jadwal Renjun yang selalu Mark kirimkan padanya.
Renjunie, kenapa?
______________
"Dari mana kamu menemukan tempat ini?"
Sejauh mata memandang tempat ini tidak berbeda dengan ruang latihan biasa yang di penuhi kaca dan speaker di setiap sudutnya. Hal yang membedakan hanyalah ruang ini tidak terlalu besar juga AC yang menyala tidak mampu menyejukan ke seluruh ruangan.
"Maaf ya tempatnya tidak sebagus di agensi." Jeno menggaruk tengkuknya kemudian tersenyum kecil. "Ini milik temanku, aku selalu ke sini kalau terusir karena terlalu lama menggunakan ruangan di agensi."
"Tidak apa, lagi pula kita hanya berdua ... tidak perlu tempat bagus atau besar."
"Benar! Yang penting ada kaca dan speaker, kan?"
Renjun mengangguk semangat. Setelah kemarin mereka pulang dengan perasaan canggung, malamnya Renjun mengirim pesan meminta bertemu Jeno kembali. Ia membutuhkan bantuan Jeno mengumpulkan segenap percaya dirinya untuk berlatih kembali.
Jeno memang bukan ahli dalam balet, tetapi pria itu akan membantunya memulai lagi dari awal. Mengajarinya gerakan-gerakan dasar sebagai latihan kecil untuk tubuhnya yang sedikit kaku karena sudah terlalu lama tidak berlatih.
"Sebelumnya ada gerakan khusus yang benar-benar membuatmu cedera?"
Renjun menatap Jeno cukup lama sebelum akhirnya tertunduk. "Ada, itu ...." Arah matanya memandangi kakinya yang masih dalam balutan sepatu kets membuat Jeno ikut memperhatikannya juga. "Pointé, kamu tahu kaki yang berjinjit seperti in—"
"Tidak perlu dipraktekkan." Telapak tangan Jeno menahan bahu Renjun, membuat pemuda mungil itu tidak jadi berjinjit.
Badan Jeno tiba-tiba merunduk lebih tepatnya berjongkok di hadapan Renjun, melonggarkan ikatan tali sepatu Renjun dan melepas sepatunya.
"Lebih baik kita menghindari gerakan itu ... dan tidak perlu menggunakan alas kaki ya, jadi aku dapat melihat jika kakimu kenapa-napa." Wajah Jeno mendongak dengan senyum, menunggu tanggapan Renjun atas tindakannya yang tiba-tiba. Akan tetapi, ia hanya terdiam melihat Jeno yang kemudian mengalihkan fokus melepas lagi sebelah sepatunya.
Padahal perlakuan Jeno sepertinya biasa saja, pria itu juga nampaknya biasa, tetapi detak jantung Renjun menjadi tidak biasa berdetak tak beraturan.
Ia terkejut, perkataan serta perlakuan Jeno terlalu lembut untuk diterima akal sehatnya. Renjun tidak ingin terbang ke awan terlalu cepat, tetapi hatinya bahkan sudah melambung tinggi sejak kemarin, meninggalkan raganya yang terpaku akan sikap perhatian Jeno.
"Ya! Ayo kita mulai!"
Senyuman itu lagi.
Eye-smile milik Jeno yang selalu menenangkan hatinya, memberi ruang lebih luas pada keraguan hati menghadirkan perasaan lega. Sudut bibir Renjun tertarik tersenyum simpul, Jeno benar-benar menghilangkan rasa khawatir dalam dirinya.
"Ayo!"
______________
Sungguh hal yang tidak di duga-duga malah terus berputar di pikirannya.
Benarkah?
Dalam satu kali lihat pikirannya sudah bercabang membentuk pola alasan baru yang sangat jauh dari masalah yang tengah dihadapi. Monitor di hadapannya menunjukkan interaksi dua orang yang salah satunya ia kenali, belum lagi interaksi itu terlihat janggal.
Sesederhana atau sesugestif itukah hingga membuat kata-kata yang terlontar dapat dipercayai dalam satu anggukan.
Matany mengamati keseluruhan isi ruangan. Ia baru mendatangi ruangan seperti ini ketika teleponnya berdering, diminta untuk datang ke tempat yang dipenuhi monitor kecil menampilkan berbagai ruang serta interaksi yang terekam di dalamnya.
"Kenapa Anda baru memberitahukannya padaku?!"
"M—maaf Tuan, kami juga baru menemukan CD ini di sudut laci ketika sedang dibersihkan." Ia menarik napasnya dalam, sedikit segan menatap pria barusan. "Sepertinya ada yang sengaja mengambil sebagian cuplikan yang terekam dan menyimpannya ... di sudut laci."
Mark menghela napas panjang. "Aku ingin kalian lebih memperhatikan lagi setiap cctv di ruang Renjun berada! Beritahu aku secepatnya jika sesuatu terjadi!"
"Baik Tuan!"
Brak.
Pintu ruang kendali cctv terbuka lebar dengan kasar, menampilkan pemuda yang terengah-engah menghampiri Mark. Pemuda itu tampak gelisah dengan raut tidak percaya.
"Apa maksud hyung di telepon? Ada yang mencelakai Renjun?"
"Kamu harus lihat ini dulu Jaemin, baru kamu akan mengerti." Mark menunjuk pada sebuah monitor di mana terputar rekaman Renjun sedang berbicara dengan orang lain.
"Menurutmu aku harus melakukan gerakan itu?"
"Iya! Triple pirouette dengan pendaratan pointé akan jadi klimaks yang luar biasa dalam konsermu nanti!"
"Aku baru tahu inovasi gerakan seperti itu ... kamu yakin?"
"Sangat! Audiens pasti semakin bertepuk keras untukmu Renjun! Kamu akan bersinar di panggung dengan gerakan itu!"
"Baiklah, akan kucoba, tapi apa benar-benar belum ada yang bisa melakukannya?"
"Sejauh ini hanya kamu, Renjun ... pebalet mumpuni yang mungkin bisa,"
"Tapi ...."
"Coba saja! Kamu harus melakukannya!"
Jaemin menggelengkan kepalanya setelah melihat cuplikan itu lalu bersitatap pada Mark seolah menagih penjelasan.
"Kamu tahu kan, Renjun itu mudah mengiakan kata orang." Jaemin mengangguk paham, Renjun sangat mudah mempercayai orang bahkan terhadap orang asing yang baru dia lihat sekali.
"Orang ini terus datang pada Renjun dan menghasutnya melakukan gerakan yang tidak mungkin."
Gerakan yang sangat janggal, bagaimana caranya setelah melompat tinggi dan berputar di udara lalu mendarat dengan kaki berjinjit? Bukankah sangat beresiko untuk menimbulkan cedera? Apa lagi jika dilakukan berulang-ulang.
Tangan Mark meraih beberapa CD yang berserakan di dekat monitor dan memperlihatkannya tepat di muka Jaemin. "Kamu lihat ini ... ini semua berisi rekaman orang asing yang terus-menerus menemui Renjun dan menyuruhnya melakukan gerakan itu!"
Terdapat sekitar delapan CD yang berisi rekaman setiap satu hari. Itu menunjukkan intensitas seberapa sering orang asing mengunjungi ruang latihan Renjun dan dengan bebasnya menghasut pemuda mungil yang sangat amat polos.
"Jadi maksud hyung, cedera Renjun itu sudah direncanakan?" tanya Jaemin sedikit memastikan.
Mark berdeham, pria yang lebih muda darinya sedikit membelalak dengan rahangnya yang tiba-tiba mengeras. Antara percaya dan tidak, hal seperti cedera bisa dibuat-buat agar benar terjadi.
"T—tapi bagaimana?! Tidak semua orang bisa memasuki sanggar, kan?"
"Lihat catatan tanggal di sudut videonya." Mark dan Jaemin kembali memperhatikan monitor, di sudut layar terpampang tanggal serta jam rekaman tersebut berlangsung.
"Ini ...." Jaemin menggantungkan kalimatnya, dia melihat tanggal itu tak sangka. "Tanggal yang terjadi selama seminggu merupakan masa pendaftaran balerin baru," lanjut lagi Mark.
"Tentu banyak orang yang datang ke sanggar pada waktu itu dan karena banyaknya orang membuat siapa saja bisa masuk dengan mudahnya tanpa staff lain sadari."
Jaemin berdecak, dia sungguh tidak menyangka seseorang bisa berbuat sebegitu mulusnya tanpa ada yang mencurigai.
Mark dan Jaemin sama-sama tahu posisi Renjun sebagai seorang pebalet sudah tidak diragukan lagi hingga mungkin banyak yang ingin menjatuhkannya. Entah dengan cara apa saja seperti membuat sebuah pernyataan palsu yang membuat buruk nama Renjun atau melibatkan Renjun dalam skandal bodoh, tetapi hal-hal tersebut sangat mudah diatasi. Mark sendiri sudah meminimalisir siapa saja yang mendekati ruang latihan Renjun, menghindarkan pemuda mungil itu dari sabotase yang bisa dilakukan jika mereka menyentuh ruang latihan Renjun.
Akan tetapi, tak pernah terpikirkan, seseorang mengetahui sifat Renjun yang mudah tersugesti. Dengan memanfaatkan sifat Renjun, orang itu menghasutnya, membuat seolah-olah Renjun sendiri yang bersalah atas cederanya.
"Aku harus menemukan orang itu!" putus Jaemin final.
"Tidak, Jaemin! Kalau kamu ingin menuntut, kita tidak akan dapat pembelaan karena sekeras apa pun alasan yang kita ungkapkan, netizen hanya akan mengatakan Renjun terlalu ambisius hingga mencelakakan dirinya sendiri." Mark memijat pelipisnya, Jaemin bisa lebih berapi-api dan bertindak diluar logika hanya demi Renjun.
"Lagi pula ini sudah terlalu lama sejak Renjun cedera, orang-orang bisa saja mengatakan kita hanya membual!"
"Lalu kita harus bagaimana? Aku tidak bisa diam saja, Mark hyung!"
Mark memegang bahu Jaemin, menepuknya pelan. "Kita harus menjauhkan Renjun dari orang-orang seperti ini darinya." Mata tajam kedua pria ini saling berbagi perasaan tersirat, memahami apa yang tengah mereka bagi hanya dengan sinyal mata. "Dan tentunya dalang dari kejadian ini."
"Kamu selalu ada di sisi Renjun, kan? Awasi saja setiap orang yang mendekati Renjun dengan niat buruk. Kamu pasti tahu siapa saja dan bisa melindunginya, kan?"
Tanpa Mark suruh pun kendali pikiran Jaemin akan selalu memerintahnya melindungi Renjun. Tidak hanya pikiran bahkan segenap jiwa raganya sangat siap menjadi tameng jika Renjun kesakitan. Jaemin sudah memegang janjinya sejak ibu Renjun meninggalkannya.
Kesakitan Renjun menjadi sakit bagi Jaemin juga. Jaemin tidak ingin membiarkan setitik hitam merusak hati Renjun yang sangat tulus. Biar saja dia yang merasakan sakit asal Renjun bahagia karena kebahagiaanya ada pada pemuda mungil yang mencuri hatinya sejak berumur tujuh tahun.
Sejak mata elang Jaemin bertemu manik bening Renjun di ilalang luas.
.
.
.
.
.
To be continued...
📌
Pirouette : Gerakan memutar dengan salah satu kaki mengangkat membentuk angka 4
Pointé : Jari-jari kaki berjinjit tegak lurus
Hehe masih ada yang mau baca cerita ini kah? lol
Maaf up-nya terlalu lama :'( dan pendek banget :(
.
.
Di chapter ini mulai muncul masalah yaaaaa...
Gimana aneh gak masalahnya? Wkwk
Bahasaku juga di chap ini agak gaenakeun :(
Kritik dan saran sangat terbuka kok :))
Terus nih ya jadi greget sendiri sama Jaemin di sini :"
Aslinya jaemin gak sadar hubungan dia sama renjun tuh karena ikatan janji ibunya renjun heh
Aku sayang Jaemin aku sayang jaemin :* /sungkem sama jaemin stan/ maaf ya jaemin di sini sakit hatinya duluan :"
Lagi gamau banyak cuap-cuap
Semoga terhibur dengan ff ini
See yaaa...
Vote and Comment Juseyong :*
[Segera di Revisi]
Sekian dan Terima Kasihh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top