Chapter 1: Papa!

Sebelum membaca tolong pencet tombol bintangnya!
.
.
Attack on Titan credit to Isayama Hajime-sensei!
Blairé Smith credit to me!
.
SELAMAT MEMBACA!!!!
🍃

===========================

Mentari pagi menyerbak memasuki ruang kerja seorang lelaki jangkung berpangkat Komandan. Erwin Smith. Pria itu mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk. Kedua iris esnya berkilau terkena sinar mentari pagi.

"Pah! Bangun! Udah pagi!." Teriakan anak kecil terdengar dari arah dapur bersamaan dengan suara sayuran yang sedang dipotong. Suara itu terdengar lembut seperti suara perempuan.

"Hmm~" Erwin hanya membalas pekikkan putrinya dengan deheman. Pria jangkung itu langsung mendudukkan diri diatas sofa yang dia tiduri. Dia tertidur diatas sofa karena sibuk begadang mengerjakan berkas-berkas pemindahan pangkatnya dari seorang Kapten menjadi Komandan. Komandan sebelumnya Keith Shadis mengundurkan diri dan menunjuk dirinya sebagai Komandan yang baru.

Dan tentu saja, Erwin tidak bisa menolaknya. Lagipula posisi itu menguntungkan dirinya. Memudahkannya untuk mencari tahu rahasia yang ada diluar dinding sekaligus membuktikan bahwa teori sang ayah benar adanya.

"Papa dengar tidak sih?!," suara gadis kecil itu kembali terdengar. Suara derap langkah kaki terdengar mendekat kearah ruang kerjanya beriringan dengan suara omelan.

Gadis itu langsung memasuki ruang kerja Erwin, memperlihatkan surai emas yang diikat dua sepanjang pinggang mirip seperti milik Erwin dan sepasang mata besar dengan iris biru muda sewarna lautan. Kalau mata Erwin terlihat dingin dan tegas. Maka mata gadis ini terlihat lembut dan menyenangkan. Ditambah gaun putih selutut yang menimbulkan kesan manis pada gadis tersebut. Dan jangan lupakan spatula ditangannya.

Blaire Smith, itulah namanya. Anak perempuan berumur 10 tahun yang diadopsi Erwin saat menangkap penjahat di Underground City. Saat pertama kali diadopsi Blaire masih berumur 7 tahun. Erwin mengadopsinya karena melihat alis Blaire yang sama tebal dengan miliknya, sekaligus dia merasakan bakat terpendam milik Blaire yang dapat membantu dirinya.

"Iya Blaire. Ini papa bangun, kamu'kan udah lihat nih," ucap Erwin sambil meregangkan kedua tangannya.

Blaire menaikkan sebelah alis tebalnya. Ya, mereka berdua sangat mirip, seperti ayah dan anak kandung. Orang awan pasti mengira kalau mereka memiliki hubungan darah padahal tidak.

Begadang lagi ya?, batin gadis itu. Blaire langsung melipat kedua lengan mungilnya didepan dada. Ia menatap papa nya tajam. Yang ditatap hanya memasang tampang watados. Blaire mendengus, membuat Erwin mengernyitkan dahinya.

Seketika Komandan langsung tersadar. Ah, aku sepertinya ketahuan begadang, batinnya. Blaire pasti menyadari kalau dirinya begadang. Kemeja yang dipakainya untuk bekerja kemarin belum sempat ia ganti, ditambah sepasang sepatu boots yang melekat dia kedua kakinya.

"Maaf sayang. Kalau papa tidak begadang, pekerjaan papa tidak akan selesai," ucap Erwin sambil tersenyum lembut.

Blaire menghela nafas panjang. Iris lautnya kembali menatap iris es milik Erwin. "Papa mau Blaire omeli sampai muntah dulu'kah biar gak begadang lagi?," ucapnya ketus. Blaire memberikan tajam keayahnya, namun bukan terkesan menyeramkan. Tatapannya malah terlihat seperti kucing.

Erwin terkekeh lalu meraih kepala putrinya. Tangan kanannya mengacak-acak rambut Blaire, membuat helaian rambut yang tadinya rapi jadi teracak-acak. Blaire langsung memandang sang Papa kesal. Spatula yang dipegangnya langsung didaratkan ke tangan kanan Erwin yang sedang mengacak rambutnya. Erwin langsung menarik tangan kanannya lalu mengelus permukaan tangan yang dipukul tadi.

"Sakit Blaire. Astaga itu spatulanya dari besi. Nanti kalau tangan Papa lecet gimana?," keluh Erwin masih mengelus tangan kanannya. Bayangin aja tanganmu dipukul pake besi, rasanya beuhh mantap.

"Gak papa lecet, biar buntung sekalian. Mandi sana!," ucap gadis itu ketus sembari memukul pinggang Erwin menggunakan spatula yang ada ditangannya.

Komandan kita ini keliatan tidak punya harga diri ya kalau dihadapan Blaire.

*****

Suara dentingan garpu dan sendok memenuhi ruangan tersebut. Mereka makan di ruang tamu. Apartemen Erwin hanya memiliki lima ruangan, terdiri dari ruang kerja Erwin, kamar Erwin, kamar Blaire, dapur dan satu ruang tamu. Di ruang tamu hanya ada 1 meja kayu, sofa, dan dua kursi kayu. Minimalis sekali bukan?

Blaire yang sudah selesai makan duluan langsung menatap Erwin dalam. Yang ditatap langsung menghentikan kegiatan makannya. Erwin mengambil secarik tisu lalu mengelap mulutnya. "Ada apa?," tanyanya.

Blaire langsung tersenyum lebar sangat lebar. Dia lalu bersender di lengan berotot milik Erwin. "Papa ganteng deh," ucapnya manja. Erwin menatapnya aneh. Pasti ada maunya nih, batin Erwin.

"Pah Blaire mau gabung pasu-" "Tidak boleh." Erwin langsung memotong ucapan Blaire dengan tegas. Dia sudah tahu bahwa putrinya ini sangat ingin bergabing dengan Pasukan Pengintai. Blaire sudah sering minta bergabung sejak dua tahun yang lalu, tapi sering ia tolak. Bagaimana tidak dia meminta bergabung diumur 10 tahun, sedangkan umur normal bergabung dengan divisi militer itu 13-15 tahun. Dia masih terlalu muda, 3 atau 4 tahun lagi lah.

"Dengar Blaire, kamu boleh bergabung tapi tidak sekarang. 3 atau 4 tahun lagi ya. Jangan sekarang ya sayang, kamu masih terlalu muda dan mudah terluka," ucap Erwin sambil mengelus surai emas milik gadis itu.

"Tapi pah, Blaire sering latihan kok, Blaire kuat, Blaire bisa jaga diri sendiri pah. Papa lupa kah kemarin Blaire ngehajar paman mesum yang di gang sebelah sampai kritis," ucap Blaire tak terima saat Erwin mengatainya mudah terluka. Erwin menggelengkan kepalanya.

Blaire memang kuat, dia memiliki kekuatan terpendam yang berbanding terbalik dengan penampilannya, karena kekuatan itu lah Erwin mengadopsinya. Dia juga pintar menggunakan pisau, dari caranya memegang pisau saja sudah keliatan. Blaire juga sudah bisa menggunakan senapan milik Erwin diumur 8 tahun, bahkan saat menarik pelatuk, pelurunya tepat mengenai sasaran. Ditambah minggu lalu dia iseng menggunakan 3D Gear Manuver milik Erwin, tapi belum sempat dipraktikkan karena ketahuan Erwin duluan.

Beberapa hal itulah yang membuat Erwin yakin bahwa gadis itu memiliki bakat yang luar biasa. Hanya saja terlalu cepat bagi Blaire untuk bergabung dengan Pasukan Pengintai, walaupun kalau dia bergabung sekarang dipastikan akan menyamai kemampuan anggota lama, tetap saja itu terlalu cepat. Erwin tidak ingin menempatkan gadis kecil itu di posisi yang berbahaya. Dia belum ingin mengumpankan Blaire ke para titan.

"Kalau Blaire belum bisa bergabung setidaknya kenalkan Blaire ke khalayak umum sebagai putri papa. Atau papa malu punya anak adopsi yang gak berguna kayak Blaire?." Kesedihan tersirat pada ucapan terakhirnya.

"Blaire sayang, dengerin papa. Papa nggak malu kok sama Blaire, Papa malah bangga punya anak pintar kayak kamu. Kalau soal identitas kamu nanti ya sayang. Papa gak mau kamu dimanfaatin orang yang pengen deket sama Papa atau dijadiin sandera orang yang benci sama Papa.

Terus disekitar Papa itu banyak buaya darat, kamu maukah dideketin sama om-om gendut. Kamu taukan rata-rata petinggi kerajaan dan militer itu om-om gendut yang kebanyakan makan iang rakyat. Tolong mengerti ya sayang, ada saatnya kamu Papa mengesahkan sebagai putri Papa," jelas Erwin sambil menepuk-nepuk puncak kepala Blaire.

Erwin mengasingkan Blaire dari khalayak ramai bukan tanpa alasan. Dia takut putri kecilnya itu dikejar-kejar oleh orang-orang yang memberontak kepadanya untuk dijadikan sandera. Dan ditambah pasti banyak orang yang nantinya ingin mendekati Blaire sebagai penghubung ke Erwin. Dan juga Blaire sangat cantik dan manis, sifatnya juga menyenangkan dan keibuan, pastinya akan banyak pria diluar sana yang mengincar putri kecilnya itu.

Erwin takut posisinya akan tergantikan oleh pria lain dihati Blaire. Ciee, si bapak jadi bucin.

*****

"Bibi Alice bilang keluarganya sedang ada acara, jadi kamu nggak bisa dititipin kesana. Tolong jaga rumah baik-baik ya nak. Jangan keluar rumah kalau nggak penting. Oh iya, novel kesukaan kamu udah Papa beliin seri terbarunya, kalau mau baca ada di laci meja ruang kerja Papa. Papa pergi kerja dulu ya Blaire." Erwin langsung mengelus kepala Blaire lembut lalu menghilang dibalik pintu.

Erwin menaiki kereta kuda yang akan mengantarkannya ke markas Pasukan Pengintai. Didalam kereta tersebut ternyata sudah ada penumpangnya. Seorang wanita berkacamata dengan rambut pony tail, Hanji Zoe. Dan seorang lelaki jangkung bertubuh pendek dengan rambut potongan undercut, Levi. Oh iya ada satu orang lagi, seorang laki-laki berambut blonde dan tinggi, Mike Zacharias.

Levi yang duduk disamping Mike menatap Erwin tajam, yang ditatap langsung memberikan atensinya. "Kau bicara dengan siapa tadi?," tanyanya datar sedatar tembok.

"Ada bau anak kecil di apartemenmu tadi," tambah Mike. Pria itu memiliki indra penciuman yang tajam seperti anjing. Hanji yang duduk disamping Erwin hanya mengangguk-anggukkan kepala.

"Oh itu, sepupuku menitipkan putrinya padaku," bohong Erwin. Semua orang yang ada disitu hanya menganggukkan kepala, mereka terlihat tidak curiga. Erwin menghela nafasnya lega.

Sebenarnya Mike tahu kalau lelaki yang menjabat sebagai Komandan itu sedang berbohong, tapi dia biarkan. Erwin pasti memiliki alasan kenapa dia berbohong, pikirnya.

*****

Erwin sekarang berada dikantornya. Pria bersurai emas itu sedang berkutat dengan laporan yang belum sempat dia periksa kemarin, ditambah ada tumpukan laporan baru yang diantarkan oleh Hanji tadi.

Sebelum pergi dari ruangannya, wanita berkacamata itu sempat memijat pundaknya, menyalurkan semangatnya. Dia sangat kasihan dengan Erwin, wajahnya terlihat seperti kurang tidur.

Dan yah sepertinya Erwin akan begadang lagi hari ini. Doakan putri kesayangan Erwin tidak mengomelinya sampai muntah besok pagi.

Tok . . . Tok . . . Tok . . .

"Masuk," seru Erwin tanpa melihat kearah pintu, sepasang iris esnya masih sibuk membaca laporan yang ada ditangannya.

"Erwin, apa kau membawa laporan yang aku titipkan padamu kemarin," tanya suara berat milik sahabat masa kecilnya, Nile Dawk. Dia berjalan kearah sofa yang ada diruangan itu lalu mendudukinya.

Entah bagaimana Komandan Polisi Militer itu bisa ada di markas Pasukan Pengintai. Erwin mengernyitkan dahinya.

"Kau tidak lupa kan para petinggi militer akan mengadakan acara makan siang bersama?," balas Nile lagi. Lelaki beranak 3 itu seolah-olah tahu isi pikiran sahabat masa kecilnya itu.

Erwin langsung menganggukkan kepalanya santai. "Jadi kau membawa laporan milikku?," tanya Nile lagi memastikan.

Erwin langsung membongkar tumpukan berkasnya satu persatu. Dia tidak menemukan berkas milik Nile. Erwin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Nile hanya menatapnya menunggu kepastian.

"Maaf, aku meninggalkannya dirumah. Aku akan mengantarkan berkasnya kerumahmu nanti sore," ucap pria itu lagi.

*****

Blaire langsung menghela nafas panjang setelah kepergian sang Papa. Gadis itu langsung menarik kedua kakinya malas kearah sofa lalu melemparkan tubuh mungilnya kebenda tersebut.

"Pfff . . . pyuhhh . . . brr . . ." Blaire membuat suara-suara aneh menandakam dia sedang bosan. Ia menatap atap kayu diatasnya datar sesekali sepasang kaki mungilnya menendang udara.

"Bosan . . . . . . hahh . . . . . . .," ucapnya sambil mendesah panjang. Biasanya dia dititipkan kesepupu nya Erwin, Beatrice Kleinston. Tapi karena Bibi kesayangannya itu sedang ada acara keluarga dia tidak bisa dititipkan kesana. Yang tahu keberadaan Blaire hanya Erwin dan keluarga sepupunya, sebenarnya Blaire sekarang menggunakan marga Kleinston bukan Smith, agar identitasnya sebagai putri adopsi Erwin tidak diketahui.

Sepasang kaki mungilnya masih sibuk menendang udara kosong. Gadis itu benar-benar bosan. Blaire tiba-tiba mendudukkan tubuh mungilnya di atas sofa. Dia teringat dengan novel keluaran terbaru yang dibicarakan ayahnya tadi pagi.

Blaire sangat suka membaca buku apalagi novel ber-genre fantasi atau tentang putri bangsawan. Hampir setiap hari Ia menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Membaca buku dapat menghilangkan rasa bosannya dengan cepat.

Kedua kaki mungilnya berjalan kearah ruang kerja sang Papa. Tangannya meraih pegangan laci di meja kerja sang Papa lalu menariknya.

Jackpot, batinnya senang setelah menemukan buku novel seri terbaru kesukaannya. Novel itu berjudul Trash Lady, yang menceritakan tentang seorang perempuan yang terlempar kedunia fantasi setelah meninggal karena penyakit jantung. Didunia itu Ia hidup kembali sebagai Amore Bourche, seorang putri seorang bangsawan Marquess yang merupakan sampah tetapi dicintai oleh keluarganya.

Blaire memeluk novel itu senang. Novel tersebut limited edition hanya dicetak 2000 kopi setiap perilisannya. Siapa yang tidak senang coba dapat barang langka kayak gitu?

"Setelah ini Blaire akan memasakkan Papa ayam panggang," ucapnya masih memeluk buku tersebut. Sudut matanya menangkap sesuatu yang seharusnya tidak ada dimeja sang Papa. Gadis kecil itu berjalan kearah berkas berlambang kuda unicorn berwarna hijau tua, lambang Polisi Militer.

"Kok ada laporan Polisi Militer disini, ayah kan ada di Pasukan Pengintai," monolognya. Dia tiba-tiba teringat dengan Nile yang datang ke apartemen Erwin untuk menitipkan berkas-berkas miliknya.

"Hmm, Blaire antarin ke markas aja kali yaa, sekalian mau lihat-lihat," monolognya lagi.

Gadis itu langsung berganti baju menggunakan baju yang lebih simpel, gaun berlengan panjang berwarna putih sebetis. Tidak lupa ia mengikat rambutnya membentuk cepol agar terlihat rapi. Ia lalu menyambar tas selempang dan syal berwarna hijau tua. Blaire memasukkan novel dan berkas tersebut kedalam tasnya.

"Yosh! Ini saatnya," gumam gadis itu sebelum menghilang dibalik pintu.

(Rambut Blaire.)

(Gaun Blaire.)

*****

Blaire menatap berbinar pemandangan dihadapannya. Ia berjalan dengan tatapan kagum melihat orang berlalu lalang dihadapannya ditambah dengan bermacam kedai yang menjual makanan. Gadis bersurai emas itu terlihat sangat bahagia. Selama ini dia hanya pergi keluar ke toko bahan pangan yang ada disebelah apartemen Erwin. Baru kali ini dia berjalan hingga ketengah kota Distrik Trost.

Blaire terlalu kagum dengan pemandangan dihadapannya, sehingga hampir lupa dengan tujuan utamanya.

"Ah, iya! Aku harus mengantar berkas ini!," ucapnya riang. Blaire berlalu kearah sebuah toko buah, Ia kemudian bertanya kepada bibi penjaga toko.

"Permisi bi, maaf mengganggu. Bibi tahu tidak tempat pemberhentian kereta kuda?," tanya Blaire sopan tak lupa Ia memasang senyum cerah. Bibi penjaga toko itu kagum dengan kesopanan serta kecantikan Blaire. Kalau dilihat-lihat Blaire memang mirip Putri Raja.

"Woah, Nona ini cantik sekali. Ah, untuk tempat pemberhentian kereta kuda ada diujung persimpangan itu, Nona," jawab Bibi penjaga toko itu riang.

"Terima kasih, bi. Maaf sudah mengganggu waktunya," ucap Blaire sopan sambil tersenyum lembut. Kemudian Ia berlalu pergi ke tempat pemberhentian kereta kuda.

"Andai saja aku punya anak perempuan semanis dan sesopan Nona tadi, bukan anak perempuan pemalas yang kerjanya hanya makan dan tidur saja," sindir Bibi itu. Si Bibi langsung melirik kearah gadis yang ada disampingnya sinis. Gadis yang dilirik hanya memutar bola matanya malas.

Setelah sampai ditempat pemberhentian, Blaire langsung menghampiri Paman pemilik kereta kuda berwarna burgundy, warna favoritnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari tas selempangnya. Erwin terkadang meninggalkan beberapa uang untuk Blaire ketika dia sedang bekerja. Dan Blaire selalu menabung uang yang Erwin berikan padanya.

"Permisi paman, bisa antarkan saya ke markas Pasukan Pengintai?," tanyanya dengan lembut, tak lupa Blaire membubuhkan senyuman manis diwajah cantiknya.

Paman pemilik kereta kuda itu ikut terpesona dengan kecantikan Blaire. "A-ah, apa yang ingin Nona secantik anda lakukan di markas Pasukan Pengintai?," tanya Paman tersebut. Dia sedikit bingung kenapa gadis secantik ini ingin pergi ke markas yang berisi orang-orang yang hobi bunuh diri itu. Pergi keluar dinding sama saja dengan bunuh diri bukan?

"Ayah saya meninggalkan berkas pekerjaannya dirumah, jadi saya ingin mengantar berkas ini ke markasnya," jelas Blaire sesopan mungkin. Dia harus meninggalkan kesan yang baik dihadapan orang-orang yang dia temui.

"Ah, begitu. Naiklah nona, biar saya antar," ucap Paman itu ramah. Dia menatap Blaire yang sudah naik kekeretanya sedih. Kesian sekali gadis ini, harus memiliki ayah yang umurnya tak panjang lagi, batin Paman itu.

Suara tapal kuda yang menghantam tanah menemani perjalanan Blaire. Gadis bersurai emas itu sesekali melirik keluar jendela untuk melihat pemandangan. Ia memainkan jarinya gugup. Kira-kira apa yang Erwin lakukan jika tahu bahwa putri kesayangannya keluar dari apartemennya? Apa pria itu akan menghukum Blaire?

"Semoga Papa tidak marah," gumamnya pelan.

Kereta tersebut berhenti ditempat tujuannya. Ia turun dari kereta tersebut dibantu oleh Paman pemilik kereta.

Blaire tersenyum kecil ke Paman tersebut lalu membayar ongkosnya. Kereta tersebut langsung pergi tak lama setelah Ia membayar ongkos. Blaire memandang lurus bangunan dihadapannya. Markas Pasukan Pengintai ada dihadapannya. Blaire mengeratkan syal yang digunakannya lalu menggenggam tali selempang tasnya erat.

"Yosh! Jangan gugup Blaire!," hiburnya. Kemudian masuk ke bangunan tersebut.

*****

Baru Blaire masuk ke halaman gedung itu sudah banyak sepasang mata yang menghujaminya dengan tatapan bingung. Perasaannya tiba-tiba jadi gugup. Ia mulai ragu-ragu harus menemui Papanya atau tidak. Pegangan terhadap tali tas selempangnya semakin erat, dia merasa ingin menangis sekarang.

Seharusnya Blaire tidak pergi tadi, batinnya takut.

"Hei gadis kecil!." Tubuh Blaire tiba-tiba tersentak saat ada suara yang memanggilnya. Ia memandang kearah orang yang memanggilnya. Seorang wanita yang menggunakan kacamata dan rambut yang diikat messy pony tail. Wanita itu berlari kearahnya.

"Hei apa yang kau lakukan disini? Ini bukan tempat untuk anak kecil," ucap wanita itu yang tak lain adalah Hanji Zoe. Ia berjongkok agar bisa menyamakan tingginya dengan Blaire. Mata biru Blaire terlihat berkaca-kaca menatapnya.

"B-blaire mau me-menemui Pa-papa," ucap Blaire terbata-bata. Sesekali mengusap matanya yang mulai berair.

Mata Hanji langsung berbinar menatap Blaire. Blaire terlihat sangat imut dihadapannya. Hanji langsung menarik gadis itu kedalam pelukannya. Mengelus-elus surai emas itu lembut.

"Ututututu, sayang. Jangan nangis dong. Kamu mau ketemu siapa, hm? Siapa nama Papamu? Siapa tau kakak kenal," ucap Hanji sambil menatap iris laut Blaire. Kalau dipikir-pikir mata biru itu mirip seseorang yang dia kenal, warna rambutnya juga sangat mirip.

"Erwin Smith," ucap Blaire dengan tatapan polos.

Hanji seketika langsung membeku. Tu-tunggu, apa?! E-erwin punya anak?! Berarti dia juga punya istri dong! Tapi sejak kapan?! Masa iya dia udah nikah?! Aku kalah cepat dong kalau gitu! Tapi kalau dilihat-lihat gadis ini memang mirip dengan Erwin. Haahh . . ., pikirannya melayang kemana-mana. Entah kenapa ada perasaan kecewa mengganjal dihatinya.

"Kak, kakak!." Panggilan Blaire membuatnya kembali tersadar. Hanji menggaruk tengkuknya canggung. Ia langsung bangkit berdiri lalu menggandeng tangan mungil Blaire. Blaire hanya memberikannya tatapan polos. "Yuk, sini kakak antar!."

*****

Kantin di markas itu terlihat penuh. Wajar saja sih saatnya jam makan siang. Terlihat beberapa kadet sedang memberi hormat kearah meja para petinggi militer yang mereka lewati. Hari ini para petinggi militer dari tiga divisi sedang mengadakan acara makan siang bersama.

"Rasanya sudah lama sekali kita tidak berkumpul seperti ini yah," ucap seorang laki-laki tua berkepala plontos sambil tertawa renyah. Komandan Dot Pixis dari divisi Penjaga Dinding.

"Yah, terakhir kali kita berkumpul seperti ini saat kepalamu masih memiliki rambutkan, Pixis? Hahahaha," ucap seorang lelaki berkacamata. Darius Zackley.

"Wah, Pak Zackley anda kejam sekali," timpal Nile yang mengikuti alur pembicaraan. Ia melirik kearah Erwin yang terlihat lebih pendiam dari biasanya. Pria blonde itu hanya tersenyum kecil setiap kali ada candaan yang dilontarkan sesekali melamun.

Nile menyenggol bahu Erwin yang sedang melamun. Yang disenggol langsung tersadar lalu melihat kearah Nile. "Ada apa Erwin? Kau baik-baik saja?," tanya Nile sedikit khawatir. Sekarang semua mata sedang memandang kearahnya.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Hanya saja teringat sesuatu di apartemenku," ucapnya jujur. Daritadi dia tidak bisa berhenti memikirkan Blaire, entah kenapa dia merasa akan ada suatu yang terjadi.

"Permisi tuan-tuan." Atensi mereka langsung teralihkan kearah Hanji yang datang membawa gadis kecil digenggamannya. Bukan hanya para petinggi militer yang menatapnya, bahkan kadet biasa yang sedang lewat pun ikut melihat kearahnya. Erwin tiba-tiba bangkit dari kursinya, membuat yang lain terkejut. Iris esnya membulat, firasatnya benar. Putri kesayangannya, Blaire sedang tersenyum cerah kearahnya sambil digandeng oleh Hanji.

"Papa!!!," pekik Blaire lalu menghambur kearah Erwin.

"Blaire apa yang kamu lakukan disini?," tanya Erwin lembut. Ia memegang pundak mungil Blaire. Blaire masih memasang senyum cerahnya.

"Blaire mau bertemu dengan Papa!," ucapnya riang.

Petinggi militer yang ada disana hanya bisa terdiam seribu bahasa.

Erwin punya anak? Apa?!!!, batin mereka bersamaan.

To be continue

=======•=======•=======•====

Hellow! hellow!

Apa kabar semuanya? yang pasti baik lah ya, aammiinn.

Shiro bikin cerita baru lagi, padahal yang GoTA kemarin belum selesai T^T

Jadi untuk cerita ini bakal up sesuai mood Shiro, jadi mon maap kalau slow update atau tiba-tiba hiatus. Karena ya gitu, Shiro kadang suka mood swing gitu.

Oh iya, untuk novel Trash Lady yang disebutin Blaire diawal itu salah satu cerita favorit Shiro di wattpad. Buatan kak nopnob cerita yang dibikin kakak ini bagus-bagus gayn. Ada dua cerita yang udah Shiro baca dari dia dan dua-duanya bergenre fantasy kingdom gitu. Seru deh pokoknya.

Btw kalau kalian punya saran cerita fantasy kingdom bisa bilang disini, biar bisa langsung Shiro cari.

Yaudah itu aja kali yaa. See you next time! *wink*

-26, Maret 2021-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top