Part 59

    "Bagaimana Eomma bisa ada di sini?"

    Satu pertanyaan yang di lontarkan oleh Kihyun ketika keduanya telah duduk berhadapan di tepi ranjang Kihyun, meninggalkan semua orang dan memulai pembicaraan yang hanya melibatkan keduanya.

    Seunghwa mengusap kepala putra sulungnya, menyampaikan kerinduan yang sudah ia tanggung sejak lama dan karna hal itu pula tanpa sengaja air mata berhasil meloloskan diri dari kelopak matanya. Kihyun yang melihatnya pun segera mengusap air mata sang ibu.

    "Eomma belum menjawabku." tuntut Kihyun.

    "Ibu merindukanmu."

     Mendengar hal itu, Kihyun pun segera memeluk Seunghwa yang juga membalas pelukannya sembari menahan tangisnya. Berusaha agar Kihyun tak mendengarnya meski sangat sulit baginya untuk bertahan saat kembali melihat putranya setelah waktu yang cukup lama.

    "Aku juga merindukan Eomma, sangat-sangat rindu. Tapi bagaimana jika Tuan Sejin melihat Eomma ada di sini?"

    "Ibu akan secepatnya pergi dari sini."

    Seunghwa melepas pelukannya dan segera menangkup wajah Kihyun menggunakan kedua tangannya.

    "Ibu datang kemari karna ingin melihatmu."

    Kihyun menurunkan tangan Seunghwa dan menggenggamnya, lalu menggunakan tangan kirinya untuk mengusap air mata sang ibu yang terus berjatuhan.

    "Eomma sudah melihatku sekarang, tapi kenapa malah menangis?"

    Kihyun menarik sudut bibirnya menjadi seulas senyum tipis, membuat Seunghwa menatap prihatin ke arahnya karna sikap tenangnya yang menegaskan bahwa dia berada dalam keadaan yang baik meski pada kenyataannya, tak ada yang bisa di katakan baik-baik saja di sana.

    Kihyun kemudian menurunkan tangannya dan menggunakannya untuk menggenggam telapak tangan sang ibu.

    "Bagaimana kabar Eomma?"

    "Harusnya ibu yang bertanya, bagaimana keadaanmu? Apa kau makan dengan baik? Apa kau tidur dengan nyenyak?"

    Kihyun mengangguk ringan dengan senyum yang bertahan di kedua sudut bibirnya. Seunghwa kemudian meraih tangan Kihyun dan menciumi telapak tangan putra sulungnya.

    "Maafkan ibu karna baru bisa menemuimu sekarang."

    Kihyun menggeleng. "Ini bukan salah Eomma, ini bukan salah siapapun. Jadi siapapun tidak perlu meminta maaf."

    Seunghwa segera mengusap pipinya dengan kasar dan berusaha untuk lebih tegar, sama seperti yang tengah Kihyun lakukan meski ia tahu bahwa putranya tersebut tidaklah sekuat yang terlihat.

    "Bagaimana kuliahmu."

    Seunghwa mencoba untuk menarik seulas senyum tipisnya, memutuskan untuk menyisihkan perbincangan yang memberatkan hatinya.

    "Tidak terlalu sulit karna Soonyoung satu kelas denganku."

    "Syukurlah. Ibu datang buru-buru tanpa persiapan terlebih dulu, jadi ibu tidak bisa membuatkan masakan kesukaanmu."

    "Tidak masalah. Melihat Eomma ada di sini, sudah membuatku senang."

    Seunghwa sejenak terdiam, terlihat sebuah keraguan di raut wajahnya yang membuat Kihyun harus menunggu beberapa saat.

    "Eomma kenapa diam saja?" tegur Kihyun.

    Seunghwa menggeleng dan dengan ragu-ragu dia kembali membuka mulutnya, "bagaimana.... Dengan Youngjae? Apa dia bersikap baik padamu?"

    Kihyun tersentak akan pertanyaan Seunghwa. Apa yang harus ia jawab ketika tak ada hal baik yang terjadi sejak ia menginjakkan kakinya di Seoul.

    "Kihyun-a..."

    "Kami baik-baik saja, dia tetap menjadi Youngjae yang dulu." ujar Kihyun dengan cepat, meski dengan sedikit kebohongan.

    "Eomma tidak perlu khawatir, kami baik-baik saja."

    "Jangan bohong! Ibu mendengar semua dari ayahmu." sergah Seunghwa.

    "Ayah mana yang Eomma maksud?"

    Kali ini giliran Seunghwa yang terkejut oleh pertanyaan Kihyun yang terdengar begitu tenang ketika mengucapkannya.

    "Ahjussi melarangku untuk memanggilnya dengan sebutan ayah, dan aku tidak bisa memanggil ayah Youngjae dengan sebutan ayah. Lalu ayah yang mana yang Eomma maksud?"

    "Kihyun-a..."

    Kihyun menarik tangannya dari tangan Seunghwa dan menatap sang ibu dengan tatapan yang lebih menuntut.

    "Biarkan aku pulang bersama Eomma dan juga Soonyoung, biarkan aku kembali ke rumah."

    "Kihyun-a... Kau tahu bagaimana keadaan sekarang, ibu harap kau mengerti."

    "Aku menolak!" cetus Kihyun dan membuat kepanikan di wajah sang ibu.

    "Kihyun-a... Dengarkan ibu!"

    "Eomma yang harus mendengarku." sanggah Kihyun, memulai pemberontakan pertamanya.

    "Kenapa Eomma begitu lemah? Aku anak Eomma, kan? Kenapa Eomma tidak pernah mencoba untuk mempertahankanku? Siapapun ayahku, bukankah Eomma yang memiliki hak penuh untuk mengasuhku? Kenapa Eomma membiarkan pria brengsek yang telah meninggalkan Eomma saat sedang mengandung, mengambilku dari Eomma? Kenapa? Kenapa Eomma tidak mencoba untuk mempertahankan ku?"

    "Kihyun-a..." suara Seunghwa terdengar gemetar di saat air matanya yang kembali terjatuh, terlebih lagi ketika Kihyun menepis lembut tangannya.

    "Aku menyakiti Youngjae, Eomma menyakitiku, kalian semua menyakiti kami. Tidak bisakah kalian berhenti? Kami manusia, bukannya sebuah mesin yang sengaja kalian ciptakan untuk keperluan kalian sendiri."

    "Maafkan ibu, ibu benar-benar minta maaf." ujar Seunghwa putus-asa di antara suara tangis yang tertahan.

    "Kata maaf tidak bisa menyelesaikan semuanya. Eomma tahu? Hidupku sudah hancur sejak hari itu, hidupku hancur begitu Youngjae menolakku.... Apa salahku sehingga aku harus mengalami nasib seperti ini?"

    "Maaf..."

    "Aku butuh jawaban, bukannya permintaan maaf dari Eomma. Apa dosa yang telah ku lakukan sehingga tidak ada yang menerima kehadiranku?"

    "Bukan seperti itu, ibu mohon jangan berpikiran seperti itu. Kami semua menyayangimu."

    "Mengatakan bahwa kalian menyayangiku, tapi kenapa harus menghancurkan hidupku seperti ini? Aku hanya ingin memiliki tempat yang bisa ku sebut sebagai rumah, tidak lebih dari itu. Tapi kenapa hal itu begitu sulit?"

    Pintu kamar tiba-tiba terbuka dari luar dan setelahnya, Jonghyun segera masuk ke dalam dan menghampiri keduanya. Dia menarik lembut lengan Seunghwa hingga sang istri berdiri.

    "Sudah waktunya untuk pergi."

    Jonghyun hendak membawa Seunghwa meninggalkan kamar Kihyun, namun Kihyun tiba-tiba berdiri dan menarik lengan Seunghwa dengan kasar dan membuat tubuh Seunghwa berbalik lalu jatuh ke dalam pelukannya.

    Di dekapnya tubuh sang ibu dengan tatapan yang tiba-tiba menajam ia jatuhkan pada Jonghyun, seakan menegaskan bahwa tidak ada siapapun yang bisa membawa ibunya pergi dari sana.

    "Lepaskan! Biarkan ibumu pergi." tegur Jonghyun secara halus.

    "Tidak ada yang bisa membawa ibuku pergi dari sini." bantah Kihyun yang sempat mengusap air matanya yang tiba-tiba meloloskan diri dari kelopak matanya yang memang telah menampung banyak air di sana.

    "Bersikaplah dewasa, semua tidak akan berubah meski kau menahan ibumu di sini."

    "Dari sudut mana aku terlihat kekanak-kanakan? Bahkan kalian sudah menghancurkan masa kanak-kanakku. Jadi di bagian mana aku bertingkah seperti anak kecil?"

    Satu lagi air mata yang berhasil lolos dari kelopak matanya ketika ia bersikukuh untuk mempertahankan sang ibu yang telah menangis dalam pelukannya.

    "Ibuku akan tetap di sini."

    "Mengertilah bagaimana posisi kami."

    "Aku tidak mau! Seribu kali aku berusaha untuk mengerti, pernahkah kalian mencoba untuk mengerti kami sekali saja? Tidak pernah, kan?"

    "Hentikan semua ini, lepaskan ibumu!"

    Kihyun menggeleng dan semakin mendekap ibunya yang hanya berpasrah diri, karna dia pun juga tak ingin di pisahkan dengan putranya lagi.

    "Lepaskan sekarang!" suara Jonghyun sedikit mengeras, namun justru di balas sebuah bentakan oleh Kihyun.

    "AKU TIDAK MAU!!!"

    "YOO KIHYUN!" Jonghyun balas membentak dan hari itu pertama kalinya dia membentak Kihyun.

    "Kwon Kihyun."

    Suara Kihyun seketika merendah dan bahkan hampir menyerupai sebuah lirihan yang membuat Jonghyun menyadari kesalahannya karna baru saja membentak Kihyun.

    "Bisakah aku menyandang nama itu saja?"

    "Hentikan! Ini bukanlah dirimu."

    Kihyun menggeleng pelan dan entah berapa kali air mata itu berhasil meloloskan diri dan membasahi pipinya.

    "Aku benci Yoo Kihyun, aku benci harus terlahir sebagai Yoo Kihyun. Aku benci!"

    "Hentikan!"

    "Aku benci."



Break Up


    Kelopak mata pucat milik Youngjae perlahan terbuka dan sebuah usapan lembut di bagian kepalanya lah hal pertama yang ia rasakan. Dia pun segera menolehkan kepalanya ke arah belakang dan mendapati senyum hangat Jiyoung yang menyapanya.

    "Eomma?" gumamnya dan beralih posisi, menghadapkan tubuhnya mengarah pada langit-langit kamar.

    "Apa Eomma membangunkanmu?"

    Youngjae menggeleng lemah. "Kapan Eomma datang?"

    "Belum lama, bagaimana keadaanmu?"

    "Buruk." cetus Youngjae dan membuat senyum Jiyoung melebar.

    "Jika sudah tahu buruk, kenapa masih saja ceroboh?"

    Youngjae tak menjawab, dia justru menolehkan wajahnya ke samping. Tepat ke sisi ranjang yang sudah di tinggalkan oleh Kihyun dan menyadari hal itu tanpa sadar dia menghela napasnya.

    "Ada apa? Kau merasa ada yang sakit?"

    Youngjae kembali mengarahkan pandangannya pada Jiyoung, dia kemudian bangkit dan duduk menghadap sang ibu. Di raihnya tangan sang ibu yang kemudian ia letakkan pada dadanya.

    "Di sini, rasanya sangat sakit. Dokter bodoh itu tidak mau memeriksanya."

    Senyum Jiyoung kembali melebar, namun sekarang lebih di tunjukkan untuk sebuah keprihatinan karna dia mengerti rasa sakit apa yang di maksud oleh putranya tersebut.
    Dia Kemudian sekilas mengusap dada sang putra sebelum menarik tangannya yang tetap di genggam oleh Youngjae.

    "Kau sudah makan?"

    Youngjae menggeleng. "Si idiot itu belum membawakan apapun ke kamarku."

    "Siapa?"

    "Jung Daehyun. Dia mondar-mandir di dalam kamarku tapi tidak pernah datang membawa apapun."

    Jiyoung tertawa ringan mendengar pengaduan dari putra semata wayangnya tersebut.

    "Baiklah, kalau begitu ibu akan mengambilkannya untukmu."

    Jiyoung hendak beranjak, namun Youngjae menahan tangannya.

    "Tidak perlu, nanti saja. Biar Daehyun yang membawakannya kemari."

    Jiyoung mengangkat tangan kirinya dan menggunakannya untuk mengusap pipi Youngjae beberapa kali.

    "Wajahmu sangat pucat, kenapa tidak ke Rumah Sakit saja?"

    "Pergi ke Rumah Sakit pun belum tentu wajahku akan kembali segar, semua perlu waktu." sanggah Youngjae.

    "Kau ini."

    "Si pak tua itu pasti sangat marah sekarang."

    Jiyoung sekilas menepuk punggung tangan Youngjae dengan seulas senyum yang tertahan di bibirnya.

    "Kau tidak perlu memikirkan apapun, cukup pikirkan tentang dirimu sendiri."

    "Apa yang harus ku pikirkan? Semua begitu kacau untuk di pikirkan, akan lebih baik jika aku tidur tanpa berpikir."

    "Kau ini, kenapa selalu membuat ibu ingin tertawa."

    "Karna aku tidak mungkin tega membuat Eomma menangis."

    "AKU TIDAK MAU!"

    "YOO KIHYUN!"

    Perhatian keduanya teralihkan oleh suara lantang yang bersahutan dari kamar sebelah, dan itu memancing keheranan di raut wajah Youngjae. Karna meski sekilas, dia mampu mengenali suara Kihyun.

    Youngjae kemudian kembali menjatuhkan pandangannya pada sang ibu dengan tatapan yang menuntut.

    "Siapa yang ada di sana?"

    "Bukan siapa-siapa, kau tidak perlu memikirkan hal itu." ujar Jiyoung dan terlihat sedikit panik.

    "Eomma." satu kata yang menunjukkan sebuah tuntutan.

    "Kihyun sedang berbicara dengan Jonghyun, kau tidak perlu memikirkan apapun."

    "Kenapa dia bisa ada di sini? Bukankah seharusnya dia berada di Gwangju?"

    "Dia batal pergi dan memutuskan untuk mengunjungi Kihyun."

    "Berkunjung?" gumam Youngjae, menyatakan rasa tidak percayanya. Setelah mendengar mereka saling membentak, apakah itu masih masuk akal untuk di sebut sebagai sebuah kunjungan.

    Youngjae kemudian beranjak turun dari ranjang dan dalam sekali tarik, infus di punggung tangannya terlepas begitu saja dan tentunya membuat Jiyoung sangat terkejut.

    "Youngjae-ya, apa yang kau lakukan?"

    Youngjae tak lagi peduli, dia segera bergegas menuju pintu dan langsung membukanya. Entah apa yang akan ia katakan saat sampai di kamar Kihyun, yang ada dalam pikirannya kali ini hanya pergi ke sana. Namun sayangnya langkahnya berhasil di tahan oleh Daehyun yang memang sudah berdiri di depan pintu sedari tadi.

    "Mau kemana?"

    "Minggir!"

    Youngjae hendak menerobos Daehyun, namun Daehyun justru menahan pergelangan tangannya dan kemudian mengangkatnya di atas kepala guna mencegah darah yang terus keluar dari bekas jarum infus yang di lepas dengan cara paksa.

    "Aku bilang minggir!"

    "Kembali!" bantah Daehyun.

    "Youngjae-ya... Apa yang kau lakukan?" tegur Jiyoung dari arah belakang dengan kekhawatiran yang terlihat dari nada bicaranya.

    "Jika Nyonya ingin pergi sekarang, aku tidak akan menghalangi."

    Sebuah kalimat pengusiran yang tersampaikan secara halus dan sempat menimbulkan keraguan di wajah Jiyoung, namun wanita paruh baya itupun memutuskan untuk pergi setelah melihat keyakinan di sorot mata Daehyun.

    "Eomma pergi dulu, istirahatlah."

    Tepat setelah Jiyoung pergi, Daehyun segera mendorong paksa Youngjae kembali ke dalam kamar dan menggunakan kakinya untuk menendang pintu hingga pintu tertutup dengan kasar.

    Youngjae segera menepis tangan Daehyun dengan kasar dan menunjukkan sikap tak bersahabatnya.

    "Kau mulai bertingkah sekarang." ujar Youngjae dengan sikap yang tiba-tiba berubah menjadi dingin.

    "Kau yang mulai."

    Tanpa di sangka, Youngjae justru hendak menyerang Daehyun. Namun dengan cepat Daehyun membanting tubuh Youngjae ke lantai dengan mengunci pergerakan kedua tangannya.

    "Berhenti berulah!"

    "Kau sudah sinting!"

    Youngjae berusaha terlepas dari kekangan Daehyun, namun sepertinya itu percuma karna dia tidak pernah mempelajari teknik bela diri apapun. Sangat sia-sia jika di hadapkan dengan Daehyun yang memang telah menguasai teknik bela diri dalam waktu yang lama.

    "Apa yang kau inginkan sebenarnya?" ujar Youngjae yang sudah berputus-asa.

    "Sebaliknya aku yang bertanya. Apa yang akan kau lakukan? Tindakan apa yang akan kau lakukan setelah kau melihat kakakmu?"

    Youngjae menaruh kepalanya di lantai dengan helaan napasnya dan bergumam, "dia bukan kakakku, bodoh!"

    "Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan setelah melihat Kihyun-ssi."

    Youngjae terdiam, tak ingin menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Daehyun.

    "Apa?"

    "Tidak tahu."

    "Kenapa tidak tahu?"

    Youngjae tiba-tiba kembali mengangkat kepalanya.

    "Tanganku sakit, bodoh!!!"

Selesai di tulis : 27.10.2019
Di publikasikan : 22.11. 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top