Page 49

    Itaewon, 14:35.

    Seorang pria berumur menyodorkan sebuah koper ke hadapan Changkyun yang duduk berseberangan dengannya. Saat ini mereka sedang berada di ruang VIP sebuah restoran Hotel bintang lima, di mana mereka memilih sebuah ruangan tertutup sebagai tempat pertemuan mereka.

    Tidak saling mengenal, hanya sebatas klien yang akan menjadi orang asing ketika bertemu kembali.

    "Aku rasa ini cukup untuk uang muka." Pria itu membuka koper di depan Changkyun dan membiarkan Changkyun melihat tumpukan uang yang tertata rapi di dalam koper tersebut.

    Pria itu kembali menutup kopernya dan menempati tempat duduknya semula. "Bagaimana? Bukankah ini kerja sama yang menguntungkan?"

    "Apa rencana kalian?"

    "Masing-masing Perusahaan akan menunjukkan proyek mereka untuk menarik investor. Pekerjaanmu cukup mudah. Kau tinggal menggagalkan seluruh proyek dari lawan kami di saat presentasi di mulai."

    "Berapa lembaga?"

    "Sekitar sepuluh."

    Sudut bibir Changkyun tersungging. Jadi dalam kerja sama kali ini dia di haruskan untuk menerobos sistem keamanan dari sepuluh Perusahaan di waktu yang berdekatan.

    "Kalian memilih cara yang rumit untuk menang ... kenapa tidak mengambil cara yang mudah saja?"

    "Apa maksudmu?"

    "Kalian bisa membunuh lawan kalian dan merebut saham mereka. Aku pikir itu lebih efektif."

    Pria itu tersenyum simpul. "Direktur kami tidak suka bermain kotor. Dia ingin semua tetap bersih."

    "Munafik! Bukankah dia selalu melakukan taktik kotor?" Sebelah alis Changkyun sekilas terangkat.

    "Tapi setidaknya tidak akan ada nyawa yang melayang ... sayang sekali jika kau menolak. Ini baru uang muka."

    Changkyun beranjak dari tempat duduknya. "Siapkan satu ruangan untukku," ucapnya yang kemudian meraih koper di atas meja dan berjalan pergi.

    Pintu lift terbuka, mengantarkan Changkyun ke area parkir bawah tanah. Dia segera bergegas menuju mobilnya dengan tangan kiri yang sibuk mengotak-atik ponselnya.

    "Aku sibuk, mungkin lain kali saja."

    Perhatian Changkyun sejenak teralihkan oleh suara asing yang tiba-tiba menyapa pendengarannya. Tanpa menghentikan langkahnya ia mengangkat pandangannya, melihat ke sumber suara. Dan di sanalah ia melihat Lee Minhyuk, Dokter muda yang tampak asing baginya.

    Minhyuk berjalan berlawanan arah dengan Changkyun, namun keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing.

    "Kau di mana?"

    "Aku masih harus menjadwalkan operasi Jisung, mintalah bantuan pada yang lainnya."

    Keduanya berpapasan, namun saat itu secara tidak sadar Minhyuk menjatuhkan sebuah cincin dari tangannya dan menggelinding tepat di hadapan Changkyun.
    Langkah Changkyun terhenti ketika kakinya menginjak cincin yang baru saja di jatuhkan oleh Minhyuk.

    "Aku memiliki pekerjaan untukmu."

    Changkyun memutuskan sambungan secara sepihak. Ia mengangkat kakinya dan segera mengambil cincin tersebut sebelum berbalik ke arah Minhyuk yang baru berjalan beberapa meter darinya.

    "Permisi, Tuan," suara berat dan terkesan angkuh itu seketika menghentikan langkah Minhyuk.

    Dokter muda itu berbalik. Menatap Changkyun dengan tatapan bertanya. Merasa ragu bahwa yang di panggil oleh Changkyun adalah dirinya, Minhyuk pun sempat melihat ke sekeliling dan baru yakin jika yang di panggil oleh Changkyun adalah dirinya ketika tak ada satupun orang yang berada di sana selain dirinya.

    "Aku tutup dulu teleponnya. Jika kau butuh bantuan, minta saja pada Taeyong." Minhyuk segera memutuskan sambungan ketika melihat Changkyun berjalan ke arahnya.

    Tepat setelah keduanya berhadapan, Changkyun segera menyodorkan cincin di tangannya kehadapan Minhyuk. "Kau menjatuhkan ini."

    Minhyuk segera melihat tangan kirinya sendiri, dan baru menyadari bahwa cincin di jari manisnya memang tidak ada. "Ah ... terima kasih. Aku sedikit ceroboh."

    Minhyuk segera menerima cincin itu kembali sembari sekilas membungkukkan badannya.

    "Aku permisi," Changkyun sekilas menundukkan kepalanya meski terlihat begitu kaku.

    "Sekali lagi terima kasih." Minhyuk sekilas membungkukkan badannya. Ia kemudian melihat cincin di tangannya dan kembali memakaikannya ke jari manis tangan kirinya yang terasa longgar.

    "Kenapa sekarang longgar," gumamnya. "Apa aku bertambah kurus?"

    Tak terlalu mempermasalahkan hal itu, Minhyuk memakai cincin tersebut di jari tengahnya dan bergegas meninggalkan area parkir.

    Di sisi lain, Changkyun yang saat itu baru duduk di dalam mobilnya tampak menghubungi seseorang tanpa ada perubahan di raut wajahnya yang terlihat sangat kaku.

    Panggilan tersambung dan ia segera memulai pembicaraan. "Batas waktumu sudah habis. Lunasi hutangmu atau aku akan mengirimkan kematian padamu."

    Terdengar tawa sinis seorang pria dari seberang sebelum suara serak menguasai pendengaran Changkyun. "Bagaimana aku bisa tahu jika kau benar-benar sudah menghapus namaku di sana? Benarkah kau bisa membobol sistem keamanan Negara? Kenapa aku sangat meragukan itu."

    "Kau bertemu dengan orang yang salah. Bahkan aku bisa saja mengirim kepalamu ke Cyber Room, jika kau berminat."

    Lagi, pria itu tertawa dan semakin menghabiskan sisa kesabaran Changkyun di saat kliennya tersebut tak juga memberinya uang seperti kesepakatan awal setelah ia menerobos sistem keamanan Cyber Room dan menghapus nama para buronan itu dari daftar penyelidikan. Dua orang sudah melunasi, namun satu orang yang tersisa sepertinya benar-benar ingin mempermainkannya. Tapi ketahuilah bahwa itu merupakan kesalahan yang fatal.

    "Kau terlalu arogan Tuan I.M ... Bagaimana jika aku memberikan satu wanitaku untukmu?"

    "Simpan untukmu sendiri ... bersenang-senanglah." Changkyun memutuskan sambungan secara sepihak dan segera menyalakan mesin mobilnya. Bergegas meninggalkan area parkir untuk menuju ke tempat selanjutnya.

   
    Hankuk Medical Center.

    Kihyun bersama Peniel masuk ke ruang rawat Jungkook setelah belum lama pemuda itu keluar dari ruang operasi. Keduanya berdiri mengapit ranjang. Tatapan miris Kihyun jatuh pada wajah pemuda yang saat itu terbaring di atas ranjang.

    "Anak ini, sebenarnya dia manusia atau bukan?" gumam Kihyun.

    Peniel menimpali, "di lihat dari bentuknya dia adalah manusia, tapi aku rasa dia spesies yang berbeda."

    Kihyun memandang. "Kau lucu," ucapnya yang terkesan acuh ketika ia tak begitu tertarik dengan candaan Peniel yang bahkan sama sekali tak menunjukkan garis senyum di wajahnya yang menyerupai seorang preman.

    "Kau sudah bertemu dengan Dokternya?"

    "Cedera punggungnya cukup parah, mungkin memerlukan waktu yang lama sampai dia bisa beraktivitas normal lagi."

    "Berapa lama?"

    "Paling sebentar, enam bulan."

    "Sinting!" cibir Kihyun. Ia kemudian melanjutkan, "Negara sedang krisis, kenapa malah seperti ini?"

    "Ada masalah apa?"

    "Jangan tanyakan padaku. Kembalilah ke kantor dan mintalah penjelasan dari Ketuamu."

    "Dia masih hidup?"

    Kihyun memberikan tatapan menghakiminya pada Peniel. "Mau bagaimanapun juga dia tetap Ketuamu."

    "Jika dia masih bisa bekerja dengan benar, maka aku akan mengakuinya."

    "Maksudmu?"

    "Seseorang mengatakan padaku bahwa Leader Team Divisi 1 sering meninggalkan tanggung jawabnya dan malah berkeliaran ke luar kota."

    Kihyun menatap penuh selidik. "Siapa yang mengatakan hal itu padamu?"

    "Hyeong tidak perlu tahu. Cukup aku tahu bahwa selama ini Leader Team tidak tahu diri itu hanya menyia-nyiakan waktu untuk mencari seseorang yang bahkan tidak bisa di pastikan keadaannya."

    "Im Changkyun?"

    Peniel menjawab dengan malas, "memangnya siapa lagi?"

    "Jooheon masih mencarinya?"

    "Hyeong tidak tahu?"

    "Dia tidak pernah mengatakan apapun tentang Changkyun padaku."

    "Dia sangat picik, dia pikir bisa menipu semua orang ... lagi pula, apa yang akan dia lakukan setelah menemukan anak itu? Divisi 4 sudah memiliki Jungkook. Changkyun tidak mungkin lagi bisa kembali ke Divisi 4." Nada bicara Peniel terdengar lebih menuntut tanpa melihat tempat di mana ia berada saat ini.

    "Pelankan suaramu."

    Kelopak mata Jungkook terbuka. Namun dengan cepat wajahnya mengernyit ketika merasakan tubuhnya terasa remuk dan punggung yang terasa kebas di sertai oleh sedikit rasa nyeri. Hal itupun yang kemudian menarik perhatian dari kedua seniornya.

    "Kau sudah sadar?"

    "Hyeong? Kenapa Hyeong ada di sini?" Jungkook segera memandang ke sekeliling dan langsung kembali menatap Kihyun ketika menemukan sosok Peniel yang benar-benar tak bisa menunjukkan wajah ramahnya.

    "Apa aku masih di Mokpo?"

    "Kau sudah berada di Seoul, bagaimana keadaanmu?"

    "Rasanya sulit bergerak, ada sesuatu yang di punggungku. Apa yang mereka lakukan dengan punggungku?"

    Peniel menyahut, "kau baru saja menjalani operasi."

    "Operasi? Operasi apa?"

    "Sepertinya sekarang otakmu juga bermasalah," sinis Peniel.

    Jungkook tampak mempertimbangkan sesuatu, mencoba mengingat kembali memori yang sedikit berantakan ketika efek dari obat bius belum sepenuhnya menghilang dari tubuhnya. Namun perlahan ia mulai mengingat kembali kejadian sebelum ia masuk ke ruang operasi.

    "Ah .... mereka melakukan operasi pada punggungku?"

    "Setelah ini, aku akan meminta mereka untuk mengoperasi kepalamu sekalian," sarkas Peniel.

    Jungkook menghela napasnya. "Kenapa Hyeong kejam sekali?" gumamnya.

    "Mulai hari ini berhenti menyusahkanku. Aku pergi sekarang."

    "Kau ingin kembali ke kantor?" tegur Kihyun.

    "Tentu saja. Aku sudah berada di Seoul, tidak mungkin jika aku tidak melapor ... aku pergi dulu. Senang bertemu lagi denganmu, Hyeong."

    "Hati-hati."

    "Cepat sembuh, bocah." Terdengar begitu acuh. Peniel lantas meninggalkan ruang rawat Jungkook. Menyisakan Kihyun yang kemudian kembali bertemu pandang dengan Jungkook.

    "Kenapa dengan wajah Hyeong?"

    "Sebuah karya seni," ucap Kihyun dengan seulas senyum.

    "Bagaimana dengan masalah di Pulau Jeju?"

    "Semua bisa di atasi. Joochan dan Jaebum yang memimpin investigasinya."

    Dahi Jungkook mengernyit. "Jaebum Hyeong?"

    "Kenapa?"

    "Orang itu tidak bisa bekerja sama dengan Divisiku, kenapa malah menyuruh Joochan bekerja dengan orang itu?" Terdengar sedikit menuntut, namun wajahnya segera mengernyit ketika merasa seperti ada yang menarik punggungnya.

    "Tidak ada lagi yang bisa melakukannya. Menyuruh Eunwoo pun juga akan percuma ... kau tahu reputasinya sebagai anak emas."

    "Masih ada Jooheon Hyeong."

    Kihyun terkekeh pelan dan menciptakan guratan heran di wajah Jungkook.

    "Kenapa Hyeong tertawa?"

    "Aku bahkan tidak yakin jika kakakmu itu bisa duduk saat ini?"

    "Ada apa?"

    "Dia baru saja mengasuransikan bokongnya."

    Jungkook menatap jengah, merasa belum mampu menerima candaan dari Kihyun. "Itu sama sekali tidak lucu."

    "Sungguh, kau harus melihatnya setelah ini." Kihyun kemudian berucap dengan lebih serius, "tadi pagi, Cyber Room kembali di retas."

    "Lagi?"

    Kihyun mengangguk. "Dia sibuk di Cyber Room. Entah data apa lagi yang hilang kali ini."

    "Kapan aku bisa keluar dari sini?"

    "Kenapa?"

    "Aku tidak tahan lama-lama berada di sini."

    "Sayangnya kau mengalami nasib yang sedikit buruk."

    "Maksud Hyeong?"

    "Aku dengar kau baru bisa beraktivitas normal kembali paling sebentar enam bulan."

    Jungkook terperangah, apakah dia baru saja mendapatkan sebuah kutukan. "Jangan konyol."

    "Aku akan memanggil Dokter, kau bisa bertanya sendiri padanya."

    "Ah! Hyeong ... ini sudah tidak lucu lagi."

    Kihyun tersenyum lebar, membawa langkah kakinya meninggalkan ruang rawat Jungkook. "Nikmati libur panjangmu, bocah."

    "Ini tidak adil!"





Selesai di tulis : 24.03.2020
Di publikasikan : 29.03.2020


   

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top