Page 46
Jooheon dan Kihyun menghentikan mobil mereka di halaman sebuah Kuil usang yang tampak tak berpenghuni.
"Kenapa berhenti? Apa kita sudah sampai?" tanya Presiden, masih dengan wajah panik yang begitu ketakutan.
"Presiden tunggu di sini sebentar." dengan wajah yang mengernyit, Jooheon keluar dari mobil sembari memegangi pinggangnya. Menahan rasa perih pada bokongnya.
Kihyun segera datang menghampiri. "Kenapa kita berhenti di sini?"
Jooheon mengangkat tangannya setinggi dada dan menggerakkannya seakan tengah mendorong sesuatu guna memberi isyarat pada Kihyun agar mereka menjauh dari mobil. Keduanya pun sedikit bergeser ke belakang mobil.
"Kita tidak bisa bertahan di sini."
"Aish... Tunggulah sebentar." Jooheon menjatuhkan kedua lututnya dengan kedua telapak tangan yang juga jatuh pada lantai ubin di bawahnya. Membuat kedua alis Kihyun bertahutan, menatap heran pada juniornya tersebut.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Jooheon mendongak dengan senyum yang melebar. "Aku mendapatkan bonus yang istimewa."
Kihyun yang merasa kesal karna Jooheon masih sempat-sempatnya tersenyum lebar dalam keadaan genting pun lantas menendang bokong Jooheon dan membuat Leader Team Divisi 1 itu memekik.
"Arghhhh."
"Masih sempat-sempatnya kau tersenyum di saat seperti ini!" ucap Kihyun penuh penekanan.
Jooheon meringis, melipat tangan di lantai dan menjatuhkan keningnya dengan satu tangan memegangi bokongnya.
"Berhenti bersikap berlebihan."
"Siapa yang berlebihan? Bokongku tidak di asuransikan, jangan menyakitinya lagi."
Menatap sinis, Kihyun menyibakkan bagian bawah jas yang di kenakan oleh Jooheon dan seketika matanya memicing. Sedikit mendekat guna memperjelas penglihatannya dan seketika senyum itu melebar saat ia mendapati celana Jooheon yang sedikit sobek di bagian bokong, lengkap dengan darah yang tampak masih basah.
"Sudah puas tertawanya?" kesal Jooheon, kembali mengangkat kepalanya.
"Cepat berdiri! Aku tidak punya waktu untuk mengurusi bokongmu." acuh Kihyun.
Jooheon bangkit dengan gerakan yang terlihat begitu berat. Pandangannya mengarah ke sekeliling, mencoba menemukan sesuatu yang menarik.
"Apa rencanamu? Jangan bilang kau ingin bersembunyi di dalam Kuil ini."
"Apa yang bisa kita lakukan, bokongku sudah mengeluh sedari tadi."
"Kau gila."
"Ya, aku memang gila dan Hyeong membuatku bertindak lebih gila lagi."
Kihyun memalingkan wajahnya sembari tangannya mengambil senjata api dari balik jasnya, sejenak mengecek sisa peluru yang ia miliki dan saat itu Joheon baru sadar bahwa sebagian kemeja putih Kihyun sudah berubah warna menjadi merah.
"Lukamu terbuka."
"Siapa yang peduli? Kau memiliki peluru cadangan?"
"Tidak." Jooheon turut memeriksa pelurunya sembari menggerutu, "harusnya aku juga mendapatkan senjata api yang sama dengan Divisi 4."
"Apa maksudmu?"
"Labedev PL14, Organisasi memilihkan senjata yang sempurna untuk Leader Team Divisi 4. Kita bisa mengetahui senjata api itu terisi atau tidak hanya dengan menyentuhnya."
Sudut bibir Kihyun tersungging seakan ingin mencibir Jooheon. "Senjata yang sempurna hanya di miliki oleh orang yang sempurna pula."
"Jungkook?" sudut bibir Jooheon tersungging, "aku akan meninggalkan bangku ku jika anak itu pergi ke ujung selatan tanpa menghubungiku untuk menanyakan jalan."
"Im Changkyun," satu nama yang seketika membuat wajah Jooheon terlihat datar, "senjata itu di berikan kepada Im Changkyun. Jungkook hanya mewarisinya."
Jooheon mengibaskan tangannya ke udara sebagai reaksi penolakannya untuk membahas teman lama mereka. "Sudah, jangan di bahas lagi. Berapa sisa peluru yang Hyeong miliki?"
"Tiga. Kau?"
"Satu."
Kihyun tersenyum tak percaya. "Kau sudah sinting. Kita lanjutkan perjalanan sampai bantuan datang."
"Aku tidak sanggup untuk duduk lagi dan Hyeong juga tidak sanggup mengumudi lagi. Akan sangat konyol jika kita menyuruh Presiden yang mengemudi."
"Kau meremehkanku?"
"Coba saja angkat tanganmu yang tinggi sekarang."
Keduanya sempat saling bertukar pandang di saat Kihyun menolak untuk melakukan tantangan Jooheon ketika rasa sakit yang telah mengambil alih separuh dari pergerakannya.
"Tenang saja. Jika mereka berencana membunuh Presiden, aku yang akan melakukannya terlebih dulu."
Jooheon lantas meninggalkan Kihyun dan menghampiri Presiden. Menyisihkan rasa sakit di sekujur tubuhnya, dia membuka pintu di samping Presiden dan mempersilahkan pria tua itu untuk keluar.
"Apa yang akan kita lakukan di sini?"
"Mari, ikutlah denganku." meninggalkan Kihyun di halaman, Jooheon membimbing langkah Presiden untuk masuk ke dalam Kuil.
Di saat Jooheon tengah mencari tempat persembunyian untuk Presiden, saat itu pendengaran Kihyun menangkap suara deru mobil yang mendekat. Dia menepi ke jalan dan melihat ke jalan yang berada tidak terlalu jauh di bawahnya mengingat posisi mereka saat ini adalah di dataran yang cukup tinggi.
Tangannya yang memegang senjata api tergerak untuk menggaruk alisnya, menunjukkan sedikit rasa frustasi di wajahnya sebelum ia berbalik dan menyusul Jooheon.
Kihyun masuk ke dalam Kuil dan bertepatan ketika ia menutup pintu dari dalam, beberapa mobil berbondong-bondong datang dan memenuhi halaman Kuil. Saat itu Jooheon datang mendekat seorang diri.
"Mereka berada di depan." ucap Kihyun memberi peringatan.
"Ikuti aku!"
Dengan langkah lebar, keduanya berjalan menyusuri Kuil dan satu hal yang membuat Kihyun heran. Kenapa Jooheon justru membawanya keluar melalui pintu belakang.
"Apa yang sedang kau rencankan?" selidik Kihyun.
"Mengulur waktu, aku tidak mau mati seperti ini. Bantuan akan segera datang, jika kita bisa bertahan sampai saat itu. Kita akan menang."
"Kau meninggalkan Presiden di Kuil?" suara Kihyun lebih menuntut ketika mereka justru masuk ke dalam hutan.
Jooheon berbalik, menghadap Kihyun yang tampaknya sudah salahpaham padanya. "Ikut saja denganku, jikapun mereka membunuh Presiden. Negara tidak bisa menuntut kita."
"Kau benar-benar tidak waras!"
Di sisi lain, orang-orang yang sebelumnya mengejar mereka telah memenuhi halaman Kuil dengan senjata api di tangan masing-masing. Seseorang paling depan mengarahkan ekor matanya ke samping, tepat ke salah satu rekannya.
"Dapatkan hidup-hidup. Tapi jika terpaksa, habisi di tempat."
Rekan di sampingnya mengangguk, dan satu langkah yang kemudian membimbing langkah semua orang untuk berbondong-bondong memasuki Kuil. Tanpa ada sopan santun, mereka menjarah Kuil. Membuat Presiden yang saat itu berada di salah satu ruangan, meringkuk di sudut ruangan. Dan jika seperti ini, pantas saja jika Kihyun ingin menginjak kepala Jooheon dan menjatuhkan juniornya tersebut ke tebing.
Dalam waktu singkat, pintu ruangan di mana Presiden berada tak luput dari jarahan.
"Dia di sini!" lantang seseorang yang baru saja membuka pintu, mengundang semua rekannya untuk mendekat.
Seseorang yang sebelumnya memberi perintah pada mereka pun masuk bersama dua orang lainnya di saat rekan mereka yang lain menunggu di luar ruangan.
"Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" panik Presiden.
"Bawa dia!" perintah si pria yang berdiri di hadapan Presiden.
Dua orang menghampiri Presiden dan memaksa pria tua itu berdiri, sedangkan pria yang baru saja memberi perintah, berjalan terlebih dulu dan memimpin rekan-rekannya untuk keluar dari Kuil dengan membawa Presiden bersama mereka.
Pintu terbuka dari dalam, membimbing setiap langkah untuk keluar dari tempat Sakral tersebut. Namun pandangan mereka segera menemukan kedua Leader Team yang sebelumnya menghilang, kini berada di atap salah satu mobil. Kihyun yang berdiri dengan satu tangan memegang senjata api dan tangan lainnya bernaung pada saku celananya. Sedangkan Jooheon tampak berjongkok di sampingnya dengan kedua lengan yang menopang pada lututnya.
"Aku akan benar-benar menginjak kepalamu setelah ini, Lee Jooheon!" gumam Kihyun penuh dengan penekanan ketika Jooheon memaksanya untuk melakukan adegan bunuh diri yang menurutnya sangat konyol.
Jooheon sekilas memandang Kihyun dengan senyum miring yang terlihat begitu licik. "Kepalaku bahkan lebih tinggi dari kepala Hyeong, bagaimana Hyeong ingin menginjak kepalaku?"
Tatapan tajam Kihyun menatap tepat pada mata sipit Jooheon, memberikannya sebuah peringatan. Namun perhatian mereka teralihkan oleh segerombolan orang yang telah kembali menapaki halaman dan berhenti tepat di bawah anak tangga.
"Leader Team Divisi 1 dan Leader Team Divisi-"
"Sudah, sudah. Tidak perlu di sebutkan." sergah Jooheon, tak berniat untuk mendengarkan ocehan tak bermutu.
Jooheon kemudian berdiri sejajar dengan Kihyun, mencoba tetap bersikap santai meski harga dirinya sedikit terlukai oleh bokongnya yang kembali menjerit ketika ia beranjak berdiri.
"Aku harus mengasuransikan bokong seksi ku setelah ini." gumam Leader Team Divisi 1 itu yang kemudian tersenyum lebar sembari memandang seniornya, seakan-akan mereka tidak tengah dalam situasi yang mencekam.
Kihyun yang tak bisa lagi bekerjasama dengan jalan pikiran Jooheon pun merasa kesal dan langsung mendorong Jooheon ke bawah. Beruntung Jooheon tak kehilangan keseimbangannya sehingga tak sampai terjatuh.
"Lee Jooheon-ssi. Tolong, selamatkan aku." ujar Presiden yang berada di balik pria yang memimpin gerombolan tersebut.
"Menyingkir, atau biarkan kami meledakkan kepalamu." ancam si pria yang justru mendapatkan senyum meremehkan dari Jooheon.
"Menunduk, atau biarkan kami menghilangkan kepala kalian." balas Jooheon, terkesan begitu santai.
Perhatian semua orang teralihkan oleh suara Helikopter yang datang mendekat. Hal itu tentunya membuat kepanikan dari gerombolan yang telah menahan Presiden, namun hal itulah yang membuat sudut bibir Jooheon tersungging penuh kemenangan.
"Waktunya berpesta. Biarkan Lee Jooheon menjadi Raja pesta pagi ini."
Perhatian Kihyun teralihkan oleh pergerakan yang berasal dari arah belakang. Dia menoleh dan seketika netranya melebar ketika melihat beberapa orang berlari ke arah mereka dan bisa di lihat olehnya beberapa orang dari Divisi 1 yang berbaur dengan anggota Kepolisian yang kemudian berdiri di belakang Jooheon dengan senjata api yang mengarah pada lawan.
Kihyun, Jooheon dan segerombolan pemberontak itu sekilas mengarahkan pandangan mereka ke atas ketika melihat sebuah Helikopter terbang di atas mereka. Sebelum pandangan mereka yang kembali di pertemukan.
Kihyun melompat ke bawah dan berjalan menghampiri Jooheon. "Kapan kau melakukan hal ini?"
Jooheon tersenyum dengan kepercayaan diri yang meningkat. "Sudah ku katakan bahwa Hong Joochan sangat bisa di andalkan."
Pimpinan pemberontak itu lantas menarik Presiden, menempatkan pria tua itu di depannya dan menempelkan ujung senjata api pada kepala Presiden.
Dia berujar dengan lantang, "buka jalan!"
"Jika kami tidak bersedia, apa kalian akan membunuh Presiden?" Jooheon menanggapi dengan santai.
"Pertanyaan konyol! Buka jalannya sekarang!"
"Jika kau tidak mau membunuh, biar aku yang melakukannya."
Semua orang tampak terkejut dengan pernyataan dari sang Leader Team Divisi 1, dan semakin terkejut ketika Jooheon mengangkat tangan yang memegang senjata api ke udara dengan ujung senjata api mengarah pada Presiden. Hal itu tentunya membuat Presiden tak habis pikir.
"A-apa yang ingin kau lakukan?" Presiden tak berkutik.
"Presiden, kau ingat apa yang ku katakan sebelumnya?" lantang Jooheon.
Presiden sejenak berusaha untuk menemukan jawaban yang di maksud oleh Jooheon di sela kepanikan yang telah menguasai benaknya. Namun pada akhirnya ia berhasil menemukan jawaban yang di maksud oleh Jooheon.
"Jika seseorang menembak dada Presiden, maka Presiden harus mati apapun yang terjadi. Mati, dalam posisi tengkurap."
"Waktu berpikirmu sudah habis," lantang Jooheon dengan tak tahu dirinya.
"Berhenti bertindak konyol." Kihyun memperingatkan, dengan suara tenang namun sangat mendominasi.
Tak berniat mempedulikan ucapan Kihyun. Jooheon justru menarik salah satu sudut bibirnya dan berucap, "biar aku saja yang menjadi Presiden."
Satu tembakan terlepas, peluru terakhir yang di miliki oleh Leader Team Divisi 1 melesat dengan sempurna dan sempat menghentikan napas semua orang sebelum peluru itu mendarat dengan sempurna pada dada Presiden. Membuat tubuh pria tua itu tersentak sebelum akhirnya jatuh ke lantai dalam posisi tengkurap.
"Lee Jooheon!!!"
Selesai di tulis : 12.02.2020
Di publikasikan : 12.02.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top