Page 44

    Perjalanan selama satu jam berakhir dan mengantarkan rombongan Kepresidenan mendarat dengan selamat di Pulau Jeju, namun berbeda dengan saat meninggalkan Blue House. Wajah Presiden kini terlihat sedikit kaku dan tampak mencemaskan sesuatu, hal itu tentunya membuat salah satu anggota Dewan yang berada di sampingnya tak bisa tinggal diam.

    "Presiden, apa kau merasa kurang enak badan? Wajahmu terlihat begitu cemas."

    Dengan terpaksa Presiden mengulas senyumnya dan berucap, "tidak ada apa-apa."

    Satu persatu dari rombongan segera memasuki mobil yang sudah di sediakan di depan Bandara, dan saat itu pula Kihyun menghampiri Presiden dan memberikan isyarat dengan sopan agar Presiden mengikuti arahannya.

    Kihyun membukakan pintu mobil untuk Presiden dan menutupnya kembali setelah Presiden masuk. Dia lantas bergegas masuk ke bagian kemudi dan segera memasang sabuk pengamannya sembari sekilas memperhatikan keadaan di belakang dari spion. Sementara Presiden terlihat lebih gusar dari sebelumnya, terlebih dia hanya melihat Kihyun di sana.

    "Permisi." tegur Presiden yang menarik perhatian Kihyun yang segera menolehkan kepalanya ke belakang di saat ia baru saja menyalakan mesin mobil.

    "Adakah hal yang Presiden perlukan?"

    "Di mana temanmu? Lee Jooheon?"

    "Presiden tenang saja, dia ada di belakang kita."

    Presiden menoleh ke belakang, memperhatikan mobil yang berada di belakang mobil yang kini ia tumpangi. Dan benar bahwa Jooheon ada di sana. Namun meski sudah ada dua Leader Team terhebat di sampingnya, pria tua itu sama sekali tidak bisa duduk dengan tenang.

    Rombongan pun mulai meninggalkan Bandara dengan tiga mobil yang berjalan di depan mobil yang di kendarai oleh Kihyun. Menyimpan kegusaran di raut wajah tenangnya, Leader Team Divisi 1 itu pun melepas alat komunikasi yang terpasang di telinganya, karna berpikir bahwa memakainya pun juga akan percuma jika memang terdapat pemberontak di sana. Dia lantas menggantinya dengan aerphone tanpa kabel miliknya, dan hal itu dia lakukan dengan gerakan yang cepat dan sempat menarik perhatian dari Presiden.

    Sejenak menyerahkan urusan pada tangan kirinya, ia dengan cepat merogoh ponselnya dan menghubungi Jooheon lalu mengembalikan ponselnya ke balik jasnya. Tak ingin mengambil resiko jika saja terjadi hal-hal di luar rencana yang bisa membuatnya kehilangan ponselnya.

    Di belakang Kihyun, Jooheon yang merasakan ponselnya bergetar pun segera merogoh ponselnya. Dan setelah melihat nama Kihyun yang tertera di layar, dia pun melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh Kihyun sebelum menerima panggilannya.

    "Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa lama sekali?" tegur Kihyun ketika panggilan tersambung.

    "Aku sedang berpikir."

    "Jadi apa rencanamu?"

    "Tidak ada."

    Kedua alis Kihyun saling bertahutan, merasa telah di permainkan oleh juniornya tersebut. "Jangan bercanda."

    "Hanya mengikuti alur."

    "Dan kita akan mati!" ucap Kihyun dengan cepat, seakan ingin memotong perkataan Jooheon dan tanpa ia sadari bahwa perkataannya tersebut telah berhasil mengejutkan Presiden yang sedari tadi tidak bisa duduk dengan tenang.

    "Hyeong lupa bagaimana cara Hyeong agar bisa menempati posisi Hyeong saat ini? Kita tidak bisa mengatasi masalah yang belum muncul ke permukaan tanpa mengetahui akar dari permasalahan."

    "Jika sampai gagal, aku akan memenggal kepalamu."

    "Jika Hyeong melakukannya, berarti kita selamat."

    Kihyun sekilas melihat Presiden dari spion dan bisa di lihatnya wajah pria itu yang tampak sangat gusar sebelum perhatiannya teralihkan oleh suara Jooheon yang kembali terdengar di telinganya.

    "Jangan putuskan komunikasi, jika ada hal yang mencurigakan segera katakan padaku."

    "Aku seniormu, jangan mengingatkanku!"

    Pembicaraan keduanya berhenti sampai di situ, dan setelah cukup jauh meninggalkan Bandara. Rombongan tiba-tiba terpisah menjadi dua, di mana rombongan terdepan memilih jalan berbelok sedangkan rombongan belakang tetap berjalan lurus. Untuk sesaat tidak ada yang menyadari hal itu, namun kecurigaan Jooheon sedikit demi sedikit muncul ke permukaan di saat rombongan yang ia ikuti berjalan menjauh dari kota dan melewati jalan yang cukup sepi di mana kedua sisi di sepanjang jalan tersebut merupakan lahan kosong.

    "Habislah kita." dia bergumam dan tertangkap oleh pendengaran Kihyun.

    "Apa maksudmu?"

    Jooheon membuka kaca jendela dan melihat keadaan di belakang melalui spion. Dahinya menunjukkan beberapa kerutan ketika ia bisa menghitung mobil yang berjalan di belakangnya dengan jemari yang bergerak gusar di atas kemudi.

    "Lee Jooheon-ssi." tegur Kihyun ketika tak kunjung mendapatkan jawaban dari Jooheon.

    "Survival di mulai, amankan Presiden!"

    Kihyun menghela napasnya dengan pelan dan bergumam, "aku sudah memperingatkanmu sejak awal."

    "Jangan khawatir, kita hanya perlu melindungi satu orang."

    "Bicara yang jelas!"

    "Mereka sengaja memisahkan kita dari rombongan, ikuti saja alurnya dan kabur jika ada jalan. Bagaimanapun juga sepertinya kita sudah kalah sejak awal."

    "Kau benar-benar tidak terduga." sebuah ungkapan pelan namun penuh penekanan yang menegaskan bahwa itu terlontar sebagai sebuah cibiran dan bukannya pujian.

    Jooheon lantas mengalihkan panggilan kepada Cyber Room, dan tak membutuhkan waktu lama hingga ia terhubung dengan markas besarnya.

    "Lee Jooheon di sini. Kami di serang, segera kirimkan Helikopter ke lokasiku!"

    Jooheon memutuskan sambungan dengan Cyber Room dan kembali terhubung dengan Kihyun. "Bertahan sampai bantuan datang."

    "Hanya satu orang, bukan?"

    Mata Jooheon memicing, menangkap sesuatu yang patut di curigai dari perkataan Kihyun. Bagaimanapun Kihyun adalah seniornya dan tentunya lebih berpengalaman di bandingkan dengan dirinya.

    "Jangan berbuat hal yang konyol, jika Presiden selamat, maka kita juga menyelamatkan Negara."

    "Ikuti saja alurnya!" tandas Kihyun, mengakhiri pembicaraan rahasia mereka yang justru menambah kecemasan di wajah Presiden.

    "Apakah ini jalan yang benar?" Presiden melontarkan sebuah pertanyaan guna mengatasi kecemasan.

    "Dengan sangat menyesal aku harus mengatakan bahwa sepertinya kita sedang tersesat, Presiden."

    "Apa maksudmu dengan tersesat? Apa kita melewati jalan yang salah."

    "Presiden tidak perlu khawatir, kami akan membawa Presiden ke jalan yang benar."

    Melewati jalanan kosong yang membentang di antara lahan tak berpenghuni. Perlahan satu persatu mobil di depan Kihyun berhenti dan hal itu pula yang membimbing mobil di belakang turut berhenti.

    "Jangan matikan mesin mobilmu!" gumam Kihyun, memperingatkan Jooheon di saat ia membiarkan mesin mobilnya tetap menyala.

    Satu persatu orang yang berada di dalam mobil baik di depan Kihyun maupun di belakang Jooheon pun turun dan menghampiri mereka. Jooheon hanya bisa menghela napas pasrahnya ketika melihat seseorang berdiri di samping pintu mobil Kihyun.

    Pria berjas itu mengetuk kaca jendela dan dengan santainya Kihyun menurunkan kaca jendela mobilnya, namun tepat saat itu pula pria yang sebelumnya mengetuk kaca jendela mobilnya segera menodongkan senjata api ke arahnya dan tentunya saja hal itu membuat Presiden sangat terkejut.

    "A-apa yang sedang kau lakukan?" tegur Presiden, berbanding terbalik dengan Kihyun yang masih menunjukkan sikap santainya.

    "Keluar sekarang!" ujar si pria asing yang di tujukan pada Kihyun.

    "Jika kau berada di situ, bagaimana aku bisa keluar?"

    Si pria dengan wajah yang terkesan kaku itu pun mundur selangkah tanpa menarik todongan senjatanya dari Kihyun.

    "Hyeong." suara tenang Jooheon kembali terdengar di pendengaran Kihyun.

    "Sekarang!" satu gumaman mengawali semuanya.

    Semua orang segera menyingkir ketika Kihyun tiba-tiba melajukan mobilnya di susul oleh Jooheon. Presiden sempat tersentak ke belakang ketika Kihyun tiba-tiba menaikkan kecepatan dan pria itu sempat terlempar ke kanan dan ke kiri ketika Kihyun lebih memilih keluar dari jalur di bandingkan harus menabraki mobil yang menghalangi jalannya. Dan hal itu berbeda dengan Jooheon yang tak segan-segan menabrak mobil yang menghalangi jalannya.

    Keduanya berhasil lolos, namun belum bisa di katakan selamat karna orang-orang tersebut segera menyusul mereka. Kihyun sekilas melihat Presiden dari spion, memastikan bahwa pria itu baik-baik saja.

    "Presiden, anda baik-baik saja?"

    "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja... Tapi siapa orang-orang itu?"

    "Presiden akan segera menerima laporan setelah Presiden kembali ke Seoul. Mohon pakai sabuk pengaman anda."

    Kihyun menaikkan kecepatan dan tentunya itu adalah pengalaman pertama bagi Presiden. Sedangkan Jooheon yang sedikit tertinggal pun turut menaikkan kecepatan sebelum ia di kejutkan oleh kaca bagian belakang mobilnya yang tiba-tiba hancur. Dia segera menolehkan kepalanya ke belakang dan mengumpat pelan ketika orang-orang di belakang mereka mulai menyerang menggunakan senjata api.

    "Mereka datang." ucapnya, memberikan peringatan kepada Kihyun yang sekilas melihat ke arah spion.

    "Presiden, anda harus menunduk mulai sekarang."

    "Apa?"

    "Menunduk."

    Presiden dengan cepat menuruti perkataan Kihyun, sedangkan di belakang mobil mereka tiba-tiba terdengar suara tembakan yang saling bersahutan. Memilih untuk mundur, kedua Leader Team tersebut melajukan mobil mereka dengan kecepatan di atas rata-rata, menjadikan jalanan kosong itu menjadi arena balap liar dadakan. Dan tentunya hal itu adalah sesuatu yang jarang mereka lakukan dan hanya mereka lakukan dalam situasi yang mendesak seperti ini. Berusaha melarikan diri sampai bantuan datang karna keselamatan Presiden lah yang paling utama di sana. Bahkan Leader Team Divisi 1 yang terkenal memiliki harga diri yang tinggi pun, saat ini lebih memilih membuang harga dirinya dan melarikan diri.

Selesai di tulis : 08.01.2020
Di publikasikan : 18.01.2020

   

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top