Page 02 [Confession]
"Hyeong... Aku akan pulang sekarang."
"Kemana? Apa yang kau bicarakan?"
"Aku.... Sudah kehilangannya, selesaikan urusanmu dan cepat pulang!"
"Aku mengerti__Tunggu lah aku."
Changkyun menaiki tangga kayu di sebuah ruang tamu yang tampak sederhana dengan membawa sebuah guci di tangannya, langkahnya terhenti di lantai dua tepat di depan sebuah pintu. Perlahan tangannya terangkat dan mendorong gagang pintu kebawah.
Suara pintu terbuka, Changkyun mendorong pintu dan membukanya lebih lebar. Perlahan langkah kakinya berjalan masuk melewati pintu yang masih di pegangnya, dia kemudian menutup pintu dari dalam dengan pelan seakan akan tidak ingin menganggu siapapun atas kedatangannya. Perlahan dia mengangkat kepalanya dan mengarahkan pandangannya pada seisi kamar bernuansa biru langit tersebut.
Mata yang sembab, wajah yang pucat dan bibir yang kering sama sekali tak menunjukkan bahwa dia adalah mahluk yang masih bernyawa, dia berjalan mengikuti langkah kakinya yang bahkan seperti sudah tak mampu untuk berjalan lagi. Dia berhenti tepat di depan meja rias dan bisa di tebak bahwa itu adalah kamar seorang perempuan, dia melihat ke arah kaca yang menyatu dengan meja di hadapannya, bukan untuk melihat pantulan dirinya dalam cermin melainkan melihat beberapa foto yang tertempel di bagian tepi kaca yang sudah berhasil menarik perhatiannya.
Changkyun menaruh guci di tangannya di atas meja dan mengarahkan tangannya ke depan, mengambil beberapa foto yang tertempel di kaca. Setelah berhasil mengambil semuanya dia melihat tumpukan foto teratas di tangannya dengan tatapan tidak percaya.
"Aku tidak tahu kenapa malah kau yang datang bukannya si mata sipit itu."
Suara bajingan Sung Dong Il yang sempat mempermainkannya kembali berputar di kepalanya, si mata sipit. Changkyun tahu sekarang siapa yang Dong Il maksud setelah melihat semua dengan mata kepalanya sendiri.
"Keparat! Takkan ku ampuni bajingan seperti kalian."
Battle Of Two Cyber God.
[Confension]
Suara kicauan burung terdengar menggema mengelilingi danau yang cukup luas, beberapa dari mereka terlihat terbang di atas danau seperti tengah bermain kejar kejaran.
Angin berhembus mengusik hati yang terluka, memperparah luka yang belum sempat terobati.
Im Changkyun, nama pemuda itu. Dia menginjakkan kakinnya di tepi danau dengan wajah sendu dan tatapan kosong, dengan tangan kanannya memegang sebuah guci berukuran kecil dan masih bisa di pegangnya menggunakan satu tangan.
Perlahan langkahnya yang terlihat begitu rapuh berjalan mendekati air, dia berjalan sedikit ke tengah hingga menenggelamkan lututnya. Sejenak ia terdiam memeluk guci tersebut dengan kedua tangannya serta pandangan yang menatap lurus ke depan.
Suara burung bernyanyi, suara dedaunan yang saling bergesekan seakan ingin ikut menenggelamkan lututnya lebih dalam lagi. Perlahan dia menurunkan kedua tanggannya dan kembali mengangkat guci tersebut ke udara sejajar dengan dadanya, dia kemudian menuangkan guci tersebut ke dalam danau dan seketika butiran butiran abu keluar dari dalam guci dan jatuh ke sungai secara teratur.
Angin itu kembali lagi menerpa wajah changkyun, membuat hampir sebagian penglihatan nya tertutupi oleh helaian rambutnya. Menerbangkan abu yang ia tuang ke dalam danau dan membuat butiran air bening yang berasal dari matanya jatuh dengan begitu mudahnya dan bercampur dengan air danau.
Dia kembali menjatuhkan tangannya ketika tidak ada lagi abu yang tersisa dalam guci tersebut, dia kemudian sedikit merendahkan tubuhnya dan menggunakan tangan kirinya untuk mengambil air. Tapi bukannya air yang ia dapatkan melainkan hanya tangannya lah yang basah saat air danau meloloskan diri melalui jemarinya.
"Ingatlah ini baik baik, ini bukan karnamu, melainkan karna hatiku yang terlalu rapuh untuk mengingatmu. Tutuplah matamu dan jangan pernah melihat ke arahku karna aku hanya akan terus membuatmu terluka."
Battle Of Two Cyber God.
[Confession]
Markas besar Badan Inteligen Korsel.
Changkyun memasuki kantor badan intelijen dengan raut wajah datar tanpa ekspresi miliknya, atau mungkin bisa di bilang bahwa dia lebih mirip dengan mayat hidup. Dia berjalan ke bagian informasi dan sempat membuat seorang petugas wanita terlonjak kaget ketika tiba tiba melihat wajah pucat nya yang berada di hadapannya.
"Apa Lee Jooheon sudah kembali?" Tanya Changkyun tanpa memulai dengan basa basi terlebih dulu.
"Dia baru datang sekitar tiga puluh menit yang lalu, kemungkinan dia masih menemui direktur di ruang rapat. Sebaiknya kau juga kesana karna para Leader Team juga berkumpul di sana."
"Persetan dengan para Leader Team." Gumam Changkyun sembari berjalan meninggalkan bagian informasi, membuat petugas tersebut menatap kepergiannya seperti melihat orang aneh.
"Ada apa dengan wajahnya? Kemana kegilaannya pergi? Aigoo... Dia membuatku merinding."
Changkyun masuk ke dalam lift dan menekan beberapa tombol sebelum pintu tertutup kembali, kurang dari satu menit pintu kembali terbuka. Dia pun melangkahkan kakinya keluar dari lift dengan satu tangan di masukkan ke dalam saku celana bahan berwarna hitam miliknya.
Terbentanglah langit luas di atasnya dengan angin yang bertiup cukup kencang menerbangkan helaian rambut dan ujung bajunya ke udara, pada akhirnya disinilah dia berada sekarang. Berdiri di pinggiran gedung tepat di balik pembatas dan tatapan dingin yang seakan mengawasi kota Seoul dari ketinggian, dan seakan tak perduli dengan angin yang memberantakan rambut dan bajunya tapi tanpa di sadarinya bukan hanya rambut dan bajunya. Sepertinya angin di sana juga mengincar sesuatu dari dalam dirinya.
Hatinya, perasaannya yang semakin berantakan seiring angin yang terus berputar di sekitarnya yang seakan tak membiarkannya lepas dan semakin membuatnya jatuh ke bawah, ke tempat paling bawah. Di dasar jurang yang gelap dan bahkan sangat sulit untuk mencari oksigen agar tetap hidup.
Dia kemudian merogoh ponselnya yang berada dalam saku dan mendekatkanya ke telinga.
"Pergilah ke atap!" Suara beratnya semakin terdengar lebih berat dari biasanya, dia menurunkan ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam saku lalu mengeluarkan tangannya yang sebelumnya berada dalam saku dan mengarahkannya ke balik bajunya. Dia mengambil sebuah handgun dari balik bajunya, mengeluarkan peluru yang terdapat dalam handgun tersebut. Mengecek pelurunya dan memasukkannya kembali.
Dia kemudian menjatuhkan tangannya dan kembali menatap lurus ke depan, dingin dan mengerikan. Dia terlihat seperti seorang malaikat yang tengah berevolusi menjadi seorang iblis hanya dalam kurun waktu setengah hari.
Sepuluh menit berlalu, pendengaran Changkyun menangkap suara langkah kaki di antara angin yang terus berhembus kencang seakan tidak membiarkan dia tenang sebentar saja. Ekor matanya bereaksi dan tatapan matanya yang semakin menajam seakan ingin menunjukkan bahwa dia benar benar telah menjadi iblis yang sempurna.
"Changkyun-a...."
Suara yang sangat familiar menyapa pendengarannya, perlahan dia berbalik dan melihat seseorang bertubuh lebih besar dan lebih tinggi darinya,bermata sipit.
Lee Jooheon berjalan mendekat ke arahnya, perlahan tangannya terangkat ke udara dan mengarahkan ujung handgun di tangannya tepat ke arah jooheon atau mungkin lebih tepatnya dia mengincar kepala Jooheon.
Jooheon yang melihatya pun segera menghentikan langkahnya dan menatap changkyun dengan tatapan tidak mengerti.
"Changkyun-a, apa apaan ini? Turukan senjatamu!" Ujar Jooheon berusaha membujuk Changkyun, meski dia tidak mengerti maksud dari Changkyun yang tiba tiba menodongkan senjata ke arahnya tapi dia bisa melihat keseriusan di wajah dingin Changkyun.
"Jika ada hal yang mengganggumu kita bicarakan baik baik."
Changkyun tidak merespon, dia telah mengunci kepala Jooheon sebagai sasaran utama tanpa sedikitpun keraguan.
"Kau...."
Suara Changkyun tersamarkan oleh angin yang seakan ingin mebawanya pergi, namun Jooheon masih bisa mendengarnya.
"Changkyun-a... Hentikan! Ini bukanlah dirimu."
"Bersediakah kau mati di tanganku, Lee-Joo-Heon."
Dorrr.
BATTLE OF TWO CYBER GOD.
[CONFESSION]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top