19
Langit gelap Gwangju yang semakin menggelap di hari itu karna hujan yang terus mengguyur hingga tengah malam, di sertai angin dan petir yang membuat kilatan cahaya untuk sepersekian detik menyinari Gwangju malam itu.
Hyungwon kecil terbangun di tengah tidurnya, bukan karna suara gemuruh hujan di luar kamarnya. Melainkan karna suara lain yang kembali mengisi pendengaran bocah berusia lima tahun tersebut.
Dengan mata yang masih setengah terbuka, dia menyibakkan selimutnya dan turun dari ranjang. Berjalan keluar sembari mengembalikan seluruh kesadaran nya, tanpa ada perasaan takut.
Dia menuruni anak tangga yang sedikit gelap karna lampu utama telah di matikan. Namun suara bising yang berasal dari lantai bawah membuat langkah kecil itu terus berjalan meski sekarang suara petir seperti tengah menyambar sesuatu di luar rumah nya.
Samar-samar terdengar suara pecahan kaca atau benda keramik yang semakin membuat langkah kecil itu semakin cepat hingga ia menginjakkan kakinya di lantai bawah dan bersembunyi di dekat guci yang sedikit lebih tinggi dari ukuran tubuhnya.
"Aku bilang berhenti melakukan nya, tapi kenapa kau selalu mengulanginya?"
Terdengar suara bariton seorang pria yang tidak lain adalah ayah nya dan samar-samar dia mendengar suara tangis dari ibunya, perlahan dia memberanikan diri keluar dari tempat persembunyian nya dan berjalan mendekati kedua orang tuanya yang kembali bertengkar malam itu.
Dia berhenti di ambang pintu kamar orang tuanya yang tidak terutup serta lampu yang masih menyala dan sedikit menyembunyikan dirinya, dan di sanalah ia melihat ayahnya memukuli ibunya menggunakan tangan kosong.
"Mati saja kau, wanita tidak berguna. Kau pikir aku tidak menyesal karna sudah menikahi mu, mati saja!"
Mata Hyungwon kecil mengerjap ketakutan ketika melihat ayah nya melampiaskan kemarahan nya pada ibunya yang terduduk di lantai sembari menangis hingga sebuah isakan kecilnya yang kemudian menarik perhatian kedua orang dewasa tersebut.
"Hyungwon-a." Lirih sang ibu, Hyungwon kemudian berlari masuk dan segera memeluk ibunya sembari menangis ketakutan.
Sang ayah yang melihat hal itu pun segera menarik lengan nya dengan kasar, namun di tahan oleh sang ibu.
"Lepaskan anak ku!" Ujar sang ayah penuh dengan penekanan.
"Eomma...." Lirih Hyungwon kecil yang mendekap tubuh sang ibu dengan ketakutan.
Sang ibu yang sempat menjatuhkan pandangan nya pada Hyungwon pun kemudian mengarahkan tatapan tajam nya pada sang ayah, dan di detik berikutnya dia segera bangkit dan melarikan diri bersama dengan Hyungwon yang berada di gendongan nya. Tak perudli bahwa hal itu semakin membuat sang ayah murka.
"Ya!!!" Bentaknya dan segera menyusul langkah keduanya.
Sang ibu menurunkan Hyungwon dari gendongan nya ketika telah mencapai dapur, dia menyalakan lampu dan tampak mencari-cari sesuatu di saat Hyungwon yang masih menangis.
Hingga tangan nya meraih sebuah pisau dapur dan kembali menghampiri Hyungwon, di baliknya tubuh mungil itu dengan kasar lalu menaruh pisau tersebut di bawah leher putranya sendiri.
"Apa yang sedang kau lakukan? Kau sudah tidak waras!" Bentak sang ayah.
"Eomma..." Hyungwon kecil semakin terisak ketika pisau tajam itu telah menggores kulit lehernya, namun sepertinya sang ibu tak menyadarinya.
"Kau ingin aku mati? Kalau begitu, aku akan membawa Hyungwon bersama ku."
"KAU SUDAH TIDAK WARAS!!! Kembalikan putra ku."
Sang ayah segera menghampiri keduanya dan berusaha merebut pisau tersebut dari tangan sang ibu, membuat Hyungwon kecil berada dalam situasi yang berbahaya ketika sang ibu tak melepaskan nya. Hingga sebuah pekikan membuat tubuh mungil itu terlempar dengan wajah yang bersimbah darah ketika pisau yang di perebutkan oleh kedua orang tuanya menggores wajahnya dan memberikan luka yang begitu dalam dan membuat tangisnya semakin histeris.
"Hyungwon-a..." Sang ayah yang terkejut pun segera menghampiri Hyungwon, namun ketika ia berbalik. Sang ibu langsung menikamnya dari belakang, tak hanya sekali namun berkali-kali hingga tubuh sang ayah terbaring di hadapan nya.
Hyungwon melihatnya, dia melihat bagaimana ibunya membunuh ayah nya. Dia masih bisa melihatnya, namun rasa sakit yang ia derita merenggut sedikit demi sedikit kesadaran nya. Hingga tangis histeris itu mereda dan mata yang sempat terutup itu kembali terbuka, mendapati api yang telah menjalar ke seluruh ruangan ketika tubuh kecilnya tak ingin bergerak sedikit pun.
"Appa..." Rintihan kecil yang keluar dari mulutnya ketika pandangan nya mendapati sosok ayahnya, yang tak bergerak sama sekali meski api hampir membakar tubuhnya.
BLACK SWAN
Hyungwon terlonjak dari tidur panjang nya, mata itu terbuka dengan tiba-tiba dan segera bangkit terduduk di atas ranjang dan segera membungkuk sembari melepas selang oksigen di hidungnya dengan kasar lalu memegangi separuh wajahnya menggunakan satu tangan serta dengan mata yang terpejam kuat dan juga dahi yang mengernyit.
Sekelebat ingatan buruk yang datang dalam mimpinya, dimana masa terburuk dalam hidupnya kembali menghampiri ingatan nya dengan lebih sempurna dan menghancurkan nya tepat setelah mata itu kembali terbuka.
Dia mencengkram kuat wajahnya sebelum cengkraman nya terlepas dengan punggung yang kembali menyentuh ranjang, terbaring dengan napas yang memberat dan tatapan yang terarah pada langit-langit ruangan sebelum akhirnya meringkuk dan menangis.
Di sisi lain, perlahan kelopak mata Jooheon terbuka ketika alam bawah sadarnya menyadari bahwa pagi telah datang. Masih di tempat ia duduk sebelumnya, matanya yang terbuka separuh itu membuat dahinya mengernyit sebelum sebuah gelengan ringan yang membantu nya untuk kembali mendapatkan kesadaran nya.
Dia mengangkat kedua tangan ke udara untuk mereganggang ototnya sembari menguap dengan berlebihan, namun matanya tiba-tiba membulat dengan sempurna ketika ia melihat Kihyun yang sudah terduduk di ranjang dan tengah memperhatikan nya. Dia pun segera bangkit.
"Hyeong, kau sudah bangun? Kapan kau bangun? Apa kau tidak apa-apa? kenapa tidur mu lama sekali? Kau baik-baik saja? Jika sudah bangun, kenapa tidak membangunkan ku?" Paniknya dengan pertanyaan yang beruntun di saat kedua tangan nya memegang lengan Kihyun dan sedikit menggerakkkan nya ke kanan dan ke kiri seakan ingin memeriksa bahwa Kihyun tidak terluka.
Kihyun pun mengangkat satu tangan nya dan menurunkan tangan Jooheon dari lengan nya, beruntung dia tidak bisa mendengar ocehan Jooheon di pagi hari dan hanya melihat mulut itu yang berkomat-kamit tanpa ada suara yang terdengar olehnya.
Dia ingin mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan balik bertanya, namun saat ia bangun dia mencoba mencari sesuatu untuk menulis dan tak menemukan apapun di sana kecuali sebuket bunga yang kini berada di tangan nya.
Dia tahu bahwa dia berada di Rumah Sakit, tapi ia tidak tahu alasan kenapa ia sampai bisa di bawa kesana.
"Hyeong ingin bicara sesuatu?"
Kihyun tak bisa membaca gerakan mulut Jooheon, dia pun asal mengangguk tanpa tahu pertanyaan yang di lontarkan oleh Jooheon.
"Tunggu sebenar." Gumam Jooheon yang kemudian beralih membuka laci di samping ranjang Kihyun dan mengambil buku serta pena sebelum kembali ke hadapan Kihyun.
Dia kemudian duduk di sisi ranjang menghadap ke arah Kihyun sembari membuka buku di tangan nya dan menuliskan sesuatu lalu menyerahkan nya pada Kihyun beserta dengan penanya.
"Kau baik-baik saja?"
Kihyun mengangguk ke arah Jooheon setelah membaca apa yang di tulis kan oleh Jooheon, dia pun berganti menulis sesuatu dan menyerahkan nya pada Jooheon yang kemudian membacanya.
"Kenapa aku bisa ada di sini?"
"Waktu itu Hyeong pingsan saat dalam perjalanan menuju sekolah, jadi Mark Hyeong dan Yoongi Hyeong membawamu kemari."
Mulut Jooheon yang tidak tahan berdiam lama-lama pun mengucapkan apa yang sebelum nya ia tulis dalam buku yang sudah kembali ke tangan Kihyun, namun baru sebentar dan dia kembali mengambil buku tersebut dari tangan Kihyun. Menuliskan sesuatu dan menyerahkan nya kembali kepada Kihyun.
"Hyeong tahu berapa lama Hyeong tidur?"
Kihyun mengangkat pandangan nya dan menggeleng, Jooheon kemudian mengangkat telapak tangan nya dan menunjukkan empat jari tepat di depan wajah Kihyun.
"Empat hari, Hyeong sudah tidur selama empat hari." Ujar Jooheon dengan sedikit penekanan, bisa di lihatnya keterkejutan di raut wajah Kihyun yang kemudian ikut mengangkat empat jarinya seakan ia yang tak percaya dengan apa yang baru saja di katakan oleh Jooheon. Jooheon pun mengangguk dengan yakin.
"Hyeong, tidak tahu?" Ujarnya dengan gerakan mulut yang pelan dan mampu terbaca oleh Kihyun yang kemudian menggeleng.
Kihyun kemudian kembali menuliskan sesuatu di buku dan menyerahkan nya pada Jooheon yang menerimanya sembari mengeluh.
"Aigoo... Ini masih pagi tapi kenapa aku harus di paksa untuk membaca." Gerutunya dan sediki mengucek matanya sebelum membaca tulisan yang sudah di buat oleh Kihyun.
"Kau sendirian?"
Mata Jooheon sekilas mengerjap dan tampak seperti tengah mengingat-ingat sesuau sebelum ia menuliskan jawaban nya dan menyerahkan nya pada Kihyun yang sudah menunggunya.
"Sejak Hyeong berada di sini, aku yang selalu berjaga saat malam. Mungkin sebentar lagi Harabeoji akan datang, dia tidak bisa berlama-lama di sini karna para Halmeoni akan menyerbu kemari jika Harabeoji tidak juga kembali."
Kihyun mengangguk ringan, dia kemudian sedikit mengangkat sebuket bunga yang berada di tangan nya. Bermaksud untuk menanyakan siapa yang membawa bunga tersebut ke sana dan Jooheon yang mengerti maksudnya kemudian mengambil buku di tangan nya dan menuliskan sesuatu sebelum mengembalikan nya padanya, namun lagi-lagi mulut itu berkomat-kamit di saat Kihyun tengah membaca apa yang baru saja dia tulis kan.
"Aku tidak tahu dari siapa itu, ketika aku bangun Hyeong sudah memegang nya. Jika tidak suka, aku bisa membuang nya."
Kihyun segera menggeleng. "Aniya... Aku menyukainya." Batin nya yang kemudian mengulas senyumnya dengan pandangan yang mengarah pada kelopak bunga berwarna putih di tangan nya, membuat Jooheon menatapnya dengan dahi yang sedikit mengernyit sebelum perhatian nya teralihkan oleh pintu yang terbuka dari luar dan menampakkan keterkejutan di wajah Lee Harabeoji.
"Kihyun-a." Ujarnya yang terdengar tak percaya.
Jooheon pun segera berdiri ketika Lee Harabeoji datang mendekat dengan langkah yang terburu-buru, dan pergerakan kecil Jooheon itu berhasil mengalihkan perhatian Kihyun yang kemudian tersenyum lebar ketika mendapati wajah khawatir Lee Harabeoji yang datang padanya.
"Kau baik-baik saja?"
Kihyun mengangguk karna tanpa perlu mendengar dia sudah pasti tahu apa yang tengah di katakan oleh Lee Harabeoji.
"Syukurlah." Gumam Lee Harabeoji, dia pun mengalihkan pandangan nya pada Jooheon ketika melihat peralatan medis yang masih terhubung dengan tubuh Kihyun belum di lepas.
"Apa kau belum memanggil Dokter?"
Dengan ringan nya Jooheon menggeleng.
"Kenapa kau tidak memanggil Dokter? Harusnya kau segera memanggilkan Dokter ketika kakak mu bangun." Ujar Lee Harabeoji dengan tak sabaran dan membuat Jooheon menggaruk wajah nya dengan malas, setelah empat hari tidak merasakan bentakan Lee Harabeoji. Sepertinya mulai hari ini dia harus kembali menjadi bulan-bulanan kakeknya tersebut.
"Aku tahu... Akan ku panggilkan sekarang." Ujarnya dengan malas dan berjalan keluar meninggalkan keduanya, meski dia hanya perlu menekan tombol yang berada di samping kepala ranjang pasien. Namun dia lebih memilih keluar dari kamar dan memanggil Dokter nya secara langsung, berjalan di koridor Rumah Sakit untuk sekedar mengusir kebosanan nya.
Matanya memicing ketika ia melihat seseorang yang sangat familiar datang dari arah berlawanan dengan nya dan setelah jarak mereka semakin dekat, dia menghentikan langkahnya. Menatap heran ke arah sosok Hyungwon yang berjalan dengan tatapan yang terkesan kosong dengan darah yang telah mengering di punggung tangan nya dan terlebih lagi dia tengah mengenakan pakaian yang sering di gunakan oleh pasien tanpa menggunakan alas kaki.
Jooheon menatap tidak percaya ke arah orang yang selalu ia sebut sebagai Dokter gadungan tersebut, dan bahkan saking tidak percayanya dia tak mampu berucap apapun ketika Hyungwon melewatinya begitu saja seakan tak melihatnya. Dia pun berbalik memandang punggung Hyungwon yang berjalan seperti orang sakit sebelum tangan nya terangkat untuk menggaruk pelipisnya.
"Ada apa dengan orang itu?" Gumamnya, bahkan jika di lihat dari bahasa tubuhnya. Hyungwon terlihat seperi penghuni Rumah Sakit Jiwa di bandingkan dengan Dokter kejiwaan, dan hal itu membuat Jooheon semakin meragukan status nya sebagai seorang Dokter sungguhan.
Menepis semua anggapan buruknya, diapun segera berbalik dan kembali melanjutkan langkah nya sebelum Lee Harabeoji kembali meneriaki nya karna pergi terlalu lama.
Selesai di tulis : 05.08.2019
Di publikasikan : 08.08.209
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top