14

Hujan mereda, menyisakan air yang tergenang di atas dedaunan yang kemudian menetes ke bawah ketika angin yang berhembus menggoyangkan dedaunan tempat mereka bernaung, hawa dingin yang masih terasa meski tak ada lagi air yang jatuh dari langit.

Lee Jooheon, dengan langkahnya yang tampak lesu memasuki halaman pemukiman nya seorang diri dan itu berarti dia tak menemukan keberadaan Kihyun hingga matahari yang siap terjauh dan membimbing langkahnya masuk ke dalam rumah.

"Aku pulang..." Ujarnya dengan tak bersemangat dan mendapati ruang tamu yang di penuhi oleh mahluk-mahluk kawanan nya.

"Apa Kihyun Hyeong belum pulang? Aku sudah mencari di toko buku tapi paman nya bilang jika dia sudah pergi."

Semua orang mengarahkan pandangan nya kepada Jooheon yang masih berdiri di dekat pinu, kecuali Yoo Kihyun yang tengah asik memakan eskrimnya di depan kulkas.

"Hyeong mencarinya di toko buku mana?" Lucas menjadi orang pertama atau mungkin satu-satunya yang merespon Jooheon saat itu.

"Lima toko buku, kau pikir aku kelayapan tidak jelas karna pulang sesore ini." Seru Jooheon.

"Tapi Kihyun Hyeong sudah sampai di rumah sebelum Mark Hyeong dan juga Yoongi Hyeong datang." Ujar Lucas sembari menunjuk sosok Kihyun.

Mulut Jooheon sedikit terbuka dengan mata yang mengerjap tak percaya, melihat bahwa sosok yang di carinya sudah berada di sana dan pandangan nya kemudian jatuh kepada dua bandit yang sebelumnya bersamanya. Namun seakan tak ingin ikut campur, kedua orang tersebut langsung memalingkan wajahnya seperi tak pernah terjadi apapun sebelumnya.

"Jika dia sudah berada di rumah, lalu kenapa tidak ada yang menghubungi ku?" Geram Jooheon dan semua orang lebih memilih berpura-pura tak mendengar apapun.

Jooheon pun kembali melangkahkan kakinya dengan kesal sembari menggerutu, "Kenapa hidup ku selalu di buat susah, lihat saja nanti. Jika aku sukses kalian juga pasti akan senang."

Felix dan Lucas menertawainya tanpa suara, dan langkahnya terhenti tepat di samping Kihyun yang masih berada di tempat sebelumnya dan kehadiran nya di sampingnya itu membuanya perlahan menolehkan kepalanya dengan ujung sendok eskrim yang masih berada di dalam mulunya.

Jooheon kemudian mengambil sendok di mulut Kihyun dan juga merampas cup eskrim yang berada di tangan nya. "Sudah tahu hujan, kenapa malah makan eskrim? Bagaimana jika nanti Hyeong sakit?"

Mata Kihyun mengerjap, dia sama sekali tak mendengar suara Jooheon dan juga menangkap gerakan mulutnya karna setelah hujan mereda hanya kekosongan yang kembali memenuhi telinganya. Namun dari Bahasa tubuh Jooheon seperti nya Kihyun mengerti apa maksudnya, dia pun perlahan mengangkat tangan nya ke udara dan menunjuk ke arah para saudaranya yang lain dan kemudian membuat Jooheon mengalihkan perhatian nya.

"Ne?" Dia tercengang ketika semua orang sedang berpesta eskrim tanpa mengajaknya, Kihyun pun kembali mengambil eskrimnya dan segera menyingkir. Berjalan ke lantai dua menuju kamarnya sembari memakan eskrimnya.

Dan Jooheon yang merasa telah di bodohi kali ini, tersenyum tak percaya dengan tangan yang berkacak pinggang dan juga wajah yang sekilas mendongak. "Eish... Jinjja Aku bisa gila jika seperi ini." Gumamnya tak percaya, namun setelahnya dia tiba-tiba meninggikan nada bicara yang terdengar seperi tengah membentak.

"Bisa-bisanya kalian melakukan hal ini padaku! Aku sudah mengurus kalian, jadi setidak nya hargai aku!" tuntutnya yang kemudian membuat satu-persatu dari mereka meninggalkan ruangan tersebut.

"Mau pergi kemana kalian? Aku belum selesai bicara!" Gertaknya.

"Lee Jooheon....."

Jooheon menundukkan kepalanya sembari menahan amarahnya. Sungguh, bahkan di saat ia memiliki kesempatan untuk menindas dua bandit di rumah nya kenapa lagi-lagi suara Lee Harabeoji yang menghancurkan segalanya. Padahal kesempaan seperti ini tidak akan datang dua kali dalam satu tahun, Jooheon kesal dan semakin bertambah kesal.

"Lee Jooheon... Aku tahu kau di sana, keluar sekarang!"

"Ya... Aku datang, kenapa selalu berteriak? Tanpa perlu berteriak pun aku sudah mendengarnya!" Geram Jooheon yang segera keluar dari rumah di saat langit sudah mulai menggelap.

BLACK SWAN

Malam yang kembali dengan hawa dingin yang di sisakan oleh hujan sore tadi, Yoo Kihyun tampak terduduk di depan meja belajarnya dengan sebuah buku yang terbuka di hadapan nya.
Membiarkan angin malam masuk melalui jendela kamar yang ia biarkan terbuka dan saking seriusnya menekuni bacaan nya, dia sampai tak menyadari bahwa seorang pemuda tengah duduk di jendela sembari membaca sebuah buku di tangan nya. Menutup akses angin malam yang hendak masuk dari jendela menggunakan tubuh pucatnya.

BLACK SWAN

Pagi yang kembali menyapa, Yoo Kihyun telah pergi dari rumah sebelum para saudara terbangun dengan seragam yang sudah membalut tubuhnya dengan rapi. Namun bukanlah sekolah yang ia tuju karna dia justru berjalan ke halaman belakang dan masuk ke dalam hutan dengan penerangan yang minim dari langit yang masih sedikit gelap.

Langkah kecilnya berjalan dengan cepat menyusuri hutan seakan tak ingin di kalahkan oleh matahari yang tengah berusaha untuk naik ke atas, sesekali dia terlihat berlari kecil dan melompati batang kayu yang menghalangi jalan nya hingga langkahnya membimbing nya keluar dari hutan.

Tidak, bukannya keluar namun saat ini dia berada di tengah hutan. Dia melangkahkan kakinya keluar dari pepohonan dan mengarah pada danau yang terbentang di hadapan nya dengan sedikit kabut di pagi hari yang tercipta karna hujan sore kemarin, tampak begitu tenang dan tak ada kehidupan.

Langit yang perlahan menjadi cerah menuntun pandangan nya untuk bisa melihat apa saja yang berada di atas permukaan danau meski tak mampu menjangkau kabut tipis yang berada di tengah danau, dia kemudian berjongkok di tepi danau.
Entah apa yang tengah ia lakukan, namun ia mengarahkan tangan kanan nya ke dalam air dan menepuknya beberapa kali sebelum kembali menarik tangan nya dan melihat ke sekitar danau seakan tengah menunggu sesuatu muncul dari sana.
Dan setelah tak ada apapun yang terjadi, dia mengulangi menepuk permukaan danau tersebut dan kembali menunggu seperti seorang anak kecil yang tengah di suruh menunggu oleh ibunya.

Satu menit menunggu, tampaknya kebosanan telah menghampirinya. Dia pun berdiri dengan raut wajah yang terlihat kecewa, dia kemudian berbalik dan kembali berjalan pulang dengan bahu yang sebelumnya berjalan dengan riang kini terlihat sediki murung.
Dia kembali memasuki hutan dan sesekali menoleh ke belakang seakan benar-benar mengharapkan sesuatu muncul di hadapan nya, namun harapan nya itu terpatahkan ketika ia sadar bahwa matahari telah naik dan dia harus segera kembali sebelum para saudaranya menyadari bahwa dia sudah meninggalkan rumah sepagi itu.

Lima menit, waktu yang di butuhkan sampai Kihyun tiba di halaman pemukiman nya. Dia segera berjalan menuju rumah dan mendapati bahwa Yoongi tengah berdiri di ambang pintu, melihat hal itu Kihyun berpikir bahwa sepertinya Yoongi menyadari kalau dia pergi dari rumah tanpa mengatakan pada siapapun.

"Dari mana?" Pertanyaan penuh selidik ketika ia mencapai teras rumah dan berhadapan dengan sang pemberi teguran.

Tanpa mendengar suara Yoongi saat mengatakan nya pun Kihyun sudah menyadarinya dari tatapan dingin Yoongi yang begitu mengitimidasi di wajah datarnya, sedang dia yang tak memiliki jawaban untuk di berikan pada Yoongi pun lebih memilih menggeleng dan segera melewai Yoongi masuk ke dalam rumah.

Pagi itu setelah selesai sarapan, semua kembali pada rutinitas seperti biasa. Keenam pemuda yang menuju perjalanan ke sekolah dan satu pemuda yang tinggal dan membersihkan Gereja tanpa bisa bergabung bersama anak-anak seusianya yang bisa hidup bebas di luar sana, Lee Jooheon yang malang.

Keenam pemuda itu sampai di Halte Bus dan ikut menunggu Bersama beberapan orang yang terlihat memakai pakaian kantoran, ada juga yang memakai seragam seperti mereka namun beda sekolah. Kihyun duduk di Halte Bersama ketiga saudara termuda. Berbeda dengan kedua bandit yang berdiri tidak jauh darinya yang memang lebih terlihat seperti seorang preman di bandingkan dengan anak sekolahan.

Dan setelah menunggu beberapa saat, Bus yang mereka tunggu pun datang. Satu persatu para penumpang menaiki Bus tak terkecuali dengan ketiga calon perusuh di saat para tetua lebih memilih unuk naik paling akhir, Yoongi sekilas melirik ke arah Kihyun yang melewatinya dan hendak naik ke dalam Bus namun tepat sebelum ia sempat menjangkau Bus, tubuhnya tiba-tiba limbung dan jatuh ke aspal di saat ia kehilangan kesadaran nya dan hal itu sontak membuat Mark dan Yoongi membulatkan mata mereka dan segera menghampirinya.

"Kihyun-a" Ujar Mark sediki panik ketika ia membalik tubuh Kihyun dan sediki menahan nya.

Dan keributan kecil itu pula yang membuat Jeongwoo berbalik dan setengah terkejut melihat para Hyeong nya, diapun berbalik dan kembali turun dari Bus.

"Hyeong." Tegur nya dengan raut wajah yang khawair.

"Suhu badanya terlalu tinggi, kami akan membawanya ke Rumah Sakit. kau beri tahukan kepada Harabeoji dan segera pergi ke sekolah." Ujar Mark yang kemudian menaruh tubuh Kihyun di punggungnya dengan bantuan dari Yoongi sebelum akhirnya keduanya berlari untuk membawa Kihyun ke Rumah Sakit, sedangkan Jeongwoo dia kembali ke dalam Bus.
Dia melemparkan ranselnya kepada kedua saudaranya yang tengah asik bergurau.

"Ya! Apa-apaan kau ini?" Protes Lucas.

"Kalian pergi duluan." Cetus Jungwoo dan segera turun dari Bus, meninggalkan kedua saudaranya yang terheran akan tingkahnya.

"Ada apa dengan anak iu?" Heran Lucas.

"Para Hyeong juga belum naik." Cetus Felix, keduanya saling bertukar pandang, tampak tak mengerti dengan apa yang tengah terjadi.

"Kau hubungi saja anak itu." Saran Felix kemudian, Lucas pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jungwoo namun panggilan nya terabaikan ketika Jungwoo sendiri berlari sekuat mungkin untuk bisa sampai di rumah dengan cepat meski sebenarnya dia bisa saja menghubungi Jooheon atau Lee Harabeoji, namun kepanikan telah membodohi otak pintar nya sehingga ia lebih memilih berlari di bandingkan menggunakan kecanggihan teknologi yang sudah memadai.

Selesai di ulis : 11.07.2019
Di publikasikan : 13.07.2019




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top