Lembar 41

    Kim Sana melambaikan tangannya dengan terpaksa ketika mobil Yohan meninggalkan halaman paviliunnya. Terlihat lelah, kekesalan itu lantas kembali terlihat di wajah Sana ketika ia mendapati mobil Taehyung yang sudah terparkir di halaman. Hal itu dikarenakan Taehyung yang mengabaikan panggilannya sehingga ia harus menghabiskan akhir pekan bersama Yohan.

    Tidak ada yang salah dengan Yohan. Pemuda itu sangat sopan dan tahu bagaimana cara memperlakukan Sana dengan baik. Tak juga banyak menuntut. Namun entah kenapa Sana merasa tidak nyaman jika bersama pemuda itu.

    "Bisa-bisanya dia mengabaikan teleponku," gumam Sana penuh penekanan.

    Wanita muda itu memasuki paviliunnya tanpa menyadari bahwa sedari tadi Taehyung berdiri di teras belakang rumah utama dan tengah memperhatikannya. Seperti keinginan Kim Jaejoong sebelumnya, Taehyung telah memindahkan semua barangnya ke rumah utama sebelum Sana pulang. Dan mulai hari itu, Taehyung tidak akan lagi berurusan dengan Sana.

    Taehyung berbalik, hendak meninggalkan tempat itu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Park Soo Ae telah berdiri beberapa langkah di hadapannya.

    Ketukan sepatu Park Soo Ae pada lantai mulai terdengar begitu ia mengambil langkah untuk sampai di tempat Taehyung berdiri saat ini.

    Berhenti di hadapan Taehyung, seulas senyum terlihat di wajah wanita itu. Dia kemudian berkata, "aku berharap kau tidak merasa kecewa atas pemindahanmu."

    Taehyung menyahut dengan cara yang dingin seperti biasa, "aku tidak memiliki keluhan dengan hal itu. Tapi mungkin Nyonya telah salah menilaiku."

    "Begitukah? Kalau begitu syukurlah. Putriku sudah bertunangan dan akan segera menikah, bagaimanapun juga akan lebih banyak masalah yang terjadi jika menempatkan pria lajang di sisinya. Aku harap kau mengerti niat baikku ini."

    Untuk kali pertama Taehyung berani menunjukkan senyumnya di hadapan Park Soo Ae. Namun bukan seulas senyum yang memiliki ketulusan, melainkan seulas senyum yang mengintimidasi.

    Sebelah alis Parj Soo Ae terangkat. "Kau tersenyum?"

    Senyum Taehyung memudar, menyisakan segaris tipis yang masih bisa dilihat oleh Park Soo Ae. Taehyung berkata, "jika Nyonya memang peduli dengan putri Nyonya, harusnya Nyonya mencarikan laki-laki yang lebih baik untuk mendampingi putri Nyonya."

    Park Soo Ae tersenyum tak percaya. "Apa yang sedang kau bicarakan, Kepala Keamanan Kim?"

    "Dari yang aku dengar, Nona Sana sangat membenci ibu tirinya. Maka dari itu ... Nyonya tidak perlu bersikap seperti ibu tiri yang baik di hadapanku."

    Park Soo Ae memalingkan wajahnya dan sekilas tertawa pelan, cukup terganggu atas ucapan Taehyung. Park Soo Ae kembali memandang Taehyung dan kali ini dengan tatapan yang berbeda.

    "Tidakkah kau merasa bahwa ucapanmu terlalu lancang?"

    "Ayahku sudah mati dan ibuku juga mati ... siapa lagi yang akan mengajariku sopan santun?"

    Batin Patk Soo Ae sempat tersentak ketika mendengar ucapan Taehyung. Ada sedikit perasaan terkejut di wajahnya.

    Taehyung kembali tersenyum dan berkata, "aku akan mengatakannya sejak awal. Aku tidak bekerja untuk Nyonya, maka dari itu jangan pernah menuntut apapun dariku ... aku permisi, Nyonya."

    Taehyung mengambil langkah, namun ketika hendak melewati Park Soo Ae, langkah pemuda itu terhenti saat sebuah tangan menahan bahu sebelah kanannya.

    "Tidakkah kau merasa bahwa sikapmu sudah keterlaluan?" ucap Park Soo Ae dengan pembawaan yang lebih dingin.

    Tanpa memandang sang lawan bicara, Taehyung menyahut. "Aku hanya memberikan sebanyak yang aku dapatkan. Jika Nyonya merasa tidak nyaman dengan kedatanganku, Nyonya boleh pergi. Aku tidak berniat untuk berjabat tangan dengan kalian."

    Menggunakan tangan kirinya, Taehyung menurunkan tangan Park Soo Ae dari bahunya dan pergi begitu saja.

    Park Soo Ae berbalik, tampak kemarahan dalam sorot matanya ketika ia memandang punggung Taehyung kali ini. Wanita itu kemudian menghubungi seseorang menggunakan ponselnya.

    "Cepat temui aku sekarang."

    Tampak kesal, Park Soo Ae memutuskan sambungan secara sepihak dan meninggalkan tempat itu.



🥀🥀🥀🥀




    Sana melempar tasnya ke sofa dan bergegas menuju kamar Taehyung. Membuka kamar dengan tidak sopan, Sana justru tertegun ketika mendapati bahwa Jaehyung lah yang berada di ruangan itu.

    "Kau sudah pulang?" tegur Jaehyung.

    Sana terlihat bingung, tak menyadari bahwa semua barang milik Kim Taehyung sudah tidak ada di ruangan itu.

    "Kenapa Oppa ada di sini?"

    "Hanya ingin saja. Apa tidak boleh?"

    Sana tampak tak peduli. "Di mana Kim Taehyung?"

    Jaehyung menggeleng, menolak untuk memberitahukan Sana tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Aku melihatnya beberapa menit yang lalu."

    Sana meninggalkan Jaehyung begitu saja. Dan setelahnya kepergian Sana, satu helaan napas Jaehyung terdengar.

    "Dulu dia tidak seperti ini. Kenapa dia banyak berubah?" gumam pria itu.

    Sana beralih ke dapur, lalu ke kamarnya sendiri dan bahkan sampai ke bagian belakang paviliun. Namun orang yang ia cari tak bisa ia temukan. Hingga pada akhirnya dia menghentikan langkahnya di tepi kolam renang.

    "Sebenarnya pergi ke mana orang ini? Mobilnya masih ada di depan, tidak mungkin dia pergi dengan berjalan kaki."

    Sana yang terlanjur putus asa lantas membuang harga dirinya dan kembali menghubungi Taehyung. Berbeda dengan sebelumnya, ponsel Taehyung justru mati sekarang. Hal itu membuat Sana tak habis pikir, merasa terlalu kesal hingga tidak menyadari bahwa ada yang mencurigakan dengan sikap Taehyung hari itu.

    Pikirkan saja baik-baik. Pemuda itu tiba-tiba bersikap baik, memberikan perhatian dan juga mendengarkan keluhan Sana. Namun tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

    "Kenapa dia mematikan ponselnya? Apakah aku berbuat salah padanya? Aku bahkan tidak pernah menggigitnya lagi, kenapa dia tiba-tiba menghilang?"

    Jaehyung yang bersandar pada pilar hanya bisa memperhatikan Sana dari kejauhan tanpa memberikan komentar. Sebenarnya pria ini cukup peka. Bukan hari itu, namun sejak jauh-jauh hari. Jaehyung merasa bahwa Sana memiliki ketertarikan yang lebih terhadap Kim Taehyung. Namun bukan hanya Sana, Jaehyung sempat berpikir bahwa Taehyung juga memiliki perasaan terhadap Sana. Tapi dia tidak begitu yakin karena hingga detik ini Taehyung masih setia kepada kekasihnya.

    Jaehyung tak ingin Sana terluka karena jatuh hati terhadap seorang laki-laki yang tidak mungkin bisa bersama gadis itu. Dan sama seperti Taehyung, Jaehyung berpikir bahwa memisahkan keduanya saat ini adalah pilihan terbaik sebelum hubungan terlarang benar-benar terjalin dalam keluarga itu.

    "Gadis kecilku yang malang," gumam Jaehyung yang kemudian meninggalkan tempat itu.

    Beralih ke rumah utama, Jaehyung menyusuri jalanan menurun yang menuju bangunan bawah tanah yang dijadikan sebagai tempat tinggal para pekerja di sana.

    Berjalan melewati beberapa pintu di sepanjang lorong yang hanya selebar satu meter, Jaehyung berhenti pada satu pintu. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu sebelum membukanya.

    "Belum tidur?" tegur Jaehyung pada Taehyung yang saat itu duduk di tepi ranjang dan belum mengganti pakaiannya.

    "Belum."

    Jaehyung memasuki kamar yang tak seluas kamar Taehyung ketika berada di paviliun. Jaehyung melihat sekeliling sebelum berkomentar. "Tempat ini tidak seluas kamar di paviliun, kau tidak masalah dengan ini?"

    "Kamar di rumahku bahkan lebih sempit dari tempat ini." Taehyung mengatakannya sembari tersenyum.

    "Syukurlah, aku pikir kau akan merengek meminta dibawa ke atas." Terucap sebagai sebuah candaan, Jaehyung menempati sebuah sofa di ruangan itu dan duduk berhadapan dengan Taehyung.

    "Kau akan mulai aktif bekerja besok. Presdir menginginkanmu untuk menjadi sopir pribadinya. Tidak, maksudku mulai sekarang kau menjadi Kepala Keamanan yang melayani Presdir." Jaehyung meralat perkataannya. Merasa kurang nyaman menyebut Taehyung sebagai sopir pribadi.

    "Hyeong tidak perlu secanggung itu. Terserah Hyeong ingin memanggilku bagaimana, aku tidak memiliki masalah dengan hal itu."

    Keduanya saling melempar senyum. Jaehyung kemudian berucap, "aku merasa cukup penasaran. Bolehkah aku menanyakannya padamu?"

    "Hyeong bisa mengatakannya."

    "Apa yang sebenarnya kau miliki dalam dirimu?"

    Dahi Taehyung mengernyit. "Apa maksud Hyeong?"

    Jaehyung tersenyum. "Bukan apa-apa, aku hanya penasaran. Kenapa Nona Sana menjadi seperti ini?"

    "Menjadi seperti apa yang Hyeong maksud?" Taehyung menganggap pembicaraan mereka sebagai hal yang serius.

    Setelahnya Jaehyung berbicara dengan sedikit canggung. "Sebelum insiden buruk itu terjadi, Nona Sana adalah wanita dengan tutur kata yang lembut. Meski memang dia sering menggigit orang yang membuatnya kesal, tapi dia sangat jarang berbicara dengan suara yang meninggi. Kau tahu? Seperti yang kau hadapi selama ini ... aku bertanya-tanya apa yang membuat Nona Sana berubah begitu banyak. Aku akan jujur padamu, anggap saja kita sedang berbagi rahasia."

    "Aku tidak yakin bisa melakukan itu." Taehyung tersenyum.

    "Ini antara dua pria sejati. Kau cukup dengarkan saja."

    Taehyung kembali tersenyum dan sempat memalingkan wajahnya. "Jika Hyeong memaksa, aku tidak memiliki pilihan lain selain mendengarkannya."

    "Bagaimana aku harus mengatakannya? Ada satu kata yang tepat untuk Nona Sana ... anak itu menjadi kurang ajar sekarang."

    Tak mengingat kebenciannya akan keluarga itu, Taehyung tertawa ringan tanpa beban. Dan ini juga menjadi kali pertama Jaehyung melihat Taehyung tertawa.

    "Aku mengatakan ini karena aku sudah hidup bersamanya dalam waktu yang lama. Sebelum terbaring di rumah sakit dia akan memanggilku, Oppa ... dia tersenyum dengan sangat manis." Jaehyung mengucapkan hal itu sembari memperagakan bagaimana cara Sana memanggilnya.

    "Tapi sekarang. Oppa!!! Dia memanggilku dengan cara berteriak. Sebenarnya aku merasa sedikit tertekan dengan perubahan sikap anak itu. Kenapa dia berubah begitu banyak?"

    "Mungkin itu adalah cara Nona Sana untuk melindungi dirinya sendiri," sahut Taehyung.

    Jaehyung terlihat bingung. "Apa maksudmu? Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?"

    "Selama ini mungkin Nona Sana sangat kesepian sehingga pada akhirnya menemukan cara untuk menghibur dirinya sendiri."

    Kedua netra Jaehyung memicing, menatap penuh selidik. "Dia mengatakan sesuatu padamu?"

    "Dia mengatakan sesuatu saat berada di pemakaman."

    "Apa yang dia katakan padamu?" Kali ini Jaehyung yang justru menganggap pembicaraan mereka adalah hal yang serius.

    Taehyung berkata, "alasan Nona Sana tidak pernah pergi mengunjungi makam ibunya."

    "Dia mengatakannya padamu?" Jaehyung menatap tak percaya. Bukan hanya satu, dua kali dia menanyakan alasan Sana yang tidak pernah ingin mengunjungi makam ibunya. Namun Jaehyung tak pernah mendapatkan jawaban tak peduli berapa kali pun dia bertanya.

    Taehyung lantas memberikan jawaban, "bukan karena tidak ingin. Nona Sana sangat ingin pergi, tapi dia benci harus datang sendirian. Itulah sebabnya dia memutuskan untuk tidak pernah pergi."

    Jaehyung mengalihkan pandangannya. "Padahal aku selalu pergi menemaninya."

    "Mungkin yang diinginkan oleh Nona Sana bukanlah orang asing seperti kita. Mungkin Nona Sana menginginkan seseorang dengan ikatan keluarga untuk pergi bersamanya."

    Jaehyung kembali memandang. Baru menemukan fakta yang membuatnya merasa bersalah tak mengenal Sana dengan cukup baik meski telah tinggal bersama dalam waktu yang lama. Namun hari itu pula Jaehyung menemukan sisi menarik lainnya pada diri Taehyung. Di balik sikap dingin yang selalu ditunjukkan oleh Taehyung, pemuda itu justru memiliki hati yang hangat.

    "Dia mengatakan semuanya padamu?"

    "Kami tidak sedekat itu, aku harap Hyeong tidak salah paham."

    "Memangnya kau pria berengsek?"

    "Apa?" Taehyung tertegun. Tiba-tiba saja Jaehyung mengatakan hal semacam itu.

    "Hingga detik ini kau masih setia dengan pacarmu itu, apa kau berpikir bahwa aku akan berpikir kau sedang menggoda Nona Sana?"

    Taehyung tersenyum canggung. Jika Jaehyung menanyakan hal itu kemarin, tentu saja jawabannya adalah 'Ya' karena alasan Taehyung membawa Sana mengunjungi makam adalah untuk menarik simpati gadis itu. Menunjukkan seberapa besar ketulusannya yang dilandasi oleh kepalsuan. Tapi karena pertanyaan itu baru terucap hari ini, maka jawabannya adalah 'Tidak' karena Taehyung tak sampai hati untuk mempermainkan hati Kim Sana—seorang gadis yang pernah mengejarnya saat SMA.

    "Tapi ... kau masih dengan pacarmu yang dulu, kan? Aku dengar dia seorang model." Jaehyung memastikan dengan hati-hati.

    "Hubungan kami baik-baik saja. Ini bukan kali pertama aku mendapatkan pekerjaan seperti ini. Dia adalah wanita yang pengertian terhadap pekerjaanku."

    "Syukurlah ... kau memiliki masa depan yang cerah jika menikahi wanita seperti itu."

    Keduanya saling melempar senyum. Namun garis senyum di wajah Taehyung memudar. Di awal senyumnya, pikirannya tertuju pada Yeonjoo. Namun setelahnya justru bayangan Kim Sana yang mengisi pikirannya. Taehyung mencoba menepis bayangan itu, namun entah kenapa kali ini dia tidak mampu mengosongkan pikirannya. Hingga lamunannya buyar ketika mendengar getar ponsel Jaehyung.

    Jaehyung mengangkat ponselnya, melihat nama yang tertulis di layar ponselnya. "Ah, aku harus pergi sekarang. Beristirahatlah."

    Jaehyung berdiri dan sekilas menepuk bahu Taehyung sebelum pergi. Dan setelah pintu kamar tertutup dari luar, pandangan Taehyung terjatuh pada ponsel yang berada di atas meja kecil di dekat sofa.

    Meski hanya dipindahkan ke rumah utama, seakan tembok tinggi telah dibangun di antara ia dan Sana. Taehyung juga harus mengganti ponselnya. Itulah sebabnya Sana tidak bisa menghubungi pemuda itu.

    Namun akankah tembok tinggi itu tetap kokoh ketika akan ada hati yang terbagi?

    Sesungguhnya, mereka yang memperjuangkan layak untuk memiliki. Sedangkan mereka yang mencampakan, layak untuk ditinggal pergi.

    Tapi ada kalanya yang memperjuangkan harus menelan kepahitan ketika hati yang terbagi telah hancur terlebih dulu sebelum ia berhasil menggenggamnya.

Selesai ditulis : 27 Juni 2021
Dipublikasikan : 27 Juni 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top