Lembar 38.
Park Jaehyung sampai di pemakaman dan dibuat heran oleh buket bunga yang sudah ada di makam Han Sunghye. Memandang sekitar seperti tengah mencari seseorang, Jaehyung bergumam,
"Siapa yang datang kemari?"
Jaehyung menaruh bunga di makam Sunghye sebelum pergi. Bukan untuk meninggalkan pemakaman, melainkan untuk mencari jejak dari orang yang baru saja mengunjungi makam Sunghye. Berjalan tak begitu jauh, Jaehyung memasuki area taman pemakaman. Saat ia datang, ia melewati pintu masuk yang berbeda dengan Taehyung sehingga ia tidak melihat mobil Taehyung. Langkah Jaehyung terhenti ketika ia melihat dua sosok yang sangat familiar.
Sebelah alis Jaehyung terangkat, menyatakan rasa herannya ketika melihat Sana berada di tempat itu. Namun setelahnya seulas senyum terlihat di wajah Jaehyung. Tak berniat menegur, Jaehyung lantas meninggalkan tempat itu sebelum ada orang lain yang tahu keberadaannya.
Sementara itu, Taehyung dan Sana memutuskan untuk menetap di tempat itu lebih lama. Bukan keinginan Taehyung, namun Sana pun juga tidak memaksa untuk tetap berada di tempat itu. Keduanya saat ini duduk berdampingan di bangku taman. Menyisakan jarak di antara keduanya. Suasana pagi yang masih tenang tampaknya mampu memperbaiki suasana hati Sana.
Wanita itu kemudian berucap tanpa memandang sang lawan bicara dengan nada bicara yang terdengar lebih tulus. "Dari mana kau tahu?"
Taehyung menyahut dengan cara yang sama seperti Sana, "tentang apa yang Nona maksud?"
"Peringatan kematian ibuku. Siapa yang memberitahumu tentang tempat ini?"
"Menurut Nona bagaimana?"
"Jaehyung Oppa yang memberitahumu?"
Taehyung tak menjawab, namun Sana menganggap hal itu sebagai pembenaran. Sana kemudian menyandarkan punggungnya dan memandang langit cerah pagi itu. Suasana yang tercipta pagi itu sangat berbeda. Jika biasanya keduanya akan seperti musuh setiap kali bertemu, kini keduanya justru duduk berdampingan dengan damai. Seakan keduanya tak ingin mengacaukan bari peringatan kematian orang yang mereka sayangi.
Wanita muda itu kembali berucap, "aku tidak berpikir bahwa aku bisa kembali ke tempat ini. Jika bukan karena sikap lancangmu, aku mungkin tidak akan pernah kembali kemari."
Taehyung turut menyandarkan punggungnya dengan tangan yang bersedekap. "Kenapa Nona berpikir seperti itu?"
Pandangan Sana terjatuh, seulas senyum tipis mengembang di wajahnya. Gadis itu berucap, "aku hanya membencinya."
Taehyung memandang Sana. "Membenci seseorang yang sudah tidak ada hanya akan mempersulit diri sendiri."
"Aku tidak pernah membencinya," Sana menyela. "Aku tidak pernah membenci ibuku. Hanya saja ... aku benci harus datang kemari sendirian."
Taehyung menemukannya, karakter Sana yang berbeda dengan apa yang ia lihat selama ini. Tak ingin menaruh simpati pada gadis itu, Taehyung memalingkan wajahnya.
"Siapa orang yang Nona harapkan untuk datang kemari bersama Nona?"
"Tidak ada. Akan lebih baik jika aku tidak mengharapkan siapapun."
Keduanya kemudian terdiam. Menyibukkan diri dengan pikiran masing-masing. Dan setelah merasa mendapatkan waktu yang tepat, Taehyung menyambung pembicaraan.
"Ada hal yang membuatku bertanya-tanya hingga detik ini. Jika Nona tidak ingin mendengarnya, aku tidak akan mengatakannya."
Sana memandang Taehyung dan menyahut. "Tentang apa? Katakan saja, selagi aku masih berbaik hati."
Taehyung balas memandang dan bertanya tanpa ragu, "kenapa Nona terlihat tidak rukun dengan keluarga Nona? Terlebih lagi dengan Nyonya Park Soo Ae."
Bukannya marah seperti biasanya, Sana justru menyahut dengan cara yang terlalu santai. "Apakah terlihat sangat jelas?"
Taehyung mengangguk.
Sana kembali mengarahkan pandangannya ke depan dan berucap penuh pertimbangan, "dia bukan ibuku, tentu saja aku tidak menyukainya."
"Aku rasa itu bukan alasan yang sebenarnya."
"Benar." Sana memandang Taehyung. "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Anggap saja Jaehyung Hyeong yang memberitahuku."
Sana menatap sinis dan kembali memalingkan pandangannya. Merasa kali ini mendapatkan ketenangan saat bersama Taehyung, Sana memutuskan untuk sedikit membagikan apa yang menjadi beban baginya selama ini.
"Jika aku mengatakan bahwa ini adalah rahasia, bisakah kau menyimpan semua ini hanya untuk dirimu sendiri?"
"Aku hanya perlu membuka telinga dan menutup mulut, apakah itu sebuah perintah?"
Sana mengangguk sembari bergumam dan dengan begitu keraguan yang sempat Sana rasakan pada Taehyung lantas menghilang.
"Aku sangat menghormati ayahku, tapi itu sebelum wanita itu datang."
Seperti ucapannya, Taehyung menutup mulutnya dan membuka telinganya. Membiarkan Sana mengatakan apapun.
"Dulu ayahku memiliki masalah pada jantungnya. Aku dengar dia membutuhkan transplantasi jantung. Tapi sangat sulit untuk mendapatkannya saat itu."
Taehyung menyahut dengan suara yang lebih tenang, "lalu setelahnya, apa yang terjadi?"
"Ada yang aneh. Ayahku tiba-tiba mendapatkan donor jantung. Tapi ... tidak lama setelah itu, salah satu orang kepercayaan ayahku tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit."
"Apa yang terjadi pada orang itu?"
"Dia meninggal."
Taehyung memandang Sana, menemukan tatapan bersalah wanita muda itu.
"Kenapa dia bisa meninggal?"
"Malapraktik. Ayahku mendapatkan donor jantung dari orang yang masih hidup. Ayahku mengambil jantung orang itu dan mengganti jantung orang itu dengan jantung buatan."
Taehyung tak terkejut, seakan itu hanyalah kisah lama yang diceritakan kembali. "Bagaimana perasaan Nona setelah mengetahui hal itu?"
"Aku membencinya sampai ingin mati. Aku pikir semua sudah berhenti sampai di sana. Tapi aku salah ... Park Soo Ae, wanita itu adalah istri dari orang yang dikorbankan oleh ayahku."
Sana memandang Taehyung. "Bukankah itu terdengar sangat gila?" "Ayah Nona membunuh pria itu dan kemudian menikahi istri dari pria itu?"
Sana mengangguk dan kembali memandang ke arah sebelumnya. "Dia mungkin berpikir bahwa itu adalah cara untuk menebus kesalahannya pada pria itu. Tapi aku tidak berpikir seperti itu."
"Kenapa?"
"Wanita itu menelantarkan kedua anaknya untuk bisa menikah dengan ayahku."
Dahi Taehyung mengernyit. "Nyonya Park Soo Ae mengatakan bahwa dia memiliki anak?"
Sana mengangguk. "Itu artinya aku memiliki dua saudara tiri. Tapi sampai mati pun aku tidak akan pernah menerima mereka."
"Di mana mereka sekarang."
"Sudah meninggal."
"Meninggal?" Seulas senyum tipis yang tampak tak percaya sempat terlihat di wajah Taehyung.
Sana mengangguk. "Wanita itu mengatakan bahwa kedua anaknya meninggal dalam kecelakaan setelah kematian suaminya. Haruskah aku bersyukur?"
"Maksud Nona?" Taehyung terlihat lebih berhati-hati saat berbicara.
Sana memandang Taehyung dan berucap, "karena mereka sudah meninggal, aku tidak harus memiliki saudara tiri. Tapi pada kenyataannya aku justru merasa kasihan pada mereka."
"Kenapa?"
Sana mengalihkan pandangannya dan bergumam, "mereka mati tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada ayah mereka."
"Kapan mereka meninggal? Pria itu dan kedua anaknya?"
"Aku mendengarnya sekitar delapan tahun yang lalu. Tepat saat wanita itu datang ke rumah." Sana tersenyum miris. "Bukankah ayahku bisa mendapatkan hukuman pidana jika publik tahu tentang hal ini?"
"Nona ingin membuat laporan?"
"Bagaimana bisa melapor tanpa ada bukti? Sekarang kau sudah tahu kenapa aku sangat membenci mereka. Mereka tidak pantas disebut sebagai manusia. Memikirkannya saja sudah membuatku sangat marah. Tidak hanya satu ... sepertinya ayahku sudah melukai banyak orang."
"Kenapa Nona berpikir seperti itu?"
"Tujuh tahun yang lalu, sebelum aku koma. Aku melihat ayahku menemui seseorang di sungai Han."
Ucapan ragu-ragu Sana berhasil kembali menyita perhatian Taehyung. "Apa yang terjadi di tempat itu?"
"Aku tidak yakin, tapi sepertinya ayahku sudah membunuh seseorang waktu itu. Bukan membunuh secara langsung, orang itu masih hidup saat orang-orang ayahku membawanya pergi. Tapi waktu itu aku berpikir bahwa orang itu akan mati."
Taehyung menemukannya, waktu yang dimaksud oleh Sana. Meski tidak yakin seratus persen, tapi Taehyung memiliki keyakinan yang besar bahwa orang yang tengah dibicarakan oleh Sana adalah dirinya tujuh tahun yang lalu.
"Kau juga ada di tempat itu," gumam Taehyung, tapi Sana tak begitu jelas mendengarnya.
Tatapan sayu Sana terjatuh, tampak kesedihan dalam sorot matanya. Dia kemudian berkata, "setelah hari itu, aku berpikir bahwa mungkin Tuhan akan mengampuni ayahku jika aku mati bersama orang itu."
Sekali lagi Taehyung tak menunjukkan perubahan pada garis wajahnya. Tapi telah terjadi sesuatu pada hatinya ketika ia bisa berbicara dengan lebih tenang bersama Sana seperti ini.
Taehyung kemudian menyahut, "itukah alasan kenapa Nona berusaha mengakhiri hidup Nona?"
"Hanya nyawa yang bisa menggantikan nyawa. Tapi pada akhirnya aku masih hidup hingga detik ini."
"Nona menyesalinya?"
"Sedikit ... terkadang."
"Tapi bagaimana jika ternyata orang yang Nona lihat waktu itu masih hidup hingga detik ini?"
Sana langsung memandang Taehyung. Namun, ia tak tahu harus mengatakan apa.
Taehyung kembali berbicara. "Jika orang itu masih hidup hingga detik ini, apa yang akan Nona lakukan?"
"Apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak tahu siapa orang itu, bagaimana aku tahu apa yang akan aku lakukan? Jika dia masih hidup hingga detik ini, aku berharap dia mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan menjalani hidupnya dengan bahagia."
Taehyung tersenyum tipis, ucapan Sana mengingatkannya pada sosok Lee Boyoung. Dia kemudian menegur, "kenapa Nona mengatakan semuanya padaku?"
Sana tertegun, sepertinya sifat yang selalu ia tunjukkan di hadapan publik selama ini telah kembali. Menatap canggung ke arah Taehyung, Sana tampak berhati-hati.
"Memangnya kenapa?"
"Bagaimana jika aku merekam pembicaraan ini dan menyebarkannya ke internet? Bukankah keluarga Nona akan mendapatkan masalah besar?"
Sana menatap penuh selidik. "Kau merekamnya?"
Taehyung mengangguk pelan.
"Di mana? Berikan padaku."
Sana segera menarik jas yang dikenakan oleh Taehyung, bermaksud untuk mendapatkan ponsel milik Taehyung. Namun Taehyung justru menghindar dan terjadilah sedikit keributan di tempat itu.
"Berikan kepadaku ... kenapa kau merekamnya?"
"Apa yang Nona lakukan? Aku bisa menuntut Nona karena melakukan—"
Belum selesai Taehyung berbicara, Sana sudah membungkam Taehyung dengan memukul mulut pemuda itu menggunakan ujung jemarinya.
Taehyung tentu saja kaget dan langsung melayangkan protes, "apa yang baru saja Nona lakukan?"
"Memangnya apa yang aku lakukan? Sekarang berikan rekamannya padaku."
Taehyung mengangkat tangannya dan mengetuk kepalanya sendiri menggunakan jari telunjuknya sembari berucap, "di sini."
Dahi Sana mengernyit. "Apa?"
"Aku merekam semuanya di sini."
"Ya!" Sana langsung memukul bahu Taehyung dengan keras. "Kau membohongiku?"
"Bukankah aku sudah mengatakan pada Nona bahwa aku adalah seorang penipu?"
Sana menatap sinis dan mencibir, "benar, aku bahkan hampir tertipu olehmu."
"Tentang apa?"
"Apa?" seru Sana.
Taehyung tersenyum, menjatuhkan Sana ke dalam mimpi yang selalu berakhir memalukan bagi wanita muda itu. Dan tanpa disadari oleh wanita muda itu bahwa dialah yang sudah memutuskan jarak yang sempat ada di antara mereka. Sana tertegun, namun tanpa ia sadari perlahan wajahnya memerah.
Taehyung kemudian menegur, "apa yang sedang Nona lihat?"
Batin Sana tersentak. Menyadari bahwa dia sudah berpindah dari posisi sebelumnya. Sana segera mundur dan tampak sangat gugup. Namun hal itu tak bertahan lama karena setelahnya datanglah orang ke tiga yang menengahi keduanya.
Entah datang dari mana, Yohan tiba-tiba muncul dari belakang keduanya dan segera melompati sandaran kursi. Duduk menengahi keduanya dan menatap sinis ke arah Taehyung yang sama bingungnya dengan Sana.
"Kim Yohan, dari mana kau datang?" tegur Sana.
Yohan memandang Sana dan tersenyum. "Aku datang karena ada Noona di sini."
Yohan kembali memandang Taehyung. Sementara Taehyung mengendikkan bahunya ketika melihat tatapan permusuhan dari Yohan.
Sana kembali menegur, "tidak. Kenapa kau bisa ada di sini?"
Kali ini Yohan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari Taehyung, "apakah salah jika aku ingin bertemu dengan tunanganku sendiri?"
"Tidak, bukan seperti itu ..."
Berbeda dengan jawaban Sana yang terdengar meragukan, Taehyung justru mengangguk tanpa keraguan.
"Apa artinya itu?" gumam Yohan penuh selidik.
Sana yang merasa bahwa Yohan sedang tidak berbicara dengannya pun melongokkan kepalanya untuk melihat Taehyung, karena posisi Yohan saat ini membuatnya tidak bisa melihat keberadaan Taehyung.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" tegur Sana.
Taehyung menepuk bahu Yohan menggunakan tangan kiri. Tersenyum simpul, dia kemudian menarik Yohan dan hampir memeluk pemuda itu. Membuat Sana menatap heran.
Taehyung kemudian berbisik tepat di samping telinga Yohan, "ini rahasia, tapi aku akan mengatakannya hanya padamu. Noona-mu ini, tidak menyukai pria yang lebih muda, Bocah."
Taehyung berhadapan dengan Yohan, kembali tersenyum simpul dan menepuk bahu pemuda itu beberapa kali sebelum kembali menegakkan tubuhnya.
Yohan menatap tak suka dan berucap, "Ahjussi, sepertinya kau harus tahu di mana tempat seharusnya kau berada."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tegur Sana.
Yohan segera memandang Sana. "Tidak ada. Aku datang untuk menjemput Noona. Ayo kita pergi sekarang."
Tanpa mendapatkan persetujuan dari Sana, Yohan segera meraih tangan gadis itu dan membawanya pergi dari tempat itu.
"Tunggu dulu, aku tidak mengatakan bahwa aku akan pergi denganmu," protes Sana.
"Aku akan mengajukan keluhan jika Noona lebih memilih pergi bersama Ahjussi itu dibandingkan denganku."
"Apa? Ahjussi? Apa yang sedang kau bicarakan?"
Sudut bibir Taehyung tersungging ketika pasangan itu pergi dengan membawa sebuah keributan. Namun setelah Sana dan Yohan semakin menjauh, garis senyum di wajah Taehyung menghilang. Dan setelahnya ia tampak mempertimbangkan sesuatu dengan cukup serius.
Semua yang diucapkan oleh Sana sebelumnya berhasil mengusik batin Taehyung. Fakta bahwa Sana telah mengetahui semua keburukan Kim Jaejoong membuat Taehyung kembali ragu untuk menjalankan balas dendamnya sesuai rencana.
Menjadikan Sana sebagai batu loncatan untuk menghancurkan Kim Jaejoong. Bisakah Taehyung melakukan hal itu sekarang?
Selesai ditulis : 23.03.2021
Dipublikasikan : 25.03.2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top