Lembar 26 [First Love Becomes Second Love]
Sana menghela napas panjang seiring dengan tubuhnya yang melayang sebelum jatuh pada ranjang di kamar Chungha. Pagi itu, Sana memutuskan untuk pergi ke rumah Chungha untuk menunggu kelas siangnya. Terlalu malas untuk bertemu dengan orang rumah, dan bahkan ia mengabaikan panggilan ayahnya yang ingin berbicara sejak semalam.
"Tidak bisakah kau datang dengan wajah yang bahagia sedikit saja?" tegur Chungha yang kemudian duduk di tepi ranjang.
"Hidupku benar-benar kacau, kenapa semua tidak berjalan sesuai dengan kemauanku?" sebuah perkataan tanpa semangat.
"Ada apa lagi dengan hidupmu, Nona Kim Sana?"
Sana bangkit dan duduk menghadap Chungha. "Kau tahu apa yang terjadi semalam?"
Chungha menggeleng. "Apa terjadi sesuatu antara kau dan Kim Taehyung?"
Sana segera memukul lengan Chungha yang kemudian tertawa pelan.
"Jangan mengatakan omong kosong."
"Aku hanya bercanda ... serius sekali. Memangnya apa yang terjadi semalam?"
Sana bercerita tanpa minat, "keluargaku makan malam dengan keluarga Yohan."
"Lalu?"
"Lalu mereka menjodohkan kami."
"Sungguh?" Chungha memekik dengan netra yang melebar. "Apa aku tidak salah dengar?"
"Aku juga berharap bahwa telingaku sedang bermasalah."
"Lalu, kau menerimanya?"
"Tentu saja tidak ... aku hanya menganggapnya sebagai adik, kenapa aku harus menjadikannya suami?"
Chungha menghela napasnya. Terlihat begitu lega. "Begitu lebih baik."
Sana memicing. "Kenapa kau bicara seperti itu?"
"Aku lebih rela kau menjadi selingkuhan Kim Taehyung dari pada kau menjadi istri Kim Yohan."
Sana menatap jengah. "Aku heran padamu."
"Heran kenapa?"
"Ada berapa banyak pria di Korea Selatan ini? Kenapa kau malah ingin aku menjadi wanita tidak bermoral dengan mengencani pria yang sudah memiliki kekasih?"
Chungha tersenyum lebar sembari menggaruk tengkuknya yang tertutupi oleh rambut panjangnya.
"Jangan tersenyum, aku menyuruhmu menjawab bukannya tersenyum."
"Apa yang harus aku jawab? Lagi pula itu salahmu sendiri."
"Kenapa jadi aku yang salah?"
"Kau sangatlah pemilih. Kau tidak ingat berapa pria yang sudah kau tolak sejak SMP? Dan betapa bodohnya dirimu selalu mengharapkan si kutu buku Kim Tae— tunggu sebentar."
Chungha terlihat bingung dan kembali memandang Sana. "Bukankah cinta pertamamu juga bernama Kim Taehyung?"
Sana tampak berpikir, merasa sedikit kesulitan untuk mengingat apa saja yang terjadi di masa lalu sejak bangun dari Koma-nya. "Kim Taehyung yang mana lagi?"
"Senior kutu buku yang bahkan tidak menyahut ketika kau menyapanya. Jangan bilang kau melupakan cinta pertamamu yang sudah membuatmu menyia-nyiakan semua pria baik yang datang padamu."
Sana tersenyum tak percaya. "Jangan mengada-ngada, aku tidak pernah mengejar-ngejar pria seperti itu."
Chungha mencondongkan tubuhnya dengan tatapan menyelidik. "Kau yakin tidak ingat dengan Taehyung Seonbae?"
Sana beringsut dari tempatnya. Berbaring dan menyembunyikan wajahnya pada bantal sebelum berteriak frustasi.
"Hentikan! Kenapa kau mengingatkanku pada hal memalukan seperti itu ..."
Chungha tertawa sembari sekilas bertepuk tangan. Sedangkan Sana segera mengangkat wajahnya yang tampak memerah karena menahan malu. Pada kenyataannya ia mengingat bagaimana ia pernah menjadi gadis bodoh yang menyukai seniornya yang sangat tidak tahu diri dan selalu berkutat pada buku, buku dan buku.
"Kau mengingatnya? Aku pikir wajahnya sangat mirip dengan Kepala Keamanan Kim."
Sana kembali bangkit dan berujar tanpa minat, "jangan mengada-ngada. Meski mereka sama-sama menyebalkan, tapi mereka orang yang berbeda."
"Kenapa kau bisa seyakin itu?"
"Meski sangat acuh, Kim Taehyung Seonbae bukanlah pria yang senang merendahkan wanita. Dia juga bukan pria yang kurang ajar ... tapi Kim Taehyung idiot itu ..." Sana menyunggingkan senyumnya sebelum berujar dengan lantang, "aku bahkan seperti tidak memiliki harga diri di depan orang itu!"
"Ya ampun ... berhenti marah-marah dan terima saja apa yang kau dapatkan sekarang. Salahmu sendiri terlalu mencintai Taehyung Seonbae, sekarang ada orang dengan nama yang sama datang ke hidupmu. Itu pasti sangat menyulitkan untukmu, aku mengerti tentang hal itu."
"Apa yang kau mengerti? Bahkan aku tidak peduli apakah si kutu buku itu masih hidup atau tidak. Tidak ada yang peduli padanya!"
Chungha menggelengkan kepalanya. "Nasibmu benar-benar buruk. Kim Taehyung yang dulu tidak memiliki waktu selain pada bukunya, dan Kim Taehyung yang sekarang justru sudah memiliki kekasih ... sepertinya akan menarik jika kau bertemu lagi dengan Taehyung Seonbae. Siapa tahu dia sudah berubah pikiran dan memutuskan untuk mengenalmu lebih dulu."
"Aku tidak peduli lagi dengan orang itu. Bahkan aku sudah lupa bagaimana wajahnya."
"Kejam sekali."
"Entah itu Kim Taehyung yang dulu atau sekarang, keduanya sama-sama menyebalkan."
"Mau bermain game bersama?"
Dahi Sana sedikit mengeryit. "Game apa?"
"Game kejujuran. Kau tunggu di sini."
Chungha beranjak berdiri dan berjalan menuju sudut lain. Membuka laci, ia mengambil sebuah alat pendeteksi kebohongan dan kembali pada Sana. Naik ke atas ranjang dan duduk bersila menghadap Sana.
"Benda apa itu?"
"Alat pendeteksi kebohongan. Jika kau berbohong, kau akan terkena aliran listrik."
"Aku bukan anak kecil, aku tidak memainkan hal semacam itu."
"Kim Sana yang suka melarikan diri, itulah dirimu ... permainan ini akan menyenangkan selama kau tidak berbohong. Tapi jika kau berbohong ..." Chungha sengaja menggantung perkataannya.
"Tapi apa?"
"Jika kau berbohong sampai tiga kali, maka kau akan mendapatkan hukuman."
"Bagaimana denganmu?"
"Tentu saja kau juga berhak memberikan hukuman padaku."
Sana memicing. "Jangan bertanya yang macam-macam."
Chungha tersenyum simpul. "Jangan khawatir ... bagaimana?"
"Lakukan saja."
Chungha sekilas menepuk tangannya sendiri. "Baiklah, siapa yang mulai duluan?"
"Kau duluan."
"Itu tidak adil."
"Kau yang mengusulkannya, kau yang harus mencoba terlebih dulu."
"Ya ampun ... baiklah, baiklah. Aku akan mulai duluan ... cepat katakan pertanyaanmu." Chungha menaruh tangannya di atas alat pendeteksi kebohongan.
"Kau, benar-benar rela jika aku menjadi selingkuhan Kim Taehyung?" Sana memandang penuh selidik, terlebih ketika Chungha tersenyum lebar.
"Cepat jawab. Ya, atau tidak?"
"Ya."
Raut wajah Sana terlihat kaku. "Buktikan ucapanmu."
Chungha menekan salah satu tombol berwarna merah pada alat itu dan setelahnya tak terjadi apapun, dan dia lolos dari mesin pendeteksi kebohongan itu.
Sana yang melihat hal itu segera memukul Chungha menggunakan bantal. "Bagaimana kau bisa memikirkan hal seperti itu? Kau kira akan kutaruh di mana harga diriku? Sebenarnya kau temanku atau bukan?"
Tak ada rasa bersalah, Chungha justru tertawa. "Sekarang giliranmu."
"Aku? Bukankah kau baru satu pertanyaan?"
"Jika aku menjawab jujur, maka pertanyaan akan dilempar. Tapi jika kau berbohong, kau harus menjawab pertanyaan selanjutnya."
"Kenapa kau membuat peraturan sendiri?"
"Karena aku yang mengusulkan permainan ini."
"Ya! Bukankah itu tidak adil?"
"Jangan banyak protes. Kemarikan tanganmu."
Chungha meraih tangan Sana dan menaruhnya di atas mesin pendeteksi kebohongan. Gadis itu lantas tersenyum simpul.
"Kita mulai dengan pertanyaan pertama."
Sana bergumam tanpa minat.
"Kim Sana, benarkah kau masih belum bisa melupakan Kim Taehyung Seonbae sampai sekarang?"
"Siapa bilang?"
"Jadi kau sudah melupakan cinta pertamamu?"
"Tentu saja! Untuk apa aku mengingat orang tidak tahu diri itu? Bahkan setelah aku menciumnya di perpustakaan, apa yang kudapatkan setelah itu? Hanya malu, tidak lebih!"
Chungha menahan diri untuk tidak tertawa. Namun mengingat betapa kacaunya Sana waktu itu membuatnya benar-benar ingin tertawa lepas.
"Aku tahu ... sudah, jangan dibahas lagi."
"Kau yang memulainya."
"Maaf ..." Chungha tersenyum lebar. "Baiklah, kita lihat apakah kau berbohong atau tidak. Jadi, kau benar-benar sudah melupakan Taehyung Seonbae?"
Sana bergumam tanpa minat sebagai jawaban dan Chungha menekan tombol yang sama seperti sebelumnya.
"Akh!" Sana tiba-tiba memekik sembari menarik tangannya. Wajahnya menunjukkan keterkejutan setelah tangannya seperti tersengat aliran listrik dan Chungha justru menertawakannya.
"Apa ini?" Sana melempar bantal ke arah Chungha ketika ia memperhatikan tangannya.
"Itu artinya kau berbohong," ucap Chungha ketika tawanya terhenti.
"Tidak mungkin, alat ini pasti rusak."
"Kita buktikan di pertanyaan selanjutnya. Kemarikan tanganmu."
Sana menahan tangannya di udara, merasa enggan untuk melanjutkan karena hidupnya memang tidak jauh-jauh dari kebohongan. Mungkin jika bisa diumpakan, seorang Kim Sana tidak bisa hidup tanpa kebohongan meski sekecil apapun kebohongan itu.
"Kemarikan ..."
"Tidak perlu dilanjutkan, bagaimana jika alatnya benar-benar rusak?"
"Setelah aku menjadi Dokter, aku ingin membedah kepalamu dan melihat apa yang ada di dalamnya. Kemarikan tanganmu."
Chungha menarik paksa tangan Sana. "Kita mulai dengan pertanyaan ke dua."
"Jangan bertanya macam-macam."
"Pertanyaannya cukup mudah. Menurutmu, apakah Kepala Keamanan Kim adalah pria baik?"
Sana menyunggingkan senyumnya. "Dia? Pria baik? Bahkan Seokjin Oppa seribu kali lebih baik dari orang itu. Jangan membuatku tertawa."
"Bicaramu jangan kemana-mana, cukup jawab saja pertanyaanku."
"Kim Taehyung, bukanlah pria yang baik."
"Kita lihat hasilnya." Chungha kembali menekan tombol itu dan kejadian sebelumnya terulang, namun pekikan Sana tak terlalu keras dibandingkan sebelumnya.
Dengan wajah mengernyit, Sana mengibaskan tangannya. Menatap kesal pada Chungha yang kali ini tampak menahan tawa.
"Pertanyaan terakhir. Jika kau berbohong lagi, kau akan mendapatkan hukuman dariku."
"Kau sengaja melakukannya?"
"Apa maksudmu?"
"Sedari tadi kau terus saja menanyakan Kim Taehyung."
"Mau bagaimana lagi ... ingin menanyakan Yohan pun aku sudah tahu jawabannya. Berikan tanganmu."
"Jika kali ini aku benar, maka aku yang akan menghukummu."
"Baiklah ... tapi jika kau kalah, kau harus menjalankan hukuman yang kuberikan atau aku akan menceritakan hal memalukan tentangmu pada Kepala Keamanan Kim."
"Ya! Apa kau seorang pengkhianat?"
"Aku bisa memihak siapapun, tergantung keadaan."
Sana meraih guling dan menggunakannya untuk memukul Chungha yang justru tertawa.
"Sudah, ini yang terakhir. Jawab dengan jujur atau tamat riwayatmu ... kuperingatkan saja padamu bahwa aku adalah orang yang kejam."
"Cepat katakan."
"Kau ... menyukai Kepala Keamanan Kim?"
"Tidak," jawaban cepat yang seakan tak membutuhkan waktu untuk berpikir.
"Kau yakin?"
"Aku bilang tidak! Untuk apa aku menyukai orang seperti itu? Sama sekali tidak romantis."
"Aku kunci jawabanmu. Jangan menyesal setelah ini."
Chungha kembali menekan tombol untuk ke empat kalinya, dan saat itu pula Sana segera menarik tangannya dengan wajah yang tampak terkejut. Chungha pun sempat terdiam beberapa detik sebelum ia yang kemudian tertawa lepas hingga tubuhnya membungkuk, sedangkan Sana merutuki kekalahannya.
Terlalu malu untuk menunjukkan wajahnya yang merah padam. Sana berbaring dan membekap wajahnya sendiri menggunakan bantal, lalu berteriak frustasi dengan sesekali memukul ranjang Chungha.
Setelah beberapa saat, Chungha menghentikan tawanya dan menarik lengan Sana hingga gadis itu kembali terduduk tanpa semangat dan juga rambut yang sedikit berantakan. Sana ingin menangis, namun air matanya tak mau keluar.
Chungha kemudian menepuk pelan wajah Sana dan berucap, "Ya! Berhenti membohongi dirimu sendiri. Aku sudah tahu jika kau menyukai Kim Taehyung. Entah itu yang dulu atau yang sekarang."
Sana menepis tangan Chungha dan berucap tanpa minat, "omong kosong. Jangan mengada-ngada, harga diriku masih terlalu tinggi untuk merebut kekasih orang lain. Lagi pula siapa yang menyukai orang itu? Alat ini pasti sudah rusak, atau kau sudah memanipulasinya."
"Kau terlalu banyak alasan. Sekarang aku akan memberikan hukuman padamu."
"Aku tidak melakukan apa-apa, kau yang bermain curang."
"Tidak ada alasan, kau sudah berjanji sebelumnya. Kemarilah."
Sana mencondongkan tubuhnya dan kemudian Chungha membisikkan sesuatu padanya. Mulanya mata Sana memicing, namun setelah ia mendengar keseluruhan ucapan Chungha, netranya langsung membulat terkejut.
Chungha menjauh dengan senyum simpul ketika keduanya kembali berhadapan, dan kekesalan itu terlihat di wajahnya.
"Kau sudah tidak waras!" Sana meraih bantal dan memukuli Chungha tanpa ampun. "Bagaimana bisa kau menyuruhku melakukan hal segila itu! Ya!!!"
Taehyung keluar dari mobilnya setelah merasa bosan harus menunggu di dalam mobil. Beralih duduk di bagian depan mobil, pandangannya mengarah pada rumah besar di hadapannya. Sudah hampir satu jam Sana berada di dalam rumah itu, dan yang ia lakukan sejak tadi hanyalah menunggu.
Perhatian Taehyung kemudian teralihkan oleh sebuah mobil yang datang dan kemudian berhenti di samping mobilnya. Dari mobil itu, Seonghwa keluar dengan senyum tak percaya.
"Kau di sini, Hyeong?"
Taehyung hanya bergumam sembari mengangguk ringan sebagai sebuah jawaban. Seonghwa menghampiri seniornya itu dan lantas berjabat tangan sekilas.
"Kenapa Hyeong bisa ada di sini?"
"Gadis itu ada di dalam."
"Nona Sana?"
Taehyung mengangguk. "Kau sendiri?"
Seonghwa sekilas mengangkat berkas di tangannya. "Keperluan kantor. Ah ... omong-omong, yang di pesta itu. Kenapa Hyeong tiba-tiba menghilang?"
"Aku ada kepentingan mendesak, memangnya ada apa?"
"Tidak ada, hanya heran saja kenapa Hyeong tiba-tiba menghilang. Ya sudah, lain kali kita pergi minum bersama. Aku sangat sibuk akhir-akhir ini."
Taehyung tersenyum singkat dan memberikan tendangan pelan pada kaki Seonghwa yang kemudian meninggalkannya. Saat Seonghwa hendak menjangkau teras rumah, saat itu Sana keluar dengan wajah lesu dan hanya mengangguk ketika Seonghwa sekilas menundukkan kepalanya.
Sana menghembuskan napas beratnya ketika pandangannya menemukan Taehyung, dan hal itu semakin membuatnya kehilangan semangat untuk berjalan.
Taehyung berdiri dan segera membukakan pintu untuk Sana yang kemudian masuk begitu saja tanpa ada keluhan lagi keluar dari mulutnya. Taehyung lantas masuk ke dalam mobil dan segera meninggalkan kediaman keluarga Chungha.
Taehyung merasa sedikit heran dengan sikap Sana yang tiba-tiba menjadi pendiam. Namun ia sempat beberapa kali menangkap Sana tengah memperhatikannya dari spion di depannya. Hingga suasana hening itu terbawa sampai ke Kampus.
Seperti biasa, Taehyung akan berjalan dalam jarak satu meter di belakang Sana. Dan tepat ketika mereka berada di tengah halaman, Sana menghentikan langkahnya dan membuat langkah Taehyung terhenti pula.
Terlihat ragu, Sana kemudian membalik tubuhnya menghadap Taehyung. Untuk beberapa saat terdiam sebelum melambaikan tangannya dan berucap dengan malas, "kemarilah."
Taehyung mendekat dan berdiri di jarak dua langkah. Sana kemudian kembali berucap, "lebih dekat lagi."
Taehyung mengambil satu langkah ke depan dan Sana kembali melambaikan tangannya sebagai isyarat agar ia mendekat. Namun ia tak bergerak sama sekali ketika ia tak mengerti apa yang di inginkan oleh Sana.
"Rendahkan tubuhmu."
"Apa yang ingin Nona lakukan?"
"Jangan banyak bertanya, lakukan saja."
Tak ingin membuat masalah, Taehyung menurut dan sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Tutup matamu."
Sebelah alis Taehyung terangkat. "Untuk apa?"
"Tutup saja dan jangan banyak bertanya. Aku tidak memiliki banyak waktu."
Taehyung meraih pergelangan tangan Sana dan membuat gadis itu kebingungan. "Apa yang kau lakukan?"
"Sekedar berjaga-jaga." Taehyung lantas menutup matanya.
Napas Sana tiba-tiba memberat. Ia menggingit bibir bawahnya yang menandakan bahwa ia tengah gugup saat ini. Sejenak matanya memandang ke sekeliling, dimana saat itu tempat di sekitar mereka cukup ramai dan tak jarang ada yang memperhatikan mereka. Namun demi harga dirinya, Sana kembali memandang Taehyung.
Dalam satu kali hembusan napas beratnya, Sana mendekatkan wajahnya pada wajah Taehyung dan langsung mencium pemuda itu dalam hitungan yang singkat. Kelopak mata Taehyung langsung terbuka, menunjukkan ketertegunan seiring dengan genggaman pada tangan Sana yang terlepas.
Wajah Sana merah padam, sebelum ia menutupi kedua wajahnya menggunakan kedua tangannya dan melarikan diri setelah melakukan hal gila yang dikatakan oleh Chungha sebelumnya.
Taehyung menegakkan tubuhnya masih dalam keadaan tertegun dan hanya bisa memandang punggung Sana yang semakin menjauhi tempatnya. Untuk sesaat, wajah arogannya itu memperlihatkan sebuah kebodohan. Tangannya bergerak menyentuh tengkuknya.
Masih dalam keadaan bingung, ia bergumam, "apa yang dia lakukan?"
Selesai di tulis : 31.05.2020
Di publikasikan : 31.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top