Lembar 25
Taehyung berdiri di samping mobil setelah membukakan pintu mobil untuk Sana, dan terhitung sudah sepuluh menit sejak ia berdiri seperti itu namun Sana tak menunjukkan tanda bahwa gadis itu akan beranjak dari duduknya.
Saat ini keduanya telah berada di depan salah satu hotel bintang lima milik ayah Yohan. Tempat dimana pertemuan keluarga yang di katakan oleh Jaehyung kemarin di selenggarakan. Dan hal itulah yang membuat Sana enggan untuk turun atau bahkan menolak, setelah pelariannya beberapa waktu yang lalu mengalami kegagalan.
Taehyung sekilas memandang jam tangannya sebelum menegur Sana. "Sepuluh menit, kapan Nona akan berdiri?"
"Jika aku berdiri, kepalaku bisa terbentur. Jangan mengatakan hal yang bodoh," terucap dengan begitu acuh.
"Ayahmu sudah menunggumu di dalam."
Sana segera memandang lalu mencibir perkataan Taehyung yang harusnya memanggil ayahnya dengan sebutan Presdir, namun pemuda itu tak melakukannya, "frontal sekali."
"Waktu berpikir sudah habis—"
"Siapa yang sedang berpikir? Dari awal aku sudah menolak untuk datang. Jika kau tidak memaksaku, aku juga tidak akan ada di sini."
Taehyung mengulurkan tangannya dan membuat Sana bingung. "Apa maksudnya ini?"
"Berhubung aku masih bisa bersikap baik. Jangan mengujiku."
Sana memandang penuh kekesalan, namun ia kembali memiliki celah untuk menolak. Dia meraih ujung dasi Taehyung dan sempat membuat pandangannya Taehyung jatuh pada tangannya.
"Mendekatlah." Sana sedikit menarik dasi Taehyung yang kemudian sedikit membungkukkan badannya dengan kedua tangan yang bersandar pada badan mobil.
Sana lantas berucap dengan suara yang lebih pelan. "Bukankah tadi pagi kau mengatakan bahwa kau tidak suka jika aku dekat-dekat dengan Yohan?"
"Lalu?"
"Asal kau tahu saja, mereka melakukan pertemuan ini pasti ingin menjodohkanku dengan anak itu."
"Nona bisa menolaknya jika tidak ingin."
"Tidak ... sebagai anak perempuan yang baik, bukankah aku tidak boleh melawan perkataan ayahku?" terdengar begitu manis.
"Sayangnya Nona bukanlah wanita seperti itu."
Sisi manis Sana kembali menghilang seiring satu pukulan yang mendarat di dada Taehyung. "Tidak bisakah sekali saja kau tidak membuat kesal?"
"Nona yang memulainya, aku hanya mengikuti alur."
"Mengikuti alur katamu!"
"Cepat keluar atau aku akan memaksa Nona."
Sana menghela napas dan mengibaskan tangannya guna mengusir Taehyung, namun pemuda itu justru mendapatkan pergelangan tangannya dan menariknya keluar.
"Ya! Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku, aku bilang aku tidak mau pergi ..."
Taehyung tak peduli dan berhasil membuat satu kaki Sana menapak pada halaman, namun saat itu genggaman pada pergelangan Sana terlepas ketika tubuhnya limbung dan jatuh terduduk setelah seseorang menarik bahunya lalu memukulnya dengan sangat keras.
"Yohan!" Sana memekik, marah. "Apa yang kau lakukan?" lalu turun dari mobil dan menghampiri Taehyung.
"Kau tidak apa-apa?" Sana menarik wajah Taehyung, memeriksa bekas pukulan Yohan yang membuat sudut bibir pemuda itu berdarah.
"Bibirmu terluka." Sana mengambil sapu tangan dan menggunakannya untuk mengusap darah yang menuruni dagu Taehyung. Namun Taehyung segera menyingkirkan tangan Sana dengan lembut dan menatap tajam pada pemuda yang baru saja memukulnya.
Bukan Taehyung yang bereaksi terlebih dulu. Melainkan Sana yang segera berdiri menghadap Yohan dengan tatapan marah. "Apa yang kau lakukan? Kenapa kau tiba-tiba memukulnya?"
Yohan menatap bingung. "Aku hanya ingin melindungi Noona. Dia sudah berbuat kurang aja pada Noona, kenapa Noona justru membelanya?"
"Apa yang dia lakukan? Dia tidak melakukan hal yang salah. Dia sedang sakit, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk dengannya? Kau mau bertanggung jawab?"
Yohan menggaruk alisnya. Sebelumnya ia pikir bahwa Taehyung sudah berbuat macam-macam karena menyeret Sana keluar dari mobil. Namun setelah mendengar ucapan Sana, dia masih tidak mengerti dengan keadaan di sana.
"Noona tidak perlu membelanya jika dia memang bersalah. Katakan pada paman Jaejoong untuk memecatnya."
"Itu bukan hakmu. Kim Taehyung milikku dan hanya aku yang berhak memecatnya," setelah mengucapkan hal itu, Sana justru terlihat linglung.
"Milikku? Sejak kapan dia menjadi milikku? Apa aku sudah tidak waras?" batin gadis itu, menuntut penjelasan pada dirinya sendiri dengan apa yang baru saja ia ucapkan.
Taehyung yang sudah berdiri tiba-tiba menggenggam telapak tangan Sana secara sengaja dan sempat membuat Sana sedikit terlonjak. Hal itu membuat pandangan Yohan tertuju ke arah tangan mereka berdua sebelum beradu pandang dengan Taehyung.
Taehyung lantas berucap tanpa ingin memperpanjang masalah, "sepertinya kau harus belajar bagaimana cara bersikap lebih sopan lagi pada orang asing. Terima kasih untuk sapaanmu malam ini."
Taehyung lantas menutup pintu mobil dengan kasar dan segera membawa Sana memasuki gedung. Meninggalkan Yohan yang tampak menghembuskan napas beratnya.
"Bersihkan darahmu." Sana kembali mengusap sudut bibir Taehyung, namun sama sekali tak ada kelembutan dan justru semakin memperparah luka kecil itu.
Taehyung dengan cepat mengambil sapu tangan itu dan menggunakannya untuk menutupi mulutnya.
"Kau baik-baik saja? Apa itu sakit?"
"Tolong jangan bicara dulu," gumam Taehyung yang tengah menahan kekesalannya. Meski sangat berat, pada akhirnya ia harus merelakan luka di sudut bibirnya tanpa bisa memberikan balasan pada pemuda yang kini menyusul mereka di belakang.
Genggaman tangan keduanya terlepas ketika memasuki lift. Dan Sana yang melihat Yohan berjalan ke arah mereka, segera menutup pintu lift dan meninggalkan Yohan begitu saja.
Beberapa menit kemudian keduanya sampai di lantai tujuan mereka. Memasuki sebuah restoran yang sengaja di kosongkan untuk pertemuan itu, Taehyung berjalan terlebih dulu dan setelahnya ia membiarkan Sana pergi seorang diri menghampiri keluarga gadis itu, di saat ia sendiri berdiri di samping Jaehyung.
Jaehyung memandang aneh pada wajah Taehyung sebelum menegur. "Ada apa dengan bibirmu?"
"Sedikit kecelakaan."
"Bukan Sana, kan yang melakukannya?"
Taehyung tersenyum tipis. "Semua baik-baik saja," jawaban tak memihak yang justru membuat Jaehyung berpikir bahwa Sana lah yang melakukannya.
Sana berjalan mendekati kedua keluarga yang tengah berkumpul itu. Dimana di sana sudah duduk berhadapan, kedua orangtuanya serta kedua orangtua Yohan. Soo Ae yang menyadari kedatangannya pun segera berdiri untuk memberikan sambutan.
"Kau sudah datang?"
"Aigoo ... jadi ini Sana kecil kita? Dia sudah tumbuh dewasa rupanya," tegur ibu Yohan dengan senyum ramahnya yang di balas dengan senyum paksa oleh Sana.
Soo Ae memegang bahu Sana. "Duduklah."
Menepis lembut tangan Soo Ae dari bahunya, Sana segera menempati tempat duduk yang berada tepat di samping Soo Ae. Dari arah Sana datang, Yohan menyusul dan menarik perhatian Junsu.
"Ah ... itu dia, putraku baru datang."
Yohan datang dengan seulas senyum ramah setelah sempat bertatapan sengit dengan Taehyung. Sekilas membungkukkan badannya, pemuda itu lantas memberi salam, "apa kabar, Paman, Bibi. Maaf atas kedatanganku yang terlambat."
Jaejoong menyahut, "tidak ... tidak masalah, anak muda memang sangat sibuk. Lagi pula kau tidak terlambat."
"Duduklah," ucap ibu Yohan yang kemudian membimbing putranya duduk di sampingnya dan berhadapan langsung dengan Sana.
Pandangan keduanya di pertemukan, namun Sana segera mengalihkan pandangannya dengan tatapan jengah. Dan acara makan malam pun di mulai dengan perbincangan hangat yang memaksa Sana untuk bersikap lebih manis lagi meski senyumnya cepat memudar ketika ia bertemu pandang dengan Yohan.
Sebenarnya ia tidak terlalu mempermasalahkan insiden sebelumnya. Yang menjadi masalah besar bagi Sana adalah apa yang akan terjadi setelah makan malam itu berakhir, dan semua itu benar-benar datang seperti mimpi buruk bagi Sana ketika meja telah dikosongkan.
Junsu kembali menyambung pembicaraan, "sudah lama sekali rasanya kita tidak berkumpul seperti ini."
Jaejoong menyahut, "benar. Tapi ingatlah bahwa kita sering keluar bersama tanpa istri ataupun anak kita."
Tawa ringan terdengar di meja itu dan Sana mulai menyadari ada yang berbeda dari tatapan Junsu padanya.
Ibu Yohan kemudian turut menyahut, "bibi dengar kalian menempati kelas yang sama, apa Yohan sering menyusahkanmu, Sana?"
Yohan menunggu jawaban dan Sana tersenyum canggung terlebih dulu sebelum menjawab, "tidak, Yohan justru sering membantuku. Putra Bibi sangat baik padaku."
"Syukurlah ..." ibu Yohan menepuk bahu Yohan beberapa kali. "Bibi pikir anak nakal ini tidak akan pernah dewasa."
"Apa yang Ibu katakan? Bagaimana bisa menjelek-jelekkan putra sendiri di depan orang lain?" pernyataan yang kembali mengundang tawa di meja itu.
"Sudah semakin larut malam, haruskah kita beralih ke pembicaraan yang lebih serius lagi?"
Wajah Sana kembali terlihat kaku setelah mendengar usulan dari Junsu yang justru di sambut baik oleh ayahnya.
"Tentu saja, siapa yang akan berbicara lebih dulu?"
Junsu tersenyum lebar. "Aku rasa pihak laki-laki yang harus memulai pembicaraan ini."
"Kalau begitu silahkan."
Semua orang mengalihkan pandangan mereka pada Yohan yang tetap bersikap santai dan Sana yang terlihat semakin kaku.
Junsu lantas kembali membuka suara, "anak-anak, ada hal serius yang ingin kami sampaikan pada kalian."
"Apakah itu?" sahut Yohan, berpura-pura tak tahu menahu meski sebelumnya ia sudah diberi tahu oleh ibunya.
"Saat kalian masih kecil, kami sudah merencanakan perjodohan untuk kalian. Dan kami pikir, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyusun masa depan kalian."
Pandangan Sana tertuju ke bawah meja sembari menggigit bibir bawahnya. Wajah kakunya kini berubah menjadi resah, disaat senyum itu terlihat di wajah Yohan. Sana tahu bahwa akhirnya akan seperti ini, tapi ia tidak tahu harus bersikap seperti apa.
"Bagaimana menurutmu, Yohan?"
"Aku tidak keberatan, aku akan mengikuti bagaimana baiknya saja."
"Sana, bagaimana denganmu?" kali ini Jaejoong yang bertanya pada putrinya.
Sana segera mengangkat pandangannya dan berucap dengan tenang tanpa menunjukkan sifat arogannya, "aku minta maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa mengikuti kemauan kalian."
Hal mengejutkan itu datang, namun Junsu menyikapinya dengan seulas senyum. "Jika boleh paman tahu, apa alasanmu? Apa Yohan tidak cukup baik untukmu?"
"Bukan seperti itu, hanya saja ... aku masih muda dan aku ingin membangun karirku terlebih dulu sebelum menikah. Aku belum ingin terikat dengan hubungan pernikahan seperti yang kalian inginkan."
Jaejoong menyahut, "kau salahpaham, Sana. Kami tidak menyuruh kalian menikah dalam waktu dekat, kami hanya ingin agar kalian meresmikan hubungan kalian dalam sebuah pertunangan."
Yohan turut menyahut, "jika itu sangat mengganggu Noona, aku pun juga tidak bisa melanjutkan semua ini. Aku bisa menunggu sampai Noona bersedia melakukannya."
"Tidak ... Bukan seperti itu," Soo Ae menyahuti dan mengusap surai Sana. "Sana hanya merasa terkejut dengan semua ini. Kau harus memikirkan semuanya baik-baik sebelum mengambil keputusan."
Sana berpaling, jujur saja ia tidak suka dengan sikap Soo Ae. Namun ia tak bisa menunjukkan penolakannya terhadap wanita itu.
"Jadi, bagaimana?" ucap Junsu.
Jaejoong menjawab, "kita berikan waktu bagi anak muda sembari kita menyusun rencana."
Sana tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Maaf, aku harus pergi sekarang. Selamat malam."
Sana lantas pergi begitu saja dengan langkah yang terkesan buru-buru. Dan setelah ia melewati tempat Taehyung, pemuda itu dengan cepat menyusul di belakangnya.
Memasuki lift, helaan napas Sana terdengar begitu kesal sebelum ia melampiaskan kekesalannya pada pemuda di sampingnya.
"Aku sudah mengatakan padamu, dan sekarang lihat apa yang terjadi? Aku masih muda, masa depanku masih panjang. Bisa-bisanya mereka menyuruhku menikah dengan anak itu. Mereka pikir ini masuk akal!"
"Jika tidak mau, Nona tinggal menolaknya. Tidak ada yang sulit dari itu."
Sana dengan gemas memukul lengan Taehyung. "Bicara memang mudah! Coba saja jika kau berada di posisiku."
"Aku seorang pria. Aku hanya memimpin, bukannya diperintah."
"Sungguh? Kalau begitu kenapa kau bekerja jika kau tidak ingin di perintah? Konyol sekali hidupmu!" Sana tersenyum tak percaya, namun setelahnya ia segera memijat keningnya dan menyandarkannya pada lengan Taehyung.
"Ini mimpi buruk. Jika kau bisa, bawa aku pergi jauh dari kenyataan ini."
Taehyung memandang dan seulas senyum miring terlihat di wajahnya sebelum hilang ketika Sana berpaling sembari berteriak frustasi.
"Aku harus bagaimana sekarang ... kau mengacaukan semuanya! Jika kau tidak membawaku kemari, semuanya tidak akan seperti ini."
"Jika bukan malam ini, maka hal itu akan terjadi di malam selanjutnya. Nona tidak bisa melarikan diri ... ingin mendengar solusi dariku?"
Sana mendekat dengan tangan yang berkacak pinggang. "Apa?"
"Carilah pria dan menikahlah dengan pria itu lalu perkenalkan pada keluarga Nona." Sebelah alis Taehyung sekilas terangkat dan sempat membuat Sana terdiam beberapa detik.
"Harusnya aku tidak bicara dengan orang sinting sepertimu."
Selesai di tulis : 30.05.2020
Di publikasikan : 30.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top