Lembar 24

    Taehyung memasuki paviliun. Mengabaikan Sana yang duduk seperti orang linglung di ruang tamu dan bergegas ke kamarnya sendiri. Membuka pintu kamarnya, pandangan Taehyung segera menemukan sebuah buku yang tergeletak di lantai. Ia pun berjalan masuk, tak lupa menutup pintu sebelum melangkahkan kakinya menuju meja belajar.

    Sekilas membungkuk, Taehyung mengambil bukunya dan sedikit tertegun ketika buku di meja belajarnya sedikit berantakan. Dahinya menunjukkan kerutan ketika ia sekilas memandang pintu masuk.

    Dia bergumam, "apa yang dia lakukan di sini?"

    Tak merasa menyembunyikan sesuatu yang penting di ruangan itu, Taehyung lebih memilih acuh dan segera mengambil pakaian ganti sebelum masuk ke kamar mandi tanpa peduli dengan keadaan Sana yang masih tetap duduk di kursi dengan tatapan seperti orang yang terguncang. Dan itu adalah imbas dari ia yang untuk kali pertama dalam hidupnya menaiki motor, terlebih dengan jarak yang cukup jauh.

    Dalam hati, Sana mengutuk Taehyung. Terlebih ketika orang itu justru menaikkan kecepatan ketika ia menyuruh untuk berhenti. Sana menghela napas dengan punggung yang terjatuh pada sandaran sofa—sepertinya dia baru sadar dari lamunannya. Namun masih bisa ia rasakan kakinya yang terasa lemas.

    Dia lantas bergumam dengan penuh penekanan, "berani-beraninya orang itu memperlakukanku seperti ini. Jika aku tidak bisa berjalan lagi, bagaimana?"

    Sana memijat keningnya dan saat itu Jaehyung datang dengan senyuman manis seperti biasa yang justru membuat Sana menatap curiga pada pria itu.

    "Kau baru pulang?"

    "Keluar, keluar ... jangan bicara apa-apa, keluarlah dari rumahku," ucap Sana tanpa minat, seakan ia yang sudah mengetahui tujuan Jaehyung datang ke sana.

    Bukannya menurut, Jaehyung justru duduk berseberangan dengan Sana dan memandang ke sekeliling untuk beberapa waktu. "Di mana Kim Taehyung?"

    "Mana aku tahu, memangnya aku ibunya?"

    Senyum Jaehyung melebar. "Dia membawamu pulang dengan mengendarai motornya?"

    "Apa itu rencanamu?"

    "Untuk apa aku merencakan hal seperti itu? Jangan bicara sembarangan."

    "Katakan padanya untuk tidak lagi membawa benda seperti itu. Aku bahkan hampir mati karena hal itu."

    Dari belakang Taehyung datang dengan hanya mengenakan kemeja putih sebagai atasan.

    Jaehyung kemudian berucap, "katakan sendiri saja padanya."

    Sana menegakkan tubuhnya dan segera menolehkan wajahnya. Mendapati Taehyung yang kemudian berdiri di sampingnya tanpa rasa bersalah. Keduanya bertemu pandang. Taehyung yang acuh dan Sana yang terlihat kesal hingga suara Jaehyung berhasil menarik perhatian mereka.

    "Bagaimana keadaanmu?"

    "Tidak baik," ketus Sana.

    "Aku tidak bertanya padamu, aku bertanya pada Kepala Keamanan Kim."

    Sana kembali menyandarkan punggungnya dengan tangan bersedekap dan juga lutut yang tertumpuk.

    Taehyung lantas menyahut, "aku sudah merasa lebih baik."

    "Kau harus menjaga pola makanmu. Jika sampai parah, bisa saja membahayakan kesehatanmu."

    Taehyung tersenyum canggung. "Mungkin aku harus mengurangi konsumsi Ramyeon-ku."

    "Itu harus. Selama ada makanan lain, kenapa harus memakan Ramyeon?"

    Kekesalan Sana berkurang. Diam-diam mencuri pandang pada Taehyung. Rasa bersalah kembali menyeruak meski hanya sedikit ketika ia mengingat kembali bahwa selama ini dia jarang sekali melihat Taehyung makan, terlebih saat mereka berada di Kampus. Dan sekalinya melihat Taehyung makan, pemuda itu pasti makan Ramyeon. Bahkan ia melihat ada banyak stock Ramyeon di dapur. Ia sempat berpikir bahwa mungkin saja Taehyung adalah manusia Ramyeon yang tidak bisa hidup tanpa Ramyeon. Namun sepertinya anggapan itu salah.

    "Duduklah, ada yang ingin kubicarakan."

    "Hyeong bisa bicara sekarang," tolak Taehyung secara halus.

    "Tidak usah sungkan begitu. Kau sudah tinggal di sini, itu berarti kau bagian dari keluarga ini. Duduklah, jangan pedulikan anak itu."

    Sana mencibir dengan suara yang tak jelas, dan setelahnya Taehyung menempatkan diri duduk di samping Sana dengan jarak setengah meter di antara keduanya.

    "Apa yang ingin Hyeong bicarakan?"

    "Keluarga Kim Junsu mengirimkan undangan makan malam—"

    Sana menyahut tanpa minat. "Jangan memintaku untuk datang, aku sangat sibuk besok."

    Kedua pria itu memilih tidak peduli dan melanjutkan pembicaraan. "Ini adalah pertemuan keluarga setelah waktu yang cukup lama, jadi ini adalah pertemuan yang sangat penting."

    "Jam berapa acaranya?"

    Sana memandang tak terima. "Kenapa kau yang memutuskan? Aku tidak ingin pergi."

    Jaehyung menjawab pertanyaan Taehyung. "Pukul tujuh. Untuk lokasinya aku belum mengkonfirmasi, akan kukirimkan padamu setelah aku mengeceknya kembali."

    "Apa-apaan kalian ini? Siapa yang ingin pergi? Jika ingin pergi, pergi saja sendiri." Sana beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar dengan langkah yang tampak kesal.

    "Besok malam, pastikan kau membawa Sana ke tempat pertemuan. Ini adalah pertemuan yang sangat penting."

    "Aku akan melakukan yang terbaik. Hyeong tidak perlu khawatir."

    "Jika dia sangat menyulitkanmu, kau boleh mengikatnya besok."

    Keduanya tertawa ringan untuk beberapa saat ketika pembicaraan mereka berubah menjadi lebih santai dan tanpa di sadari oleh keduanya, bahwa saat itu Sana memperhatikan keduanya dari celah kecil yang ia buat pada pintu. Bukan Jaehyung, melainkan Taehyung lah yang menarik perhatian Sana kala itu.

    Malam berlalu, hari berganti dan pagi kembali menyapa. Dengan pakaian yang sudah rapi dan jas yang menyampir di lengannya, Taehyung keluar dari kamar sembari mengikat dasinya. Berhenti di depan kamar Sana, tangannya lantas mengetuk pintu kayu di hadapannya sebelum membuka pintu itu secara perlahan.

    Pergerakan Taehyung terhenti di ambang pintu ketika pendengarannya menangkap suara yang berasal dari arah dapur. Setelah tak di lihatnya Sana berada di kamar, ia pun kembali menutup pintu dan berjalan menuju dapur.

    Sebelah alis Taehyung sempat terangkat ketika ia melihat pagi itu untuk kali pertama, Sana sibuk di dapur. Menyampirkan jasnya di sandaran kursi, Taehyung berjalan mendekati Sana dan benar-benar merasa asing ketika melihat gadis menyebalkan itu memasak.

    Sana melangkah mundur, hendak berbalik untuk mengambil sesuatu. Namun saat itu punggungnya justru menabrak Taehyung yang sudah berada di belakangnya dan sontak membuatnya terlonjak.

    Sana langsung berbalik dengan sendok di tangannya yang terangkat setinggi bahu.

    "Tidak bisakah permisi terlebih dulu? Minggir!"

    Sana mendorong bahu Taehyung. Namun bukannya Taehyung yang menyingkir namun justru dirinya lah yang terhuyung ketika bahkan Taehyung sama sekali tak berpindah dari tempatnya. Gadis itu menatap tajam, namun Taehyung mengabaikan dan kembali pada tujuan awalnya.

    Taehyung membuka lemari yang menggantung di atas meja dimana ia meletakkan stock Ramyeon-nya. Namun saat itu ia tertegun ketika tak ada satupun Ramyeon yang tersisa di tempat itu, sementara Sana berjalan di belakangnya setelah mengambil dua mangkuk berukuran sedang.

    Tak ingin berprasangka buruk terhadap gadis yang saat itu berada di balik punggungnya, Taehyung memeriksa lemari lainnya. Namun setelah semua lemari ia jelajahi, ia tak dapat menemukan satupun Ramyeon dan hal itulah yang membuatnya kembali menghampiri Sana. Berdiri tepat di belakang gadis itu dengan raut wajah yang sedikit kesal.

    "Kau kemanakan semua Ramyeon-ku?"

    Pergerakan Sana sempat terhenti untuk beberapa detik sebelum ekor matanya bergerak ke samping. Ia berucap dengan acuh, "aku tidak merasa pernah memakan Ramyeon-mu. Berhenti melontarkan tuduhan tidak masuk akal itu padaku."

    "Kau membuangnya?"

    Sana segera berbalik dan menyodorkan satu mangkuk Dakjuk yang masih panas ke arah Taehyung dengan sedikit kasar hingga refleks tangan Taehyung menahan mangkuk tersebut.

    "Mulai sekarang gunakan mulutmu itu dengan baik." Sana melepaskan mangkuk tersebut dan kembali memunggungi Taehyung. Namun seketika kegugupan terlihat di wajah gadis itu yang memperlihatkan semburat merah.

    Pandangan Taehyung jatuh pada semangkuk Dakjuk di tangannya hingga sadar atau tidak, seulas senyum tertarik dengan lembut di kedua sudut bibirnya.

    "Terima kasih," satu ucapan yang benar-benar tulus itu lantas mengantarkan langkah kaki Taehyung meninggalkan Sana dan duduk di kursi meja makan.

    Masih berdiri di tempatnya. Seulas senyum yang tampak ragu-ragu terlihat di sudut bibir Sana, namun hal itu tak berlangsung lama karena gadis itu segera menyadarkan dirinya sendiri dan kembali pada wajah angkuhnya.

    Membawa sebuah nampan dengan satu mangkuk Dakjuk untuk dirinya sendiri. Sana berjalan menghampiri Taehyung dan duduk berseberangan. Pandangan keduanya sempat di pertemukan, namun Sana tetap bersikap acuh seperti sebelumnya. Dan untuk kali pertama, mereka makan di meja yang sama dengan keadaan yang lebih tenang.

    Di sela makannya, Taehyung kerap memandang Sana. Namun bukanlah ketulusan yang berada di sorot matanya kala ia tahu alasan kenapa gadis di hadapannya itu memberikannya semangkuk Dakjuk. Taehyung menebak bahwa Sana merasa prihatin setelah mendengar kabar bahwa dia masuk Rumah Sakit akibat asam lambung. Dan itu berarti, gadis itu sudah mulai luluh padanya.

    Sana yang diam-diam mencuri pandang menggunakan ekor matanya pun pada akhirnya menangkap basah Taehyung yang kerap memandangnya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

    Sana berdehem dan dengan terang-terangan memandang Taehyung. Dia berucap, "kau sedang menyusun rencana licik untukku?"

    Salah satu sudut bibir Taehyung sedikit terangkat. "Kenapa Nona berpikir seperti itu?"

    Sana mengangkat sendok di tangannya, menggunakan benda itu untuk menunjuk Taehyung sembari berucap, "wajahmu sudah menunjukkan semuanya, Tuan Kim Taehyung."

    Senyum Taehyung melebar dengan lembut, namun tak sampai menampilkan giginya. Dengan ketenangan yang selalu ia miliki, ia pun berucap, "jika aku memang benar merencakan sesuatu yang licik kepada Nona, apakah Nona akan menjauh ... atau justru datang padaku?"

    Sana sekilas mengalihkan pandangannya dengan tawa pelan tak percayanya yang kemudian membimbing pandangannya untuk kembali menemukan Taehyung.

    "Memangnya apa yang bisa kau ambil dariku? Asal kau tahu saja, aku tidak memiliki sesuatu yang berguna untukmu."

    "Kalau begitu katakan padaku. Apa yang di lihat anak itu dari Nona sehingga dia mengejar-ngejar Nona, meski Nona sudah memberikan penolakan?"

    Sana sejenak berpikir. Mencoba menangkap orang yang di maksud oleh Taehyung sebelum satu nama muncul di benaknya. "Maksudmu Yohan?"

    "Sepertinya Nona akan sulit melepaskan diri dari anak itu."

    Sana tersenyum tak percaya. "Jangan bercanda ... memangnya siapa dia?"

    "Jangan pernah menerima anak itu."

    Sana tertegun. Pandangannya yang sempat teralihkan itu lantas kembali menemukan wajah tak berperasaan milik seorang Kim Taehyung.

    "Kenapa? Kenapa aku tidak boleh menerima anak itu?"

    "Aku tidak menyukainya."

    Mata Sana mengerjap. Otaknya tak mau bekerja untuk mencerna perkataan Taehyung yang sedikit ambigu di pendengarannya. Namun dengan tak tahu dirinya, Taehyung justru melanjutkan sarapannya yang tertunda.

    "Apa, apa maksudmu bicara seperti itu?"

    "Tanpa kujelaskan sekalipun, Nona sudah tahu jawaban."

    "Apa?"

    Hanya seulas senyum misterius yang di dapatkan oleh Sana setelahnya, meski sebanyak apapun ia menuntut jawaban pada pemuda itu.

Selesai di tulis : 23.05.2020
Di publikasikan : 24.05.2020

Dakjuk, semacam bubur ayam yang terbuat dari daging ayam yang di rebus dalam air dengan campuran bawang merah dan bawang putih yang kemudian di tambahkan nasi lalu di masak hingga matang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top