Lembar 22.
"Eomma." Jisoo terduduk di tepi ranjang dan tengah terlibat pembicaraan di telepon bersama seseorang yang ia panggil dengan sebutan 'Ibu'.
"Dia baik-baik saja, aku membawanya ke apartemenku."
Pandangan Jisoo mengarah pada sosok Taehyung yang tidur di sampingnya. Setelah insiden di pesta ulang tahun perusahaan Jaejoong, Jisoo secara diam-diam membawa Taehyung pergi dari sana. Dan karena tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju, pada akhirnya ia membawa pemuda itu ke apartemennya.
"Dia sudah tidur sekarang. Eomma tidak perlu kemari, dia sudah baik-baik saja sekarang."
Jisoo menggaruk keningnya ketika mendapatkan nasehat dari ibunya. Garis wajahnya menunjukkan sebuah kecemasan.
"Eomma tenang saja ... ini sudah malam, Seokjin tidak akan kemari."
Perhatian Jisoo teralihkan oleh bel apartemennya yang berbunyi. Merasa heran karena tidak biasa menerima tamu di malam hari sekalipun itu Seokjin.
"Eomma, aku matikan dulu. Eomma tidak perlu datang kemari, aku bisa merawat Taehyung sendiri."
Jisoo memutuskan sambungan dan segera beranjak dari duduknya. Meninggalkan kamarnya dengan ponsel yang berada di tangannya, wanita muda itu berjalan ke arah pintu. Namun sebelumnya ia melihat siapakah yang bertamu malam itu dari monitor yang menempel pada dinding.
Merasa bingung karena tak melihat siapapun, Jisoo lantas menekan salah satu tombol di sana dan berucap, "siapa di luar?"
"Siapa lagi jika bukan aku."
Netra Jisoo membulat terkejut ketika saat itu Seokjin muncul di monitor dengan seulas senyumnya.
"Buka pintunya."
Jisoo gelisah. "T-tunggu sebentar."
Dengan cepat ia kembali ke kamar. Membungkukkan tubuhnya, Jisoo menepuk pelan wajah Taehyung guna membangunkan pemuda itu.
"Taehyung ... Kim Taehyung, bangunlah."
Perlahan kelopak mata Taehyung terbuka dan tatapan sayu itu segera menemukan wajah Jisoo yang berada tepat di hadapannya.
"Seokjin datang kemari."
Netra yang setengah terbuka itu lantas melebar. Taehyung hendak bangkit, namun Jisoo segera menahan bahunya.
"Kau di sini saja, jangan kemana-mana dan jangan bersuara. Aku akan menemuinya di luar."
Setelah mengatakan hal itu, Jisoo pergi ke kamar mandi dan sedikit membasahi rambutnya, baru setelah itu ia bergegas kembali ke ruang tamu. Sedikit membenahi rambutnya, ia berdehem dan membukakan pintu untuk Seokjin.
Seokjin mendekat dan menyandarkan tangan kirinya di pintu dengan tangan kanan yang berada di pinggang.
"Kenapa lama sekali hanya untuk membuka pintu?"
"Aku baru saja selesai mandi."
Sebelah alis Seokjin terangkat. Sekilas memperhatikan Jisoo dari atas ke bawah. "Kenapa baru mandi semalam ini? Kau tidak baru saja sampai rumah, kan?" terdengar menyelidik.
"Tentu saja tidak. Dari pesta aku ketiduran dan baru sempat mandi sekarang. Kenapa kau kemari?"
Seokjin sekilas melongokkan kepalanya keluar untuk melihat keadaan di lorong sebelum kembali memandang Jisoo. "Kau tidak ingin menyuruhku masuk?"
Jisoo tersenyum tak percaya dan kemudian menggandeng lengan Seokjin, membawa tunangannya itu untuk memasuki kediamannya.
Keduanya duduk di ruang tamu dan tangan Jisoo segera terlepas dari lengan Seokjin ketika pria itu menghadapkan tubuh ke arahnya.
"Kenapa melihatku seperti itu?" protes Jisoo ketika melihat Seokjin menatapnya penuh selidik.
"Kenapa kau tiba-tiba menghilang dari pesta?"
"Aku hanya merasa kurang sehat."
"Kau bisa memberitahuku dan aku akan mengantarmu pulang, kenapa kau justru pergi begitu saja?"
"Itu acara penting perusahaan, aku tidak ingin merepotkanmu."
"Biar kulihat." Seokjin menempelkan punggung tangannya pada kening Jisoo dan tampak mempertimbangkan sesuatu untuk beberapa detik sebelum kembali berucap, "tidak demam."
Jisoo segera menurunkan tangan Seokjin dan menahannya di pangkuannya. "Memangnya siapa yang mengatakan aku demam?" terlihat sedikit kesal.
"Aku ingin memeriksamu, tapi aku tidak membawa apapun ... katakan padaku keluhanmu."
"Aku hanya merasa sedikit mual."
Seokjin tertegun. "Mual?"
Jisoo mengangguk.
"Jangan hamil dulu, aku bahkan belum macam-macam padamu."
Senyum Seokjin melebar, dan saat itu Jisoo memukul bahunya dengan kesal hingga tawa ringan pria itu berhasil mengusik pendengaran Taehyung yang saat itu mengawasi keduanya melalui celah kecil pintu yang ia buat.
"Aku hanya bercanda ... maafkan aku."
"Itu sama sekali tidak lucu."
Seokjin mengulum senyumnya dan meraih tangan Jisoo. "Biar aku memeriksamu." Dia kemudian memeriksa denyut nadi Jisoo. Bukan untuk memeriksa keadaan Jisoo, melainkan sebagai formalitas karena setelahnya dia justru mengusap telapak tangan wanita itu.
"Apa itu termasuk dalam pemeriksaan?"
Seokjin mengangguk dan Jisoo tersenyum tak percaya sebelum menyandarkan lengannya pada sandaran sofa dan menyangga kepalanya.
"Kenapa kau datang kemari semalam ini?"
Seokjin memandang dan mengikuti apa yang sebelumnya di lakukan oleh Jisoo, tanpa melepaskan satu tangan Jisoo yang ia genggam.
"Tunanganku tiba-tiba pergi dari pesta setelah bertemu pria asing, tentu saja aku harus memastikannya."
"Memastikan apa?"
"Memastikan bahwa pria itu tidak berada di kamarmu sekarang."
Batin Jisoo tersentak, namun ia mencoba untuk tetap bersikap tenang dan mengulas senyumnya yang terlihat sedikit canggung. "Apa yang sedang kau bicarakan? Aku belum sekalipun membawa pria asing ke apartemenku."
"Aku melihatmu ... di pesta, bersama Kepala Keamanan Kim."
Kali ini Jisoo benar-benar terkejut hingga ia segera menegakkan tubuhnya, namun tidak dengan Seokjin yang justru terlihat sangat santai.
"Kau terkejut?" Senyum Seokjin melebar. Namun senyum itu di tujukan untuk mengintimidasi lawan bicaranya.
"Kau sudah salahpaham ..."
"Tentu saja aku salahpaham ..." Suara Seokjin sedikit meninggi, namun tak berniat untuk marah. "Kau memegang wajah pria lain seperti itu. Bahkan kau tidak pernah memegang wajahku sekali saja."
Jisoo tertegun. Dia pikir Seokjin tahu ketika dia memeluk Taehyung, dan hal itulah yang kemudian membuatnya tertawa sembari sekilas memukul lengan Seokjin.
"Kenapa kau tertawa? Aku sedang serius."
Jisoo mendekat dan kembali menyandarkan kepalanya seperti sebelumnya namun dengan jarak yang lebih dekat dengan wajah Seokjin. Dia mengulum senyumnya dan mendapatkan tatapan menyelidik dari Seokjin.
"Ada apa dengan senyummu itu?"
"Jadi kau datang hanya untuk hal itu?"
"Menurutmu?"
Jisoo menjatuhkan pandangannya pada tangannya yang kemudian bermain dengan dasi Seokjin. "Aku pikir kau benar-benar mengkhawatirkanku."
Seokjin menarik dagu Jisoo agar wanita itu kembali memandangnya. "Jangan mengalihkan pembicaraan. Sekarang jelaskan padaku."
"Kau ingin mendengarkan penjelasan seperti apa, Dokter Kim?"
"Penjelasan yang benar-benar jelas ... kau mengenal Kim Taehyung?"
"Dia Kepala Keamanan adikmu."
"Jangan mempermainkanku. Aku tidak akan bersabar lagi setelah ini."
Jisoo tertawa pelan untuk beberapa detik sebelum kembali memandang Seokjin dengan senyum yang tertahan di kedua sudut bibirnya.
"Katakan."
"Mata Kepala Keamanan Kim waktu itu kemasukan sesuatu, jadi aku mencoba membantunya."
"Sesederhana itu?"
"Memangnya apa lagi? Itulah yang terjadi ... kenapa? Kau cemburu?"
Seokjin menatap jengah dan bergumam, "kenapa kau menanyakan hal yang sudah jelas kau tahu jawabannya?"
Jisoo kembali tertawa sebelum sedikit tersentak ketika Seokjin tiba-tiba menarik pinggangnya.
Seokjin kemudian berucap dengan suara yang pelan namun tak berbisik dan terdengar sangat serius, "aku serius. Jangan sampai kau bermain di belakangku."
"Kuingatkan padamu Tuan Kim Seokjin. Menurutmu berapa wanita yang harus menjadi sainganku untuk bisa mendapatkanmu?" Sebelah alis Jisoo sekilas terangkat.
"Itulah sebabnya. Karena aku terlalu berharga untuk di campakan, kau harus benar-benar menjagaku dengan baik."
"Jangan mengancamku. Aku tidak akan berpaling darimu."
Seokjin mengangguk ringan namun tampak meremehkan ucapan Jisoo dan mendapatkannya satu pukulan di dada dari wanita itu.
"Respon macam apa itu?"
"Sudah sedekat ini ... haruskah kita berciuman?"
"Pulanglah."
"Aku sudah datang jauh-jauh."
"Tidak ada yang memintaku datang kemari."
"Kau terlalu kejam."
"Ini sudah larut malam. Sekarang pulanglah."
"Aku akan menginap di sini."
"Jangan mengada-ada."
Seokjin tak merespon, tak juga mengalihkan pandangannya dari wajah Jisoo dan itu berlaku untuk beberapa detik setelahnya.
"Pulanglah."
Seokjin menarik Jisoo sedikit kasar, memutuskan jarak di antara keduanya dan mereka pun berciuman. Membuat Taehyung berpaling dengan kedua tangan yang mengepal kuat dan juga rahang yang mengeras. Dalam hatinya, ia ingin keluar dari ruangan itu dan segera menghajar pria bernama Kim Seokjin itu menggunakan tangannya sendiri.
Setelah Seokjin meninggalkan apartemennya, Jisoo kembali ke kamarnya. Namun tepat saat ia melangkah masuk, sebuah teguran datang dari samping.
"Tinggalkan dia."
Jisoo menoleh dan menemukan sosok Taehyung berdiri di samping pintu dengan punggung yang bersandar pada dinding. Jisoo kemudian menutup pintu dan beralih berdiri di hadapan Taehyung yang memberinya tatapan tak bersahabat seperti pertemuan pertama mereka.
"Sejak kapan kau berdiri di sini?"
"Putuskan hubunganmu dengannya."
"Aku tidak mau," jawab Jisoo dengan tenang.
"Kau mencintainya?"
"Kita tidak perlu membahas hal ini."
"Kau sudah jatuh cinta padanya? Benar?"
"Tidak ada hubungannya dengan perasaanku."
"Kalau begitu akhiri semuanya," suara Taehyung tiba-tiba meninggi. "Aku muak melihat kalian ... tinggalkan pria itu."
Jisoo sejenak terdiam dengan pandangan yang berpaling dan dalam beberapa detik kembali pada Taehyung.
Dia lantas berucap, "kalau begitu, bisakah kau meninggalkan Sana?"
Netra Taehyung semakin menajam, dan Jisoo melanjutkan, "kau menyuruhku meninggalkan Seokjin. Tapi bisakah kau meninggalkan Sana. Atau ... kau sudah mulai memiliki perasaan pada gadis itu."
"Jangan konyol."
Jisoo tersenyum lembut. "Jangan menuntutku, jangan menuntut kami. Dengan begitu, kami juga tidak akan menuntutmu."
"Ini juga demi kebaikanmu ... carilah laki-laki yang benar-benar bisa hidup bersamamu."
Taehyung beranjak dan hendak membuka pintu, namun Jisoo dengan cepat menahan lengannya.
"Kau ingin kemana?"
"Jangan pernah mencampuri urusanku."
"Kondisimu belum membaik. Menginaplah di sini."
Taehyung tak peduli dan kembali ingin membuka pintu, namun Jisoo justru membalik tubuhnya dengan kasar dan membentak. "Jangan keras kepala! Aku melakukan ini karena aku peduli padamu."
Jisoo mengunci pintu dari dalam dan mencabut kunci tersebut lalu membawanya. Berjalan ke arah ranjang, dia menyusup ke balik selimut. Berbaring dalam posisi miring membelakangi Taehyung.
Taehyung menghembuskan napas beratnya ke udaranya. Mencoba mengusir perasaan yang membuatnya sulit untuk mengambil pasokan udara. Dan malam itu, untuk kali pertama ia menginap di apartemen Jisoo. Wanita yang diam-diam selalu mengisi kekhawatirannya.
Selesai di tulus : 16.05.2020
Di publikasikan : 16.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top