Lembar 17.

"Boleh aku duduk di sini, Noona?"

Perhatian Sana teralihkan oleh suara yang sangat familiar berada di sampingnya, dia mendongak dan seketika mendapati senyum ramah milik Yohan yang justru membuat suasana hatinya bertambah buruk.

"Duduk saja."

Tanpa canggung Yohan pun memutari meja. Dia hendak duduk, namun perhatiannya teralihkan oleh sosok Taehyung yang menatapnya tanpa perubahan ekspresi.

"Eoh, Kepala Keamanan Kim di sini? Kita bertemu lagi, apa kabar?" Yohan sekilas menundukkan kepalanya yang bahkan di abaikan oleh Taehyung yang tak memiliki keinginan untuk memberikan sedikit respon.

Yohan lantas duduk di tempat yang sebelumnya di tinggalkan oleh Chungha. "Apa kelas tadi membosankan?"

"Tidak juga, kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Wajah Noona terlihat murung, seperti sedang mengalami masalah besar." seulas senyum tipis yang menegaskan bahwa perkataannya di tujukan untuk sebuah candaan.

Dan jika sudah seperti ini, mau tak mau Sana pun harus bersikap normal meski ia berharap bahwa Yohan tidak duduk di hadapannya.

"Aku lupa untuk bertanya, bagaimana kabarmu?"

"Seperti yang Noona lihat, aku baik-baik saja."

"Paman Junsu?"

"Ayahku sedang berlibur ke Hawai, tapi dia baik-baik saja."

Sana mengangguk-anggukkan kepalanya. Yohan kemudian melipat kedua tangannya di meja dan sedikit merapatkan tubuhnya. "Apa Noona ada waktu setelah ini?"

"Kenapa?"

"Sudah lama kita tidak makan bersama. Jika Noona memiliki waktu luang, mari kita pergi bersama setelah kelas selesai."

"Ah..." Sana tampak mempertimbangkan sesuatu, bukan untuk menimbang-nimbang apakah dia harus menolak atau menerima. Melainkan memikirkan bagaimana cara untuk menolak ajakan Yohan.

"Bagaimana? Noona ada waktu 'kan?"

"Aku minta maaf, sepertinya tidak bisa untuk hari ini. Ayahku memintaku untuk datang ke Rumah Sakit setelah ini."

"Ah... Begitu. Baiklah, kita bisa melakukannya kapan-kapan."

Sana menarik paksa senyumnya. Entah kenapa, dia merasa sedikit risih ketika berhadapan dengan Yohan yang sekarang. Padahal saat masih bocah, keduanya sangat sulit untuk di pisahkan. Namun seperti perkataan Sana sebelumnya, Yohan menjadi orang yang menakutkan baginya ketika bocah menggemaskan yang dulu, kini sudah tumbuh menjadi pemuda yang rupawan.

"Omong-omong, ayahku sedang menangani proyek dengan Paman Jaejoong."

"Benarkah?"

Yohan mengangguk dengan seulas senyum tipis yang masih bertengger di kedua sudut bibirnya.

"Ee... Aku ingin bertanya sesuatu pada Noona."

"Apa itu?"

Yohan terlihat sedikit canggung dan sempat melihat ke arah Taehyung sebelum berucap dengan lebih pelan kepada Sana, "Kepala Keamanan Kim, bagaimana Noona bisa mendapatkannya?"

Dahi Sana sempat mengernyit, namun dia tetap menjawab meski jawabannya terdengar begitu asal, "itu fasilitas yang di berikan oleh ayahku."

Senyum Yohan melebar. "Benarkah? Woah... Dia terlihat keren, aku pikir dia buatan Jepang."

Sana tersenyum tak percaya. "Apa-apaan kau ini? Dia adalah buatan Korea. Korea Selatan!"

Yohan tertawa ringan. "Itulah yang aku dengar dari Kepala Keamanan Kim, dia sangat sempurna untuk ukuran sebuah robot. Dan aku juga baru tahu jika Korea Selatan memproduksi robot yang menyerupai manusia."

Sana tertegun, menatap aneh Yohan yang asik berceloteh.

"Kenapa? Apa ada sesuatu di wajahku?"

"Dia bukan robot, dia manusia dan sama-sama memakan nasi seperti kita."

"Eh?"

Yohan dengan segera memandang Taehyung, mengamati kembali manusia yang sempat ia kira sebagai robot karna sikap kakunya. Dengan tawa yang terdengar canggung, ia pun kembali berhadapan dengan Sana.

"Wajahnya kaku sekali, aku kira dia sebuah robot."

"Kau ini ada-ada saja, mana ada robot galak seperti dia." Sana menggumamkan kalimat terakhirnya.

Yohan lantas mengalihkan topik pembicaraan. "Aku dengar paman Jaejoong akan menggelar pesta untuk merayakan ulang tahun Perusahaan. Apa paman belum memberitahu Noona?"

Sana menggeleng. Dia belum bertatap muka lagi dengan sang ayah setelah keluar dari Rumah Sakit, Jaehyung pun tidak mengatakan apapun ketika mereka bertemu. Namun seketika batin Sana tersentak, menyadari bahwa perayaan ulang tahun Perusahaan adalah hal yang paling mengerikan bagi anak gadis seperti dia.

"Noona?" Yohan melambaikan tangannya di depan wajah Sana yang tiba-tiba melamun.

"Noona, kau baik-baik saja?"

Sana tiba-tiba berdiri sembari menggebrak meja, membuat Yohan terkejut. "Tidak bisa!" seru Sana.

"K-kenapa? Apa yang Noona katakan?"

Sana menjatuhkan tatapan tajamnya pada Yohan dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Dengan sedikit penakan dia berucap di hadapan Yohan seakan tengah memperingatkan pemuda itu, "apapun yang terjadi, jangan pernah datang ke pesta itu. Mengerti?! Jangan pernah datang ke sana!"

Setelah mengucapkan ancaman yang terdengar sangat konyol itu, Sana meninggalkan Yohan yang masih tertegun begitu saja. Taehyung yang melihatnya pun lantas beranjak dari duduknya dan segera menyusul si Nona muda tanpa ada keinginan untuk menyapa Yohan terlebih dulu.

Kelas berakhir, menutup aktivitas Sana di luar rumah hari itu.

"Mau ku antar?" tawar Yohan ketika Sana merapikan bukunya dengan buru-buru.

"Tidak perlu, sampai jumpa." respon yang sangat acuh, membuat Yohan hanya mampu menghembuskan napasnya yang terdengar sedikit berat.

Sana keluar dari ruang kelas dan sempat menghentikan langkahnya di ambang pintu hanya untuk memberikan tatapan tak bersahabatnya pada Taehyung sebelum kembali melangkahkan kakinya dengan begitu kesal.

Setelah berada di teras gedung, Sana menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Taehyung. "Kau pulanglah! Aku akan pergi bersama temanku."

"Jaehyung Hyeongnim meminta untuk membawa Nona pulang setelah kelas berakhir."

"Aku masih ada kelas lagi."

"Tadi adalah kelas terakhir Nona, mohon jangan mempersulit keadaan."

Sana menghentakkan kakinya dan kembali melangkahkan kakinya menyusuri halaman meninggalkan gedung Kampusnya. Saat akan menuruni anak tangga, ia kembali berhenti dan sekali lagi berhadapan dengan Taehyung.

"Kau duluan!"

"Nona berencana untuk melarikan diri?"

Sana mendengus sebal. "Aku melarikan diri pun kau juga pasti akan menangkapku. Sangat tidak nyaman melihatmu berjalan di belakangku. Kau duluan!"

Taehyung tetap berdiri di tempatnya tanpa menunjukkan respon apapun, dan hal itu yang membuat Sana semakin kesal.

"Cepat jalan!" ketusnya sembari menarik lengan Taehyung lalu mendorongnya. "Jalan!"

Tak ingin berdebat hanya karna siapa yang berjalan duluan, Taehyung pun menuruti kemauan Sana dengan berjalan di depan. Namun tanpa Taehyung ketahui bahwa seulas senyum licik sempat tersungging di bibir wanita muda itu sebelum ia yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Taehyung menoleh ke belakang guna memastikan, namun langkahnya terhenti ketika ia melihat Sana sedang melarikan diri darinya. Helaan napas itu kemudian terdengar.

"Kenapa wanita itu sangat menyebalkan?" sebuah gerutuan yang mengiringi langkahnya untuk mengejar Sana.

Setelah beberapa menit, Taehyung menginjakkan kakinya di taman yang di penuhi oleh bunga Pear Blossom yang bermekaran di sepanjang jalan setepak di mana terdapat beberapa Mahasiswa yang menghabiskan waktu luang mereka di sana.

Taehyung melangkahkan kakinya berbaur dengan orang-orang di sana dengan pandangan yang mengarah ke sekeliling, mencoba menemukan keberadaan Sana yang terakhir kali ia lihat menuju ke tempat itu. Di sisi lain, Sana tampak bersembunyi di balik salah satu pohon sembari memperhatikan pergerakan Taehyung dari kejauhan.

Sana menggerutu, "kenapa dia harus berlebihan sekali? Lagi pula apa kesalahanku sehingga aku harus di kurung di rumah?"

Dia melangkahkan kakinya dan berpindah ke pohon yang lain. Dia membelakangi pohon ketika melihat bahwa Taehyung berada di tempat yang tidak jauh darinya.

"Apakah dia bisa mencium keberadaanku? Tidak mungkin, dia manusia bukannya anjing." Sana menggerutu sendiri, "kenapa orang itu cepat sekali jika berjalan? Apakah dia bukan manusia?"

Sana kembali berbalik, hendak memastikan posisi Taehyung saat ini. Namun ia tersentak ketika seseorang tiba-tiba berdiri di hadapannya dan hampir tertabrak olehnya.

"Omo!" dia mendongak dan terlihat bodoh ketika orang yang hampir ia tabrak tidak lain adalah Taehyung.

Seakan tak melihat apapun, Sana berbalik dan hendak melarikan diri. Namun pergerakannya segera terhenti ketika Taehyung menahan lengannya dan membuat keduanya kembali berhadapan.

"Lepaskan tanganku!"

"Kita pulang sekarang."

"Jangan berani mengatur hidupku, kau bukanlah siapa-siapaku." Sana menepis kasar tangan Taehyung hingga terlepas dan segera beranjak pergi.

Namun hanya beberapa langkah, Taehyung membalik tubuh Sana dengan kasar dan segera mengangkat tubuh kecil itu, menaruhnya di bahu. Layaknya seperti sebuah adegan penculikan, dia segera membawa Sana pergi dari tempat itu.

"Ya! Apa yang kau lakukan! Turunkan aku! Ya!"

Sana memberontak, namun ia tak bisa bergerak ketika kedua kakinya di tahan oleh Taehyung. Bagaikan membawa karung beras, Taehyung tak peduli meski Sana berteriak sembari memukul punggungnya.

"Kim Taehyung, bodoh! Turunkan aku sekarang!"

Napas Sana terputus-putus karna manahan amarahnya. Dia berhenti memukuli Taehyung namun malah berteriak setelahnya, mengundang perhatian lebih banyak dari orang-orang yang berada di sana.

"Siapapun tolong aku, aku sedang di culik! Tolong aku... Bajingan ini ingin menculikku, kenapa kalian diam saja?!"

Mendengar hal itu, Taehyung pun menghentikan langkahnya dan berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya yang menatapnya dengan tatapan menghakimi.

"Mohon maafkan wanita ini, dia adalah tunanganku. Kami bertengkar dan dia menjadi seperti ini."

"Apa?" seru Sana tak terima dan kembali memberontak ketika Taehyung kembali berjalan. "Ya!!! Siapa yang mau menjadi tunanganmu, si mesum idiot! Aku tidak sudi! Turunkan aku sekarang!"

Sana kembali memukuli punggung Taehyung, namun itu tak bertahan lama karna belum sampai satu menit dan dia hanya berpasrah diri dengan kedua tangan yang menggantung ke bawah. Merasa cukup malu ketika semua orang memandang mereka dan bergunjing setelahnya.

Menghela napas pasrahnya, Sana lantas bergumam, "Kim Taehyung-ssi, turunkan aku sekarang."

Tak ada respon yang di terima dari Taehyung. Sana menghela napasnya dan memasukkan tangannya ke dalam tasnya lalu menariknya kembali dengan membawa sebuah pena di tangannya. Sejenak ia memperhatikan ujung runcing pena di tangannya hingga seulas senyum licik tiba-tiba terlihat di salah satu sudut bibirnya.

"Turunkan aku sekarang juga!!!"

Tubuh Taehyung tersentak, hampir ia berteriak ketika sesuatu menusuk bokongnya. Dia mengatup rapatkan mulutnya dan mengutuk dalam hati atas perbuatan wanita muda itu. Namun tak berhenti sampai di situ, setelah peringatan pertama tak di pedulikan oleh Taehyung. Sana kembali menancapkan ujung pena di tangannya pada bokong Taehyung hingga beberapa kali.

"Turunkan aku! Turunkan aku! Apa kau sudah tuli?! Cepat turunkan aku sekarang!!!"

"Hentikan!!!"

Sana terkejut oleh bentakan Taehyung yang terdengar mengerikan dan bahkan telah membuat semua orang menatap takut ke arah pemuda itu.

"Hentikan itu!" suara Taehyung kembali merendah namun terdengar makin menakutkan.

"Turunkan aku sekarang!"

Langkah yang sempat terhenti itu kemudian kembali berjalan, membuat Sana semakin kesal. "Aku sudah memperingatkanmu."

Sana kembali mengangkat tangannya ke udara, namun Taehyung dengan cepat menahan tangan wanita itu sebelum pena itu kembali mendarat di bokongnya. Taehyung merampas pena tersebut dan langsung membuangnya dengan kesal.

Setelah sampai di mobil, Taehyung segera membuka pintu mobil dan memasukkan Sana ke dalam mobil dengan cukup kasar dan hal itu sempat membuat Sana memekik pelan. Sana yang tak terima pun menendang perut Taehyung yang langsung menjauh dari mobil dan berlutut ketika ujung sepatu kaki Sana yang runcing sempat menancap di perutnya.

Taehyung merintih tanpa suara dengan tangan yang memegangi perutnya. Belum cukup rasa sakit di bokongnya, sekarang harus di tambah dengan perutnya. Sana tak melewatkam kesempatan berharga itu, dia segera keluar dari mobil dan hendak melarikan diri, namun saat itu Taehyung segera memeluk kedua kakinya menggunakan satu tangan.

"Dasar mesum! Lepaskan kakiku!" Sana memukul kepala Taehyung menggunakan tasnya dan tanpa sadar hal itu justru memancing kemarahan Taehyung.

Taehyung membuang napas kesalnya, ia beranjak berdiri dan dengan cepat mendorong Sana masuk ke dalam mobil. Sana panik ketika Taehyung juga ikut masuk ke dalam mobil.

"A-apa yang ingin kau lakukan? J-jangan macam-macam padaku!" panik Sana yang kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Taehyung melepaskan dasinya dengan tak sabaran dan meraih kedua tangan Sana, membawa kedua tangan itu ke balik tubuh wanita itu dan mengikatnya menggunakan dasinya.

"Ya! Ya! Ya! Apa yang kau lakukan?! Jangan macam-macam padaku, menjauh dariku sekarang!"

Taehyung tak mempedulikan hal itu dan siapa sangka keduanya tertangkap oleh Yohan yang saat itu hendak masuk ke mobilnya sendiri. Yohan menatap keduanya dengan wajah yang terlihat bingung namun menjadi datar setelahnya.

"Kim Taehyung-ssi, menjauh dariku." suara Sana terdengar lebih tenang namun penuh penekanan dan peringatan terakhir yang kembali terabaikan sudahlah pasti akan membuat pemuda itu menyesali tindakannya.

Tepat setelah hembusan napas beratnya, Sana langsung menggigit leher Taehyung yang berada tepat di depan wajahnya. Hal itu membuat Taehyung terlonjak dan menjauhkan tubuhnya dari Sana, namun kepalanya justru terbentur atap mobil. Tak berhenti sampai di situ, Sana menendangnya keluar dari mobil dan membuatnya terjatuh dengan punggung yang mendarat terlebih dulu.

Tak memberi kesempatan bagi Sana untuk melarikan diri, tangan Taehyung bergerak cepat menutup pintu mobil. Dia bangkit, menumpukan kedua lututnya dengan tangan yang menahan pintu mobil. Satu tangan kemudian memegangi lehernya, merutuki tindakan wanita muda yang kini mengamuk di dalam mobil.

Wajah Taehyung merah padam, menandakan bahwa dia benar-benar telah kehabisan kesabarannya. Dengan penuh penekanan dia bergumam, "kau akan mendapatkan balasan atas tindakanmu ini."

Taehyung bangkit dan segera masuk ke dalam mobil, merasa bingung harus memegangi bagian tubuh yang mana, dia pun memutuskan untuk memegang pinggangnya. Bokong, perut, kepala dan lehernya masih terasa ngilu dan itu akibat perbuatan dari wanita muda yang saat ini tengah memakinya. Menulikan telinganya, Taehyung segera menjalankan mobilnya meninggalkan area Kampus, menyisakan Yohan yang masih belum beranjak dari tempatnya.

Dan setelah mobil Taehyung tak lagi terlihat, Yohan mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang. Tidak lama hingga orang yang ia hubungi dan tidak lain adalah Jaejoong itupun menjawab panggilannya.

"Paman, ini aku, Yohan."

"Eoh! Yohan? Ada apa? Tumben sekali."

"Aku hanya ingin memberitahukan satu hal pada paman."

"Apa itu?"

"Sepertinya Kepala Keamanan Noona sedikit bermasalah."

"Kim Taehyung? Apa yang sudah dia lakukan?" terdengar perubahan dalam nada bicara Jaejoong setelah mendapatkan pengaduan dari Yohan.

"Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi sepertinya dia orang yang sedikit bermasalah. Maaf jika aku sudah mengganggu waktu paman."

"Ah... Tidak masalah, terimakasih untuk informasinya. Aku akan berbicara pada Sana setelah ini."

"Ye, aku matikan dulu teleponnya. Jaga kesehatan paman baik-baik."

Sambungan terputus dan seulas senyum tipis yang sempat terlihat itu lantas memudar. Yohan kemudian masuk ke dalam mobilnya dan bergegas meninggalkan area Kampusnya.

Kembali memasuki halaman luas kediaman Kim Jaejoong. Mobil Taehyung melesat menyusuri halaman samping dan berhenti di halaman Paviliun belakang, di mana terdapat beberapa pekerja yang tengah melakukan aktivitas di sana.

Taehyung turun dari mobil dan membuka pintu di samping Sana, namun pergerakannya terhenti ketika ia tengah mempertimbangkan sesuatu.

"Apa yang kau lakukan? Cepat buka ikatanku!"

Taehyung menjatuhkan pandangannya, menatap Sana yang masih bersungut-sungut. Dia kemudian meninggalkan Sana dan memutari mobil.

"Ya! Kau ingin kemana? Lepaskan tanganku!" suara lantang yang kemudian menarik perhatian dari beberapa pekerja di sana.

Taehyung memutari bagian belakang mobil dan membuka pintu mobil di belakang punggung Sana, memilih cara teraman sebelum kejadian sebelumnya terulang kembali. Dia membungkukkan badannya dan membuka ikatan Sana.

"Tunggu saja, setelahnya ini tamat riwayatmu!" kalimat bernada ancaman yang Sana berikan sebelum keluar dari mobil dan bergegas masuk ke dalam Paviliunnya sembari mengibaskan tangannya yang terasa sakit.

Bukannya takut akan kehilangan pekerjaannya, sudut bibir Taehyung tersungging. Dia lantas bergumam, "sangat menarik, bagaimana jika kita merombak rencana awal?" senyum Taehyung melebar namun terlihat begitu licik, "kau memang genius, Kim Taehyung."

Sana masuk ke kamarnya dan mengarahkan pandangannya ke sekeliling seperti tengah mencari sesuatu hingga pandangannya terhenti pada sofa panjang yang di gunakan tidur oleh Taehyung saat malam hari. Dia berjalan mendekati sofa, melempar tasnya ke atas sofa sebelum beralih mendorong sofa tersebut ke arah pintu.

Di luar dugaannya karna sofa itu terlalu berat baginya, namun dengan bersusah payah pada akhirnya dia berhasil memindahkan sofa tersebut ke depan pintu yang membuat pintu tak akan bisa di buka dari luar.

Dia menghela napasnya sembari menepuk telapak tangannya seperti sedang membersihkan sesuatu dari tangannya. Dia kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa, berbaring dengan santai. Mengeluarkan ponselnya, hendak menghubungi Jaehyung untuk mengadukan perlakuan Taehyung padanya hari ini. Namun niatnya terurungkan ketika si Kepala Keamanannya tengah berusaha membuka pintu.

Taehyung sedikit heran karna pintu tak bisa terbuka, mengingat di antara keduanya tidak ada yang memegang kunci kamar. Taehyung mencoba mendorong pintu dan berhasil membuat sedikit celah di sana, dan itu membuktikan bahwa seseorang di dalam sana sengaja mengganjal pintu agar tidak bisa di buka dari luar.

"Nona Sana, buka pintunya sekarang." perkataan yang terucap dengan pembawaan yang tenang namun terdengar begitu tegas.

"Aku ingin mandi, kau tunggu saja di luar." jawab Sana dengan santai di saat ia yang tetap dalam posisi berbaring.

"Tolong buka pintunya sekarang."

"Aish... Kau tidak tuli 'kan? Aku bilang aku ingin mandi."

"Buka pintunya."

Sana menghela napasnya, namun ia di kejutkan ketika sofa yang ia tempati perlahan bergerak menjauh dari pintu dan itu berarti Taehyung sedang berusaha mendobrak pintu. Sana lantas bangkit, menumpukan kedua lututnya di atas sofa. Menatap heran celah pintu yang semakin melebar, padahal dia harus bersusah-payah untuk bisa memindahkan sofa itu, tapi kenapa terlihat begitu mudah saat Taehyung melakukannya.

"Dasar mesum, idiot!" Sana meraih bantal kecil di atas sofa dan segera menggunakannya untuk memukul kepala Taehyung yang baru saja menyembul dari pintu. Bukan hanya sekali, Sana melakukannya berkali-kali hingga membuat Taehyung mundur dan dia yang beranjak pergi ke kamar mandi. Setidaknya itu tempat yang cukup aman meski hanya untuk lima belas menit ke depan.

Taehyung berhasil membuka pintu tepat setelah Sana menutup pintu kamar mandi dari dalam dengan cukup keras.

"Ya!!! Aku bisa gila jika seperti ini! Brengsek!" sebuah teriakan frustasi yang terdengar dari dalam kamar mandi.


Sana keluar dari kamarnya dengan wajah yang terlihat tidak baik-baik saja, tampak seperti orang yang tengah patah hati. Di tambah dengan mata yang sembab yang menunjukkan bahwa dia baru saja menangis. Tanpa mengenakan alas kaki, dia berjalan menuju dapur dan mendapati punggung Taehyung yang saat itu berdiri di dekat meja makan.

Sana datang mendekat dan tepat di jarak dua langkah lagi ia sampai di tempat Taehyung, pemuda itu berbalik. Menatapnya dengan tatapan penuh tanya namun sama sekali tak berperasaan.

Netra Taehyung memicing ketika Sana tiba-tiba menjatuhkan kedua lututnya di hadapannya.

"Apa yang sedang Nona lakukan?"

Sana bergumam dengan nada memohon, "berikan hatimu padaku, aku mohon."

Tampak keterkejutan di wajah Taehyung dan perlahan Sana mengangkat wajahnya, menunjukkan tatapan memohonnya. Namun saat itu sudut bibir Taehyung tersungging, satu hal kecil yang paling di kutuk oleh Sana. Namun dia tak mampu melakukan apapun ketika ia tengah mengemis kepada seorang Kim Taehyung yang sangat ia kutuk itu.

Senyum yang tersungging itu perlahan menjadi sebuah tawa yang memenuhi dapur saat itu. Sana bisa melihat betapa puasnya pemuda yang tengah menertawakannya saat itu, hingga tawa itu memudar seiring dengan tatapan tajam yang jatuh untuk menghakiminya bersama dua patah kata yang bagaikan petir yang telah menyadarkannya untuk menerima kenyataan hidupnya.

"Jangan bermimpi!"







Selesai di tulis : 07.02.2020
Di publikasikan : 07.02.2020

Ini adalah Pembaharuan terakhir untuk Book ini pada bulan ini, sampai jumpa lagi bulan depan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top