Lembar 14.
Sana terdiam di dalam mobil meski Taehyung sudah berdiri di samping pintu mobil di sebelahnya yang sudah terbuka. Tak habis pikir kenapa Taehyung justru membawanya ke sungai Han. Perlahan tatapan tak bersahabat itu jatuh pada pemuda dengan pembawaan yang sangat kaku di sampingnya.
"Apa maksudmu membawaku ke tempat seperti ini?"
"Ini lebih baik di bandingkan dengan mengurung diri di rumah." Taehyung lantas mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Sana.
Wanita itu menyunggingkan senyumnya dan berucap, "apa kau sedang menghinaku?"
"Apakah aku mengatakan sesuatu pada Nona?"
"Kau menyuruhku berjalan di saat aku tidak bisa berjalan, kau ingin mempermalukanku di hadapan banyak orang?!" sebuah pertanyaan yang lebih mengarah pada sebuah tuduhan.
"Nona bukannya lumpuh, hanya belum mampu."
"Apa?"
"Jika tidak berusaha untuk berjalan, kapan Nona bisa kembali menggunakan kaki Nona? Hanya duduk dan menunggu hanya akan membuat kaki Nona benar-benar lumpuh."
"Ya! Tidakkah kau sadar bahwa ucapanmu terlalu kasar?!"
"Aku sudah memilih kata-kata yang paling baik untuk berbicara dengan Nona."
Sana mengepalkan tangannya. Berdoa dalam hati agar dia hilang kendali dan segera memukul wajah pemuda di hadapannya tersebut. Namun meski sudah berdoa sebanyak apapun, dia tidak bisa menghilangkan akal sehatnya.
"Kau tidak lihat kakiku tidak memakai sepatu?"
"Saat Nona lahir, Nona pun tidak memakai sepatu."
"Apa?" gumaman yang sarat akan keheranan. Kenapa semua yang ia katakan seperti tak berarti di hadapan Taehyung.
"Jangan mengada-ngada, antarkan aku pulang sekarang."
"Jangan membuatku memiliki maksud lain lebih dari ini."
Kedua netra Sana memicing, tak mampu menangkap maksud dari perkataan Taehyung yang sebenarnya. Namun setidaknya tatapan dingin tanpa perasaan itu sedikit menciptakan ketakutan di sudut hatinya. Mungkinkah Taehyung seorang Psikopat? Pikiran gila itu tiba-tiba menghampirinya ketika menangkap tatapan dingin Taehyung yang hanya menunjukkan kebencian.
Taehyung kembali menyodorkan tangannya dan dengan berat hati pun Sana menerima uluran tangan tersebut. Perlahan ia mencoba mengangkat kakinya, dan dengan bantuan dari Taehyung ia berusaha untuk keluar dari mobil. Namun baru beranjak dan tubuhnya segera limbung dengan kedua tangan yang berpegangan pada bahu Taehyung.
"Aku bilang tidak bisa, kenapa kau tetap memaksa?" sebuah tuntutan yang terucap dengan nada yang sedikit berbeda.
Batin Sana tersentak ketika Taehyung tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan mengeluarkannya dari dalam mobil. Tanpa berucap apapun, Taehyung menutup pintu menggunakan kakinya dan segera membawa Sana pergi.
Sana merasa malu ketika beberapa orang melihat ke arah mereka, namun nyalinya ciut untuk sekedar menanyakan tujuan mereka. Baru kali ini dia menemui orang yang memiliki aura menakutkan seperti Taehyung.
Setelah berjalan cukup jauh, keduanya pun kini duduk berdampingan di salah satu bangku yang menghadap langsung ke lapangan hijau di mana terdapat anak-anak yang tengah bermain bola bersama keluarga mereka masing-masing.
Sana sekilas melirik ke arah kaki telanjangnya yang menyentuh rumput. Merasa kurang nyaman karna ini adalah hal yang baru baginya, terlebih lagi ia melakukannya di tempat umum yang membuat semua orang menatapnya seperti tengah melihat orang aneh.
Dari kakinya, dia beralih mencuri pandang pada Taehyung yang duduk dengan tegap di sampingnya. Dan jika di lihat dari sudut pandang orang yang melihat mereka, keduanya tampak seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar, di mana mereka sama-sama duduk di ujung kursi sehingga menyisakan jarak di antara keduanya.
Tiba-tiba datang seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahunan datang menghampiri mereka dengan membawa sebuah eskrim di tangannya.
"Paman, boleh aku duduk di sini?"
Bukannya langsung memberi jawaban, raut wajah kaku Taehyung memperlihatkan sedikit kebingungan. Bagaimana tidak, dia sedang dalam mode serius dan jika dia tiba-tiba tersenyum kepada si anak perempuan itu. Bukankah itu akan terlihat konyol.
Tak mendapatkan jawaban dari Taehyung, si bocah langsung beralih pada Sana. "Bibi, boleh aku duduk di sini?"
"Ah... Tentu saja boleh, duduklah!"
Bocah kecil itu lantas duduk di antara keduanya dan menatap keduanya secara bergantian. Menciptakan guratan penuh tanya di wajah Sana.
"Apa yang sedang kau lihat?" tegur Sana, membawa pandangan bocah itu berhenti padanya.
"Paman dan bibi sedang bertengkar?"
Keduanya sekilas bertukar pandang, namun Sana segera mengelak. "Tidak... Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Paman ini terlihat menyeramkan, dia pasti orang yang galak."
Taehyung di buat tertegun oleh pernyataan jujur dari bocah kecil yang memberinya tatapan menghakimi, dan sepertinya telah terjadi kesalahpahaman di sana. Dia bukannya galak atau tidak menyukai anak kecil, dia justru sangat menyukai anak kecil. Namun bukankah harga dirinya saat ini lebih penting.
"Kau benar, dia adalah orang yang sangat galak." Sana tiba-tiba menyahut dan mengacuhkan tatapan Taehyung yang mengarah padanya, "siapa namamu?"
"Hanbyul."
"Hanbyul?"
Si bocah mengangguk.
"Kau datang bersama siapa?"
"Ayah dan ibuku sedang bertengkar, jadi aku meninggalkan mereka."
"Itu bukanlah tindakan yang bisa di benarkan, bagaimana jika kau tersesat?" Taehyung tiba-tiba menyahut namun masih dengan pembawaanya yang begitu kaku.
"Jika tersesat aku akan mencari ayah dan ibu baru."
Jawaban yang terucap dari mulut seorang bocah, menyisakan ketertegunan di wajah Sana serta seulas senyum tak percaya di wajah kaku Taehyung yang sempat menarik perhatian Sana.
"Bisa tersenyum juga ternyata." batin Sana sebelum kembali fokus pada bocah di sampingnya ketika ia hampir tertangkap basah telah memperhatikan Taehyung.
"Siapa yang mengajarimu berbicara seperti itu?" Taehyung kembali berucap, melunturkan image garang yang sempat ia buat, "kau kira orangtua seperti eskrim yang jika habis kau bisa membelinya lagi?"
"Paman ini bicara apa? Aku masih kecil, aku tidak tahu apa yang paman katakan. Salahkan saja mereka yang selalu bertengkar."
Sana mengusap puncak kepala si bocah bernama Hanbyul tersebut dan menarik perhatiannya. "Apa sekarang orangtuamu sedang bertengkar?"
Hanbyul menggeleng. "Tidak."
"Lalu kenapa kau melarikan diri?"
"Mereka sedang berkencan."
Tawa ringan Sana terdengar setelahnya, begitupun Taehyung yang memalingkan wajahnya untuk sekedar menyembunyikan senyuman tipisnya yang hanya bertahan beberapa detik.
"Paman dan bibi sedang bertengkar?" sebuah pertanyaan yang sontak menghentikan tawa Sana dan menarik perhatian Taehyung.
"Tidak, aku bahkan tidak mengenal orang ini." jawab Sana dengan mata yang sekilas memicing ketika bertemu pandang dengan Taehyung.
"Tapi tadi aku melihat bibi datang bersama paman ini. Bibi tidak bisa berjalan?"
"Ah... Itu..." Sana menggaruk bagian belakang telinganya, merasa kesulitan untuk mendapatkan jawaban.
"Kami sedang bertengkar."
"Apa?" gumam Sana, menunjukkan rasa tak terimanya atas pernyataan Taehyung yang terucap dengan begitu mudahnya dan berlalu begitu saja.
"Sudah ku duga paman ini bukan orang baik."
Dahi Taehyung sedikit mengernyit ketika Hanbyul merapatkan duduknya pada Sana dan menatapnya dengan tatapan menghakimi.
Sana yang melihat itu pun menyahut, "benar, dia bukanlah orang baik. Dia menelantarkanku di mobil untuk menemui wanita lain, bukankah itu sudah keterlaluan?"
"Nona." gumam Taehyung memperingatkan dengan wajah yang kembali terlihat kaku.
"Paman jahat sekali. Bibi cantik sedang sakit, harusnya paman menjaga bibi baik-baik."
Sana mengangguk meyakinkan, namun tak ada perubahan dari raut wajah Taehyung.
"jika paman jahat, bibi cantik pasti akan mencari pria yang lebih baik dan lebih tampan dari pada paman."
Sana hampir mengangguk, namun dengan cepat ia gantikan oleh sebuah gelengan. Untuk apa dia mencari pria lain hanya karna Taehyung, pada dasarnya mereka tidak memiliki hubungan apapun.
Hanbyul kemudian bergumam dengan suara yang pelan, "wajah paman tampan, tapi kenapa menakutkan sekali."
"Hanbyul..." suara lantang dari kejauhan seketika mengalihkan perhatian mereka.
"Eoh! Eomma..." sahut Hanbyul yang segera berdiri, "paman dan bibi jangan bertengkar lagi, aku pergi dulu." gadis kecil itu lantas berlari menghampiri kedua orangtuanya yang tampak khawatir.
"Ya ampun, kau kemana saja? Kenapa pergi tidak bilang-bilang?"
"Aku bertemu paman dan bibi cantik itu."
Kedua orangtua Hanbyul sekilas menundukkan kepala ke arah mereka sebagai ucapan terimakasih sebelum berjalan menjauh. Hanbyul sempat melambaikan tangan ke arah mereka, namun hanya Sana yang membalas lambaian tersebut dengan seulas senyum yang mengembang di kedua sudut bibirnya.
Pandangan Taehyung terjatuh pada Sana dan sontak senyum itu memudar dan di gantikan oleh tatapannya yang kembali menjadi sinis. Ekor mata Taehyung menangkap pergerakan sebuah bola yang melayang lurus ke tempat Sana, dia pun refleks mengangkat satu kakinya untuk menendang bola yang hampir menghantam kepala Sana dengan kedua tangan yang bertumpu pada kursi.
Sana yang sempat terkejut akan pergerakan kaki Taehyung yang tiba-tiba pun menaruh kedua tangannya di dada dengan napas yang sempat tertahan beberapa detik hingga bola yang sempat terpantul itu kembali menyentuh tanah seiring dengan Taehyung yang memperbaiki posisi duduknya seakan tak pernah terjadi apapun sebelumnya.
"Paman... Maaf, kami tidak sengaja." pekik seorang anak laki-laki dan Taehyung hanya mengangkat tangannya sebagai sebuah jawaban.
Sana yang masih tampak terkejut pun kemudian mengarahkan pandangannya pada Taehyung yang lantas membuat keduanya saling bertemu pandang.
"Tidak bisakah kau menaruh kakimu di tempat yang benar?!" ucap Sana dengan sedikit penekanan.
"Jika Nona berharap aku akan memeluk Nona untuk melindungi Nona dari bola tadi. Maaf, aku sudah memiliki seseorang yang harus ku lindungi."
"Kau sudah sinting!"
Selesai di tulis : 05.02.2020
Di publikasikan : 05.02.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top