Taruhan

Suara piano di malam hari yang mengalun lembut terdengar samar-samar di asrama tersebut.
Yaya dan Taufan yang sedang berada di ruang tengah asrama tersebut terlihat menikmati suara alunan piano.

"Kenapa cowok seperti itu bisa membuat suara yang lembut?" Ujar Yaya dengan kepala yang bersandar di kursi yang ada diruang tengah asrama, sembari mengompres wajahnya.

"Nyamannya mendengarkan alunan piano Halilintar-kun" ujar Taufan yang duduk di kursi dekat nakas sambil memainkan kursi putarnya.

Yaya menolehkan kepalanya sedikit kaget dengan suara yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Ngagetin saja!" Ujarnya memandang Taufan kesal.
"Eh, aku sudah di sini sejak tadi kok" balas Taufan dengan mengangkat kedua alisnya.
"Aku tidak sadar" balas Yaya dengan mengelus dadanya dan kembali menyandarkan diri dan mengompres wajahnya.
"Beneran?" Tanya Taufan.

Yaya hanya diam dan kembali mendengarkan lebih jelas alunan piano yang dimainkan oleh Halilintar.
"Em...tapi alunan lembut ini ku rasa tak cocok dengan kepribadiannya" ujarnya dengan wajah yang tidak yakin.
"Hoi hoi, Halilintar itu orang yang baik loh" balas Taufan yang seperti tidak sependapat dengan Yaya.
"Yak, kau bilang begitu karena melihat dari sisi baiknya saja'kan?" Balas Yaya yang juga tidak sependapat dengan Taufan. Baik dari mananya coba, orang nyebelin dan suka ngatur orang lain tidak bisa disebut baik tau. Pikir Yaya setelahnya.

"Itu tidak benar." Balas Taufan sembari beranjak dari duduknya dan menghampiri Yaya.
"Ditambah, alunan piano Halilintar-kun itu bermakna." Sambung Taufan setelah duduk di samping Yaya tapi di kursi yang berbeda. Wajahnya sudah berganti semangat jika bercerita tentang Halilintar, karena bisa dibilang dia salah satu fans pemuda itu.

"Bermakna?" Tanya Yaya dengan satu alis yang terangkat.
Taufan menganggukkan kepalanya cepat.
"Alunan piano Halilintar-kun mengungkapkan emosi yang tak bisa dia ungkapkan." Terangnya dengan penuh semangat.
Yaya hanya diam menatapnya, menunggu cerita pemuda itu selesai karena dia sendiri seperti tertarik dengan cerita Taufan.

"Saat kau memikirkannya, bukankah alunannya menyentuh hatimu?" Sambung Taufan sambil menengadahkan kepalanya kembali menikmati alunan piano tersebut.

Yaya menundukkan kepalanya, memikirkan apa yang dikatakan Taufan ada benarnya juga. Karena setiap ia mendengar alunan piano Halilintar, hatinya seakan menikmatinya meski ia benci mengakuinya.

"Ano..." ucap Yaya. Dengan sedikit membenarkan cara duduknya yang tadinya bersandar jadi tegak menghadap Taufan.
"Huh?" Taufan balas memandangnya dengan kedua alis yang terangkat.
"Kenapa kau bisa menjadi penggemar Halilintar-kun?" Tanyanya penasaran.

Taufan terdiam sebentar kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan bolak balik seperti orang bingung.
"Yaahh...saat masih SMP aku ditindas. Tapi selama itu juga, Halilintar-kun menjadi temanku dan selalu membelaku setiap dia melihatku dibuli oleh mereka." Terang Taufan dengan raut sendunya.
"Hm, jadi begitu ceritanya." Ujar Yaya dengan mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

Sesaat kemudian Taufan segera membalikkan tubuhnya menghadap Yaya dengan raut seriusnya.
"Jangan beberkan masa laluku yang kelam pada siapapun ok!" Ujarnya memperingati Yaya.
"Atau kau bakal jadi may-!" Sambung Taufan terpotong, setelah mendengar ada notifikasi dari Hp.

Kling Kling (anggap bunyi hp)

Yaya mengalihkan pandangannya dan mengambil hpnya yang berada di atas meja di depannya dan mulai membaca pesan tersebut.

Dari: Ying

Bolehkah aku besok berkunjung ke asrama?

Yaya tersenyum melihatnya. Segera saja ia membalasnya.

⚡🌸

Keesokan harinya

Kini, Yaya berdiri di depan asramanya menunggu sahabatnya yang akan datang. Tak berselang lama, ia melihat Ying berlari kearahnya dengan tangan yang melambai kearahnya.

"Yaya." Teriaknya keras. Yaya tersenyum melihatnya.
"Ying. Cepat kemari" balas Yaya girang.
.
.
.
.
.
"Begini saja?" Tanya Ying setelah keduanya sampai di tempat ibu asrama untuk mengisi daftar kunjungan.
"Ya." Jawab Yaya tersenyum.
"Ini sudah" sambung Yaya kepada ibu asrama yang tadinya masih beres-beres. Sang ibu asrama kembali menghampiri dua gadis tadi dan menatap keduanya.

"Waah jadi kau temannya Yaya?" Tanya ibu asrama kepada Ying.
"Ya, dan kami sekelas bu" jawab Yaya malu-malu sedangkan Ying hanya tersenyum kaku dengan sikap Yaya.
"Oh, kalau begitu silakan nikmati waktumu" ujar ibu asrama sambil tertawa kecil melihat dua gadis di depannya yang begitu akrab.
"Arigatou gozaimasu" jawab Ying dengan senyum tiga jarinya.
"Yaya-san ini sangat suka bersih-bersih. Dia selalu membantuku. Aku sangat terbantu olehnya." Jelas ibu asrama.

Yaya menundukkan kepalanya malu, tapi ingatannya tiba-tiba kembali saat dimana Halilintar menyuruhnya membersihkan kamar mandi lagi dan lantai ruang makan. Wajahnya seketika berubah menjadi kesal mengingat betapa kejamnya pemuda itu. Yang seenak jidatnya menyuruhnya melakukan semua itu sendirian ulangi sendirian. 'Dasar Iblis!' Batinnya kesal.

Ying menatap sahabatnya takjub. "Beneran Yaya?" Tanya Ying dan Yaya hanya bisa mengangguk pelan. Dia tidak tega menceritakan yang sebenarnya pada sahabatnya itu. Jika setengah dari semua yang ia lakukan itu atas perintah laki-laki iblis itu.

"Ah, hari ini kau tak perlu membantuku. Bersenang-senanglah dengan temanmu, ne" Yaya yang mendengarnya terlalu senang bukan karena ia tak senag membantu, tapi ia jadi bisa sedikit istirahat dan bisa berlama-lama dengan sahabatnya ini.
"Hai (iya) iko (ayo)" setelah itu keduanya pergi darisana.
.
.
.
.
.
.
"Asramanya bagus, pasti enak tinggal disini" ujar Ying setelah membuka tirai jendela di kamar Yaya.
Yaya sendiri baru saja selesai membuatkan minuman untuk sahabatnya itu dan duduk di lantai kamarnya dan menaruh minumannya diatas meja pendeknya.

"Aku malah lebih suka tinggal bersama orangtuaku. Ini tehnya" Balas Yaya. Ying menghampiri sahabatnya itu dan duduk di sampingnya. "Arigatou" ujar Ying dan meminum tehnya.

"Jadi orangtua mu di luar negeri?" Tanya Ying setelahnya. Yaya menganggukan kepalanya
"Ya, di kanada"
"Begitu ya. Itulah kenapa kau pindah ke sekolah yang mempunyai asrama?"
Yaya kembali menganggukkan kepalanya. Hening beberapa saat sebelum Ying menatap sahabatnya penasaran.

"Ne, Yaya. Ngomong-ngomong gimana kamu dengan Gempa-kun, ada kemajuan?" Tanya Ying antusias. Kenapa dia bisa tau? karena Yaya sendiri pernah bilang padanya jika kemungkinan ia ada rasa dengan si pangeran putih. Yaya yang sedang minum, memuncratkan minumannya yang ada di mulut setelah mendengar pertanyaan Ying.

"Eh, daijobu?" Tanya Ying khawatir.
Yaya hanya menganggukkan kepalanya dan berusaha mengatur napasnya.
"Eto...soal itu.." jawab Yaya ragu. Yaya sendiri tak tau kenapa dia ragu menjawabnya, padahal dulu kalau ditanya tentang hubunganya dengan Gempa-kun ia akan menjawabnya terang-terangan. Tapi sekarang seperti ada yang mengganjal dihatinya.

Ying tetap menatap Yaya antusias, ia ingin tau sudah sampai mana Yaya menyukai Gempa-kun. Yaya dibuat gugup sekarang karena pandangan Ying. Dengan satu tarikan napas kuatnya, ia menatap Ying serius. Ia harus membicarakan ini dengan Ying.

"Sebenarnya, aku ingin membicarakan sesuatu padamu" ujar Yaya sambil memegang kedua bahu Ying. Kemudian dituntunya sahabatnya itu kembali duduk.
"Nani nani? (Apa apa?)" Tanya Ying tak sabar. Yaya kembali menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Aku harus mengatakannya, batinnya.

Saat Yaya ingin membuka suaranya, tiba-tiba terdengar suara dari luar yang memanggilnya dan juga Ying.

"Yaya, Ying" itu suara Gopal yang berasal dari bawah balkon kamarnya. Yaya dan Ying segera berjalan kesumber suara dan melihat jika disana ada Gipal dan juga Taufan yang membawa bola basket.

"Sini turun!" Ujar Tuafan.
"Bolanya menunggu kalian" sambung Gopal yang tengah membawa papan skor.
Yaya dan Ying dibuat tertawa dengan bahasa mereka. "Baka." Ucap Ying pada dua sejoli tadi. Kemudian ia menatap Yaya disebelahnya.
"Kita bicarakan nanti saja, ya?" Tanyanya dan dibalas gumaman kecil dari Yaya dengan senyum manisnya.
Kemudian keduanya pergi menemui dua sejoli tadi yang masih setia menunggu di bawah.

⚡🌸

"Ah, kau selalu begitu Ying. Selalu saja menang" ujar Taufan kesal yang sedari tadi kalah main basket. Ia merebahkan tubuhnya dilapangan dan mencoba mengatur napasnya. Ying menghampiri Taufan dengan tangan kananya yang menenteng bola basket. Ditatapnya remeh pemuda yang sedang kelelahan itu. "Hahaha kau saja yang bodoh memainkannya" ujar Ying menyeringai.

Taufan yang tidak terima berusaha bangkit dan menatap Ying serius.
"Baiklah, kita main satu point lagi. Kali ini aku akan mencetak angka." Ujarnya percaya diri yang tambah membuat Ying ingin tertawa.

Kini keduanya difokuskan dengan permainan.
"Ganbatte (semangat) Ying!" Teriak Yaya yang duduk di tepi lapangan.
Ying men-dribble bola dengan santai sambil sesekali melihat peluang disamping Taufan. Taufan sendiri dengan tangan yang sesekali mengelap keringatnya mencoba fokus untuk merebut bola dari Ying.

Ying melakukan pergerakan tipu tapi masih bisa diatasi oleh Taufan. Dan saat Taufan akan merebut bolanya, Ying memutar tubuhnya dan berlari kerah ring dan Zresss berhasil memasukkan bolanya.

"Berhasil! Ying hebat" teriak Yaya dan menghampiri sahabatnya itu. Kemudian keduanya melakukan highfive diselingi tawa.

"Aarrgghh payah..." ujar Taufan yang kembali merebahkan tubuhnya dilantai. Rautnya penuh dengan kekesalan dan keringat. Sedangkan Gopal yang melihat sahabatnya segera menghampirinya sembari mendumel.

"Hoi berjuanglah Fan! Masak kau kalah dengannya" dumel Gopal.
"Heis...tadi kau juga kalah'kan?" Jawab Taufan yang seakan tak terima dengan perkataan Gopal yang lupa jika dirinya juga kalah melawan Ying.

"Hahaha tidak ada cowok yang bisa mengalahkanku" ujar Ying percaya diri dengan tangan yang dilipat di depan dada. "Kalian cemen!" Sambung Yaya yang juga menatap dua laki-laki tadi dengan remeh.

Taufan dan Gopal sejujurnya tak terjma dengan kekalahannya tapi berhubung mereka sudah kelelahan jadi apa boleh buat. Sampai atensi Taufan tak sengaja menemukan Halilintar yang sedang berjalan sambil membawa sapu di samping lapangan basket (maklum, dia kan wakil ketua kebersihan jadi kemana-mana sedia sapu😂). Segera saja Taufan memanggilnya.

"O! Halilintar-kun" panggilnya setengah teriak dan berhasil mengalihkan atensi ketiga temannya tadi yang sekarang ikut menatap Halilintar.

Halilintar sendiri yang merasa dipanggil menghentikan langkahnya dan menatap Taufan dan ketiga orang disana. "Mau main basket?" Tanya Taufan. Tujuannya adalah siapa tau Halilintar bisa mengalahkan Ying. Dan membalaskan kekalahannya.

Halilintar hanya diam memikirkan ajakan Taufan, kemudian atensinya mengarah pada Yaya yang sedang mengulum bibirnya dan pura-pura tidak melihatnya.

⚡🌸

Keduanya kini bersaing ketat dilapangan. Ya, sekarang Ying harus melawan Halilintar yang tadi diajukan oleh Taufan untuk melawannya. Meski Ying sedikit ragu tapi, ia mencoba meladeni tantangan Taufan. Dan kini sekarang ia harus bisa mengalahkan Halilintar yang bahkan skornya beda jauh 0:17. Dia sama sekali belum mencetak angka. Karena dari awal permainan bola hanya dikuasai oleh pemuda itu.

Yaya menatap sahabatnya khawatir. Ia melihat jika Ying sudah kelelahan, karena tadi habis melawan Gopal dan Taufan dan sekarang harus melawan Halilintar yang begitu cekatan memainkannya.

TAP

ZRASS

PRIIITTT

"Permainan selesaiiiii!" Teriak Taufan sebagai wasitnya.

Ying jatuh bersimpuh di tanah saat Halilintar berhasil memasukkan point terakhirnya. Yaya segera berlari kearah Ying dan membantunya bangun. Halilintar sendiri berjalan kearah bangku dimana Taufan dan Gopal berada.

"Ying, daijobu? (kau tak apa-apa?)" Tanya Yaya khawatir. Dan dijawab gumaman kecil dari Ying pertanda jika dia baik-baik saja.

"Kau sangat hebat Halilintar-kun" ujar Gopal yang kini tengah membanjiri pujian dengan Taufan disebelahnya saat Halilintar duduk dibangku mereka. Halilintar sendiri hanya hanya cuek dan malah menatap dua gadis di lapangan lebih tepatnya ke arah Yaya.

Yaya sendiri yang mendengar pujian-pujian dari Gopal maupun Taufan merasa kesal dan balas menatap Halilintar dengan sengit.
"Kau tak perlu kasar gitu kali!" Ujarnya ketus.

"Kasar gimana? Kan memang begitu main basket" balas Gopal disertai tawa. Sedangkan Halilintar hanya tetap diam dan terus menatap Yaya.

Yaya kembali manatap sahabatnya.
"Nyebelin. Tapi aku senang." Ujar Ying tiba-tiba dengan napas yang masih belum teratur. "Heh?!" Yaya menatapnya bingung, apa maksudnya? Tiba-tiba Ying berdiri dan berjalan kearah bangku satunya yang tadi dia dan Yaya duduki. Yaya mengikuti Ying dan duduk disampingnya.

"Aku boleh iku?" Tanya seseorang yang baru saja sampai dilapangan dengan kedua tangan yang dimasukkan di saku celananya.
"Gempa-kun? Aha, yang bener?" Tanya Gopal tak percaya, dua pangeran sekolah sekarang sudah ada diapangan. "Tentu boleh" balas Taufan semangat.

Gempa menatap Halilintar yang ada didepannya sedang duduk membelakanginya, "Hali" panggilnya yang membuat Halilintar menoleh sedikit kearahnya.

"Mari kita bertanding." Ajak Gempa dan mendapat sorakan heboh dari Taufan dan Gopal yang ada di depan Halilintar.
"Wohoo bakal seru nih" teriak Gopal dan diangguki oleh Taufan.
Halilintar hanya diam manatap lurus ke depan.

⚡🌸

Tap tap tap tap

Keduanya berhenti di tengah lapangan basket dengan Halilintar yang mengapit bola di lengan kirinya.
"Yang mencetak 10 angka dia pemenangnya" jelas Gempa yang hanya dibalas gumaman singkat oleh Halilintar.
"Mau taruhan?" Tantang Gempa.
"Siapa takut." Balas Halilintar singkat.
"Taruhannya apa?" Tanya Gempa sambil menatap Halilintar remeh.
Halilintar sedikit menoleh ke sebelah kiri dan menatap Yaya yang sedang menatap kearah mereka.
"Are wa (Dia)" ucapnya singkat dan Gempa yang tau itu tersenyum miring.
"Boleh juga." Yaya sendiri yang merasa dipandang oleh keduanya mengernyitkan dahinya, ada apa dengan mereka? Pikirnya.

Kemudian, keduanya bermain dengan ketat yang dimulai dengan bola berada di tangan Gempa. Setelah melakukan dribble beberapa kali, Gempa mulai berlari kencang dan mencoba memasukkan bola ke dalam ring tapi sayangnya Halilintar dengan cepat memukul bola tersebut sehingga terlempar jauh keluar.

"Aarh nyaris saja!" Dumel Yaya ketika Gempa hampir memasukkan bolanya.
"Yatta (berhasil)" Yaya menolehkan kepalanya saat mendengar seruan kecil disampingnya yang berasal dari Ying. Yaya menatap sahabatnya bingung.

Kini bola berada di tangan Halilintar. Dengan santainya ia mendribble bola tersebut sambil sesekali melihat cela. Gempa berusaha menghadangnya dengan tatapan yang masih fokus untuk merebut bola tersebut.
Dirasa cukup untuk mendribble, Halilintar memutar tubuhnya dan berlari ke samping Gempa dengan cepat ia menuju ring dan Zrass bola tersebut berhasil masuk.

"Aarh.." Dumel Yaya kembali dengan kedua tangannya yang meremas rambutnya.
"Yatta!" Yaya kembali menolehkan kepalanya pada Ying yang tampak senang jika Halilintar berhasil memasukkan bolanya.
"Ying.." panggilnya pelan. Dan Ying yang merasa dipanggil menolehkan kepalanya dengan bibir yang masih tersenyum senang.
"Mungkinkah...kau menyukai Halilintar-kun?" Tanya Yaya memastikan. "Eh?!" Dan Ying dibuat salah tingkah sendiri sekarang. Wajahnya mulai memerah dan Yaya dapat melihatnya. Yaya tersenyum jahil pada Ying, ingin sekali ia menggoda sahabatnya itu.

⚡🌸

"Sudah lama aku tidak melihatmu putus asa" ujar Gempa menunggu Halilintar melempar bolanya.
"Kaupun sama." Balas Halilintar dingin sambil melempar bola kearah Gempa. Kemudian keduanya mulai bermain kembali dengan Gempa yang mendribble bola dan Halilintar yang siap merebut bolanya. Gempa berlari kearah samping ring dan diikuti oleh oleh Halilintar. Gempa masih mendribble bolanya sambil memunggungi Halilintar yang siap merebut kapan saja.

Bahu dan lengan saling bertabrakan, disertai keringat yang mengucur di wajah mereka.
"Begini Hali..." kata Gempa sembari terus mendribble bolanya.
"Hah?"
"Kemarin, terjadi sesuatu antara kau dan Yaya, 'kan?" Tanya Gempa yang masih memunggunginya.
Halilintar yang ada dibelakang hanya diam mencoba mencerna maksud pemuda itu sebelum ia tahu maksudnya.
"Betsuni (tidak ada)" jawabnya singkat dan dingin.
Gempa tidak bodoh untuk percaya omongan Halilintar begitu saja. Ditolehnya Halilintar dan menatapnya tajam"nyebelin" ucapnya dingin "hah?!" Halilintar hanya menatapnya bingung sehingga kurang fokus untuk menghadang Gempa yang tiba-tiba berputar dan menuju ring dan berhasil memasukkan bolanya. "Ckh!" Halilintar berdecak kesal melihatnya.

⚡🌸

"Aku tidak mau ada yang tau" ujar Ying sambil menundukkan wajahnya. Yaya yang tadinya berdiri melihat persaingan antar dua laki-laki tadi kembali duduk dan menatap Ying heran.
"

Sejak kapan kau menyukainya?" Tanya Yaya penasaran.
"Sejak musim panas yang lalu" jawab Ying dengan muka yang memerah.
"Sejak saat itu?" Yaya dibuat melongo dikarenakan musim panas itu sudah berlalu lama sekali otomatis Ying menyukai pemuda itu sudah lama.

Ying menganggukkan kepalanya dan mulai menceritakan bagaimana ia bisa mengenal Halilintar.
"Saat pelajaran renang kakiku kram. Dan saat tahu hal buruk terjadi, Halilintar-kun datang menyelamatkanku. Dan membawaku ke UKS dan yang membuatku tidak percaya, dia menemaniku selama aku pingsan." Jelas Ying dengan muka yang semakin memerah mengingat sat dirinya digendong Halilintar menuju UKS meski ia tak sepenuhnya sadar.

Yaya terdiam untuk sesaat setelah mendengar cerita sahabatnya itu. Selama itukah Ying menyukainya? Batinnya yang entah kenapa...
"Aku mulai menyukainya setelah kejadian itu." Sambung Ying sambil menatap Halilintar yang tengah bermain.
"Hm..jadi gitu" ujar Yaya seadanya karena ia sendiri bingung harus mengatakan apa.
"Perasaanku semakin kuat, lalu memutuskan untuk putus dengan pacarku."
"Eh?!" Yaya jelas kaget dengan penjelasan Ying. Sampai segitunya pengorbanan Ying untuk laki-laki iblis itu.
"Hahaha konyol'kan?" Ying sendiri dibuat tertawa dengan tindakannya itu.
"Padahal sedikit pun aku tak pernah masuk dalam pandangannya." Sambung Ying kemudian, yang masih menatap Halilintar dilapangan. Yaya menatap sahabatnya sedih, merasa sedikit kesal karena perjuangan sahabatnya sama sekali tak nampak dimata pemuda itu.
"Ying, aku akan mendukungmu." Ujar Yaya mencoba memberi semangat untuk sahabatnya itu. Ying menolehkan pandangannya ke arah Yaya kemudian tersenyum senang.
"Arigatou" dan diangguki cepat oleh Yaya.
"Kalau kau?" Tanya Ying tiba-tiba. Ia juga ingin tau tentang hubungan Yaya dan Gempa bukan hanya dirinya.
"Bukankah tadi mau membicarakan soal Gempa-kun?" Yaya hanya diam tiba-tiba ingatannya kembali pada kata-kata Halilintar. 'Sudah hentikan saja, kucing bodoh.'

"Ah....itu.." Yaya ragu untuk menjelaskannya.
"Apa dia menembakmu?" Tanya Ying spontan.
"Ya, tapi..."
"Jadi beneran dia menembakmu? Sugoi! (Keren!)" Sela Ying dengan semangatnya. Yaya kembali diam, entah kenapa hatinya seperti menolak untuk itu. Ditatapnya Gempa yang masih bermain dengan tatapan kosongnya.

⚡🌸

Skor menunjukkan nilai seri 9:9, tinggal satu point lagi untuk  memenangkan permainan itu. Bola kembali di-dribble oleh Halilintar. Tatapannya fokus mencari cela pada Gempa didepannya. Ia mencoba taktik menipu dan berhasil melewati Gempa. Ia berlari kencang ke arah ring dan Zrass berhasil memasukkan bola tersebut bersamaan dengan suara peluit yang menandakan jika permainan selesai.
"Aarrhh..." geram Yaya. Berbeda dengan Ying yang malah tersenyum senang melihat Halilintar yang berhasil memenangkannya. "Yatta!" Serunya senang.

⚡🌸

"

Pemenangnya Hakito Halilintar!" Teriak Taufan sebagai wasit.

Gempa mencoba menetralkan napasnya dan terduduk dilantai. Halilintar berjalan kearahnya dengan tangan kiri dimasukkan ke saku celana. Tangan kanannya terulur dan diterima baik oleh Gempa. Kemudian keduanya saling pandang dengan tatapan sama-sama dingin.

"Tapi aku takkan mundur soal Yaya-chan" ujar Gempa yang masih kukuh mempertahankan prinsipnya. Halilintar sendiri hanya mendengus mendengarnya.
"Kau sendiri yang ngajakin taruhan." Ujar Halilintar dingin
"Gomen, tapi aku tak bisa menyerahkannya begitu saja." Balas Gempa serius. Kemudian keduanya saling tatap tajam. Sebelum Halilintar menyeringai.
"Heh! Ekspresimu saat ini sangat suram." Ujarnya dingin.
Gempa yang mendengarnya dibuat senyum tapi penuh makna didalamnya sebelum kembali menatap Halilintar tajam.
"Dan aku tak ingin mendengarnya darimu." Ujarnya sama dinginnya. Kemudian keduanya sama-sama tertawa geli dengan apa yang baru saja mereka lakukan.

Tak jauh dari sana Ying yang sedari tadi melihat interaksi keduanya tersenyum senang. "Pertemanan antar cowok hebat, ya?" Katanya. Sedangkan Yaya disampingnya hanya menanggapinya dengan gumaman kecil. Wajahnya terlihat lesu. 'Ying menyukainya' batinnya yang entah kenapa hatinya merasa sedih.




Tbc

Haha maaf klo terasa ngegantung critanya...😂

Oh iya, selamat hari raya idul fitri mina-san (semuanya)😊😊😊 minal aidzin wal faidzin ya🙏🙏

Okelah sampai sini dulu, mau lanjut gk? Ditunggu vote dan komennya🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top