Cowok Aneh Bernama Jasuke
“Jika ditanya apa definisi teman, maka saya akan menjawab; teman adalah orang-orang yang datang ketika dia butuh saja. Lalu, akan menghilang dimakan bumi ketika saya membutuhkan mereka. Sesederhana itu.”
—Jasuke.
***
“Eh, pinjem buku matematika dong. Gue mau nyalin PR.”
“Tugas bahasa Inggris udah?”
“Lo tinggi banget, makan apaan, sih?”
“Itu badan lo udah mirip galah, bisa buat ambil buah mangga.”
“Lo kalau mau tidur pakai pemutih dulu, ya?”
“Badan lo direndam deterjen pemutih apa gimana, sih? Bisa putih banget gitu.”
Jasuke sudah biasa mendengar itu semua ketika dirinya berada di sekolah. Kata orang, masa SMP adalah waktu di mana segalanya berawal, entah tentang sebuah perasaan bernama cinta, atau sebuah makna tentang kebersamaan dengan teman. Namun, sayangnya sampai sekarang Jasuke belum merasakannya. Jangankan jatuh cinta, teman saja dia tak punya.
Seharusnya dia bisa berbangga diri ketika mampu lolos seleksi di sekolah menengah pertama yang memiliki predikat elite, tetapi sekali lagi, Jasuke tidak bisa merasakan kebanggan atas semua yang sudah berada di dalam genggaman tangannya.
Suara pintu yang diketuk dari luar tak membuat fokusnya berpindah. Dia masih saja sibuk mengerjakan soal biologi. Di saat anak-anak lainnya mengerjakan secara berkelompok, Jasuke jutru melakukannya seorang diri. Ini semua sudah biasa bagi Jasuke.
Jasuke mengangkat kepalanya sekilas, dari balik kacamatanya dia melihat seorang cewek yang sedang berdiri dengan senyum yang bertengger di wajah bulatnya. Tidak lebih dari lima detik Jasuke memandangnya, matanya kembali menekuni setiap kalimat yang tertulis di buku. Sesekali tangannya bergerak untuk menuliskan jawabannya.
Penjelasan-penjelasan yang berasal dari cewek yang sedang berdiri di depan kelas hanya lewat begitu saja di telinga Jasuke. Dia tak berniat menanggapi, termasuk saat seisi kelas dibuat tertawa oleh hawa ceria yang dibawa.
Bagi Jasuke, cewek seperti itu adalah tipikal orang-orang yang suka menindas orang lain. Iya, seperti geng populer yang ada di sekolah ini. Mereka hanya bertingkah sok paling berkuasa dan paling kuat agar terlihat sangar, padahal tetap saja, jika di rumah tetap anak manja yang jika ada apa-apa hanya berani bersembunyi di balik ketiak sang ibu.
“Pia, duduk di sebelah Jasuke, ya?”
Kalimat yang baru saja diucapkan oleh Pak Wondo masih saja bergema di telinga Jasuke. Hanya dalam satu kedipan mata, cewek bernama Piatos itu sudah berada di depannya. Sambil menghela napas gusar, dia kembali pura-pura sibuk mengerjakan soal biologi. Entahlah, Jasuke tidak tahu, ini adalah awal keberuntungan atau justru bagian dari semua kesialan yang akan dia terima.
***
Bel istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Namun, Jasuke masih betah duduk di dalam kelas sambil membaca sebuah komik. Jika sudah disandingkan dengan buku bergambar seperti sekarang, Jasuke akan mengabaikan orang-orang di sekitarnya. Dia akan membangun dunianya sendiri; dunia yang sesuai imajinasinya.
Sadar diperhatikan, Jasuke membetulkan letak kacamatanya yang terasa tidak nyaman. “Biasa aja ngeliatinnya, iler lo netes tuh!”
Dengan gerakan refleks, Pia menyentuh ujung bibirnya. Sial, gerutunya dalam hati.
“Lo nggak mau ngajak gue ke kantin?” tanya Pia, tidak tahu malu.
“Nggak.”
Jasuke hanya menghela napas, sudah dia prediksi bahwa cewek yang duduk di sampingnya, akan menghadirkan potensi merepotkan. Dan benar saja dugaannya.
Kantin? Jasuke memutar bola matanya ke atas. Selama bersekolah di sini, kantin adalah tempat paling wajib dihindari bagi mereka-mereka yang hanya bisa merunduk ketika diinjak-injak harga dirinya.
Lagipula, kantin adalah markas anak-anak populer, di mana mereka bisa berbuat semau mereka; cari perhatian kakak kelas, bergosip bagi para tukang gibah dan bagian paling parah, kantin akan menjadi tempat ajang bullying. Itulah, hal yang paling Jasuke hindari, sudah cukup ia dikucilkan di dalam kelas, jangan sampai seisi penghuni kelas turut menganggapnya tidak ada.
“Kenapa?” tanya Pia setelah hening beberapa saat.
“Nothing,” sahut Jasuke singkat.
Hening kembali tercipta di antara mereka. Jasuke sibuk dengan komiknya, dan Pia yang sedang menelisik seisi kelas yang mulai sepi, karena penghuninya satu per satu meninggalkan ruangan sejak bel pertanda istirahat berbunyi.
“Tapi harusnya lo sebagai murid lama, bantuin gue buat tahu setiap sudut sekolah. Masa, nanti kalau gue kebelet pipis, mau minta dianterin sama lo? Kan nggak lucu.”
“Sama yang lain aja.” Jasuke tetap fokus pada benda yang berada dalam genggamannya.
“Gue nggak kenal sama mereka,” cicit Pia.
“Sama. Gue juga nggak kenal lo dan mereka semua.”
Mendengar hal itu, membuat Pia memiringkan wajahnya. Menatap Jasuke lekat-lekat. Sadar diperhatikan, apalagi melihat ekspresi Pia yang dibuat memelas membuat Jasuke tidak tega. Bagaimana pun, dia masih memiliki perasaan dan empati terhadap orang lain.
“Beli roti di koperasi, aja yang jaraknya nggak terlalu jauh. Lagian, bentar lagi bel masuk.” Jasuke memberi saran, sambil menutup komiknya.
“Roti? Maksud lo pembalut?” Pia mengerutkan dahi. “Lo cowok tulen, ‘kan?”
BUGH!
Hanya dalam hitungan detik, sebuah buku mengahmpiri puncak kepala Pia. Dan sudah jelas, bahwa pelakunya adalah Jasuke. Dia tidak habis pikir, otak Pia terbuat dari apa, bisa-bisanya cewek itu menyamakan roti dengan pembalut. Jasuke menelisik keadaan kelasnya, untung saja kelas sedang sepi, jadi ia tak perlu khawatir ada yang mendengar ucapan Pia tadi.
“Hidup lo kebanyakan nonton spongebob!” cibir Jasuke sambil beranjak meninggalkan kursinya.
Kalimat itu tak cukup untuk membuat seorang Pia tersinggung. Cewek itu ikut bergerak, meninggalkan kursinya. Dalam hati, Jasuke terus menggerutu. Bisa-bisanya dia menuruti kemauan cewek gila yang baru satu setengah jam lalu mengaku sebagai sahabatnya.
Dia menghela napas perlahan-lahan, Jasuke baru menyadari, bahwa kesialannya di SMP ternyata baru saja dimulai, ketika cewek bernama Piatos mengaku-aku sebagai sahabatnya di hari pertama mereka bertemu.
“Ini sekolah luas banget, ya? Gue berasa lagi ke lapangan yang biasa ada pasar malemnya,” ujar Pia tiba-tiba.
🦌🦌🦌
Peringatan: Setiap part dalam cerita ini hanya berisi 700-850 kata saja. Jika lebih dari itu artinya bonus.
Kalau ditanya kenapa sih nggak sekalian yang panjang aja?
Gaessssss, aku nulis cerita ini, aku sesuaiin ulang sama buku yang pernah jadi tempat nulis cerita ini dan sama buku diary-ku sendiri.
Iya, ini kisah nyata gaes, aku juga nggak nyangka pernah nulis kisah ini di buku diary.
Jadi kalau ada yang nanya; kalau disesuaikan sama yang pernah ditulis dulu, nggak ada niatan buat mengembangkan alur dong?
Niat itu ada kok. Cuma aku pengen nulisnya emang sesuai tahun 2011/2012, biar lebih kerasa, biar aku gak lupa lagi pernah ada di masa itu, iya masa di mana segalanya berawal😂 sekalian flashback sih ceritanya wkwkwk.
To be continue ♥️
Semoga betah😚😚😚
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top