Chapter 8 - The truth that lies in the deep forest

.

Kagome berlari menghindar dari ratusan objek terbang berkecepatan tinggi yang menargetkan dirinya. Ia berlari zig-zag secepat mungkin, melompat ke atas dahan demi dahan. Tempatnya berpijak sementara lantas diisi oleh belasan duri tajam dengan panjang 10 sentimeter.

Napas terengah-engah, mata nanar menatap sekeliling, waspada akan serangan lawan selanjutnya. Kali ini, dia tidak akan memandang remeh siapa pun. Tidak setelah pengalamannya menghadapi Tomoaki yang berbuntut kekalahan.

Youkai itu kini berdiri beberapa kaki darinya, tubuhnya tambun tapi tinggi menjulang. Rambutnya pendek berwarna cokelat mencuat kesegala arah, matanya kecil, mulutnya tersenyum sinis. Dedaunan dan ranting kering berkeretak terinjak oleh saat menepis jarak antara ia dan buruannya. Langkahnya panjang dan mantap. Dalam sekejap, makhluk itu hanya berjarak beberapa kaki dari Kagome.

"Inikah hanyou yang telah membunuh Kuroichi sang penguasa Utara?" intonasinya penuh penghinaan, matanya meneliti gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pakaian gelap yang dipakai sangat kontras dengan iris matanya yang berwarna merah darah.

"Aku tidak ingin berkelahi denganmu," Kagome berkata datar, dagunya terangkat saat berbicara. Gadis itu berusaha sebisa mungkin menyembunyikan rasa lelahnya.

"Mereka berkata bahwa saat ini kau hendak menuju Timur. Kau hendak bertemu Takigawa kah?" ia tertawa. "Sayangnya, kau akan mati lebih dulu sebelum itu terjadi." Seketika, duri-duri itu keluar dari pori-pori tubuhnya. Tubuh siluman landak itu sedikit menunduk, bersiap-siap menyerang. Sedetik kemudian, duri-duri itu kembali meluncur secepat kilat mengarah ke target yang sama.

"Ups!" Kagome melompat beberapa langkah mundur ke belakang, duri-duri itu menancap tepat di mana kakinya barusan menjejak. Pola itu terus terulang selama beberapa saat, gadis itu terus menghindar dan menghindar. Walaupun Kagome dapat dengan mudah mengelak dari serangannya, tapi ia benar-benar jemu melawan musuh acak.

"Kenapa kau ingin membunuhku? Aku tidak mempunyai urusan denganmu?" tanyanya di sela-sela pergerakan. Serbuan lain melesat, Kagome lantas melompat dari tanah, ke pohon, lalu turun ke tanah lagi. 

"Cukup satu alasan bagiku untuk membunuhmu, kau hanyou," ejeknya. "Kau berusaha melampaui youkai dengan mengalahkan para penguasa. Satu hal yang perlu kau ingat adalah, kau tidak akan bisa melampaui kami," satu sudut bibirnya tersungging, mata merahnya semakin memerah terbakar api kebencian.

"Hanyou ... " gema Kagome. Kalimat lain seakan tersangkut di lidahnya.

Serangan mereda. Mereka berdiri berhadapan, diam mematung, dikelilingi oleh aura ketegangan. Kemarahan Kagome mulai timbul. Ia tidak membenci satu kata yang memang merepresentasikan dirinya. Akan tetapi, ia sangat membenci cara mereka mengucapkannya.

Seperti hanyou adalah nama penyakit yang harus dengan segera dibasmi. Seakan tidak ada lagi hal yang paling menjijikan daripada seorang hanyou. Kagome mengikik dengan mulut tertutup, musuhnya keheranan. Tawa kecilnya meledak menjadi tergelak-gelak. Usai keriangan dadakan itu, Kagome tersenyum memandang musuhnya yang kebingungan.

Kagome menatap manik berma itu dalam-dalam "Kau, sungguh, dangkal!" dia mengucapkannya dengan penuh penekanan di setiap suku kata.

Dalam sepersekian detik, Kagome melompat, lalu mengincar satu bagian tubuh sang oponen. Youkai yang tidak mempunyai waktu dan kesempatan untuk menghindar dari serangannya hanya mampu menerima pukulan. "Kau tidak tahu apa-apa!" Bunyi tulang berderak saat Kagome memukul pipi kiri musuhnya.

Tenaga yang gadis setengah siluman itu keluarkan dapat menghancurkan bongkahan batu besar menjadi berkeping-keping. Alhasil, rahang sang lawan sedikit bergeser, muka siluman bau itu sontak menjadi asimetris.

"Kau pikir aku hanya ingin melampaui youkai, hah?"

Kagome kembali melayang di udara, bersiap untuk serangan kedua. Youkai itu mundur. Namun, ia jatuh terjerembab dengan punggung menghantam tanah. Kagome memusatkan berat tubuh pada tungkai, lalu ia mendarat dengan salah satu lutut diatas perut si musuh. Andai siluman landak itu manusia dia pasti sudah mati, itu pasti.

Darah menyembur deras dari mulut youkai yang tidak diketahui namanya itu, entah berapa banyak tulang rusuknya yang patah atau organ dalam mana sajakah yang pecah. Siluman itu melenguh kesakitan dengan suara yang menjijikkan. 

Kagome menatap lawan lemahnya dengan garang, cakar-cakarnya menekan leher makhluk yang kini tergeletak tak berdaya. Keringat dingin mengalir, tidak ada lagi keangkuhan yang tertinggal, Kagome bisa merasakan pria itu gemetar. Mata merah yang sebelumnya menatap sinis, kini diselimuti oleh ketakutan akan kematian. Tekanan cakar gadis itu bertambah, titik darah mulai mengalir. Kagome menyeringai menang, menampakkan taringnya.

"Kesombongan kalian, para youkai, membuatku sangat muak! Rasmu tidak lebih baik dari hanyou, camkan itu!" suaranya menggelegar penuh dengan wibawa. "Aku tidak akan membunuhmu karena kau tidak berarti apa-apa bagiku." Kagome menarik lututnya dari tubuh youkai itu lalu bangkit berdiri. Dengan satu entakan kuat di tanah, gadis itu menghilang sekejap mata.

Akhir-akhir ini, begitu banyak musuh yang menyia-nyiakan waktunya. Semakin dekat dia ke arah Timur, semakin banyak yang menghadang dengan berbagai alasan, melindungi Takigawa si penguasa atau hanya sekadar menantangnya.

Hanyou dan rendahan, adalah padanan kata yang selalu ia dengar dari mereka. Bila saja muncul satu matahari dari setiap kata-kata merendahkan yang ditujukan kepada para hanyou, sudah tentu langit tidak sanggup memuat semuanya. 

Kagome hampir saja tersedak oleh tawanya sendiri atas pemikirannya barusan. Para hanyou. Seperti dia pernah menjumpai satu hanyou lain sepanjang hidupnya, tapi tidak! Dia tidak pernah bertemu satu pun.

Sudah rahasia umum bahwa sejak dulu hanyou diburu, dibenci, dan dibasmi. Youkai yang berhubungan dengan manusia pun dikucilkan oleh yang lainnya. Tak ubahnya dengan manusia yang memilih youkai sebagai pasangan hidupnya, nasib yang sama terjadi pada mereka.

Kagome terus berlari menembus hutan yang disinari cahaya jingga kemerahan. Rambutnya yang dikuncir kuda terombang-ambing oleh angin senja yang menyejukkan.

Kali ini, perburuannya akan memakan waktu panjang, lebih banyak tenaga yang akan dibutuhkan. Semenjak kematian Kuroichi, ia telah resmi menjadi magnet bagi kaum youkai yang membenci 'pencemaran'.

Kagome masih berada di perbatasan wilayah. Takdir telah menunggu. Kagome terus berlari, demi memenuhi janji membasmi musuh maupun menyambut ajalnya sendiri.

.

Black String of Fate

.

Sosok itu berdiri terpaku, kepalanya sedikit mendongak ke langit. Rambut perak indah yang panjang berayun dipermainkan oleh angin malam yang nyaman. Sesshoumaru berdiri di atas tebing tertinggi di suatu tempat, menatap kejauhan di malam yang sunyi. Bulan yang berada di langit satu-satunya yang menemani Sesshoumaru, pikirannya melayang. Alisnya berkerut mengingat kejadian satu hari sebelumnya, dia mendengus.

Dia tidak mengerti ke mana perginya pengendalian diri miliknya yang selama ini dibanggakan. Apakah yang dilakukannya benar-benar tidak dia pikirkan? Gadis itu hanya membawa masalah untuknya, menjatuhkan derajatnya. Semenjak bertemu hanyou itu dia telah melemah, dan Sesshoumaru sangat membenci kenyataan itu.

Tangannya terkepal hingga buku-buku jarinya memutih, pikiran-pikiran itu begitu mengganggunya. Pada awalnya dia hanya mengetes dan menuruti keinginan Tenseiga yang tidak pernah dia gunakan sejak dia miliki. Setidaknya, itulah yang Sesshoumaru katakan pada dirinya sendiri berulang kali, untuk menjelaskan apa yang tidak dia mengerti, dan rasa yang tak ia pahami.

Kendati demikian, ia tahu penjelasan itu tidaklah cukup. Sesuatu di dalam diri mengkhianati logikanya.

Nalar Sesshoumaru ikut menyediakan pembelaan. Rasa penasaran yang tinggilah yang mencegahnya untuk bersungguh-sungguh membunuh gadis itu. Sang hanyou tengah memburu para penguasa wilayah. Dan, misi itu tentu akan membawa gadis itu kembali ke hadapannya.

Ingatan Sesshoumaru berkelana saat pertama kali dia melihat gadis itu bertarung dengan Kuroichi. Dari semua ingatan yang bergulir, yang paling menyita sebagian besar ruang di dalam memorinya adalah raut cantik yang dihiasi oleh kerlip hasrat di gua terdalam gunung Fuji.

Sesshoumaru menutup penglihatan sedetik lamanya. Ia berupaya mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya. Yang terjadi justru sebaliknya, kejadian itu malah terputar ulang. Layaknya di depan mata, ia melihat bagaimana pipi gadis itu merona, bibir merah muda itu terpisah, menanti bibirnya.  Aroma khas perempuan itu pun masih melekat di tubuhnya.

Sesshoumaru menggeram marah, lantas membuka mata. Malam itu ia habiskan dengan memenuhi diri sendiri dengan kebencian.

Hal sia-sia yang pertama kali dilakukan olehnya, kebencian itu tidak akan mengurangi apa yang telah terjadi dan apa yang sebenarnya dia rasakan. Tidak ada satu pun yang tidak dia mengerti di hidupnya. Hanya saja, dia terlalu penuh harga diri dan kebanggaan pada gelar yang ia sandang untuk mengakui buih kasih di dalam hati.

Dia membuang hal yang tak ia mengerti jauh-jauh. Kemudian, ia mengalihkan perhatian pada hal yang lebih berguna menurutnya.

Yang Sesshoumaru butuhkan saat ini hanyalah sebuah senjata dengan kekuatan besar sudah di tangan. Kekuatan untuk menguasai seluruh wilayah, untuk memimpin seluruh youkai yang ada sudah dalam genggaman.

Dengan itu, dia akan melampaui sosok yang disegani kawan maupun lawan, satu-satunya youkai yang ia anggap sebagai rival. Melampaui saingan terbesarnya itulah alasan awal Sesshoumaru untuk menjadi pemimpin youkai di seluruh wilayah Jepang, satu-satunya youkai yang sangat dia hormati sekaligus dia benci, youkai yang menghantuinya hingga saat ini.

Sesshoumaru mengalihkan perhatiannya ke pedang yang ada di tangan. Pedang Odachi, terbuat dari taring seorang siluman besar. Material itu jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan senjata yang terbuat dari baja dengan kandungan karbon tertinggi sekalipun.

Sarung Odachi berwarna hitam pekat. Gagangnya dibentuk sedemikian rupa hingga cukup panjang untuk pemakaian dua tangan. Pedang itu dalam kondisi yang sangat baik, seperti baru di buat kemarin. Dia memandang benda itu dengan takjub. Pedang melegenda itu sekarang dimiliki olehnya. Tak lama lagi, semua akan takluk kepadanya.

Sang Penguasa wilayah Barat mengangkat pedang itu dengan tangan kiri. Pelan, tangan kanannya memisahkan pedang itu dari sarungnya. Aura youki pedang itu memancarkan warna biru pucat. Bilah tajam itu memantulkan refleksi kedua netra emasnya yang dingin.

Bentuk pedang itu melengkung, ramping, ujung pedang berbentuk seperti kepala ikan. Panjang pisaunya tidak kurang dari 90cm, tidak begitu lebar, sempurna melengkapi tampilan dengan satu sisi bilah mematikan.

Secara keseluruhan pedang itu begitu indah namun mengancam siapa pun yang berurusan dengan si penyandang. Pedang itu hanya cocok disandang oleh youkai sepertinya. Senjata yang hebat hanya diperuntukkan pada youkai yang terkuat.

Pikiran Sesshoumaru sepenuhnya teralih kepada pedang barunya, pedang itu kini benar-benar terbebas dari sarungnya. Dia mengarahkannya ke depan, menunjuk sebuah pohon besar. Sesshoumaru menyelaraskan youki miliknya dengan Odachi. Pria itu mengayunkan pedang tersebut. Alangkah terkejut Sesshoumaru kala tidak ada apa pun yang terjadi selain bunyi tipis yang dihasilkan kala pedangnya menebas udara. Rahangnya mengeras. Matanya memicing, tidak ada senjata apapun yang tidak dia kuasai olehnya saat percobaan pertama.

Sekali lagi, dia berkonsentrasi, sekuat tenaga memusatkan energi demi mengeluarkan jurus Odachi. Jurus yang sempat menghilang bersamaan dengan pemilik terdahulu.

Hasil usahanya yang kedua kali tak membuahkan hasil. Tak menyerah, Sesshoumaru mencoba dan mencoba lagi. Setelah beberapa, ia berdiam diri. Pangkal alis berkerut di tengah, wajahnya jengah.

Sesshoumaru gagal memahami yang terjadi. Tidak pernah ia gagal menguasai senjata apapun sebelumnya. Jelas, Odachi tidak menolaknya, tapi aliran youki pedang itu seperti dua kutub magnet yang serupa bila disandingkan dengan miliknya.

Tidak ada penghalang yang dipasang bila memang pedang itu tidak boleh dimiliki olehnya, bahkan pedang itu pula meminta ditemukan olehnya. Lalu, apa yang salah? Mengapa ia seakan tidak mampu mengeluarkan potensi dahsyat pedang tersebut?

Sesshoumaru kembali menyarungkan pedang itu kembali, ia mengikat senjata itu dengan sebuah tali hitam. Tali pedang itu menyilang di atas pelindung besi di dadanya, pedang Odachi itu kini berada di punggungnya.

Sungguh, Sesshoumaru merasa tersinggung. Pemilik Odachi terdahulu benar-benar menghantui, bahkan dalam kematian. Sesshoumaru bersumpah akan mencari cara untuk menguasai pedang tersebut. Ia tidak sudi ditertawakan sang saingan yang sudah berada di akhirat.

.

.

.

Sinar matahari telah menerangi cakrawala saat Sesshoumaru terbang menembus langit. Siluman itu melesat cepat bagaikan bola cahaya biru. Dia terbang jauh di atas awan, melewati hutan dan pemukiman manusia.

Dengan menekan sedikit rasa tidak sukanya, Sesshoumaru sampai di pembukaan Hutan Kematian. Di sana, ia bisa menemui satu sosok yang berkuasa memberikan jawaban atas segenap permasalahan yang ada. Sosok itu adalah Bokuseno, youkai pohon yang usianya mungkin menyamai bumi.

Tidak ada satu kejadian pun yang terjadi luput dari pengetahuan Bokuseno, dia dapat melihat dan mendengar melalui akarnya yang menjalar di bawah permukaan bumi yang tersebar di hampir seluruh wilayah Jepang.

Menemui youkai itu adalah pilihan terakhir yang dipilih Sesshoumaru sebab, Bokuseno memberinya rasa tidak nyaman saat berdekatan. Bukan karena youkai itu berbahaya, tapi karena Bokuseno memiliki pengetahuan atas segala kejadian yang telah berlaku di dalam hidupnya. Siluman pohon tua itu seakan mampu membaca pikirannya, menyelami dirinya, dan terkadang mengutarakan sesuatu yang sangat ingin disangkal oleh Sesshoumaru.

Untuk mencapai hutan tempat Bokuseno berada, Sesshoumaru harus melewati hutan kematian, dia tidak bisa terbang diatas melewatinya karena energi misterius di hutan kematian itu akan menyerap youki yang dikeluarkannya.

Hutan kematian adalah hutan yang begitu luas ditumbuhi oleh ratusan juta pohon besar yang menjulang tinggi, dengan dahan-dahan kokoh yang menjuntai seakan-akan memanggil para manusia yang tenggelam dalam selimut kabut keputusasaan yang menusuk mencoba meraih manusia untuk meninggalkan semua masalahnya yang dihadapi oleh mereka di dunia ini dengan menjerat lehernya sendiri.

Sesshoumaru mulai berjalan memasuki hutan yang diselimuti oleh kesuraman yang sangat pekat. Sepasang sandal manusia tergeletak rapi di bawah sebuah dahan pohon besar yang kini dihiasi oleh mayat wanita, rambutnya yang hitam panjang menutupi separuh wajahnya dengan perut yang menggelembung besar. Mayat wanita yang sedang mengandung, wajahnya sudah membiru.

Beban hidup yang membuatnya sengsara jelas terpancar dari wajah kesakitannya, tubuhnya tergantung kaku. Matanya terbelalak lebar, lidahnya menjulur keluar, garis tetesan darah yang keluar dari mata, hidung, mulut, dan telinganya sudah mengering meninggalkan jejak merah cokelat kehitaman yang dirubungi beberapa lalat membuat jenazahnya tampak mengerikan.

Mayat itu hanyalah pembuka, semakin Sesshoumaru berjalan ke kedalaman hutan semakin banyak raga tak berjiwa yang bergelantungan di dahan-dahan pohon. Jasad yang baru maupun yang tinggal kerangka, menjadi penghias hutan kematian ini. Betapa banyak sisa bekal para manusia yang putus asa itu tergeletak di bawah pohon, menandakan jauhnya perjalanan yang mereka tempuh hanya untuk membunuh diri mereka sendiri di tempat ini.

Entah apa yang yang begitu menarik manusia untuk mengakhiri hidup mereka di hutan ini, yang dia tahu hanyalah hutan ini memancarkan aura keputusasaan yang tebal. Membuat siapa pun yang memasukinya merasakan kesusahan hidup. Bahkan, tidak ada youkai yang tahan hidup di hutan ini. Karena hutan ini seperti hidup! Hidup dengan memakan kesusahan yang dimiliki oleh para manusia, dan hidup sebagai rumah dari manusia yang merindukan kematian.

Semakin dalam, hutan diselimuti oleh kabut tebal hingga dia hanya bisa melihat samar-samar benda yang ada di hadapannya. Sesshoumaru terus berjalan sehingga kabut itu mulai menipis lalu menghilang saat dia mencapai daerah pembukaan hutan.

Di hadapannya terbentang padang rumput yang penuh ditumbuhi bunga berwarna kuning, hutan yang dituju olehnya telah terlihat di kejauhan. Berbanding terbalik dengan hutan yang sebelumnya, hutan ini begitu memancarkan kehangatan dan kehidupan.

Cahaya matahari menembus melalui dedaunan, setelah berjalan beberapa saat dia bisa melihat pohon tua itu dikejauhan. Pohon tua itu berdiri tangguh, wajah youkai itu muncul di tengah batang pohon itu, guratan-guratan kayu di wajahnya seakan tersenyum menyambut Sesshoumaru. Wajah Bokuseno sama tuanya saat dia terakhir kali melihatnya seratus tahun yang lalu saat Sesshoumaru ikut orang tuanya untuk menemuinya.

Disaat itulah Bokuseno pertama kali memandang wajah Sesshoumaru, menatap matanya lekat-lekat. Tatapannya itu seakan menembus sudut hatinya yang terdalam, dan itu sangat mengganggunya.

Walaupun kalimat yang keluar dari mulutnya tentang Sesshoumaru terasa menyenangkan, tapi itu tidak dapat menghapus apa yang dia rasakan tentangnya. 'Kau telah ditakdirkan untuk sesuatu yang besar, itu hanya akan terjadi bila kau telah menemukannya. Kekuatan sejatimu' kata Bokuseno saat itu.

"Aku merasa sangat terhormat kau mau mengunjungiku Sesshoumaru," kebijaksanaan terpancar dari suaranya.

Sesshoumaru mengangguk kecil. "Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu".

"Aku merasa terhormat bisa menjawab pertanyaanmu."

"Apakah kau masih ingat apa yang kau ucapkan kepadaku?" tanya Sesshoumaru dengan dingin.

"Aku tidak akan melupakan apa yang kukatakan kepadamu, beberapa waktu yang lalu," ia berhenti sesaat seperti mengingat-ingat sebelum melanjutkan. "Saat pertama kali aku melihatmu, aku sudah dapat melihat seorang calon pemimpin besar. Kau lahir dari garis keturunan yang kuat mengalir dari kedua orang tuamu, kau mewarisi jiwa pemimpin dari ayahmu. Kau telah ditakdirkan untuk sesuatu yang besar, itu hanya akan terjadi bila kau telah menemukannya. Kekuatan sejatimu, tapi itu tidak akan mengunci takdirmu. Kau masih harus memilih takdir yang akan kau jalani, Sesshoumaru," siluman itu memandang Sesshoumaru dengan tatapan yang teduh.

"Tentang kekuatan sejati yang kau maksud," timpal Sesshoumaru datar.

Mata Bokuseno yang tenang bertemu dengan tatapan tajam Sesshoumaru, dia dapat merasakan ketidaknyamanan Sesshoumaru. "Kau telah menemukannya, ya, 'kan?" tanya sang siluman pohon.

Pertanyaan itu membuat keingintahuan Sesshoumaru semakin menjadi-jadi, Bokuseno tahu dia telah menemukannya? Sesshoumaru sangat memercayainya hingga tidak ada ruang untuk meragukan ucapan Bokuseno, tapi sebagian dirinya masih meragu.

Apakah yang dimaksud Bokuseno adalah Odachi? "Aku telah mendapatkannya. Tetapi, mengapa aku tidak bisa menggunakannya?" baritone Sesshoumaru menggema di hutan sunyi itu.

Bokuseno tertegun sejenak, sebelum memandang sang pemilik pedang. "Odachi ," intonasinya hampir terdengar geli.

Sesshoumaru mulai tidak sabar. "Bagaimana cara menguasai pedang ini? Jelaskan padaku!"

Jawaban yang dikeluarkan Bokuseno sontak membuat paras Sesshoumaru retak oleh keterkejutan, kedua alis pria itu terangkat sesaat sebelum wajah kakunya kembali mengambil alih.

.

~SessKag~

.

Minna saiko arigatou!

10/02/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top