Chapter 21 - Lacrimosa
"Full of tears will be that day
When from the ashes shall arise
The guilty man to be judged ... "
-Lacrimosa Dies Illa from Mozart's Reqiuem Mass
.
Kagome kembali menyusuri desa itu lagi, memastikan tidak ada lagi anak yang terjebak di dalam rumah lain. Tiada tanda kehidupan yang tersisa, api hampir melahap habis semua bangunan. Di sepanjang jalan kecil yang dilalui oleh Kagome, wanita, laki-laki, tua atau muda tergeletak tak bernyawa karena tebasan senjata. Sudah pasti, para perampoklah pelakunya.
Tetapi, titik atensinya sontak tergelincir ketika dari kejauhan ia menyadari kehadiran sosok yang familiar. Jantungnya seakan hendak melonjak keluar dari dadanya saat bau Sesshoumaru sudah tercium semakin jelas. Walaupun jarak mereka masih terpisah ratusan meter, telinga Kagome bisa mendengar gesekan hakama sutranya kala melangkah.
Merasa tak ada lagi gunanya lari, gadis itu memilih untuk mengonfrontasi nasib.
Dari balik kepulan asap pekat, samar-samar, sosok aristokrat berjiwa assasin itu muncul. Kini, sosok dingin, arogan, tampan sekaligus mematikan hanya berjarak beberapa langkah darinya. Kagome bergeming di tempatnya berdiri. Air muka Sesshoumaru terlihat seperti biasanya, datar, tidak berekspresi.
Seringkali hati tak sejalan dengan logika. Dua harapan terdalam Kagome yang saling bertolak belakang tak ubahnya bagai menangkap hunusan pedang lawan dengan genggaman tangan. Bila pedang itu dilepas, tubuhnya kan terhujam. Namun, bila pedang itu terus digenggam bilah tajam itu kan memotong tangan. Dua pilihan yang sama-sama menyakitkan.
Mereka kembali berhadapan. Yang satu menatap lekat oleh kerinduan. Yang lainnya menahan tangisan. Langit senja yang memerah semakin bercorak dengan cahaya api sebagai latar belakang pertemuan kedua insan yang saling mencinta. Dai youkai dan sang hanyou yang dipertemukan oleh bintang, diikat oleh benang hitam takdir kehidupan. Kedua hati telah terpaut oleh gairah cinta, tidak ada rasa cinta sebagai kakak-beradik. Mereka terkungkung erat dalam hubungan terlarang. Mimpi-mimpi yang mereka miliki berbenturan dengan dunia yang kelam, cinta yang mereka miliki untuk satu sama lain bertabrakan dengan dendam yang mampu membunuh perlahan maupun secara instan.
Kagome menguatkan hati dan tekad, tapi kecemasan itu masih membelenggunya. Ia dapat mendengar bisikkan tak henti atas keinginan keji di kepalanya. Ketakutan terbesarnya semakin nyata di depan mata. Hanyou di dalam tubuhnya menjadi semakin kuat, dia bahkan hampir bisa mendengarnya tertawa lantang. Alter pendendam miliknya itu terpicu oleh keberadaan Sesshoumaru. Kebimbangan membuat gadis itu mengakar di tempat kala Sesshoumaru mengikis jarak di antara mereka.
Secara mental, Kagome dapat melihat dirinya sendiri berlari, lalu merengkuh dan membenakan wajah di dada pria itu. Sedetik kemudian, hanyou tangguh itu mengambil alih. Dengan bengis, ia menghunjamkan Yoarashi ke punggung Sesshoumaru hingga ujung bilah menembus ke dada. Hanya tatapan kaget yang terpancar dari Sesshoumaru, mulutnya mengeluarkan darah segar, darah itu turut membasahi kimono putihnya yang indah. Itu tak berlangsung lama sebelum eksistensi pria itu ditelah ledakan energi petir dari pedangnya.
Kagome menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha membuang bayang kelam yang baru saja terlintas.
Untuk kesekian kali, ia tak sanggup menahan diri. Kagome mundur selangkah, dua langkah. Lagi-lagi ia berlari. Kagome terus melaju tanpa menoleh. Detik demi detik berlalu, detak jantungnya bertalu-talu semakin lantang seiring langkahnya mengentak tanah. Kagome telah sampai di wilayah hutan bambu yang luas, jauh dari desa yang tadi, ia tidak memperlambat larinya walau tidak ada lagi suara di belakangnya.
Namun, dengan mudah Sesshoumaru menyusul lalu menghadang jalannya.
"Kau tidak bisa lari lagi dariku, Kagome" suara Sesshoumaru penuh percaya diri.
.
BSOF
.
Tubuh Sesshoumaru yang jauh lebih besar menghadangnya, tanpa memandang lawan bicaranya ia menjawab, "Aku tidak lari darimu."
"Kau sebut apa dua hari ini?" tanya pria itu dengan dingin.
"Aku ... " suara Kagome menghilang, sudut-sudut bibirnya tertekuk kebawah.
"Kembalilah bersamaku!" ajaknya lembut.
Tawaran yang diucapkan Sesshoumaru tidak dapat dipercayainya, Kagome mendongak untuk menatap sang Dai youkai. "Mengapa? Apakah kau tidak tahu apa yang telah kulakukan Sesshoumaru?" susah payah ia menelan ludah sebelum melanjutkan, "Aku telah membunuh ibumu."
Sesshoumaru berkata dengan tenang, "Yang kau lakukan hanyalah mempertahankan diri, tidak lebih."
Kagome menatap Sesshoumaru dengan tidak percaya, "Akulah yang menyerangnya lebih dulu, kau tidak bisa begitu saja memaafkanku!"
Sesshoumaru menangkap maksud Kagome, "Kau tidak ingin kembali?"
Kagome tidak tahan lagi menatap Sesshoumaru, karena itu ia memmbuang muka, "Aku tidak bisa," ia berhenti sejenak, "Sebesar apapun keinginanku, aku tidak bisa mengubah siapa dan apa aku ini," ia menunduk, kedua mata Kagome tertutup oleh poni, suaranya bergetar saat melanjutkan, "Riwayat kita teramat rumit. Selain itu, kita adalah kakak-adik," kata-katanya menusuk.
"Kagome, apakah kau pikir aku tidak mengerti?" Dai youkai itu mendekat, dengan ibu jari dan telunjuk, ia mengangkat wajah Kagome untuk memandangnya. Sepasang netra emas menunjukkan kesungguhan kala melafalkan isi hatinya, "Aku mengerti, tapi Sesshoumaru ini memilih untuk tidak peduli."
Tatapan Sesshoumaru itu seakan menembus inti jiwa Kagome. Setiap menatap mata Sesshoumaru, perasaan yang dimiliki untuk kakaknya menjadi bertambah kuat. Kagome sendiri menginginkannya sebagai pasangan akan tetapi, nuraninya menolak tegas gagasan itu.
"Tapi aku peduli!" ucap Kagome berusaha terdengar ketus tapi gagal.
"Kau tidak menginginkan Sesshoumaru ini?" tanya laki-laki masih dengan sikap teduhnya.
"Aku menginginkanmu dengan segenap hatiku," tukas Kagome cepat. Kepalanya tertunduk, "Tetapi, aku tidak bisa ... "
Hening yang menyiksa.
"Tidak ada yang menghalangimu untuk bersamaku."
"Kau salah!" Kagome menggelengkan kepalanya. "Banyak aral yang merintangi jalan kita tuk bersama. Dan penghalang terbesar adalah diriku sendiri!"
Mata Sesshoumaru memicing, "Karena apa yang telah kuperbuat pada ibumu?"
"Itu hanya salah satunya," suara Kagome seakan tercekat. "Apa yang telah kau lakukan di masa lampau hanya memicu bagian diriku yang lain untuk kembali bangkit." Sekarang, ia menutup penglihatan. Bulir kesedihan meluncur di sudut mata. Kagome semakin menunduk dalam agar Sesshoumaru tidak melihatnya menangis.
Sesshoumaru mencium bau asin air mata. "Kagome!" panggilnya. Isakan kecil nan tertahan menjadi jawaban sang hanyou.
Tangan Sesshoumaru terjulur, ia menangkup pipi kanan gadis itu. Ibu jarinya bergerak lembut menghapus air mata yang membasahi sisi wajah saudara seayah. Tidak ada kata yang terucap, tapi perbuatan lelaki itu sudah lebih dari cukup menegaskan perasaannya. Sesshoumaru menolak kenyataan yang baru-baru ini diketahuinya. Tidak peduli Kagome telah membunuh ibunya, dan ia tidak rela hirau akan fakta bahwa Kagome adalah adiknya. Bagi Sesshoumaru, sejatinya Kagome tetaplah pasangannya.
Mendapat perlakuan lembut dari Sesshoumaru justru membuat kesedihan Kagome membuncah, bibirnya bergetar, dan suaranya berat dengan keputusasaan kala melisankan pikiran, "Kau seharusnya marah kepadaku, kau seharusnya membenciku!"
Kedua tangan pria itu meremas lengan Kagome. "Lihat aku!" titah Sesshoumaru.
Merasa diacuhkan, satu tangan Sesshoumaru mengangkat dagu gadis itu. Kini, wajah mereka hanya berjarak sejengkal. Mata Kagome masih terpejam kuat. Bulir-bulir kesedihan tidak henti mengalir dari kedua sudut matanya. Wajah cantik yang dipandang Sesshoumaru didominasi kemurungan, tidak ada kedamaian yang tergurat di sana, tidak pula rona merah kebahagiaan seperti sebelumnya.
Apa yang dilihatnya menusuk hati, wajah Sesshoumaru mengeras. Ia merasa marah, ingin sekali ia mencuri kekalutan yang mengisi jiwa pasangannya sekarang. Dengan mudah, Sesshoumaru menarik Kagome dan membenamkannya dalam pelukan yang hangat dan mendesak. Lengan besarnya memenjarakan Kagome, rengkuhan Sesshoumaru erat, sangat kuat. Sesshoumaru menyandarkan pipinya di puncak kepala Kagome.
Kedua tangan Kagome terkulai di sisi tubuhnya, walau ia ingin sekali membalas pelukan Sesshoumaru tapi ia menolak. "Kumohon ... " pintanya.
"Yang terburuk telah berlalu," suara Sesshoumaru menenangkan.
Tangis Kagome semakin menjadi-jadi, tubuhnya berguncang hebat. Ia menggeleng kecil, "Tidak, kau salah," yang terburuk baru akan menghadang.
Tangan Kagome bergerak, ia merenggut kimono di bagian punggung Sesshoumaru. Kagome meronta dengan tenaga yang tersisa, sangat lemah. Mulutnya terbuka, ia tercekik oleh nestapa yang susah payah ditahannya. "Kumohon, lepaskan aku~" suaranya lirih.
"Tidakkah kau juga ingin bersamaku?"
Tiada tenaga untuk berdalih, sejenak, Kagome menyandarkan kepalanya di dada Sesshoumaru yang hangat. "Kau akan berada dalam bahaya bila bersamaku," lara hati membuat kata-kata Kagome berat terucap.
"Tidak ada bahaya yang akan memisahkanku darimu." Rengkuhan Sesshoumaru semakin kuat, "Sesshoumaru ini tidak akan pernah melepaskanmu, itulah janjiku!"
Kagome menggeleng, "Kau masih tidak mengerti," ia menarik napas panjang. Kalimat berikutnya meluncur cepat, "Dia sangat membencimu, dia tidak akan memaafkanmu atas kematian ibuku, dia akan selalu berusaha membunuhmu. Kematianmu adalah satu-satunya hal yang diinginkan olehnya, dia tidak akan menghilang dari diriku sebelum itu terwujud. Sekuat apa pun aku berusaha membinasakannya adalah suatu kesia-siaan. Aku tidak lagi dapat menahannya, dia akan kembali menguasai tubuhku."
Sesshoumaru mengendurkan dekapannya, lalu menarik diri untuk memandang raut sosok yang dicintainya, "Dia?" kedua sudut alisnya berkumpul ke tengah.
Kagome menggigit bibir bawahnya, ia menarik napas berkali-kali sebelum berkata, "Keselamatanmu akan selalu terancam bila di dekatku. Jiwaku telah lama terpecah. Dia yang kumaksud adalah bagian dari diriku. Dia adalah aku."
Betapapun besarnya Kagome berharap masa lalu miliknya itu tidak merajah hidupnya, sebesar itulah kekecewaan akan menghampirinya. Kematian ibunya yang menjadi bagian dari masa lalu akan selalu menjadi bayangan hitam panjang yang menghantui setiap langkah di hidupnya. Sepanjang usia, ia akan tetap tenggelam di dalam pergulatan kedua sisi dirinya.
Sesshoumaru tidak sepenuhnya paham dengan siapa yang dimaksud Kagome dengan 'Dia, bagian dirinya' tapi ia tetap mencoba menenangkan gadis itu. Pria itu hanya ingin menghapus kesedihan pasangannya. Kedua tangan Sesshoumaru menangkup wajah cantik itu, ia menyandarkan keningnya di kening Kagome.
"Kau akan aman bersamaku," janjinya.
"Tentu, aku percaya itu." Kagome menggenggam kedua pergelangan tangan Sesshoumaru, ia berusaha menarik tangan dai youkai bersurai silver itu dari wajahnya. "Tetapi, kau tidak akan pernah aman bila berada disisiku," bisik Kagome lirih.
"Tidakkah kau mempercayaiku?" Penguasa wilayah itu melepaskan tangannya dari wajah adiknya. "Sesshoumaru ini akan selalu melindungimu, Kagome." kalimat penuh keyakinan itu membuat Kagome membisu.
Wajah Sesshoumaru mendekat, dan kian dekat. Bibir yang hangat itu menyentuh bibirnya. Bibir pria itu masih tetap hangat dan lembut. Harum napas Sesshoumaru masih sama seperti yang diingatnya. Berusaha untuk tetap kukuh dengan pendirian, Kagome berhasil mengelak meski lengan Sesshoumaru masih melilit tubuhnya.
Kagome menunduk, tidak berani memandang wajah orang yang dicintainya sepenuh hati. Sesungguhnya, penolakan yang ia lakukan pun mengiris hatinya. "Kita tidak bisa ... Kumohon, lepaskan aku~" tangisnya yang kembali berderai.
Dai youkai itu melepaskan dekapannya, "Kau adalah pasanganku!" suara Sesshoumaru berubah tegas.
"Dan kau juga kakakku!" sentak Kagome.
Kedua permata yang menjadi jendela hati bertemu, "Kau ingin mengabaikan tanda yang telah kutorehkan padamu?" tatapan Sesshoumaru sarat makna saat bertanya.
Kagome menatap lurus kepada sosok yang menjanjikannya surga dan neraka secara bersamaan. Ia menahan agar suaranya tidak bergetar saat berucap, "Tidak, aku tidak akan pernah dapat mengabaikannya". Ia menggigit bibirnya, mencegah sengatan terasa di matanya. "Tapi kau juga tidak bisa mengacuhkan darah yang sama mengalir di dalam tubuh kita," ucapnya ketus.
Sesshoumaru menatap lekat Kagome, menyadari kebenaran yang dilontarkan Kagome, ia tidak berkata sepatah kata pun.
Kagome mengambil kesempatan itu untuk berbicara "Aku berjanji akan menjaganya dengan nyawaku bila itu yang kau khawatirkan!" Kagome meletakkan kedua tangannya di perut saat mengatakan kalimat terakhir.
Pandangan Sesshoumaru mengikuti tempat kedua tangan Kagome bersemayam, "Kagome," sejenak, ia menimbang-nimbang. "Dia sudah tidak ada," ucap Sesshoumaru, entah bagaimana suaranya yang datar terdengar penuh kepedihan di telinga Kagome.
Kagome terkesiap, ia menunduk menatap perutnya. "Itu tidak mungkin" ia menggeleng kecil, dadanya naik turun dengan cepat. "Katakan itu bohong!" ia mengangkat kepala, tatapannya menghunjam Sesshoumaru.
Beberapa lama, waktu bergulir, tanpa suara, wajah serius Sesshoumaru menyatakan kebenaran atas apa yang diutarakan. Kedua mata Kagome tertutup rapat, bibir Kagome tertarik menjadi satu garis lurus, tak lama sudut-sudut bibirnya tertarik ke bawah, alisnya bertemu di tengah. Kristal kesedihan lantas membanjiri pipi.
Kagome memeluk perutnya, tubuhnya membungkuk, bahunya berguncang oleh lara. "Itu bohong, BOHONG!" suaranya semakin meninggi sebelum hilang, Kagome sesenggukan. "Katakan itu bahwa itu adalah kebohongan belaka," rintihnya dengan suara parau yang menyayat hati. Kata-katanya tersendat, "Ka-kau mencoba menipuku Sesshoumaru, ya 'kan?"
Lidahnya kelu. Sesshoumaru bungkam.
Kagome rapuh tidak dapat menolak saat sebuah kekuatan menariknya dari tubuhnya sendiri. Perasaan kecewa yang disebabkan kehilangan janin yang dikandungnya tidak tertahankan. Amarah yang tak terlampiaskan dan derita yang tak tertanggungkan membuat celah untuk hanyou tangguh menguasai tubuh perempuan itu.
Kedua tangan Sesshoumaru meraih pundak Kagome, kemudian membelainya perlahan.
Untuk beberapa detik Kagome terdiam, sebelum ia mengangkat wajahnya dan berteriak kencang di depan wajah Sesshoumaru, "KAU MENIPUKU, BRENGSEK!"
Hanyou itu menghempaskan tangan Sesshoumaru dengan kasar dari pundaknya. Dengan cepat Kagome sudah bangkit, berdiri tegap kemudian melompat mundur beberapa langkah ke belakang. Mata bulat miliknya menatap sekeliling dengan awas, posisi tubuhnya telah siap bertarung.
"Aku tidak akan termakan oleh sandiwaramu lagi kali ini, Bajingan!"
Walau raut wajahnya tetap datar, Sesshoumaru amat terkejut dengan perubahan sikap Kagome yang drastis, tubuh Kagome tegap, dagunya terangkat, taring muncul oleh seringaian, kedua manik matanya berkilat-kilat. Tidak ada kesedihan sama sekali yang terpancar. Dan yang paling mencuri perhatian Sesshoumaru adalah perubahan suara Kagome yang tidak lagi lembut, tapi lantang dan memancarkan kekuatan.
"Apakah kau juga mengincar Shikon yang mungkin ada di dalam tubuhku?" ledek gadis beriris biru kelabu itu.
"Sesshoumaru ini tidak membutuhkan hal semacam itu."
"Sesshoumaru ini, Sesshoumaru ini, cih! Kau tidak berbeda dengan yang lain, penuh tipu muslihat," sang hanyou memberikan tatapan menantang.
"Kagome," panggil Sesshoumaru.
"Jangan panggil aku dengan nama itu!" bentaknya, ia bergerak mundur beberapa langkah. "Aku bukan dia! Kau camkan itu!?" kedua tangannya terkepal sangat kuat hingga darah menetes dari telapak tangannya. "Kau tidak tahu betapa aku amat membencinya sekarang, aku menyesal pernah bersatu dengan dirinya. Karena dirimu, ia berusaha membunuhku. Ia adalah penghalang untuk memenuhi janjiku pada ibu," ucap hanyou tangguh itu dengan rahang yang terkatup rapat karena geram.
"Siapa kau?" tanya Sesshoumaru dingin.
"Aku si hanyou. Akulah yang selalu menyelamatkan Kagome dari kematian, si lemah itu bisanya hanya menangis saja."
'Hanyou?' benak Sesshoumaru. Selain seluruh perbedaan kentara yang disadari oleh Sesshoumaru, kata-kata yang Kagome ucapkan sebelumnya tentang jiwa Kagome yang telah terpecah, dan 'Dia adalah bagian dirinya' membuat Sesshoumaru dapat merajut petunjuk dan fakta yang terkumpul. Sosok Kagome yang dilihatnya saat ini kebalikan dari wanita yang dijadikannya pasangan. Hanyou yang ada di hadapannya adalah hanyou yang melawan Kuroichi dan ibunya, amat jauh berbeda dengan Kagome yang dikenalnya akhir-akhir ini.
Menurut apa yang didengarnya dari Naraku dan bukti di depan mata, membuat ia paham sepenuhnya. Realita atas apa yang terjadi pada pasangannya sudah membentuk pola di kepala Sesshoumaru, terang dan jelas. Reiki dan Youki yang mengalir di dalam tubuh pewaris Odachi, yaitu Kagome, telah membuat Shikon no Tama tercipta di dalam sebuah kekacauan jiwa. Shikon yang diramalkan akan muncul bersamaan dengan kemusnahan seluruh youkai itu membuat jiwa Kagome terpecah.
'Dia' yang dibicarakan Kagome adalah 'dia' yang mengaku 'Si hanyou'. Yang ada di hadapannya saat ini adalah perpecahan jiwa Kagome yang sangat membenci dirinya karena telah membunuh ibunya, Kikyo. 'Si Hanyou' itu adalah perlambang dendam lama yang tidak akan menghilang bila tujuan keberadaannya belum tercapai. Selamanya jiwa, Kagome akan terus terpecah bila dendamnya belum terbalaskan. Dan itu hanya berarti satu hal, kematiannya.
"Pakaian ini sangat mengganggu," gerutunya. Dengan kasar hanyou itu merobek kimono sutra putih yang dipakainya hingga pertengahan paha. Bagian bawah yang telah terlepas ia robek lagi sehingga menjadi seutas tali panjang yang kecil, dengan gerakan yang tenang ia mengangkat rambutnya lalu mengikatnya menjadi kuncir tinggi. Setelah selesai, ia meletakkan kedua tangannya di pinggang.
Seringaian pongah terpampang di wajahnya "Kagome tidak akan dapat berbuat apa-apa tanpa diriku. Dia itu terlalu lemah, dia tidak akan sanggup menghabisi satu makhluk hidup pun. Dengan kata lain, Kagome milikmu sangat menyedihkan!" ucapnya dengan nada merendahkan.
.
Di sudut-sudut terdalam jiwanya, Kagome rapuh kembali terjerembab di dalam istana yang terbangun di dalam alam bawah sadarnya, tembok tinggi pembatas istana perlambang dendam kembali terpancang. Di halaman istana ia bersimpuh, kembali terkurung tanpa dapat berbuat apa pun. Kagome rapuh hanya dapat menunggu celah untuk mengambil alih tubuhnya lagi.
.
Satu sudut bibir alter pendendam itu terangkat, membentuk senyum meremehkan "Tidak seperti diriku sekarang, ia masih sangat mencintaimu Sesshoumaru," ia mendengus kesal. "Cih, walau ia tahu kaulah pembunuh ibu, si dungu itu masih sangat mencintaimu!"
"Apa yang kau inginkan?" tanya Sesshoumaru yang kini dapat melihat dua sisi yang bertolak belakang di dalam satu tubuh.
"Tidak peduli kau adalah kakak atau pasangan. Tetap saja kaulah yang telah membunuh ibuku. Sekarang kau tanya apa mauku? Tentu saja kematianmu!"
'Tidak! Jangan!' Teriak Kagome asliyang terkurung di istana dalam pikirannya, mampu menyaksikan setiap detik waktu saat tubuhnya diambil alih
Dalam sekejap mata, hanyou itu telah meledakkan aliran youki petir Yoarashi ke arah Sesshoumaru yang hanya berjarak dua langkah dari tempatnya berdiri. Petir Yoarashi berhasil menghantam Sesshoumaru dengan telak.
.
.
"Apa yang kulakukan?" tanya Kagome rapuh yang berhasil muncul ke permukaan kesadarannya, ia memandang dengan penuh kengerian Yoarashi di tangannya. Ia sedih dan marah kepada kepribadiannya yang lain. Sayangnya, kemunculan sang karakter asli tidak bertahan lama, hanyou itu kembali merajai tubuhnya.
"Berisik!" bentaknya. Hanyou tangguh itu menyeringai lebar dengan puas.
Sesshoumaru yang tetap berdiri tegap hanya terseret mundur beberapa ratus langkah ke belakang oleh hantaman energi Yoarashi, ia tidak mengalami luka yang serius. Kedua sudut alisnya bertautan, yang terjadi pada Kagome membuatnya pertama kali merasakan kebimbangan hebat. Apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi Kagome tapi bukan Kagome yang dikenalnya?
"Tarik pedangmu dan lawan aku, Sesshoumaru!" nada hanyou itu sedikit mendesak. "Atau haruskah aku memanggilmu onii-san?" nadanya mencemooh.
"Aku tidak mau melawanmu."
Hanyou itu tertawa, "Bukan itu sama saja dengan bunuh diri?" aliran petir lain dari Yoarashi yang dilepaskan Kagome telah mengarah kepada Sesshoumaru yang kali ini dengan mudah menghindarinya.
"Hentikan!" perintah sang Dai youkai.
"Kau kira aku mau menuruti perintahmu lagi, hah? Yang benar saja," hanyou itu mengikik. "Aku sama sekali tidak keberatan kalau kau masih ingin bermain-main denganku," ia menyeringai sebelum menghujani Sesshoumaru dengan hantaman petir Yoarashi bertubi-tubi.
Sesshoumaru menghindar ke kanan saat petir Yoarashi menerjang di tempatnya berdiri. Namun, hanya berselang satu detik aliran petir lain telah menyusul di tempatnya menghindar. Gerakannya yang cepat tersaingi oleh serangan petir yang juga tak kalah cepat. Belum pernah ia melihat Kagome yang dikenalnya bertarung seperti itu.
Kecepatan dan kekuatan Kagome tidak seperti biasanya. Sesshoumaru menguras otak memikirkan langkah yang dapat ditempuhnya untuk mengembalikan Kagome seperti sedia kala. Tetapi, nihil. Tak ada cara yang diketahuinya saat itu. Apa yang menimpa Kagome baru pertama kali dilihatnya. Kendati demikian, satu hal yang pasti, ia tidak akan menyerang wanita yang dikasihinya.
Hanyou tangguh menghentikan serangannya, "Bagaimana?" tanyanya dengan nada yang jenaka.
"Diam!" perintah Sesshoumaru.
"Tidak akan!" sanggahnya keras. "Mulai saat ini aku tidak akan tinggal diam," hanyou itu mencengkram Yoarashi kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. "Aku muak denganmu juga kehidupan ini!"
"Kagome!" panggil pria itu.
.
Kagome rapuh mengangkat kepalanya saat Sesshoumaru menyebut namanya. 'Seshoumaru~' ucapnya lirih.
.
"Percuma, si lemah itu tidak akan dapat berbuat apa-apa sekali pun dia dapat mendengarmu," Tanpa alasan yang jelas, hanyou itu tahu bahwa kepribadian utama dapat melihat dan mendengar apa yang dilihatnya saat ini, tidak seperti dirinya yang mengalami 'waktu yang hilang' saat Kagome asli mengambil alih tubuh itu.
Beberapa saat hanyou itu terdiam, ia berpikir sesaat sebelum bertanya, "Sesshoumaru, apakah kau sebenarnya telah lama mengetahui bahwa Kagome dan aku adalah adikmu?"
Sesshoumaru berjalan mendekat, "Tidak" ucapnya dingin.
Alter pendendam milik Kagome berdiri dengan santai, "Lalu, bila sejak awal kau telah mengetahui hal itu, apakah kau akan tetap menjadikan kami pasangan atau kau akan membunuh kami?" tanyanya penasaran.
Sesshoumaru terdiam, karena sejujurnya, ia tidak mengetahui jawabannya.
"Jawablah!" bujuk hanyou itu dengan nada manja, Sesshoumaru bergeming. Sang hanyou tertawa mengejek. "Kau tidak mau menjawab pertanyaanku atau kau tidak bisa menjawabnya?" hanyou itu menyeringai jahat, "Oyaji di alam sana pasti sedih melihatmu menjadi youkai plin-plan seperti ini"
"Kau tidak mengenal chichihue untuk berkata seperti itu."
"Aku memang tidak mengenalnya, tidak sepertimu. Tapi, aku sudah tidak peduli." Hanyou tangguh itu mengangkat kedua bahunya tanda tak acuh, "Baiklah kalau begitu, mari kita lanjutkan saja permainannya."
Aliran youki yang berubah menjadi petir, berkilat-kilat di bilah Yoarashi, "Sebelum aku melanjutkan, ada baiknya kau mengetahui bahwa aku sama sekali tidak menyesal telah mengantarkan ibumu ke akhirat!" nadanya serius.
Mata Sesshoumaru menyipit mendengar kata-kata hanyou itu. Petir yang keluar dari Yoarashi lebih mengancam dari yang sebelumnya, tapi Sesshoumaru berhasil mengelak. Sesshoumaru terus menghindar sambil berusaha mendekat.
Lengah, hanyou itu hanya bisa terperanjat saat Sesshoumaru yang tiba-tiba berada di belakangnya berhasil mencengkram pergelangan tangan kanannya yang menggenggam Yoarashi. Sesshoumaru memuntir tangan kanan Kagome, sehingga tangannya itu terkunci di punggungnya. Tak mau menyerah begitu saja, hanyou itu memutar badannya ke kanan sambil mengayunkan cakar di tangan kirinya agar tangannya yang lain terlepas dari cengkraman lawan bertarungnya.
Saat hanyou pendendam itu mengarahkan cakarnya. Dengan mudah, tangan kiri Sesshoumaru menangkap pergelangan tangan kiri Kagome, lalu menarik dan memutar tangannya melewati atas kepala hanyou itu. Gerakan itu juga memutar tubuh Kagome sehingga Sesshoumaru kembali berada di belakang tubuhnya. Kedua tangan hanyou itu kini terbelenggu oleh tangan kuat Sesshoumaru di punggungnya sendiri. Menyadari keadaannya yang kian terpojok, hanyou itu meronta sekuat tenaga untuk melepaskan diri, namun gagal. Ia kuat, tapi sang alpha jauh lebih kuat darinya.
"Dasar brengsek!" ujar sang hanyou dengan geram.
Tanpa perlu mengeluarkan banyak kekuatan, Sesshoumaru sudah mengunci pergerakan Kagome. Tangan kanan Sesshoumaru mencengkram kedua pergelangan tangan Kagome di punggung, dan tangan kirinya merampas Yoarashi dari tangan Kagome. Masih sambil menggenggam Yoarashi di tangan kirinya, Sesshoumaru memaksa wajah Kagome menoleh ke kiri dengan menggunakan punggung tangan kirinya.
Hanyou itu terus meronta sekuat tenaga. Gerakan hanyou itu terhenti tak lama setelah bibir Sesshoumaru menyentuh bibirnya. Hanyou itu hanya bisa terbelalak. Sesshoumaru mencium bibirnya tidak dengan cara yang lembut, tapi kasar dan basah.
"Ini hanya sesaat," ucap Sesshoumaru setelah ia menarik diri. "Kaulah yang memaksaku untuk melakukan ini." Sesshoumaru menghantarkan setetes racun di dalam tubuhnya melalui saliva pada ciuman yang diberikannya, tidak mematikan, tapi cukup untuk membuat Kagome paralisis sementara.
"A-aku ... " Hanyou itu masih terbelalak, keterkejutannya tidak memudar saat ia menyadari bahwa tubuhnya tidak dapat bergerak. "A-apa yang ka-kau?"
Tangan kanan Sesshoumaru melepaskan kedua pergelangan tangan hanyou yang dicengkramnya, ia bergerak ke hadapan Kagome yang mematung. Dengan tangan kirinya, Sesshoumaru menancapkan Yoarashi di batu besar yang ada di sebelah kirinya, setengah bilah Yoarashi tidak terlihat karena tenggelam di dalam bongkah batu besar itu. Hanyou itu memandang Dai youkai yang ada di depannya dengan ngeri.
Tidak seperti dugaan hanyou itu, yang diberikan oleh Sesshoumaru kemudian hanyalah sebuah pelukan erat yang penuh kerinduan. Lengan kanan Sesshoumaru melingkari tubuh Kagome.
"Kagome," kasih sayang terkandung dalam suaranya saat Sesshoumaru memanggil nama itu. "Kau tidak harus menyesali apa yang telah kau perbuat bila memang itu adalah tindakan yang diperlukan."
Bagi Kagome asli yang tengah terpenjara di istana alam bawah sadarnya, kata-kata Sesshoumaru bagaikan penyejuk jiwanya yang terbakar.
Tanah yang dipijak sang hanyou bagai longsor, ia tertarik ke alam bawah sadar, dengan cepat Kagome rapuh kembali mengambil alih tubuhnya. "Sesshoumaru~" suara lembutnya sedikit bergetar.
Sesshoumaru menyadari perubahan pada nada suara dan aroma tubuh gadis itu, "Kagome," ia tersenyum tipis.
Kagome asli ingin sekali memeluk balik Sesshoumaru namun tubuhnya masih tetap tidak dapat bergerak. Begitu banyak yang ingin diutarakan dan dilakukannya namun semua bagai tertelan oleh keraguan dan ketakutan. Kebimbangan Kagome itu digunakan hanyou tangguh untuk kembali menguasai. Kesadaran yang dipijak Kagome rapuh berubah menjadi kolam yang berisi cairan hitam pekat bernama perpecahan jiwa, dengan cepat Kagome kembali tenggelam di dalam istana alam bawah sadar.
Pernyataan yang diucapkan Sesshoumaru memicu pertanyaan di benak sang hanyou yang tidak terpikirkan oleh kepribadian utama. "Lalu, apakah kau menyesal telah membunuh ibuku?" tanya hanyou itu lugas.
Sesshoumaru mengendurkan pelukannya, ia menjauh agar dapat menatap wajah wanita yang disayanginya lebih baik.
Kagome terkesiap, dengan apa yang ditanyakan oleh alter miliknya. Baginya, pertanyaan itu seakan tali gantungan yang siap mengambil nyawa sang kakak. 'Kumohon, katakan bahwa kau menyesalinya. Itu cukup bagiku."
"Jawab aku dengan jujur, Sesshoumaru!" perintah sang hanyou.
Sesshoumaru memutuskan menjawab pertanyaan itu untuk keduanya, baik alter maupun pribadi utama dengan sebuah kejujuran. "Sesshoumaru ini tidak akan menyesali apa yang telah dilakukannya bila itu membawaku kepadamu, Kagome."
Kalimat yang dilontarkan Sesshoumaru memiliki makna berbeda bagi Kagome dan alternya. Untuk Kagome rapuh, kata-kata dari Sesshoumaru barusan adalah bentuk dari pernyataan cinta tanpa bersyarat. Sesshoumaru tidak menyesali pertemuan mereka, Sesshoumaru sangat mencintainya sehingga rela melakukan apa saja untuk bersamanya. Dan bagi Hanyou tangguh, kalimat yang keluar dari mulut Sesshoumaru sama saja pengakuan dosa tanpa rasa bersalah.
Tangan kanan Sesshoumaru mengelus perlahan lengan kagome sebelum mendekapnya lagi.
Momen berlalu, efek racun tak ayal memudar. Mereka tetap di posisi seperti itu, mata Kagome terpejam menikmati pelukan. Sesshoumaru melepaskan dekapannya untuk mengangkat wajah Kagome, kemudian, memberikannya sebuah kecupan. Tak disangka olehnya, Kagome malah memulai sebuah pertautan.
Kedua tangan Kagome bergerak naik ke leher lalu bersemayan di kedua sisi kepala Sesshoumaru. Dengan sangat cepat, beberapa hal terjadi secara serentak, tiba-tiba mata Kagome terbuka, tangan kanan Kagome yang berada di sisi kepala Sesshoumaru beralih ke punggung pria itu, tempat dimana genggaman Odachi menyembul.
Sang alter ego meraih pedang itu hingga keluar dari sarungnya. Tanpa ragu, hanyou Kagome menebas. Di waktu bertepatan, Sesshoumaru berusaha menghindar, tangan kirinya terentang untuk mengambil Yoarashi. Sialnya, pria itu terlambat sedetik. Pertengahan lengan kirinya tertebas hingga putus.
Secepat kilat hanyou Kagome kembali lompat mundur beberapa langkah ke belakang. Darah mengalir deras dari lengan kiri Sesshoumaru, ia menggeram. Wajah dinginnya berubah murka. Dengan tangan, kanannya Sesshoumaru mencengkeram bonggol lengan kirinya yang masih mengalirkan darah. Sesshoumaru menoleh sekilas kepada tangan kirinya yang telah terlepas dari tubuhnya. Bagian tangan yang terpotong dari pertengahan lengannya itu masih menggenggam erat Yoarashi yang tertancap di batu.
Terperanjat adalah sebuah pernyataan yang meremehkan untuk menggambarkan keadaan Sesshoumaru saat ini, rahangnya bergemeretak, matanya berkilat oleh kemurkaan, kedua alisnya berkerut di tengah menahan sakit, napasnya memburu di dalam dadanya yang bergemuruh. "Kagome ... " kali ini tidak ada kelembutan di suara baritone-nya. Berbagai macam emosi mengalir di dada Sesshoumaru, amarah, sedih, kecewa, merasa terkhianati, tapi juga cinta.
Kagome rapuh berdiri mematung, wajahnya tercengang oleh apa yang telah disaksikan olehnya. 'Oh tidak! Hentikan!' ia memohon kepada dirinya sendiri walau ia tahu bahwa itu sia-sia. 'Aku harus keluar, aku harus!' tekadnya. Dengan itu Kagome rapuh berlari melintasi halaman istana menuju tembok pembatas yang menjulang.
Ia berlari dari ujung hingga ujung lainnya, namun tidak ada pintu keluar yang dapat menghubungkannya. Kagome menoleh ke belakangnya, bagian belakang istana tempatnya terkurung dinaungi oleh awan gelap, tidak akan ada jalan keluar dari sisi tergelap pikirannya. Satu-satunya cara melampaui adalah tembok pembatas di hadapannya. Dengan itu, Kagome rapuh berusaha memanjatnya dengan tangan kosong.
"Kan sudah kubilang bahwa aku bukanlah si pecundang itu!" nada hanyou tangguh itu meradang, "Ngomong-ngomong, bagaimana rasanya terluka oleh orang yang kau cintai?" tanya hanyou itu. "Menyakitkan, bukan?" alter Kagome itu menampakkan wajah iba yang dibuat-buat. "Tahukah kau, hari termanis untukku adalah hari di mana kau merasakan kehilangan sama seperti yang telah kami rasakan Ses-shou-ma-ru-sama," nadanya mencemooh saat menyebutkan nama kakaknya dengan sufiks.
Sontak sang Dai youkai itu menunjukkan rasa tak terima, "Kubilang diam!"
Kagome asli terjatuh dengan keras ke tanah saat mencoba memanjat tembok batu itu. Dia kembali memanjat, namun lagi-lagi kakinya tergelincir dan ia kembali mencium tanah. Tapi dia tahu ia tidak dapat berhenti. Kagome rapuh tidak akan berhenti berusaha selama Sesshoumaru belum aman dari dirinya sendiri.
Hanyou itu seakan tak peduli dengan apa yang sedang menimpa Sesshoumaru, ia memandangi pedang Odachi yang kini berlumuran darah pasangannya. "Inikah pedang yang Oyaji wariskan kepadamu? Mengapa pedang ini tidak berdetak sekarang? Tidak seperti saat aku melawan Tokugawa dulu?"
Sesshoumaru memejamkan mata sesaat, ketika ia kembali membuka mata wajahnya telah kembali dingin seperti biasanya. Darah yang mengucur dari lengannya yang terpotong tidak memberikan tanda-tanda bahwa alirannya akan mereda. Sesshoumaru menegakkan tubuhnya lagi, ia menarik Bakusaiga dari sarungnya.
Di alam bawah sadar, tidak sedetik pun Kagome asli berhenti berusaha mencari jalan.
"Ah, akhirnya, permainan kita tidak akan lagi membosankan dan aku bisa kembali menggunakan Odachi seperti seharusnya," hanyou itu hampir melonjak riang, melihat posisi tubuh Sesshoumaru yang siap bertarung.
Kalimat itu mengakhiri percakapan mereka, pertarungan kembali dimulai. Hanyou tangguh itu berlari zig-zag dengan cepat sambil melancarkan serangan youki dari Odachi. Dengan gerakan yang tidak tertangkap oleh mata, Sesshoumaru bergerak ke kanan dan ke kiri untuk menghindari serangan sang hanyou sebelum menyerang balik dengan youki dari Bakusaiga. Kagome melompat saat mengelak dari serangan Sesshoumaru, kedua kakinya menjejak batang bambu yang berdiri secara vertikal. Untuk sedetik, bambu itu melengkung bagai pelangi, kemudian elastisitas bambu kembali melontarkan tubuh sang hanyou sambil mengayunkan Odachi ke arah Sesshoumaru.
Pedang mereka berbenturan, bunyi kedua taring yang beradu itu mewakili pekik hati mereka. Kagome melompat ke belakang, Sesshoumaru bergerak maju. Lagi-lagi, kedua pedang berbenturan dengan bunyi melengking, pedang itu terus beradu sambil di dorong oleh kedua pemiliknya. Kagome menggenggam Odachi dengan kedua tangannya, kedua lututnya tertekuk. Ia menumpukan berat tubuhnya di tangan untuk memukul mundur Sesshoumaru.
Kekuatan penuh dua tangan Kagome sebanding dengan kekuatan Sesshoumaru yang hanya satu tangan. Posisi mereka seimbang. Hanyou Kagome mencoba membuat Dai youkai itu terpojok sebelum mengayunkan serangan yang lain. Dengan nafsu membunuh yang kuat, hanyou itu berhasil melampaui kekuatan satu tangan lawannya, Dai youkai itu terdorong mundur. Saat Sesshoumaru tersudut, ia menarik diri lalu melancarkan serangan. Sesshoumaru berpindah tempat, serangan alter pendendam itu hanya membuat tebasan panjang pada deretan pohon bambu. Sesshoumaru terus mengelak dari serangan lawannya.
Mereka bergerak dengan hati yang terluka. Dentingan pedang yang beradu bagaikan jeritan hati akan cinta yang pupus. Dengan indah mereka membawakan tarian menawan penghantar kematian di titian kejam kehidupan. Walau begitu, jauh di relung hati terdalam sang Dai youkai masih memiliki percik-percik impian. Harapan untuk bersama memadu cinta yang mereka miliki kini masih teguh berdiri walau kabut bernama takdir keji menyelimuti.
Kagome asli menyelipkan jari-jarinya di celah-celah bebatuan, dengan tangan dan kaki yang gemetar ia telah berhasil memanjat setengah dari tembok pembatas. Celakanya, saat kakinya berpijak di bebatuan yang lebih tinggi Kagome rapuh kembali tergelincir. Lagi-lagi ia menghantam tanah dengan keras. 'Jangan ada lagi pertumpahan darah, kumohon. Kami-sama dengarlah permohonanku kali ini!' doanya lirih.
Hanyou tangguh itu menarik diri, dia menunggu. Ia mundur dua langkah ke belakang hanya untuk mengayunkan lagi pedang yang digenggamnya langsung ke arah Sesshoumaru yang baru berpijak di tanah setelah mengelak dari serangannya. Deretan pohon bambu lain tertebas oleh alter Kagome, tapi tidak sasaran awalnya karena Sesshoumaru telah melompat menjauh, ia melayang di udara sebelum kakinya menjejak tanah. Hanyou itu lari lagi mendekatinya, ia mengayunkan Odachi dari kiri ke kanan. Lagi-lagi dengan lihai Sesshoumaru menghindar dan muncul di samping Kagome ia berusaha merampas kembali Odachi.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu merebutnya lagi, hah!?" hanyou itu mengalirkan youki di Odachi.
Cahaya putih berkilat-kilat menjilat bilah Odachi, siap memuntahkan kekuatan besarnya walau dengan mengarahkan youki ke Sesshoumaru yang menggenggam pergelangan tangannya berarti juga menyakiti dirinya sendiri dengan ledakan youki, hanyou itu tidak takut. Merasa terancam dengan aliran youki yang dapat meledak kapan saja Sesshoumaru melompat mundur, perbuatannya itu lebih dikarenakan kekhawatirannya untuk Kagome. Langkah mundur Sesshoumaru disusul dengan hanyou Kagome yang melompat maju melampauinya, ia mendarat di balik punggung Sesshoumaru sambil melayangkan cakar tajamnya.
Sesshoumaru bergeser di detik terakhir cakar itu hendak memisahkan kepala dari badannya. Kini punggungnya telah tercabik sama seperti lengannya, bernoda merah. Walau begitu, kali ini raut tampannya tidak menampakan kesakitan sama sekali, "Kau beruntung kali ini," katanya dingin.
"Tidak, aku tidak beruntung," hanyou itu merengut, seketika ekspresinya berubah "Sasaranku meleset, aku ingin sekali memenggal kepalamu dari depan maupun dari belakang tidak masalah untukku," dia menyeringai, "Tidak perlu memikirkan cara terhormat untuk membunuh siluman menyedihkan sepertimu!" matanya yang biru berkilat dengan nafsu untuk membunuh.
"Kau," kata-kata Sesshoumaru terpotong.
"Lebih baik kita akhiri sampai di sini." Dendam dan benci berkelindan, semakin kuat merusak hati sang hanyou. Dengan itu, tembok penghalang yang terbangun oleh tumpukan dendam yang membusuk semakin menghalangi Kagome rapuh mengambil alih.
'Tidak!' Kagome asli semakin panik dengan apa yang disaksikan olehnya. Ia takut Sesshoumaru akan terbunuh. Diserang kepanikan yang amat kuat, Kagome rapuh berusaha kembali memanjat tapi terlambat. Tembok perlambang dendam itu semakin tinggi menjulang, dan tidak lagi terbuat dari batu, tapi terbuat dari ribuan bilah-bilah dua sisi pedang tajam mencuat. Walaupun begitu, tekadnya tak goyah, perubahan itu tidak melunturkan semangatnya untuk mencegah Sesshoumaru terbunuh.
Kedua tangannya menggenggam bilah-bilah pedang itu, kaki telanjangnya menginjak bilah terbawah. Dengan sekuat tenaga Kagome menahan sakit saat ia menumpukan bobot tubuhnya di keempat bilah yang berada di bawah kedua tangan dan kakinya. Darah kental mengalir deras membasahi telapak tangannya lalu merayap ke lengannya.
Telapak kakinya lebih parah lagi, bilah tajam tidak hanya menyayat tapi juga merobek-robek dagingnya. Rasa sakit itu begitu nyata. Keputusasaan menohoknya dengan telak. Kagome rapuh memejamkan mata, ia tetap bergerak. 'Ini tidak nyata' tiga kata itu terus diucapkannya berulang kali selagi terus mencengkram bilah pedang lain yang membawanya naik ke atas tembok.
Sang hanyou menjulurkan Odachinya, cahaya putih yang bersinar sepanjang bilah pedang berkilat menyilaukan mata siapa pun yang memandang. Mata biru keabu-abuan itu tertutup sesaat, hanyou itu mengalirkan hampir seluruh kekuatan youki pada Odachi.
Sedangkan, Sesshoumaru tidak tinggal diam, ia tahu bahkan kekkai Tenseiga tidak akan dapat menahan kekuatan Odachi yang dialiri reiki. Oleh karena itu dia pun bersiap, tidak untuk menyerang, tapi lebih mempertahankan dirinya dan memukul mundur Kagome. Setelah hanyou itu kalah dan keadaan mereda, ia kan mencari segala cara yang dapat menjadi penawar perpecahan jiwa pasangannya.
Kagome kembali memandang dunia. Kekuatan dahsyat berbentuk spiral berwarna putih milik Odachi meluncur bagai kilat, naga biru Bakusaiga pun meliuk dan melesat tak kalah cepat. Kedua kekuatan itu bertabrakan, terjangan angin yang berasal dari pusat tubrukan itu menerjang balik kepada kedua pemiliknya. Kedua mata hanyou itu memicing, silau oleh benturan cahaya yang diciptakan Odachi dan Bakusaiga. Kedua pasang kaki menjejak kuat di tanah, tapi kimono dan rambut keduanya terombang-ambing. Alam pun ikut terguncang oleh dua kekuatan, kerusakan yang tercipta bagai terjangan topan. Dengan mudah, angin menerbangkan tanah, bebatuan, dan potongan-potongan bambu sisa pertarungan.
Untuk waktu yang cukup lama mereka terus mengeluarkan ledakan youki seperti itu. Taruhan di antara keduanya sangat besar, nyawa. Siapa yang lebih dulu kehabisan tenaga di antara keduanya dialah yang akan tertelan oleh kekuatan yang lain. Selang beberapa saat, pertaruhan itu menuju akhir. Kekuatan yang mengalir di Odachi melemah, senada dengan memudarnya sinar matahari yang menyinari bumi.
Dia ataupun Sesshoumaru yang merenggang nyawa tidak ada beda bagi sang alter, dendam yang menjadi tujuan hidupnya tetap terbalaskan. Arus kuat youki terakhir diluncurkan sang hanyou, Sesshoumaru menghentikan serangannya bersamaan dengan ledakan youki dari Odachi berakhir. Ledakan terakhir kedua aliran youki membuat terjangan angin kencang yang serupa terpaan badai yang menghantam keduanya.
Titik youki terakhir telah meninggalkan tubuh hanyou itu tanpa diketahui oleh siapa pun, bahkan oleh sang pribadi utama. Kini hanyou tangguh itu tersenyum, sebab, pada akhirnya, ia akan mencapai tujuannya.
Tembok tajam dari bilah pedang yang dipanjat Kagome asli menghilang bersamaan dengan cahaya putih yang sangat terang telah membutakan penglihatan dan menelan keberadaannya di alam pikiran.
Kagome terpental, tubuhnya melayang berpuluh-puluh meter ke belakang. Sedangkan, Sesshoumaru masih dengan kedua kaki menjejak tanah, ia hanya terseret beberapa kaki dari tempatnya berdiri.
Dada Sesshoumaru kembang kempis, ujung Bakusaiga tertancap di tanah. Tubuhnya tak lagi kuat, ia roboh. Mulutnya terbuka, napasnya tersengal-sengal, kedua lututnya menyentuh tanah. Untuk kedua kali di dalam hidupnya, ia merasa kepayahan dalam sebuah pertarungan. Dan lebih ironis lagi, salah satu pertarungan terberat itu dilakukannya dengan satu-satunya wanita yang membuatnya rela menyerahkan jiwa dan raga.
Sinar matahari tidak lagi menyinari hutan bambu yang telah porak-poranda oleh pertarungan. Banyak batang pohon bambu yang telah tertebas pedang secara acak, ujung-ujung bambu yang lancip menjulang. Hanya segaris kemerahan yang tersisa di kaki langit yang mulai gelap, gemintang siap mengisi tempat di cakrawala. Pencahayaan yang temaram menjadikan nuansa kian suram.
.
Sesaat, keheningan laksana menyelimuti bumi.
Takamagahara tempat ketiga Kami bersemayam pun sunyi.
Para Dewa dan Dewi memalingkan wajah, tak lagi ingin menjadi saksi.
Membisu, semua menanti takdir berganti.
.
.
Mengabaikan kakinya yang bergetar, Sesshoumaru mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Hembusan angin malam yang lembut menerpa tubuhnya. Alisnya berkerut saat ia mencium bau darah yang terbawa angin, dari baunya ia tahu jumlah darah yang tercecer tidaklah sedikit. Sesshoumaru berlari cepat ke arah tempat Kagome. Di sana, ia tidak mencium bau darah wanita yang dijadikannya pasangan.
Kendati serupa, aroma yang ia cium kali ini berbeda. Sesshoumaru menambah laju kecepatannya ketika mendengar denyut jantung yang melemah dan napas yang kian pendek. Langkahnya terhenti saat mendapati Kagome terbaring di atas tanah, darah yang keluar dari mulut mewarnai pipinya, dan ujung bambu yang meruncing berwarna merah terlihat menerobos dadanya.
.
Untuk Kagome asli yang kembali menguasai tubuhnya, semua berlalu begitu cepat bagai kedipan mata. Cahaya putih yang membutakan membawanya pada getir yang menanti. Di waktu yang bersamaan dengan tetes terakhir youki yang mengalir itulah jantungnya berdegup hebat bagai usaha terakhir memompa darah. Tubuhnya terasa panas, seluruh tulangnya seperti meleleh, ia merasa terkuras habis.
Itulah yang gadis itu rasakan saat awal-awal perubahan wujud di malam manusianya, seperti malam ini. Semua yang terjadi terlalu mengalihkan pikirannya untuk sadar bahwa salah satu dari tiga hari ini adalah masa-masa yang paling berbahaya baginya yang setengah fana. Masa rentan kala ia sepenuhnya menjadi manusia.
Kagome merasa semua menentangnya, takdir, alam, bahkan perpecahan jiwanya. Cahaya mentari musim gugur yang menghilang beberapa jam lebih cepat dari musim panas seakan membelot menentangnya, ia menjadi manusia lebih cepat dari biasanya.
Mengenaskan, Kagome baru paham sekarang, mengapa hanyou tangguh itu tidak membiarkannya membunuh dirinya sendiri dengan melompat ke jurang dan mengapa alternya itu tidak langsung memenggal kepala Sesshoumaru dengan cakarnya tapi lebih memilih menebas tangan Sesshoumaru dengan Odachi. Ia telah merancang kematian mereka dan balas dendamnya tanpa cela. Seperti yang telah alternya itu katakan pada Sesshoumaru, 'Hari termanis untukku adalah hari di mana kau merasakan kehilangan sama seperti yang telah kami rasakan'.
Rencana jahat yang terlampau sempurna.
Sejak awal, alternya tidak pernah berniat membunuh Sesshoumaru. Hanyou pendendam itu ingin Sesshoumaru menyaksikan kematiannya sebagaimana ia menyaksikan kematian ibunya yang dahulu. Hanyou tangguh itu tahu bahwa Sesshoumaru sangat mencintainya. Karena itulah, sang hanyou memberikan balasan yang setimpal atas kejahatan yang telah dilakukan siluman itu. Balasan yang akan lebih menyakitkan daripada kematian. Selamanya, Sesshoumaru akan merana setelah menyaksikan pasangan yang dicintai meregang nyawa.
.
Jiwa sang siluman besar bagai sontak terberai, hatinya hancur berkeping-keping. Sesshoumaru mendekati tubuh itu, dengan hati-hati ia mengangkat kepala Kagome di lengan kanannya. "Ka, Kagome ... " suaranya tercekat oleh duka.
Sesshoumaru meneliti luka gadis itu, bambu berdiameter sedang menembus rongga dadanya tepat di tengah, menghujam paru-paru Kagome. Pasangannya akan mati bila Sesshoumaru segera memindahkan tubuhnya. Pasalnya, potongan bambu itu jugalah yang menopang Kagome untuk bernapas sedikit lebih lama lagi. Sedikit lebih lama itu berarti, sebelum Kagome kehabisan darah atau sebelum darah yang memenuhi paru-paru gadis itu membuatnya tenggelam oleh darahnya sendiri.
Kelopak mata itu terbuka, mata biru kelabu itu lebih pekat dari sebelumnya, warnanya hampir keunguan. Kagomenya berubah; telinga berbentuk segitiga tidak lagi ada di puncak kepalanya, digantikan oleh telinga manusia. Kagome memaksakan diri tersenyum, taring tidak lagi tampak, tapi deretan gigi putihnya diwarnai merah darah yang pekat.
"Sesshou-maru," Kagome mengangkat tangan kanannya untuk menggapai wajah kekasihnya. "Maafkan aku," tangan Kagome yang bergetar membelai lembut pipi Sesshoumaru.
Suara Sesshoumaru pecah oleh penderitaan, "Kau akan baik-baik saja," imbuhnya.
Bulir air mata berjatuhan, "Ma-af," ucap putri bungsu Inu no Taisho itu tertatih. Kagome tahu, ia tidak akan baik-baik saja, kesempatan ketiga tidak akan ada untuknya. Waktu baginya di permukaan bumi hampir habis.
Sesshoumaru memejamkan mata, ia menunduk. Otaknya berpikir keras, mencari cara yang ia tahu dapat menyembuhkan manusia dengan luka yang fatal. Hanya satu jawaban yang didapatkannya, Tenseiga. Dan itu mustahil untuk Kagome, tidak akan ada yang kedua kali, bahkan keajaiban pun memiliki batas. Sesshoumaru menggeram, giginya bergemeretak oleh rasa frustrasi. Ia mengangkat wajah untuk menatap Kagome, pandangannya memindai luka di dada Kagome. Apa yang dilihatnya membuat Sesshoumaru meringis dalam kepiluan hati yang tak terperi.
Kagome tahu masanya hampir habis, dia merasa harus mengatakan apa yang selama ini terkunci di mulutnya. "Sesshoumaru ... " Bila perasaan yang dirasakannya untuk sang kakak sedahsyat terjangan badai dan semurni mata air di gunung itu bernama cinta. Maka, "Aku sangat mencintaimu."
Mendengar apa yang dilafazkan oleh Kagome, wajah Sesshoumaru berkerut-kerut menahan sakit. Hatinya tersayat. Dadanya teramat asak. Untuk kali pertama di dalam hidup Sesshoumaru matanya tersengat oleh perih yang membuncah.
"Kagome, bertahanlah," bisiknya parau.
"Andai aku bisa ... " suaranya tercekat, kerongkongannya mulai penuh oleh darah.
Sesshoumaru menggelengkan kepalanya, topeng tanpa emosi miliknya yang selama ini terpasang telah hancur berkeping-keping. Garis-garis kesedihan dan kerut keputus-asaan telah tergurat diraut wajahnya yang rupawan. Suara Sesshoumaru serak kala berkata, "Bila kehilanganmu adalah ketakutan terbesarku, maka aku aku tidak ingin menaklukkan rasa takut itu. Aku tidak ingin menaklukan dunia bila dengan itu aku harus kehilanganmu."
"Aku sangat ingin berada di sisimu ... " rasa sakit yang melanda di sekujur tubuh semakin hebat ditiap tarikan napasnya.
Tangan kanan Kagome yang membelai pipi Sesshoumaru berhenti mengelus. Sesshoumaru memalingkan wajahnya ke kiri untuk mencium telapak tangan kekasihnya. "Kita akan bersama ... " suaranya pecah oleh emosi.
Kagome terisak. Ia berjuang sekuat tenaga demi menjejalkan udara.
Dibanding sakit yang dirasakan Kagome, apa yang dilihat kedua matanya lebih memilukan. 'Inilah yang dirasakan oleh Kaa-san,' batin Kagome.
Di akhir hidupnya pun ia tidak rela menyaksikan kekasihnya berduka. "Jangan bersedih," bibir Kagome bergetar tatkala memaksakan diri untuk tersenyum. Bulir air mata jatuh dari kedua matanya.
Melalui rahang yang terkatup rapat, dengan asa yang pupus, ia memanggil nama pasangannya, "Kagome ..." Sesshoumaru menggeram dalam. Pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Kagome, ia membelai kening dan pipi kiri wanita yang dicintainya dengan hidung sebagai ungkapan perasaannya yang teramat dalam. Dengan lembut, Sesshoumaru mengecup bibir Kagome yang basah oleh darah. Sesshoumaru menarik diri, kepalanya bergetar oleh kesedihan yang tertahan. "Aku tidak rela berduka karena kehilanganmu."
Sesshoumaru menunduk dalam, kedua matanya yang tergenang oleh air mata tertutup oleh poni. Rahangnya mengeras, giginya bergemeretak. Kelu. Apa yang dirasakannya teramat menghunjam. Rasa sakit itu begitu nyata menghantamnya, tak tertanggungkan. Sungguh, pilu.
Kagome menarik napas sepanjang yang tersisa sebelum berucap, "Apa yang telah kau berikan di hidupku tidak akan pernah dapat kulupakan, sangat berarti hingga tidak mungkin kuabaikan. Selamanya, aku milikmu."
Belum sempat Sesshoumaru menjawab, Kagome terbatuk-batuk hebat. Tubuhnya berguncang kuat, setiap guncangan mengalirkan rasa sakit yang tak terhingga untuknya. Disaat itulah muncul sebuah cahaya merah muda dari daging yang tercabik di balik kimononya. Sebuah bola berwarna merah muda berlapis darah mengeluarkan cahaya terang dari dada bergulir di atas perutnya.
Tangan kanan Kagome meninggalkan wajah Sesshoumaru. Kagome meraihnya, ia mengangkat Shikon itu dengan tangannya yang gemetar untuk melihatnya lebih dekat. Suaranya sebatas bisikkan kala berucap, "Shikon no Tama?"
Sesshoumaru mengangkat kepala, untuk sesaat ia memandang bola empat arwah itu dengan pandangan benci.
Apakah ini benar Shikon no Tama yang mereka bicarakan? Inikah penyebab semua kekacauan yang terjadi? Semua tetes keringat, darah, dan air mata yang tercurah karena bola kecil ini? Apa maksud Kami-sama sebenarnya? Bukankah kekuatan tak terbatas itu hanyalah tipu daya, tak lebih. Pertarungan tidak akan berakhir hanya dengan satu penguasa wilayah, yang terjadi akan sebaliknya, pertempuran yang tak mengenal kata usai. Semua akan terus seperti itu, terjebak dalam lingkaran kebencian dan dendam selama ada kekuatan yang dipertaruhkan. Ia tak ingin ada lagi tragedi yang menimpa seperti yang ia alami.
Cukup dirinya, jangan ada yang lain.
Semua yang terjadi sangat menyakitkan. Kagome tidak ingin ada lagi yang mengalami nasib serupa dengannya. Semua perbedaaan yang jauh mencolok membuat kekejaman semakin menjadi-jadi. Youkai, manusia, dan hanyou. Sebesar apapun keinginannya untuk kembali bersama Sesshoumaru, tidak dapat mengalahkan harapan Kagome untuk sebuah persamaan. Walau ia tahu pasti, dengan sebuah persamaan pun dunia akan tetap selalu diselimuti oleh semua keserakahan dan keinginan keji para penghuninya.
Tapi, semua itu akan tetap lebih baik daripada apa yang terjadi sekarang. Kagome menginginkan sebuah dunia yang lebih baik. Tempat dimana ia dan Sesshoumaru dapat bertemu dan terikat oleh benang merah takdir yang tak terpisahkan. Sebuah kehidupan manis yang tak tersentuh oleh kekejaman secara langsung seperti yang mereka miliki sekarang. Bila Shikon itu dapat mengabulkan keinginan, maka itulah yang dipintanya sepenuh hati.
Shikon no Tama itu digenggamnya kuat-kuat dengan tangan kanannya. Kagome memejamkan mata seraya berdoa kepada para Kami-sama agar mendengar rintihan hatinya. Saat ia membuka mata, pandangannya mulai kabur, ekspresi Sesshoumaru tak lagi dapat dilihatnya dengan jelas. Ia mulai takut, dengan panik tangan kanannya meraba-raba wajah Sesshoumaru. Sedikit ketenangan membalut hati Kagome saat pipi pria itu kembali disentuhnya.
Ia masih tergeletak, sekarat, Shikon no Tama bergeming. "Percuma, harapanku tidak terkabul" bisik Kagome lirih.
Pandangan Sesshoumaru terpaut pada Shikon yang digenggam lekas beralih kepada Kagome, ketika tubuh pasangannya itu menggigil hebat. Dada Kagome naik turun dengan ganjil, susah payah ia memasukan udara ke dalam paru-parunya yang mulai terendam darah.
Air mata tak lagi dapat mengalir. "Sesshou ... " suaranya tidak lagi jelas karena darah mulai naik ke kerongkongan dan tenggorokannya.
Sakit yang dirasakan Kagome bagai hujaman ribuan pedang di seluruh tubuhnya. Ribuan pedang itu terhunus, merobek dagingnya, dan mematahkan tulang-belulangnya. Tak lama pedang itu ditarik mundur sejenak hanya untuk dihunuskan kembali dengan bengis, dan itu terus berulang.
Sesshoumaru membungkukkan tubuhnya agar bisa memeluk Kagome lebih erat lagi. Melihat orang yang dicintainya meregang nyawa membuat ia merasa tak berdaya. Hati seorang Dai youkai yang dingin itu kini tenggelam oleh air mata darah.
Rasa sakit menyiksa yang dirasakan Kagome menghilang dan digantikan oleh dingin. Tidak lama kemudian, ia tak lagi merasakan apapun di sekujur tubuhnya. Walau begitu, hati dan pikirannya belum sepenuhnya memudar. Keyakinannya sangat kuat. Kagome yakin mereka akan kembali bersama, suatu saat nanti. Bila mendung tak selalu setia pada hujannya, Kagome akan selalu setia menunggu Sesshoumaru. Perasaan yang dimiliki Kagome senyawa dengan aliran sungai yang akan selalu mengarah ke lautan, hanya untuk Sesshoumaru, di alam dan kehidupan mana pun ia berada.
"Ki-ta akan bersama ... "
Sesshoumaru mengangguk, "Aku akan selalu menemukanmu ... "
Pria itu mematung tatkala melihat senyum tipis yang terukir di wajah Kagome adalah awal dari perpisahan. Alunan detak jantung tidak lagi terdengar olehnya. Hembusan napas terakhir wanita yang dicintainya telah berlalu. Tangan Kagome yang bersemayam di pipinya sontak jatuh ke tanah.
Sesshoumaru memandang wajah Kagome yang pucat. Takkan lagi ada suara indah yang memanggil namanya dengan lembut. Tidak ada lagi tawa riang yang akan menghias hari-harinya. Tidak akan ada lagi pelukan penghantar tidur yang diberikan kekasihnya. Tidak ada lagi raga yang harus dijaganya. Cintanya telah hilang tenggelam dalam ketidakabadian.
Kehidupan lambat laun meninggalkan tubuh gadis itu. Kedua alis Sesshoumaru bertautan, matanya terpejam kuat, ia meringis. Wajah Sesshoumaru membentuk ekspresi menahan sakit yang hebat. Saat ia membuka mata untuk menatap sang kekasih, kekecewaan, dan penyesalan yang teramat dalam kembali tersirat di kedua netra emas miliknya. Kesombongan telah jauh meninggalkan seorang Sesshoumaru. Untuk pertama kalinya ia merasa sebagai mahluk lemah yang meniti takdir gubahan para Dewa.
Sesshoumaru mengerang, tetes demi tetes kesengsaraan mengalir dari kedua matanya. Pipinya basah ketika ia mengangkat jasad pasangannya dari potongan bambu pencabut nyawa. Raga tanpa jiwa itu direngkuhnya erat. Sesshoumaru menenggelamkan wajah di bahu pasangannya. Tubuhnya berguncang dalam kesedihan yang mendalam. Ia hanya dapat membisikkan nama Kagome berkali-kali diantara tangis dengan suaranya yang bergetar. Ia mengangkat kepala kekasihnya, Sesshoumaru mengelus wajah dingin itu dengan ujung hidungnya. Ia menarik napas dalam-dalam, bagai ingin menyesap seluruh bau khas kekasihnya lalu menyimpannya rapat-rapat di dalam benaknya sebelum berpisah. Namun, hanya bau kematian yang diciumnya.
Kata perpisahan yang terlintas di benaknya semakin membuat Sesshoumaru tenggelam dalam kesengsaraan. Ia terus memeluk jasad itu hingga sebuah kehangatan terasa di antara tubuhnya dan tubuh Kagome. Sesshoumaru mengendurkan pelukannya, bola empat arwah itu jatuh ke tanah di sisi kanan Kagome. Shikon no Tama itu mengeluarkan cahaya merah muda yang amat terang, hampir membutakan penglihatan. Dadanya naik turun oleh amarah. Ia memandang penyebab kematian orang-orang yang dicintainya. Shikon dan ramalan adalah penyebab segala tragedi di sekelilingnya.
Sang Dai youkai memandang bola kecil yang sangat dibencinya. Sesshoumaru menyandarkan tubuh Kagome di dadanya, tangan kanannya meraih Odachi yang tergeletak di tanah. Ia memicingkan matanya, dengan mantap Sesshoumaru menghunus Shikon no Tama dengan ujung pedang Odachi. Permata terkutuk itu hanya retak ketika tertusuk oleh pedang. Meski begitu, tidak ada yang terjadi. Genggamannnya di Odachi terlepas.
Sesshoumaru kembali merengkuh mayat kekasihnya erat-erat. Disaat itulah, bola empat arwah yang retak menjadi terbelah. Cahaya terang benderang yang menyilaukan bersinar dari Odachi dan Shikon no Tama. Yang terakhir Sesshoumaru rasakan adalah kehangatan yang tak dapat dilukiskan. Kehangatan dan ketenangan hingga ke inti sukma. Tidak ada lagi setitik pun perasaan lara yang menodai jiwa. Siluman itu terbenam dalam kedamaian.
.
.
.
Jauh di atas langit tertinggi, ketiga Kami yang berada di Takamagahara tertegun menatap takdir yang mereka gubah demi menuntaskan kekacauan saat penciptaan. Dewa lautan dan badai hening melihat sebuah kolam yang menampakkan kejadian di bumi yang mereka pilih. Atas izin mereka, peristiwa itu akan mengubah dunia. Perubahan dengan pengorbanan yang tak kalah besar.
"Mereka berhak bahagia," saran Tsukuyomi.
Ironi. Dewa Bulan merasa sedikit bersalah karena membuat makhluknya menjalani nasib seperti itu. Tetapi, takdir telah mengikat bahkan sebelum semua mahluk di bumi dilahirkan. Mereka sangatlah lemah. Tak peduli sebesar apa pun kekuatan youki dan reiki yang mereka miliki tetap saja mereka hanyalah pion yang digerakkan. Mereka hanya akan mengikuti garis takdir yang tertulis. Permintaan pada Shikon no Tama pun telah jauh ditetapkan. Lewat kedua kakak beradik itulah dunia baru kan tercipta.
Sebuah tragedi. Sang Dai youkai dan hanyou pemilik Shikon no Tama hanyalah proyeksi atas Izanagi dan Izanami.
"Takdir tidak lagi dapat diubah. Sebuah kesalahan menciptakan tiga makhluk berakal yang penuh keserakahan. Kekacauan yang ada harus segera diselesaikan. Tidak ada cara lain," ketegasan Amaterasu bergema.
Sang Dewi membalikkan badan, ia memunggungi Susanoo dan Tsukuyomi. Suaranya pelan saat memastikan, "Mereka akan bahagia, tapi tidak dikehidupan ini," dan kalimat itu menuntaskan percakapan di antara mereka bertiga.
.
Next is epilogue
.
Dan happy end yang kalian tunggu ada di epilogue.
Terima kasih untuk semua pembaca!
05/06/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top