Chapter 11 - Heal and Feel

.

Black String of Fate

.

Burung berkicau dengan riangnya, sinar mentari pagi menerangi sela-sela dedaunan rindang. Kagome terbangun dengan kaget saat seekor kumbang dengan tidak peduli menari di wajahnya, ujung hidungnya.

Perempuan itu meluruskan kakinya yang terasa kebas, merentangkan kedua tangan, menguap lebar sambil menengadah ke langit. Disaat itulah dia melihat Sesshoumaru masih dengan posisi agung yang sama sejak semalam, bersandar di bawah sebuah pohon besar dengan mata terpejam damai.

Kagome menyandarkan lagi kepalanya ke pohon, ingatan kemarin langsung menyerbu masuk ke otaknya, sedikit kedamaian yang baru saja ia rasakan langsung menguap begitu saja. Tokugawa, miko, Sesshoumaru, dan pertarungan. Semua yang terjadi adalah kenyataan!

Kedua pedang itu masih di sisi tubuh, tangan kanan gadis itu meraih pegangan Yoarashi dan Odachi kuat-kuat. Apa yang terjadi kemarin bagaikan potongan-potongan memori yang buram dan kelam. Kepingan mozaik yang telah dia kumpulkan tidak lebih dari serpihan kecil gunung es yang masih tenggelam di lautan yang dalam. Yang ia percayai kini, sang ayah tinggallah nama. Biarpun begitu, tidak ada sesal sama sekali di hati.

Mengingat Tokugawa membuat bayangan miko berambut cokelat yang menolongnya kembali berkelebatan. Cinta, ketulusan, dan pengorbanan dibalas oleh pengkhianatan. Apa yang dilakukan miko itu teramat bodoh menurutnya, tapi siapa dia untuk menghakimi orang lain? Dia tidak memiliki hak untuk itu sebab, tangannya sendiri pun berlumuran dengan darah. Dari semua hal yang terjadi, satu yang dia yakini, dia tidak akan sedungu miko itu!

Terlepas dari lamunan, Kagome bangkit dari duduknya, dia berjalan mendekati daiyoukai congkak yang sepertinya terluka cukup parah.

Kagome berhenti saat Sesshoumaru sudah berjarak tiga kaki di hadapan. Ragu-ragu, dia mendekat untuk meletakkan pedang Odachi di samping Sesshoumaru. Kedua matanya terpejam, tidak pernah Kagome melihat youkai sepertinya. Keindahan rupa yang dimilikinya bagaikan ciptaan Kami-sama yang paling sempurna. Dengan mata terpejam seperti sekarang, tak ada sama sekali kesan kejam dan mematikan yang terpancar.

Kagome amat terpukau dengan apa yang dilihatnya, kakinya terus melangkah, jarak kian digerus olehnya. Hanyou berwajah manis itu menelusuri kedua garis magenta di pipi Sesshoumaru dengan pandangannya. Penelusurannya bergerak ke telinga yang meruncing lalu ke untaian perak halus nan panjang. Zirah pria itu telah hancur, pakaiannya yang terbuat dari sutra kotor dan robek di beberapa tempat, jejak pasti pertempuran hebat kemarin. Di pinggangnya bertengger dua pedang, yang satu adalah pedang yang digunakan untuk menghidupkannya kembali dan yang lainnya adalah pedang yang digunakan untuk bertempur dengan Tokugawa.

'Dua pedang pun tak cukup untuknya. Dasar, youkai yang serakah!' pikir Kagome.

Kian Kagome mendekat, maka dirinya semakin penasaran. Mengapa siluman itu tak juga sadarkan diri, sedangkan tidak ada luka yang jelas terlihat? Apakah serangan Tokugawa sekuat itu? Kagome mengutuk dalam hati, pertanyaan itu telah ia ketahui jawabannya. Serangan si Penguasa Selatan separuh tenaga saja sudah membuatnya tak berdaya hingga dia harus ditolong miko malang itu. Walau Sesshoumaru kuat, tapi serangan petir Yoarashi pasti benar-benar berpengaruh kepadanya.

Tak ingin mengganggu waktu istirahat pria itu, Kagome mundur perlahan. Lagi pula, monster di dalam perutnya sudah berteriak meminta persembahan.

Setelah melihat Sesshoumaru, dia meneliti keadaannya sendiri yang tanpa disangka sangat kacau. Bahan yang membalut tubuhnya itu kini sudah tidak berbentuk seperti kimono, lubang memanjang kini menjadi hiasan. Kimono biru tua itu sudah berubah warna menjadi biru gelap bercampur cokelat dan abu-abu. Motif bunga yang ada tertutup oleh darah, tanah, dan debu. Kuncir kudanya sudah terlepas sebagian, rambut hitam legamnya mencuat dengan acak ke berbagai arah dengan beberapa helai daun kering yang menempel.

Kagome memasang telinga, ia berusaha mendengarkan gemercik air terdekat, akan sangat beruntung bila dia bisa menemukan sumber air panas. Telinga berbentuk segitiga miliknya bergerak kecil menghadap arah utara, Kagome pergi dengan satu lompatan cepat tanpa suara.

Sesshoumaru membuka mata pada waktu yang bertepatan, tapi tidak ada siapa-siapa kecuali tupai yang memandangnya dengan takut sebelum mengambil sesuatu di hadapannya lalu memanjat pohon dengan cepat. Tipis, pria itu mendeteksi Kagome dari aromanya yang tertinggal. Bukti jelas kedua adalah Odachi tak bersarung yang kini ada di sampingnya.

Sesshoumaru memandang pedang itu tanpa gairah, dia memikirkan Tokugawa yang masih harus diselesaikannya. Selain itu, pikirannya dipenuhi oleh ribuan pertanyaan akan teka-teki baru yang Tokugawa lemparkan kepadanya.

Apakah yang dikatakan sang Penguasa Selatan itu benar adanya? Apa yang sebenarnya terjadi? Ayahnya terlalu kuat untuk dikalahkan oleh salah satu dari mereka, mungkinkah ketiga penguasa yang lain bersekongkol untuk membunuh ayahnya? Apakah ibunya belum mengetahui yang sebenarnya? Sesshoumaru langsung membuang kemungkinan itu, ibunya adalah salah satu dari garis keturunan klan inu yang terkuat, karena itulah ayahnya menjadikannya pasangan. Sangat mustahil untuk menutupi kebenaran dari ibunya, wanita itu bisa mengetahui apa yang ingin dia ketahui dari berbagai cara. Karakter dengan dominasi yang kuat, tipe yang disegani siapapun juga. Meski begitu, ia harus segera mengkonfirmasi hal itu dengan ibunya secepat mungkin.

Sesshoumaru memejamkan mata, merasakan bagian-bagian mana saja tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih. Dampak serangan itu cukup besar hingga membuatnya lemah seperti ini, kekuatan petir dari pedang Tokugawa sangat menyulitkan, tidak terkecuali baginya. Dia pasti binasa bila saja tidak menyandang Tenseiga. Pedang yang tidak berguna untuk bertarung, tapi pedang yang sangat bermanfaat dalam keadaan terdesak. Dan, pertarungan dengan Tokugawa kemarin adalah satu-satunya pengalaman yang tidak menyenangkan.

Sejujurnya, baru kali ini Sesshoumaru mengakui senjata warisan tersebut. Kekuatan Tenseiga menyelimutinya saat petir Tokugawa melenyapkan keberadaannya. Tidak hanya itu, yang ia dengar, Tenseiga juga membantunya menghilangkan jejak keberadaannya dari penglihatan, penciuman, dan pendengaran sang lawan. Tenseiga akan membawanya ke tempat teraman untuknya memulihkan diri disaat-saat darurat. Tenseiga dan Bakusaiga adalah gabungan yang pas, sebuah serangan yang maha dahsyat dan sebuah pertahanan diri yang tidak tertembus sedikit pun.

Sedangkan Odachi? Lagi-lagi, dia berpikir ingin menyingkirkan pedang itu. Setidaknya, dia akan mencari tempat teraman untuk menghancurkan Odachi agar tidak dapat dimiliki oleh orang lain. Pikirannya terpotong saat mengingat siapa yang mengembalikan pedang itu ke sisinya, hanyou itu!

.

.

.

Kagome telah mencuci bajunya agar bersih dari segala kotoran yang menempel, dia menjemurnya di dahan pohon besar yang terpapar sinar matahari pagi. Sambil menunggu bajunya setengah kering, dia menghabiskan waktu dengan berendam. Dengan aktivitas favoritnya itu, ia dapat merasaka jiwanya menjadi lebih tenang. Kegiatan itu adalah sebuah kemewahan baginya, sangat jarang sekali dia bisa merasa tenang melakukan sesuatu. Dan, hari ini menjadi berbeda baginya, seakan ini adalah hari pertama di hidupnya.

Pemandangan hutan menghangatkan hatinya, nyanyian burung meneduhkan jiwanya. Bunyi gemercik air membuatnya merasakan kedamaian, dia seakan menyatu dengan alam. Dia merasa siap melepas dendamnya dan berniat mewujudkan keinginan terakhir ibunya.

Waktu berselang, Kagome sudah mengenakan pakaian lusuhnya lagi dan siap berburu sarapan. Dia melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, buah yang tidak terlalu ranum itulah yang pas menurutnya. Kagome memetik empat buah, jumlah yang cukup untuknya. Baru saja di hendak melahap buah pertamanya, tiba-tiba, dia teringat Sesshoumaru yang masih tidak sadarkan diri. Walaupun dia tidak terlalu yakin apa yang dimakan oleh pria itu, ia memutuskan untuk mengambil beberapa buah lagi.

Sebagian besar youkai hanya melahap manusia, sebagian kecil suka melahap youkai lain atau hanyou seperti dirinya dengan alasan untuk memperoleh kekuatan lebih dari apa yang dimakannya. Dan sebagian besar lainnya suka melahap apa saja yang mereka temui entah itu hewan, buah-buahan, makanan manusia atau manusianya itu sendiri. Dalam kata lain, terkadang, youkai melahap apa saja yang berada di depannya. Dan Kagome tidak yakin Sesshoumaru termasuk tipe yang mana.

Kagome mengendap-endap di dahan pohon tidak jauh dari tempat Sesshoumaru bersandar. Perempuan itu mengintainya sejenak sebelum melompat turun dan mendekat. Dia membawa beberapa macam buah, ikan yang telah dia bakar, dan air di wadah minum yang ditinggalkan oleh manusia di dekat sumber air panas yang tadi dikunjunginya. Entah apa yang dipikirkan hingga ia rela melakukan semua itu untuk Sesshoumaru. Sepertinya, Kagome tidak memikirkan lagi apa yang sedang dilakukannya, dia hanya mengikuti anjuran di dalam dirinya.

Kagome sedikit terperanjat dengan apa yang dilihatnya, kimono sutra Sesshoumaru tidak lagi seperti saat ditinggalkannya. Tidak ada lagi kotoran atau sobekan di beberapa tempat seperti sebelumnya, semuanya sempurna seperti sedia kala lengkap dengan armor di dada. Yang berbeda hanyalah ada tiga pedang yang ada di sisi pria itu.

Mata Sesshoumaru masih terpejam dengan damai seperti sebelumnya, Kagome terus berjalan mendekat sebelum berhenti saat jarak mereka tinggal selangkah lagi. Dia berjongkok di hadapan Sesshoumaru, lalu meletakkan semua yang dibawanya perlahan, matanya masih menatap lekat wajah dingin daiyoukai itu.

Sepasang kelopak yang tertutup itu serta merta terbuka, emas yang menusuk menatapnya lurus-lurus. Jantung Kagome seakan hendak melompat keluar dari badan, dia terkesiap. Fokus Sesshoumaru beralih ke benda-benda yang baru saja diletakan di tanah, lalu pandangannya beralih kembali ke hanyou tersebut. Kagome mundur selangkah, lalu berbalik hendak pergi, saat itulah suara Sesshoumaru mencapai telinga anjing gadis itu.

"Sesshoumaru ini tidak butuh balas budimu!" dia membuang muka.

Kagome terdiam di tempat, tanpa berbalik dia menjawab, "Kamu tidak perlu mengambilnya bila tidak mau!" Ugh, dia benar-benar youkai yang sangat menyebalkan! Dia pikir dia itu siapa, heh? batin Kagome sengit.

Kendati demikian, semakin Sesshoumaru dingin kepadanya, semakin Kagome merasa tertantang untuk lebih mengganggunya, tidak ada ketakutan sama sekali dalam dirinya. Keberaniannya itu bukan berasal dari Yoarashi yang kini terikat di obi-nya, tapi lebih karena rasa ingin tahunya yang besar kepada Sesshoumaru yang sepintas terlihat tidak berdaya.

Paras gadis itu sontak retak oleh cengiran usil. Kagome berbalik, ia berkacak pinggang. "Aku tidak merasa berhutang budi padamu!" sentaknya.

"Pergi!" seru Sesshoumaru.

"Jika aku tidak mau?" tantang Kagome masih tersenyum nakal.

Sesshoumaru menolehkan kepala, dia memandang Kagome dengan tatapan tajam tapi tidak berkata apa-apa. "Lakukan apa pun yang kau inginkan!" lalu dia kembali berpaling, memandang jauh ke pepohonan.

Kata-kata Sesshoumaru seakan acuh tapi, rasa penasaran miliknyalah yang membuat dia membiarkan hanyou itu berada di sekitarnya. Bila dia mau, dia bisa saja bangun untuk mengusir gadis itu, tapi hal tersebut tak lagi dilisankan karena sangat bertentangan dengan kehendaknya. Sebab, hanyou di hadapannya saat ini adalah salah satu misteri yang ingin dia pecahkan. Terlebih lagi, hanyou itu menggenggam pedang yang semula menjadi kepunyaan Tokugawa!

"Bagus kalau begitu!" kata sang lawan bicara dengan nada riang.

Kagome duduk di hadapan makanan yang dibawanya, kedua kakinya bersilang. Dengan satu tangan dia menahan kimono di antara kedua pahanya, mencegah area pribadinya terekspos. Dia mengambil sebuah apel besar, lalu melemparkannya kepada Sesshoumaru. Lemparannya dengan mudah ditangkap Sesshoumaru tanpa melihat ke arahnya. Kagome mengambil sebuah apel lagi, lalu menggigit dengan bunyi nyaring.

Sesshoumaru memberikan pandangan marah, tapi Kagome mengabaikan. Titik atensi gadis itu terus terpaku kepada apel yang telah digigitnya. Sambil mengunyah, dia menelusuri bentuk buah tersebut, mengagumi bentuk cantiknya, warna indah, serta rasa manisnya. Sesshoumaru memandangnya sekilas dengan heran sebelum kembali menoleh ke arah lain.

"Kenapa kau tidak memakannya? Enak, loh!" Kagome melihat sekilas kepada Sesshoumaru yang menaruh apel itu begitu saja ke tanah.

Kagome menyodorkan ikan bakar yang ditaruhnya di atas selembar daun di hadapan Sesshoumaru. Setelah menunggu beberapa saat tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Kagome mengangkat bahu, lalu meneruskan lagi mengunyah apel di genggamannya.

"Aku tidak memakan makanan manusia!"

"Lalu, apa yang kau makan, Sesshoumaru-sama?" nama dan suffix yang digunakan Kagome diucapkan dengan nada yang terang-terangan meledek.

"Itu bukan urusanmu, Wanita!"

"Apakah youkai lain atau manusia?" tanya gadis itu lagi tanpa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Kau mengganggu!" ucapan datar lain yang berasal dari mulut Sesshoumaru.

"Hm," bola mata Kagome bergerak-gerak ke kiri atas, dia mengangkat bahunya. "Aku penasaran, apa yang masuk dalam kategori 'tidak mengganggumu' bila seseorang yang membawakanmu makanan dan minuman kau anggap sebuah gangguan?" Untuk pertanyaannya barusan, perempuan itu tidak benar-benar mengharapkan sebuah jawaban dari si pongah.

Sunyi yang direngkuh gadis itu hanya bertahan sepuluh detik sebelum ia kembali menyemburkan isi pikirannya, "Kau tahu, aku sangat iri padamu. Bagaimana mungkin kau bisa bersih dalam sekejap? Aku menghabiskan waktu lama untuk membersihkan kimono-ku dari sisa pertarungan kemarin, dan kau?!" Kagome membiarkan kalimatnya tergantung, ia menjulurkan kedua tangannya ke arah Sesshoumaru dengan kedua telapak tangan menghadap ke atas, menunjukkan keheranannya.

Lama, tapi tidak ada jawaban terucap. Sesshoumaru tidak mengindahkan Kagome.

Tindakan lelaki itu membuatnya sedikit kesal, "Hei!" panggil Kagome, dia tidak mau repot-repot menyembunyikan kejengkelan yang dirasakan. "Apakah efek serangan Tokugawa kemarin membuat telingamu tak berfungsi, ya?"

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Sesshoumaru dengan malas, ia hanya meliriknya sekilas dengan sudut matanya.

"Wanita, wanita," Kagome mendengus kesal "Aku punya nama tahu, namaku Kagome! Ka-Go-Me!"

Sesshoumaru masih memalingkan wajahnya.

Merasa tak dianggap, Kagome kembali membuat apel ditangannya menjadi titik fokusnya, dia menggigit buah manis itu. "Bila kau tanya apa yang aku inginkan? Aku hanya membawakanmu makanan, tidak ada niat lain yang kumiliki." Kagome berbicara dengan mulut penuh, setelah menelan makanannya, ia kembali bersuara, "Bila kau bertanya mengapa aku mau membawakanmu makanan, itu pun aku tidak tahu jawabannya." Baru saja Kagome memberikan gigitan terakhir di apelnya saat Sesshoumaru bertanya.

Suara maskulin kembali bergema di tengah belantara, "Apa yang kau inginkan dengan berusaha membunuh para penguasa?" mata seiras senja itu kini memandang si gadis dengan tajam.

Keriangan perempuan itu menghilang, sisa apel itu dibuangnya ke belakang tubuhnya begitu saja. "Bila kau mengetahuinya pun kau takkan peduli," jawabnya dengan tegas. Kagome menatap balik Sesshoumaru dengan mantap, "Dan kau, apa tujuanmu menyerang semua penguasa wilayah?" Kagome balik bertanya.

"Sehingga hanya akan ada satu penguasa," Sesshoumaru masih menatap perempuan itu lekat-lekat.

"Jadi, kaulah sekarang sang penguasa itu?" nada Kagome menyindir, satu sudut bibirnya bergerak-gerak kecil menahan senyum.

"Bagaimana pedang Tokugawa bisa ada di tanganmu, Wanita?" dia tidak menanggapi sindiran Kagome yang sangat jelas.

Kagome berdecak, merasa sedikit kesal karena nama panggilan itu lagi yang Sesshoumaru gunakan untuknya. Dia memilah-milah buah yang ada di tangannya, dia mengangkat satu, lalu menggigitnya lagi sebelum menyediakan keterangan yang laki-laki itu inginkan, "Pemiliknya sudah tidak ada lagi, lalu pedangnya aku ambil. Sederhana, bukan?" Gadis itu mulai mengunyah. "Mm, yang ini lebih manis." Netra birunya bersinar kala memandang apel tersebut.

Pria itu melontarkan pernyataan yang tak membutuhkan penegasan, "Kau membunuhnya!" tidak ada keterkejutan yang terlihat dari tampang tampan tersebut.

Kagome menelan dengan susah payah, entah gigitannya terlalu besar atau kata-kata Sesshoumaru yang membuatnya tersedak. Dia memukul dada dengan tangan kirinya. "Sepertinya, iya," sahutnya dengan acuh, dia mengambil wadah minum yang ada, "Kau tidak mau, 'kan? Kalau begitu, aku minum," ia meneguk cairan yang terkandung di dalamnya hingga tandas.

Sesshoumaru sedikit marah dan tergugah atas kenyataan yang di dengarnya, hanyou itu tidak hanya selalu berada di jalannya, tapi juga mengambil semua tugas yang seharusnya ia tuntaskan. Mata pria itu memicing.

Kagome merasakan aura Sesshoumaru mengancam. "Apa?" tanya gadis itu dengan polos, tapi otaknya bekerja keras mencari cara untuk menghindar bila rekan tuturnya itu memutuskan menyerang secara mendadak.

"Kau memiliki pedang itu, kau penguasa wilayah Selatan sekarang!" Sesshoumaru mengambil jeda. "Aku akan membunuhmu sebentar lagi, aku memberimu kesempatan untuk lari!" intonasinya penuh janji.

Tanpa di duga oleh siluman itu, Kagome malah berdekah-dekah. "Kau pikir aku ingin jadi penguasa wilayah, heh? Itu terdengar bodoh! Seperti aku membutuhkannya saja," tutur sang hanyou setelah tawanya mereda. "Meski aku menyukai pedang ini, tapi kau boleh memilikinya bila kau mau," matanya bersinar jenaka.

"Berhenti menghinaku, Wanita!" perintah Sesshoumaru tegas.

Kagome lantas merengut. "Kau sungguh membosankan!" dia bergumam. "Aku tidak terlalu butuh pedang untuk bertahan hidup, tidak sepertimu." Kagome memandang ketiga pedang Sesshoumaru dengan tatapan mengejek.

"Kau!" kali ini nada Sesshoumaru lebih keras.

"Ada apa denganmu, hah?" Kagome mencabut Yoarashi dari obi-nya, lalu melemparkannya ke samping Sesshoumaru. "Ambillah! Aku tidak membutuhkannya!" baru saja Kagome berbalik ingin pergi, tiba-tiba sebuah tangan yang besar memerangkap kedua lengannya.

Tangan kiri Sesshoumaru melingkari dada Kagome, memenjarakan kedua lengannya. Sedangkan tangan yang lain menempelkan bilah pedang di leher halus gadis itu. Yoarashi semakin menekan kuat di kulit Kagome, siap memuncratkan darah dari urat nadi di lehernya saat Sesshoumaru mengutarakan pertanyaan berikutnya dengan sungguh-sungguh, "Katakan, apa tujuanmu?"

"Tujuanku adalah membalaskan dendam ibuku, satu-satunya tujuan hidupku yang telah tercapai! Kini, aku sudah tidak lagi memiliki keinginan, kau ingin membunuhku? Silakan!" tandasnya sinis.

Dingin pedang tersebut tak mampu mengalahkan dinginnya suara sang siluman jantan. "Jangan terlalu menyanjung diri sendiri, Wanita. Sejatinya, kau akan dengan sangat mudah kukalahkan"

Sebab perbedaan tinggi tubuh yang cukup nyata, kala berbicara, napas Sesshoumaru yang panas membelai bagian belakang telinga anjingnya, mengirimkan sinyal yang membuat seluruh rambut kecil di tubuh perempuan itu berdiri.

"Buktikan!" tantang Kagome.

"Tidak ada kebanggaan membunuh seseorang yang mengharapkan kematian. Menjauhlah dari jalanku!" titah Sesshoumaru dengan suara baritone-nya.

"Aku juga tidak ingin selalu bertemu muka denganmu!" sentak Kagome "Dan aku pun tak tahu mengapa aku mempedulikanmu, youkai yang pernah berusaha membunuhku, dan melecehkanku!" semburnya berapi-api.

Satu sudut bibir Sesshoumaru terangkat sedikit untuk sekejap mata, "Itu bukanlah sebuah pelecehan bila kau menikmatinya."

Telinga Kagome berkedut ketika tersapu embusan napas Sesshoumaru yang menggelitik, pipinya memerah bila mengingat apa yang pernah dilakukan Sesshoumaru, apa yang pernah tubuhnya rasakan saat itu karena ulah siluman itu.

"Aku tidak menikmatinya!" Kagome gelisah menyadari situasinya saat ini, tubuh Sesshoumaru yang erat mendekap. Hidung dengan penciuman super itu tidak hanya dimiliki olehnya sendiri, tapi juga dimiliki oleh Sesshoumaru. Kebohongannya akan dengan mudah terbongkar karena saat ini pun, tubuhnya mempunyai reaksi spontan untuk mengkhianati kata-katanya.

"Kau bohong!" koar pria itu.

"Kau sombong!" balas Kagome dengan ketus. "Dan aku membenci youkai congkak sepertimu!" imbuhnya, dengan emosi yang mulai bergolak.

Sesshoumaru membuat satu tarikan napas cepat, "Aku bisa mencium bau kebangkitanmu"

Suara berat Sesshoumaru membuat Kagome bergidik. Jantungnya mulai berontak di rongga dadanya, dia sendiri pun bisa merasakan sesuatu yang terbangun di dalam diri setelah mendengar kata-kata Sesshoumaru.

"Jangan lupa aku pernah menyelamatkan nyawamu, dua kali!" Sesshoumaru berkata di telinga kiri Kagome, membuatnya merinding untuk alasan yang lain selain takut. "Dan seharusnya, kau mengabdikan dirimu sebagai pelayanku seumur hidup atas rasa terima kasih karena telah kuselamatkan nyawamu. Itu jika kau memiliki setitik harga diri yang tersisa. Walau dengan pasti akan kutolak penawaran itu."

"Aku? Menjadi pelayanmu?" Kagome terbahak-bahak hingga tubuhnya berguncang. "Itu hanya akan terjadi bila gunung Fuji terbenam di dalam tanah. Lagi pula, aku tidak memintamu menyelamatkanku!" protesnya.

Pria itu bergumam, "Hn."

Pedang yang menekan erat leher Kagome mulai mengendur, membuatnya bisa menghela lega.

"Lalu apa yang kau inginkan dariku?" tanya Kagome lagi, "Kau ingin membunuhku?"

"Tidak ada yang kuinginkan darimu. Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku," kata-kata Sesshoumaru perlahan, datar, namun menusuk hati.

Kagome marah mendengarnya, apakah darah seorang hanyou akan mengotori tangan seorang daiyoukai? Dengan cepat dia memutar tubuh. Walau dia masih terperangkap dalam lengan besar Sesshoumaru. Darah mengalir dari lehernya yang tergores tipis oleh pedang saat dia berbalik badan, pedang itu kini berada di tengkuk Kagome. Cakar Kagome berada di leher Sesshoumaru dengan posisi siap merobek, dia menatap lurus mata emas itu dengan garang.

"Kau ingin mati?" tatapan Sesshoumaru tertuju kepada tetesan darah Kagome yang mengalir turun ke dadanya, aroma darah wanita itu mengirimnya kembali ke ingatan saat mereka berada di gua.

"Iya, tapi setelah aku membunuhmu terlebih dahulu!" suara Kagome mantap, tidak ada keraguan sedikitpun di kalimatnya.

Hening sesaat, yang terjadi selanjutnya tidak terduga. Yoarashi ditancapkan begitu saja ke tanah oleh Sesshoumaru, pandangan Kagome masih tertuju kepada pedang itu saat kedua lengan besar Sesshoumaru memenjarakan tubuhnya yang kecil.

"A-apa yang kau lakukan?" Kagome tergagap, dia meronta berjuang melepaskan diri dari perangkapnya.

Sesshoumaru sekuat tenaga berjuang melawan keinginan 'konyol' yang dia rasakan, keinginan untuk memeluknya dan tunduk kepada hasrat yang baru-baru ini muncul bila berada di dekat wanita itu. Kedua sudut alisnya berkumpul di tengah, dorongan yang ia rasakan begitu kuat. Aroma khasnya, tatapan marah gadis itu, pipi yang bersemu kemerahan, bau darahnya begitu menarik dirinya untuk melakukan sesuatu yang akan dia sesali nantinya. Kagome, satu nama itu terus terngiang di kepalanya.

"Kau ingin tahu apa yang ingin kulakukan atau kau ingin Sesshoumaru ini melakukan sesuatu padamu?" Kala itu, Sesshoumaru bisa mencium bau kebangkitan Kagome yang tipis.

Kedua tangan Kagome berusaha mendorong dada Sesshoumaru, "Aku tidak mengerti maksudmu!" remaja itu menggeram marah. "Yang aku tahu adalah aku akan dengan sangat mudah mengalahkanmu karena tubuhmu yang masih belum sepenuhnya pulih!"

"Kau menghinaku!" Sesshoumaru melepaskannya dengan satu entakan kasar.

Kagome melompat mundur beberapa langkah, dia tertawa kecil sebelum memberikan tantangan, "Buktikan kalau ucapanku salah dan hukum aku kalau kau bisa! Youkai angkuh sepertimu sesekali harus mencium tanah!" Matanya berkilat-kilat dengan semangat.

"Aku ragukan itu." Sesshoumaru menatap mata Kagome dengan tajam, "Dengan mudah aku bisa membuatmu memohon kepadaku dan menangis dengan menyebut namaku." Dagu Sesshoumaru terangkat, pandangannya mencemooh.

Entah mengapa, kalimat yang baru saja keluar dari mulut Sesshoumaru bermakna ganda di telinga Kagome.

"Kalau begitu, buktikan!" Kagome kian berapi-api dan berdiri dengan posisi siap tempur.

"Ambil pedang milikmu! Sesshoumaru ini tidak akan mau bertarung melawan seseorang yang tidak bersenjata apalagi seorang wanita!" Kemudian, dengan sekejap pula dia sudah mundur beberapa meter. Sesshoumaru berdiri dengan gagah, sisa-sisa luka pertarungan kemarin seperti tak bersisa.

"Agar pertarungan ini menjadi semakin menarik, ayo kita bertaruh!" usul Kagome.

Satu alis Sesshoumaru terangkat. "Bukankah cukup nyawa menjadi taruhannya?" Sebenarnya memikirkan hanyou itu mati saja sudah membuat sesuatu di dalam dirinya terusik, dia akan kehilangan sebuah objek yang bisa memberikannya kesempatan memenuhi rasa penasaran. Sejak semula, bila Kagome kalah nanti, Sesshoumaru akan membuat alasan untuk mengampuni nyawanya.

Beresonansi dengan pikiran Sesshoumaru, Kagome mengusulkan ide yang dia sendiri pikir bahwa itu gila. "Aku akan menjadi pelayanmu bila kau bisa mengalahkanku. Tentu saja, itu berlaku sebaliknya, bagaimana?" Hanya dengan membayangkan mempunyai pelayan pribadinya adalah daiyoukai Penguasa Wilayah Barat sangat menggelitiknya. Ingin sekali Kagome melompat senang dan tertawa, tapi dia menutupi semangatnya dengan sebuah seringaian.

Kalaupun Sesshoumaru tidak mau menerima usulnya, lalu dia kalah kemudian terbunuh toh bukan masalah baginya. Sebab, tidak ada lagi yang memberatkannya di dunia ini. Siapa pun yang kalah di pertarungan ini, tetap Kagomelah pemenangnya.

Kedua kelopak mata Sesshoumaru terbuka lebar sepersekian detik lalu kembali ke wajah tenangnya seperti semula. Usul Kagome memang sedikit mengejutkan, tapi ia menyanggupi karena tak memiliki keraguan.

"Baiklah, Sesshoumaru ini menyetujuinya. Bila kau kalah, kau berkewajiban untuk menepatinya." Lelaki itu mengatakannya dengan keyakinan mutlak.

"Ayo, kita mulai! Siapa yang tersudut, dialah yang kalah." Kagome tersenyum lebar saat menambahkan, "Kita lihat siapa yang akan memohon pada akhirnya."

.

~SessKag~

.

My real life a lil' bit chaos lately, sorry for the late update.

Btw, minna saiko arigatou!

24/02/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top