Chapter 10 - Hero
Sesshoumaru terbang menembus awan. Di bawahnya terbentang lukisan buram kehijauan. Pangkal alis berkerut di tengah, tampang yang tidak mudah terpengaruh oleh emosi itu kini terombang-ambing kegundahan.
Jawaban dari Bokuseno hanya membuat berbagai macam pertanyaan baru bermunculan di kepalanya. Sesshoumaru ingin sekali melampiaskan keganasannya, pada apa pun atau siapa pun. Tapi tidak.
Dia adalah Sesshoumaru. Seorang pembunuh yang sempurna, seperti namanya, dia tidak akan membiarkan dirinya sendiri berbuat sesuatu yang sia-sia. Dia akan melampiaskan kemarahannya pada oponen yang selevel dengannya.
Sesshoumaru hendak menemui satu-satunya penguasa wilayah yang tersisa.
Setelah Tokugawa binasa, tidak akan ada lagi perjanjian konyol yang dibuat ayahnya. Dia akan membuktikan pada ayahnya di alam sana kalau dialah yang terkuat.
Istana Tokugawa sudah terlihat. Mata pria itu memicing ketika mencium dua bau darah yang berbeda, salah satunya adalah milik hanyou itu, penciumannya tidak akan salah.
Dari jarak ratusan meter, mata awasnya mampu menangkap hanyou perempuan itu terkapar tak berdaya. Tokugawa yang tertawa sedang berjalan mendekat. Sesshoumaru mengeluarkan Bakusaiga, serangannya tepat mengenai sasaran. Tokugawa terpental sejauh ratusan meter.
Tokugawa menyadari serangan itu hanya beberapa detik sebelum serangan itu menghantamnya.
Untaian perak Sesshoumaru berayun lembut saat dia berpijak di tanah dengan anggun, Bakusaiga masih siaga di tangan. Hanya butuh selayang pandang baginya untuk mengetahui bahwa hanyou itu terkapar tak bergerak, tapi masih bernapas.
Tokugawa mendarat di atas kedua kaki, ia mendengus kesal. Pakaian yang dikenakannya robek dan berhias darah di beberapa tempat karena hantaman youki dari Bakusaiga.
"Cih, ternyata kau adalah dalang atas semua ini. Aku tidak menyangka Sesshoumaru putra Inu no Taisho penguasa wilayah Barat melakukan hal serendah itu!" tuduhnya sembarang.
"Sesshoumaru ini, datang untuk menantangmu, bukan untuk mendengar penghinaanmu." ucap Sesshoumaru dengan nada dingin yang mematikan.
Tokugawa tak lantas percaya, "Jadi, hanyou itu tidak ada hubungannya denganmu heh?" satu alisnya terangkat.
Langkah Sesshoumaru terhenti, masih dengan nada tenang ia menyahut, "Urusanku hanyalah denganmu, Tokugawa sang penguasa wilayah Selatan!" Pedang diacungkan. "Perjanjian konyol itu berakhir di sini. Aku, Sesshoumaru penguasa wilayah Barat, menantangmu untuk memperebutkan semua wilayah yang tersisa. Tidak akan ada lagi beberapa. Siapa yang terkuat di antara kita dialah sang penguasa tunggal!" tegas Sesshoumaru penuh percaya diri.
Tokugawa berdekah-dekah. Ia mengangkat dagu. "Pertama-tama adalah Tokushin, Kuroichi, mereka dibunuh oleh seorang hanyou wanita!" nadanya sangat meremehkan saat mengatakan kata 'wanita'.
"Berita yang sama sekali tidak kupercayai pada awalnya. Dan semua itu masuk akal, bila kau di belakang semua ini, Sesshoumaru!" intonasinya jijik. Ia melanjutkan dengan penghinaan secara terang-terangan, "Dengan pintarnya menguak masa laluku, membuat perhatianku teralihkan hanya untuk menyerang dari belakang. Trik licik apa lagi yang kalian berdua gunakan saat menyerang Tokushin dan Kuroichi, heh?"
"Sesshoumaru ini tidak akan merendahkan diri dengan menggunakan cara kotor kala mengonfrontasi lawannya." Aliran youki yang kuat memancar dari seluruh tubuh pria itu, rambut dan pakaiannya terombang-ambing oleh kekuatan yang menguar.
Energi di tubuh serta pedangnya beresonansi. Bakusaiga terangkat secara horizontal, cahaya biru terang yang sangat menyilaukan terpancar. Saat ini ,Bakusaiga miliknya hanya menawarkan kematian.
Walau sedikit terluka, tapi tidak ada gentar di diri Tokugawa. "Sudah lama aku menunggu kesempatan ini, kita akan lihat siapa yang lebih kuat!" kalimat itu tutup oleh seringai keji.
Semua pengawal youkai dan manusia yang semula memperhatikan dari kejauhan kini berhamburan melarikan diri, tidak lagi ingin menyaksikan atau memikirkan tugas mereka setelah pertarungan itu selesai. Lawan tuan mereka kali ini adalah Sesshoumaru, daiyoukai wilayah Barat, tidak ada jaminan mereka akan selamat bila tetap berdiri menyaksikan.
Semua pengawal manusia dan youkai telah pergi, tapi tidak dengan sang miko dengan rambut cokelat sebahu.
Kedua youkai penguasa itu mendekat dengan gerakan yang tak tertangkap mata manusia, bunyi dari kedua pedang yang beradu menimbulkan bunyi gelegar seperti petir. Bakusaiga dan Yoarashi masih beradu. Tokugawa mendorong sekuat tenaga, aliran youki di kedua pedang itu menimbulkan bunyi desisan.
Kaki kanan Tokugawa sedikit tertekuk, memijak sekuat tenaga ke tanah dengan kuda-kudanya yang kokoh. Mata nilanya memandang garang kepada youkai muda yang sombong itu dengan benci. Betapa dia membenci mata itu, emas itu sangat mirip dengan ayahnya, musuh terbesar yang pernah dimilikinya.
Kekuatan mereka seimbang, tidak ada yang terdorong mundur sedikit pun dari tempat mereka berdiri. Tanah yang dijejak Sesshoumaru untuk menahan tubuhnya menimbulkan garis dalam, Sesshoumaru memutar pedangnya ke kiri membuat Tokugawa oleng ke kanan. Dengan itu, Sesshoumaru menyerangnya lagi dengan ledakan yang sama seperti sebelumnya. Sayang, targetnya meleset.
Tokugawa yang memiliki mata awas menghindar di saat-saat terakhir. Pria itu melompat mundur beberapa langkah, itu cukup untuk membuat satu sudut bibir Sesshoumaru terangkat sedikit untuk sesaat.
"Berita itu terlalu mengada-ada, kau tidaklah sebanding denganku," kata Sesshoumaru dengan dingin.
Tokugawa meradang, "Benar, kita tidak setara. Bahkan Touga pun tidak mampu menandingiku!" teriaknya, disaat yang sama, kekuatan petir melesat dan menyambar Sesshoumaru.
Apa yang dikatakan Tokugawa membuat mata Sesshoumaru membelalak. Emosi meninggi, tapi ia tetap awas. Gerakannya bagai menari saat mengelak dari kilat yang hendak menyambarnya. Tanah yang terkena aliran petir Tokugawa menjadi lubang dalam hitam yang mengeluarkan asap abu-abu pekat.
Tokugawa melancarkan serangan yang sama beruntun, dan dengan cara yang sama pula Sesshoumaru berhasil menghindarinya. Pohon-pohon terbakar, bangunan hancur, tidak ada tempat yang tidak hancur oleh serangan Tokugawa.
Mata Sesshoumaru menyipit, apa yang dikatakan sang lawan barusan membuatnya terkejut. Kepercayaan diri Tokugawa melangit. Tentu saja ia akan memaksa pria itu sadar tempat. "Ayahku akan dengan mudah mengalahkanmu." Sang ayah yang menjadi panutan dan dikagumi, kini direndahkan oleh lawannya. Gejolak keangkaraan yang berkesinambungan mengisi energi yang mengalir pada Bakusaiga. Sinar menyeruak, cakupannya lebih luas dari sebelumnya.
Energi yang terkumpul dilesatkan.
Kali ini, Tokugawa tidak menghindar, dia malah mengeluarkan lebih besar lagi kekuatan petir Yoarashi. Kedua kekuatan yang besar itu beradu dan sebuah ledakan yang besar tercipta. Kedua Dai youkai itu terseret mudur beberapa kaki ke belakang, Sesshoumaru menancapkan Bakusaiga ke bumi agar lututnya tidak sampai menyentuh tanah.
"Katakan omong kosong itu kepada ayahmu di alam sana!" Tiba-tiba, Tokugawa sudah berjarak setapak, pria itu mengayunkan pedang, mencoba menebas kepala Sesshoumaru. Dengan tangkas, Sesshoumaru mencabut Bakusaiga dari tanah lalu menahan serangan Tagikawa dengan pedangnya secara vertikal di sisi tubuh.
"Sama seperti ayahmu, kau akan mati ditanganku!" siluman itu tersenyum sadis.
Sesshoumaru terdorong mundur, dia hendak mengeluarkan lagi kekuatan Bakusaiga. Akan tetapi, belum sempat ia menyerang, Tokugawa menendang dadanya. Laki-laki itu hampir terjatuh jika saja pedangnya gagal menjadi tumpuan.
"Jelaskan padaku!" perintah Sesshoumaru sambil bangkit berdiri, suaranya yang berat semakin dalam oleh angkara.
Tokugawa tertawa. "Sudah kukatakan kepadamu, ayahmu itu lemah. Seharusnya kau berterima kasih, berkat jasakulah kau kini menjadi penguasa wilayah Barat."
"Seorang mikolah yang membunuh ayahku!" sangkal Sesshoumaru. Meski begitu, pikirannya bergelut dengan apa yang dilisankan oleh Tokugawa.
Apa yang diucapkannya tentang miko yang membunuh Inu no Taisho adalah apa yang diberitahukan sang ibu kepadanya. Itu adalah apa yang selama ini dipercayainya. Tetapi, benarkah begitu? Apakah ibunya melihatnya sendiri? Apakah yang dia anggap selama ini fakta mungkin hanyalah kebohongan belaka?
Lagi-lagi, Tokugawa menyeringai bengis, "Tidak penting kau percaya atau tidak, kau bisa menanyakannya langsung kepada ayahmu di sana!" Percikan listrik sewarna dengan warna mata pria itu bergelombang dari pangkal hingga ujung Yoarashi, kekuatan yang keluar tiga kali lebih dahsyat dari sebelumnya.
"Jika itu benar, aku tidak akan memaafkanmu" geraman berang bergemuruh di dada Sesshoumaru. "Aku akan mengulitimu hidup-hidup!"
Kekuatan biru keunguan meluncur secepat kilat ke arah Sesshoumaru. Dengan ketenangan yang tidak masuk akal, dia mengangkat pedang, lalu mengeluarkan kekuatan Bakusaiga yang tak kalah besar.
Kedua ledakan youki beradu dan menghancurkan segala yang ada disekitar. Sesshoumaru maju tapak demi tapak, beriringan dengan kekuatan yang dikeluarkan Bakusaiga. Perlahan, kekuatan petir Yoarashi terdorong mundur.
Tokugawa terdesak, siluman itu tidak bisa lari lagi. Matanya terbelalak lebar, ketakutan menghantui. Tokugawa tidak pernah menyangka kekuatan Bakusaiga bisa sebesar ini, separuh dirinya menyesali apa yang telah dikatakannya. Mungkin bila dia tidak mengungkapkan kebenaran itu Sesshoumaru akan mengampuninya. Tidak! Batin Tokugawa menolak, bagaimana pun juga Sesshoumaru akan membunuhnya.
Tokugawa berupaya mengumpulkan youki yang tersisa, tapi percuma, dayanya menipis. Semakin dekat jarak mereka, Sesshoumaru dan kekuatannya semakin mendesak dan melahap tenaganya yang terkuras habis. Satu langkah lagi Sesshoumaru mendekat, kekuatan itu akan menelannya, itu pasti!
Di detik-detik terakhir kekuatan Bakusaiga menelan Tokugawa bulat-bulat, disaat itulah sebuah panah yang bersinar merah muda melesat dari arah barat, tak jauh dari tempat Sesshoumaru berdiri. Panah berlapis reiki itu menembus serta memurnikan kekuatan Bakusaiga.
Perhatian Sesshoumaru terpecah, ketika ia menoleh, panah lain hampir saja menyentuh badannya. Baju pelindungnya yang terbuat dari besi telah hancur berkeping-keping oleh panah itu. Walau kekuatan suci pendeta wanita itu tidak terlalu besar untuk melenyapkannya, tapi reiki jelas mampu memperlambatnya.
Seorang miko berdiri di beranda istana, wanita itu sedang meletakkan anak panah ketiga di busur, bersiap menyerang lagi. Seorang miko, tangan kanan Tokugawa, seperti yang telah dia dengar sebelumnya. Miko itu bersiap menyerang, targetnya telah terkunci. Dengan tangan kiri, Sesshoumaru menarik pedang Odachi keluar dari sarungnya lalu melemparkannya seperti shuriken ke arah miko pengganggu tersebut.
Disaat yang bersamaan, Tokugawa menyerangnya lagi. Petir itu hampir saja mengenai Sesshoumaru. Beruntungnya, siluman muda itu tanggap, dia bergerak cepat, ia mengeluarkan kekuatan Bakusaiga lagi untuk menyerang Tokugawa.
Dilihat dari segi mana pun serangan Tokugawa kian lama kian berkurang, dia telah kehabisan tenaga.
Tokugawa telah terpojok, ujung Bakusaiga telah berada tepat di lehernya. Sesshoumaru mendengus, "Beraninya kau membunuh ayahku dan menyebarkan berita bohong tentang kematiannya, bila itu benar. Tetapi, dia tidak mungkin kalah dengan youkai sepertimu!" Sklera Sesshoumaru telah berubah menjadi berma, irisnya biru terang, kedua warna itu teramat mengancam.
"Itu mungkin, bila kekuatanku berpadu dengan reiki!" dia tertawa pahit "Sial bagimu, membunuhku tidak akan mengembalikan ayahmu!" komentarnya.
"Itu benar, tapi aku akan tetap membunuhmu," baritone Sesshoumaru menggelegar.
Sesshoumaru mundur selangkah, Bakusaiga siap mengakhiri pertempuran. Wajah Tokugawa yang kecokelatan Tokugawa lebih putih dari kertas, ketakutan akan kematian membuatnya terpejam. Sesshoumaru mengangkat pedangnya secara horizontal sebatas dada, kekuatan itu meledak keluar dari Bakusaiga.
Kekuatan itu hampir menerpa Tokugawa. Namun, miko yang tadi melindungi Tokugawa entah sejak kapan telah mendekat dan kini dia berdiri di hadapan Sesshoumaru untuk menjadi perisai pribadi Tokugawa. Pundak miko itu masih mengeluarkan darah merah segar akibat pedang Odachi yang dilemparkan oleh Sesshoumaru.
Kedua tangan miko itu bersinar merah muda terangkat lurus di depan dadanya. Dia membuat sebuah penghalang bulat untuk melindungi dirinya, sedangkan Tokugawa berlindung di belakangnya, di luar pelindung reiki yang dibuatnya. Penghalang itu semakin besar, serangan Bakusaiga yang mengenai penghalang itu menghilang begitu saja. Miko itu tertunduk, kakinya bergetar. Bulir-bulir keringat dingin bergerak turun perlahan dari keningnya, dia mengeluarkan seluruh tenaganya.
Pengendalian reiki yang dilatihnya selama belasan tahun takkan berguna bila tidak dia gunakan untuk melindungi orang yang dicintainya, walau orang itu tidak pantas mendapatkannya. Tetes air mata jatuh dari sudut-sudut matanya, kakinya tidak tahan lagi menahan berat tubuhnya sendiri. Dia benar-benar kehabisan tenaga menghadapi daiyoukai penguasa wilayah Barat, mengeluarkan reiki sebesar itu sama saja bunuh diri. Kendati demikian, ia bersedia. Lagi pula, ia tidak mungkin bisa melanjutkan hidup setelah menyaksikan pria yang dicintainya tewas mengenaskan.
Kekkai yang dibangun semakin lama semakin mengecil, kekuatan Sesshoumaru tidak berkurang sedikit pun. Hingga akhirnya, pelindung itu perlahan menghilang seiring dengan ambruknya sang miko. Sesshoumaru menghentikan serangannnya. Dia tersenyum sebelum menghunus Bakusaiga yang bersinar kebiruan itu mengarah ke dada Tokugawa, satu kerjap mata, Tokugawa menarik rambut miko yang tergeletak di tanah dan membuatnya menjadi perisai hidup.
Tidak ada jeritan yang keluar dari mulut wanita itu, hanya bunyi daging yang terobek paksa dan tulang rusuk yang berderak patah saat Bakusaiga menembus dadanya. Air mata terakhir jatuh di pipinya, kekecewaan, terkhianati, dan putus asa tergaris di wajahnya sebelum dia menutup mata untuk selamanya.
Dengan risih, Sesshoumaru hendak menarik kembali Bakusaiga yang kini berlumuran darah manusia.
Disaat yang bertepatan, Tokugawa memanfaatkan kesempatan yang ada, dia melompat mundur selangkah, senyum kemenangan terukir di wajahnya. Dengan sigap dan sangat cepat ia mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa, mengalirkan youki. Cahaya biru keunguan itu bersinar lebih dari biasanya, langit luas mulai gelap dan menghitam. Arus energi listrik terserap dari langit oleh Yoarashi, dengan sekejap kekuatan itu dilontarkan oleh Tokugawa.
Ledakan dahsyat petir melesat menghantam Sesshoumaru dan miko yang masih menancap di pedangnya. Sesshoumaru tersapu oleh kekuatan petir milik Tokugawa yang dahsyat, dia terpental jauh.
Di lain pihak, tidak ada sepotong kecil pun bukti keberadaan miko bernasib malang yang telah mengorbankan diri demi cinta terlarang.
.
Pada awal-awal kedatangan Sesshoumaru, Kagome baru menginjak tepi kesadaran. Samar-samar, dia bisa mendengar suara pra itu sebelum suara tawa Tokugawa. Tubuh Kagome bagai tak bertulang, masih terasa sangat lemah untuk digerakkan. Dia membuka mata lagi, dia melihat kedua kakinya terseret di tanah.
Penglihatannya mulai membaik, Sesshoumaru dan Tokugawa agak jauh berdiri berhadapan dalam keadaan tegang. Itu bisa terlihat dari posisi tubuh mereka. Telinganya masih berdengung, tapi ia mendengar suara terengah-engah dengan jelas.
Ternyata yang dengan susah payah menyeretnya itu adalah seorang wanita. Kedua tangan wanita itu melingkar di bawah lengan Kagome, beberapa kali dia hampir terjatuh karena langkahnya sendiri, tapi dia berdiri kembali untuk mencari tempat aman.
Kagome dibaringkan di puncak tangga di depan salah satu bangunan di istana. "Kau akan aman di sini!" kata sang penolong, lalu dia masuk ke dalam bangunan.
Miko yang tadi, pikir Kagome. Mengapa dia berusaha keras untuk menolongnya? Apakah wanita itu juga mengenal ibunya?
Pikiran itu segera terpinggirkan saat bunyi dentuman susul-menyusul. Sesshoumaru dan Tokugawa sedang bertarung. Dia merutuk ketidakberdayaannya. Hanyou itu memaksa tubuhnya untuk bergerak, tangan dan kakinya mulai mematuhinya tapi tidak dengan badannya.
Butuh sekuat tenaga dan seluruh kemauannya untuk kuat menahan sengatan yang menyerbu hanya untuk memiringkan tubuhnya agar dia bisa duduk. Napasnya memburu, rasa sakit itu tidak menghilang bahkan setelah dia bisa duduk. Kagome mencengkeram dadanya yang masih terasa terbakar di dalam sana, dia bersandar di pembatas kayu. Bau kayu dan daun yang terbakar dapat dicium dengan jelas, sepertinya pertarungan semakin sengit. Dia harus segera bangkit!
Miko yang menolongnya itu keluar dengan membawa busur dan tempat anak panah. " Tetaplah di sini bila kau ingin tetap hidup!" Matanya menatap Kagome, suaranya tegas memerintah sebelum berlalu.
Kagome tertawa ironis, miko itu sekilas mengingatkannya kepada sang ibu. Bila dia berbuat nakal paras ibunya yang lembut tidak berubah, tapi kata-katanya tegas, dan dia tidak pernah berani menentang ibunya saat itu. "Ayolah!" teriaknya menyemangati diri sendiri.
Akhirnya, dia berhasil berdiri di atas kedua kaki walau tubuhnya masih membungkuk. Kekuatannya mulai pulih secara amat perlahan. Dia bisa melihat miko itu berdiri beberapa langkah darinya, mengarahkan anak panahnya kepada Sesshoumaru yang sedang dalam posisi menang.
"Oh, sial!" Kagome mengutuk dirinya sendiri, dia bermaksud berlari kencang tapi hanya bisa berjalan tertatih-tatih. Entah siapa yang dia khawatirkan, miko yang baru saja menolongnya ataukah Sesshoumaru? Kepada pihak mana dia akan memilih? Miko itu melepaskan anak panah, untuk sesaat ketakutan menguasai Kagome. Dia merasa jantungnya seperti di remas dengan kuat.
Sesshoumaru menoleh, dia berhasil menghindarinya. Anak panah kedua yang disiapkan sang miko terjatuh, entah kapan Sesshoumaru melemparkan pedangnya. Pedang itu kini menancap di bawah pundak kiri sang miko, tepat di atas jantungnya. Miko itu terjatuh diatas kedua lututnya, dengan perlahan darah mengalir dengan deras, tangan kanannya memegang bilah pedang di dadanya. Kagome mendekatinya, miko itu terus merintih kesakitan. Kagome memperhatikan wajahnya, selain kesakitan, wajahnya terus memancarkan kecemasan yang dalam. Kerisauan untuk sang tuan, tatapannya tak henti-hentinya teralih kepada Tokugawa yang sedang bertarung.
Kagome tidak habis pikir untuk apa dia terus membela Tokugawa dan membahayakan diri sendiri? Tidakkah manusia mengerti segala kelemahan dan keterbatasan yang dimiliki? Mengapa wanita itu terkesan tidak menyayangi nyawanya?
Dia tidak lupa perkataan miko itu kepada Tokugawa saat Kagome menantang tuannya, miko itu mencintainya. Sekuat itukah kekuatan sesuatu yang dinamakan cinta? Biarpun begitu, Kagome sendiri ragu tentang keberadaan cinta itu di hidupnya selain kepada ibunya. Tatapannya beralih ke pedang yang menancap di bawah pundak miko itu, pedang itu sangat panjang hingga ujung pedang itu menyentuh tanah.
Kagome membungkuk di depannya. "Miko!" yang dipanggil pun menatapnya, "Biarkan aku menolongmu!" Pendeta wanita yang meringis kesakitan itu mengangguk lalu memejamkan mata kuat-kuat dan mempersiapkan dirinya.
Kagome meletakkan kedua tangannya yang masih gemetar di pegangan pedang hitam yang mengkilat itu, dia meregangkan jari-jarinya sesaat sebelum menggenggam pedang itu dengan mantap. Semoga saja dia tidak membelah tubuh miko itu dan dapat menarik pedang itu dengan mulus karena, tenaga ditubuhnya belum sepenuhnya pulih, Kagome tidak benar-benar yakin bisa melakukannya.
Ia menghirup napas dalam. Dengan kuat, stabil, cepat, dan berhati-hati dia menarik pedang itu dari tubuh sang miko. Wanita itu menjerit, darah mengucur lebih deras lagi dari lukanya. Beruntungnya, luka itu tidak bertambah lebar, miko itu menekan luka itu sekuat tenaga dengan tangan kanannya.
Kagome menancapkan ujung pedang Odachi ke tanah untuk menopangnya berdiri, Kagome tertunduk merasakan sakit yang menyelubungi seluruh tubuhnya karena gerakan tadi. Telinga di puncak kepalanya berkedut saat mendengar derap langkah kaki berlari, miko itu telah menghilang dari sisinya.
Manusia itu telah berada di tengah-tengah pertarungan antara Sesshoumaru dan Tokugawa. Dia berada di antara dua youkai yang terbakar dan haus darah. Dia melindungi Tokugawa dengan seluruh reiki yang dimiliki. Namun, Sesshoumaru tidak bergeming. Sedikit pun, pria itu tidak terpengaruh, kekuatannya masih menyerbu dengan gencar, tidak berkurang maupun melemah.
Kagome memaksakan diri berjalan, telapak kakinya seperti tertusuk beribu-ribu pisau disetiap langkah. Dia tidak peduli, dia memaksakan diri untuk berlari, tapi tubuhnya hanya bersedia untuk berjalan cepat itupun masih bertopang kepada pedang Odachi milik Sesshoumaru.
Di sisi lain, reiki miko itu telah melemah, kini dia tergeletak di tanah bagai boneka tanpa nyawa. Langkah Kagome terhenti sejenak, dia benar-benar tidak tahu entah apa yang ditunggunya. Entah siapa yang dikhawatirkannya, miko itu, Sesshoumaru, atau, dia khawatir bukan dialah yang membunuh Tokugawa? Lagi-lagi, Tokugawa terpojok, selesai sudah pikir Kagome.
Momen berbalik, sesuatu yang tidak diduganya terjadi, apa yang dilihatnya membuatnya terbelalak ngeri. Bukan kekejaman yang pertama kali dilihatnya, tapi sebuah pengkhianatan yang menyedihkan.
Tragis, itulah kata yang tepat untuknya. Youkai yang mati-matian dilindungi oleh miko itu malah menggunakan tubuh wanita itu sebagai perisai dari bilah tajam Bakusaiga. Tanpa sadar, Kagome menggeram, ia naik pitam.
Tokugawa si penguasa Selatan yang kemungkinan besar ayahnya tak lagi ia pedulikan. Ia tidak akan mengampuni siluman keparat tersebut! Kagome mulai berlari saat Sesshoumaru dan tubuh miko itu terkena hantaman kekuatan dahsyat pedang Tokugawa.
Kagome hampir saja jatuh terjerembab di tanah saat keputusasaan menguasainya. Namun, pada masa itulah dia merasakan sesuatu berdetak. Detak kehidupan itu mengirimkan kekuatan kepadanya, membakar keputusasaan yang dirasakannya hingga tak ada yang tersisa.
Tubuh hanyou itu terasa panas, panas oleh energi yang membludak meminta untuk dilepaskan. Dia berlari sekuat tenaga, dengan sekejap mata, dia sudah berada di hadapan Tokugawa. Siluman hina itu menyeringai senang, seringaiannya belum menghilang saat Kagome menikam tepat di jantung pria itu. Youki meledak dari dalam.
Saat Tokugawa menyadari apa yang terjadi, saat itu sudah sangat terlambat. Badannya sudah lumat bagaikan daun yang dilahap oleh ulat, bedanya, pemusnahan itu terjadi secepat kilat.
Dada Kagome naik turun, napasnya memburu. Ia tersenyum lebar, ekspresinya janggal. Tidak pernah dia merasakan kekuatan seperti ini. Rasanya begitu luar biasa, membuatnya bergairah, dia begitu menikmati membunuh Tokugawa. Dendam telah terbalaskan, semua yang mengikat masa lalu telah terputus. Dan dengan kekuatan yang dimilikinya, dunia bagaikan berada dalam genggaman.
Kesadarannya seketika kembali, hidung Kagome berkerut jijik. Kesenangannya sungguh tak lazim. Dia benci apa yang baru saja dirasakan, menikmati pembunuhan.
Kagome memungut Yoarashi, pedang milik Tokugawa dan Odachi milik Sesshoumaru.
Kagome mulai berjalan tak tentu arah dengan lunglai, tak ada tempat yang terpikirkan untuk dituju, tak ada seseorang yang menantinya. Tubuhnya sudah hampir sepenuhnya pulih, tapi sesuatu di dalam dadanya terasa sakit. Sebentar lagi matahari tenggelam, langit menggelap, hutan laksana labirin raksasa. Ke sanalah ia melangkah.
Kegelapan selalu membuat sang hanyou terkucil, cahaya membuatnya merasa terbuang. Dunia ini tak lain dan tak bukan hanyalah ladang pembantaian. Apa yang dia rasakan dulu kini dirasakan oleh orang lain, karena perbuatannya, mereka merasakan hal yang sama. Darah tumpah, nyawa melayang. Pola itu akan terus terjadi. Yang paling menyakitkan adalah tak ada yang mampu dilakukannya. Namun kini, api dendam yang membakarnya telah padam, meninggalkan asap yang membuat sesak, dan membutakan.
Sekarang, seluruh penguasa wilayah telah tewas. Seharusnya ia tergelak keras. Sepatutnya ia menangis kencang, tapi tidak. Kagome tidak bisa menangis, tidak setelah kematian ibunya.
Perasaan kosong lantas menyerang. Apa lagi yang harus dia rasakan? Bahagia? Puas? Tidak ada yang dirasakannya sama sekali setelah dendam telah tuntas. Hanya hampa.
Fakta yang paling menyiksanya saat itu adalah ia sendirian. Tanpa dendam yang dikejar, ia merasa kesepian. Kabut pekat mengisi otaknya. Dunianya kembali hening, bukan berarti dia menikmati dunia yang ramai akan pertempuran, bila keramaian menyiksanya, maka kesunyian seakan membunuhnya.
Entah sampai kapan dia akan terus berjalan di kegelapan dengan kepala tertunduk. Kedua pedang itu diseretnya, meninggalkan jejak panjang, kedua kekuatan dahsyat itu ditangannya, tapi ia tak lagi peduli.
Dia terus berjalan masuk di kedalaman hutan yang semakin pekat. Di lubuk hati terdalam, sifat lembutnya ingin merasakan sesuatu. Sesuatu yang lain selain dendam, amarah, dan kebencian. Dia ingin dunianya terhiasi oleh setitik warna selain hitam, putih, dan kelabu.
Tetapi, sepertinya semua terlalu terlambat untuknya, Kagome tidak berani untuk berharap lebih selain bertemu dengan sang ibu kala ajal menjemputnya.
Kendati demikian, kerlip asa mulai merekah setelah ia bertemu dengan seorang siluman pongah. Akan tetapi, rasa itu layaknya api yang ia jaga di malam berangin, kehangatan itu mudah timbul dan tenggelam.
Kagome memejamkan mata sambil terus berjalan, dia menghela napas panjang. Benaknya menyanggah ketertarikan pada Sesshoumaru, mungkin saja ia terlalu cepat mengartikan rasa. Bisa jadi yang bergelora itu hanyalah sebuah desiran yang akan muncul ketika seorang wanita berdekatan dengan lawan jenis. Ataukah, dia memang tidak ditakdirkan untuk merasakan dan memiliki sosok yang dicinta?
Apa pun jawabannya tak lagi berguna. Sang penyelamat nyawa mungkin sudah tiada.
Disaat itulah, penciuman hanyou itu menangkap sesuatu, telinga anjingnya berkedut-kedut. Kagome membuka matanya yang berat, dia memindai sekitar. Matanya menangkap sesosok makhluk di bawah sebuah pohon besar. Sekarang, dia bisa merasakan sedikit auranya. Aura dan aroma yang familiar.
Kagome mengeluarkan suara terkesiap saat matanya bisa menangkap untaian rambut perak panjang. Walaupun samar sebab cahaya semakin meremang, perempuan itu yakin. Garis wajah sempurna, tanda bulan sabit ungu di dahi, kedua garis keunguan di pipi kanan dan kiri, serta garis magenta tipis di kelopak mata. Tak salah lagi.
Seraya mempercepat langkah, Kagome memasang baik-baik indra pendengarannya. Tarikan napas pelan pun terdengar.
'Sesshoumaru masih hidup!''
Ratusan tulang yang membentuk kerangka untuk menopang berat tubuhnya menjerit. Lututnya tak lagi kuasa menahan beban. Fisiknya merintih saat mentalnya bernyanyi. Kagome bersandar di sebuah batang pohon besar tak jauh dari tempat Sesshoumaru berada, tubuhnya merosot ke bawah. Kedua pedang legenda tergeletak di sisinya. Gadis itu menyandarkan kepala pada dahan kasar, ia memejamkan mata. Berbanding terbalik dengan beberapa saat yang lalu, kini, sebuah senyum kecil terukir di wajah manis perempuan itu.
"Syukurlah," bisiknya lirih. Kelelahan raga telah mencapai puncaknya, Kagome pun tak sadarkan diri.
~SessKag~
Minna saiko arigatou!
18/02/2021
https://youtu.be/bcsr1R3nLKw
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top